Bos Mafia Playboy

Jangan Menambahkan Beban Di Pundaknya



Jangan Menambahkan Beban Di Pundaknya

0"Sayang!" panggil Brian pada seorang wanita yang sudah membaringkan tubuhnya di atas ranjang besar di kamarnya.     

Meskipun Imelda sudah berada di ambang kesadarannya, ia masih bisa mendengar suara pria yang terdengar panik dalam rasa bersalahnya. Wanita itu memaksakan diri untuk membuka mata, walaupun rasanya begitu enggan untuk memandang wajah suaminya sendiri.     

"Kenapa?" tanya Imelda singkat.     

"Sayang .... Aku bisa jelaskan semuanya. Tak sedikit pun aku bermaksud untuk membohongi dirimu. Aku hanya tak ingin membuatmu cemas karena terlalu memikirkan aku." Brian berusaha keras untuk menjelaskan semuanya pada Imelda. Ia tak akan membiarkan wanita itu sampai marah ataupun kecewa terhadap dirinya.     

Mendengar penjelasan itu, Imelda lalu bangun dan mencoba untuk duduk di antara setengah kesadarannya. Ia masih mencoba untuk mengumpulkan nyawa yang sempat melayang setelah terlelap sebentar.     

"Aku sudah mendengarnya, Brian. Malam ini tidurlah di kamar tamu," usir Imelda pada suaminya. Ia terlalu muak atas kebohongan yang tak masuk akal yang telah dilakukan oleh Brian kepadanya.     

Padahal jelas-jelas, Brian sangatlah berarti bagi wanita yang telah menutupi keadaannya. Hal itu membuat Imelda geram dan sangat kesal pada suaminya. Dia merasa jika Brian sama sekali tak menganggap dirinya.     

"Kumohon, Sayang. Jangan lakukan itu." Brian mengatakan hal itu dengan nada memohon dan tampak memelas. Ia tak mungkin bisa tidur jika harus berjauhan dengan istrinya. Terlebih di situasi seperti itu.     

"Kamu yang keluar atau aku saja yang keluar dari kamar ini?" ancam Imelda sangat dingin dan terdengar begitu kejam bagi Brian.     

Sebuah ancaman yang membuat Brian langsung angkat kaki dari kamar itu. Ia tak mungkin mau berdebat dengan istrinya sendiri. Apalagi jelas-jelas ia yang sudah sangat bersalah karena tak mengatakan semuanya sejak awal.     

Hanya penyesalan dan juga rasa bersalah yang dirasakan oleh Brian. Ia benar-benar tak mampu mengatakan apapun saat dirinya sudah tertangkap basah melakukan kebohongan itu.     

Saat Brian baru saja melewati pintu kamarnya, terlihat Martin juga akan masuk ke dalam kamar. Pria itu mengurungkan niatnya untuk masuk lalu menghampiri Brian.     

"Apakah hal yang buruk baru saja terjadi?" tanya Martin cemas. Ia bisa menebak hal itu dari ekspresi yang ditunjukkan oleh Brian. Meskipun pria itu tak menjawab pertanyaannya, ia bisa menebak sesuatu yang buruk baru saja terjadi.     

"Imelda mengusirku dari kamar." Begitu menjawab pertanyaan itu, Brian pun memilih duduk di sebuah kursi yang berada di mini bar dalam rumah itu.     

Tak ingin Brian kesepian dan melakukan hal yang tidak-tidak, Martin pun memutuskan untuk menemani pria itu dari keterpurukannya. Ia ikut duduk di dekat mini bar itu. Memandang Brian yang tampak frustasi menghadapi istrinya.     

Brian mengambil sebotol minuman beralkohol dengan kadar tinggi ke dalam sebuah gelas. Saat ia ingin meneguknya, Martin menghentikan dirinya.     

"Apakah kamu ingin memperburuk hubunganmu dan Imelda? Kamu itu adalah calon ayah dari anakmu, bagaimana kamu begitu lemah dan ingin lari dalam masalah?" Martin mencoba untuk mengingatkan Brian. Ia tak ingin pria itu salah langkah dan membuat Imelda semakin murka.     

Pria itu kembali meletakkan gelas di tangannya. Brian merasa tertampar dengan ucapan Martin kepadanya. Ia pun memandang orang kepercayaan diri Adi Prayoga itu penuh tanya.     

