Bos Mafia Playboy

Merindukan Mantan Istri?



Merindukan Mantan Istri?

0Adi Prayoga langsung teringat kegilaan dari mantan istrinya itu. Ia telah melupakan kejadian di hotel saat Brian harus mengurus sebuah transaksi yang sempat tersendat dengan keluarga Gunadi. Ia pun juga tak tega melihat Imelda terus gelisah memikirkan suaminya.     

"Haruskah kita diam-diam mengikuti Brian, Sayang?" tawar pria yang duduk di sebelah Imelda.     

Seketika itu juga, Imelda tersenyum sedikit lega. Sebuah penawaran dari Adi Prayoga cukup berhasil menenangkan hati dan juga pikirannya. Setidaknya ia bisa melihat Brian meskipun dari kejauhan. Wanita itu langsung mengambil beberapa barang-barangnya sebelum menyusul Brian yang sudah berangkat lebih dulu.     

Tak berapa lama, Imelda kembali keluar dengan sebuah tas kecil di tangannya. Seperti seorang anak-anak, ia menarik Adi Prayoga untuk segera keluar dan berangkat menyusul suaminya. Ia tak peduli jika ayah mertuanya berpikir jika dirinya terlalu manja.     

Mereka berdua sudah berada di dalam mobil dengan seorang supir yang tak lain adalah bodyguard dari keluarga Prayoga. Setidaknya mereka sedikit lebih tenang saat berada di sepanjang jalanan yang cukup macet.     

Setelah melewati jalanan utama sepanjang pusat kota, mereka pun tiba di depan sebuah rumah besar yang dijaga ketat oleh beberapa orang di depan gerbang. Adi Prayoga sengaja meminta untuk menghentikan mobilnya di seberang jalan rumah itu.     

Saat sedang memeriksa kondisi sekitar rumah itu, tanpa sengaja Adi Prayoga melihat sebuah mobil yang cukup dikenalinya. Ia sedikit ragu saat hendak keluar dan menyapa seseorang yang berada di dalam sebuah mobil yang juga terparkir tak jauh dari tempatnya.     

"Papa keluar sebentar, Sayang. Ada yang harus Papa lakukan. Tunggulah di dalam mobil. Jangan keluar sebelum Papa kembali." Adi Prayoga langsung keluar dari mobil meninggalkan Imelda yang sedang menatap ke arah layar ponselnya.     

"Iya, Pa!" sahut istri dari Brian Prayoga itu. Ia kembali sibuk dengan ponsel miliknya.     

Adi Prayoga bergegas menuju ke sebuah mobil yang berada tak jauh darinya. Ia pun mengetuk pintu mobil itu sebentar. Seketika itu juga, pintu mobil bisa terbuka dan sang bos mafia langsung masuk ke dalam mobil sebelum orang-orang di rumah itu mulai mencurigai dirinya.     

"Apa yang sedang kamu lakukan di sini, Mahendra?" tanya Adi Prayoga pada sosok pria yang selama bertahun-tahun sudah menjadi sahabatnya. Meskipun hubungan mereka sangat tidak mulus.     

"Kamu sendiri, untuk apa berada di sini? Jika kamu merindukan mantan istrimu, mengapa tak langsung masuk?" ledek Davin Mahendra dalam wajah dingin tanpa ekspresi.     

Refleks, Adi Prayoga memukul bahu pria yang sedang duduk di sebelahnya itu. Ia sedikit kesal pada ucapan itu.     

"Sialan kamu, Mahendra!" gerutu Adi Prayoga pada sosok pria yang terus memandangi rumah di mana Natasya berada. "Apa kamu juga melihat Brian masuk ke rumah itu?" tanyanya serius.     

"Apa Brian juga ada di dalam? Aku baru saja sampai, jadi tak sempat melihat anak kesayanganmu itu." Davin Mahendra kembali memandangi seluruh bagian dari rumah itu. Seolah ia sengaja mencari celah yang bisa membuatnya mengetahui rahasia yang bisa mendesak Natasya.     

Adi Prayoga hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apapun. Ia sengaja tak mengatakan apapun pada sahabatnya itu. Ia pikir jika Davin Mahendra pasti akan penasaran dengan keberadaan dari anaknya itu.     

"Natasya sengaja menculik anak dari pelayan di rumahku. Ia sengaja mengancam pelayan itu agar membantunya untuk melakukan kejahatan," jelas Adi Prayoga sembari memandang ke arah yang sama dengan sahabatnya itu.     