"Apa yang harus aku lakukan, Martin?" Brian hampir saja menangis di hadapan Martin. Untung saja ia bisa mengendalikan dirinya dan menahan air mata yang akan menetes.     

"Bagaimana kamu bisa bertanya padaku? Aku sama sekali tak berpengalaman menghadapi wanita. Namun ... sebaiknya kamu tetap tidur di kamar setelah Imelda terlelap. Jangan biarkan istrimu tidur seorang diri," bujuk Martin pada seorang pria yang telah kehilangan akal sehatnya itu.     

Kedua pria itu lalu terdiam dalam pemikiran masing-masing. Mereka terlihat sibuk dengan dirinya sendiri. Hingga tak berapa lama, datanglah Adi Prayoga yang baru saja keluar dari ruang kerjanya.     

"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" tanya sang bos mafia pada dua pria yang hanya terdiam tanpa mengeluarkan suara apapun.     

"Kami hanya mengobrol saja, Bos." Martin sengaja menutupi kekacauan dalam hubungan Imelda dan juga Brian. Ia tak ingin mencemaskan sang bos mafia yang sudah cukup banyak masalah dalam bisnisnya.     

"Cepatlah istirahatlah! Jangan tidur terlalu malam," celetuk Adi Prayoga sebelum masuk ke dalam kamarnya. Ia sama sekali tak mencurigai anak ataupun orang kepercayaannya itu.     

Brian melemparkan tatapan tajam dan juga sarat pertanyaan. Ia menyadari jika Martin sengaja menutupi semuanya.     

"Mengapa kamu menutupinya dari Papa, Martin?" tanya Brian.     

"Setidaknya, biarlah Bos bisa beristirahat dengan pikiran tenang. Jangan menambahkan beban apapun pada papamu. Apakah kamu masih belum sadar jika beban yang ditanggung oleh Bos Adi Prayoga sangatlah berat? Jadi ... jangan menambahkan apapun di atas pundaknya. Apalagi jika kamu bisa menyelesaikannya sendiri." Martin hanya bisa memberikan beberapa nasehat pada Brian. Bukan apa-apa, ia sangat tahu jika Adi Prayoga harus bekerja keras untuk menangani segala kekacauan yang telah ditimbulkan oleh Natasya.     

Brian akhirnya mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Martin. Ia tak menyangka jika pria itu sangat peduli dengan beban yang harus dipikul oleh ayahnya. Ia pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamar. Brian sangat yakin jika Imelda sudah terlelap.     

"Aku akan mengantarmu ke kamar." Brian mendorong kursi roda Martin menuju kamarnya. Ia juga membantu pria itu untuk berada di atas ranjang.     

Martin pun sedikit heran dengan sikap Brian. Ia tak menyangka jika suami dari Imelda itu memiliki sebuah kebaikan di balik sikap dinginnya.     

"Terima kasih, Martin. Beristirahatlah! Aku juga akan segera beristirahat." Tanpa menunggu tanggapan dari Martin, Brian langsung bergegas meninggalkan ruangan itu. Ia sudah tak sabar untuk melihat istrinya.     

Begitu sampai kamarnya, Brian melihat Imelda sudah terbuai dalam mimpi indah. Ia pun mendekati istrinya itu lalu mengecup lembut keningnya. Kemudian, ia memutuskan untuk tidur di sebuah sofa besar yang ada di kamarnya. Brian tak ingin menambahkan kemarahan Imelda saat melihatnya tidur di atas ranjang bersamanya.     

Pria itu membaringkan tubuhnya di atas sofa. Tak sedikit pun, Brian mengalihkan pandangan dari istrinya. Ia cukup senang bisa tidur sembari memandang wanita yang dicintainya itu.     

"Selamat tidur, Sayang." Kalimat itulah yang terucap dari mulut Brian sebelum akhirnya ia juga terbuai dalam mimpi indahnya.     

Tak berapa lama setelah Brian tertidur, Imelda justru terbangun karena mimpi buruk. Ia pun melirik ke sebelahnya dan tak mendapati suaminya. Sepertinya Imelda telah melupakan jika dirinyalah yang telah mengusir Brian.     

Tiba-tiba saja, Imelda merasa sangat haus. Ia pun turun dari ranjang dan berniat untuk mengambil minuman.     

"Brian! Kenapa kamu tidur di sini?" Imelda terlihat panik karena merasa kasihan melihat suaminya tidur meringkuk di sofa.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.