Dua pria itu lalu menatap pintu gerbang dari rumah itu. Merek semua ingin menunggu sebuah kesempatan emas yang datang menghampiri.     

"Bukankah sangat berbahaya menghadapi wanita gila itu?" Davin Mahendra tiba-tiba saja mengkhawatirkan menantunya itu. Ia tak ingin jika terjadi sesuatu dengan suami dari anaknya itu.     

"Setidaknya, Natasya tak mungkin membunuh anaknya sendiri. Aku sengaja mengirim Brian menemui mantan istriku. Kupikir itu jauh lebih baik daripada aku datang sendiri atau mengutus seseorang ke sana," jawab Adi Prayoga.     

Hingga tak berapa lama, sebuah mobil memasuki rumah itu. Tak ada pemeriksaan ketat ataupun kecurigaan yang dilukiskan pada seseorang di dalam mobil yang baru saja masuk melewati gerbang yang di jaga ketat.     

"Siapa yang berada di dalam itu? Seolah mereka langsung membiarkan mobil itu masuk begitu saja," kesal Adi Prayoga saat melihat hal yang cukup menarik perhatiannya.     

"Sepertinya itu mobil milik Rizal Hartanto. Dia pasti sengaja datang ke rumah itu untuk menemui kekasihnya," sahut Davin Mahendra dalam wajah yang terlihat cukup serius. Tak ada nada candaan ataupun ekspresi yang sengaja dibuat-buat.     

Adi Prayoga langsung terpikirkan dengan kepemilikan rumah itu. Ia berpikir jika Rizal Hartanto yang memiliki rumah sebesar dan semewah itu.     

"Mungkinkah Rizal Hartanto adalah pemilik rumah itu?" tebak Adi Prayoga tanpa banyak berpikir. Ia tak ingin memikirkan hal apapun yang sangat membebaninya.     

"Itu yang sedang aku pikirkan sekarang." Davin Mahendra mengambil ponsel miliknya lalu mengambil gambar dari beberapa bagian dari rumah mewah itu. Ia juga mengambil beberapa gambar yang memperlihatkan orang-orang yang berjaga di gerbang rumah itu.     

Tiba-tiba saja, Adi Prayoga mengingat sesuatu yang cukup penting. Dan tentu saja, hal itu akan sangat berguna untuk penyelidikan mereka.     

"Seingatku ... Martin pernah mengatakan jika rumah itu dimiliki atas nama seorang pelayan yang bekerja di rumah semewah itu. Bukankah itu terdengar tidak masuk akal?" Adi Prayoga mencoba untuk mengungkapkan sesuatu yang pernah dikatakan Martin kepadanya. Meskipun kepemilikan rumah itu masih belum begitu jelas, namun nama pelayan di rumah itu tercantum di dalam sertifikat rumah.     

"Papa!" panggil Imelda yang tiba-tiba sudah berada di luar mobil itu. Ia sudah sangat tak sabar menunggu ayah mertuanya di dalam mobil itu sendirian. Karena sang bodyguard memilih untuk menunggu di luar.     

Kedua pria itu langsung menyuruh Imelda masuk ke dalam. Ia pun duduk di kursi penumpang yang ada di belakang kemudi. Ia tak menyangka jika akan bertemu dengan ayahnya sendiri.     

"Apa yang Papa lakukan di sini?" tanya Imelda sangat penasaran. Ia bisa melihat kecemasan di dalam sorot matanya.     

"Papa sedang menyelidiki wanita yang memiliki rumah itu. Apa kamu mengetahui pemilik dari rumah itu?" Davin Mahendra berpikir jika anaknya itu mengetahui sesuatu yang mungkin saja jauh lebih penting.     

Imelda mengambil ponsel miliknya lalu mulai mencari sesuatu di dalam galeri foto di dalam ponselnya. Ia pun kemudian menunjukkan sebuah foto yang sengaja dikirim Martin beberapa waktu lalu.     

"Wanita ini adalah kepala pelayan di rumah itu. Martin berkata jika dia adalah pemilik sah dari rumah yang ditinggali oleh Mama Natasya. Namanya adalah Fenita Lin, Martin pernah mengatakan jika dia bukan orang asli kota ini." Sebuah penjelasan dari Imelda sudah membuka titik terang yang baru atas rumah itu.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.