Bos Mafia Playboy

Sebuah Penyelamatan



Sebuah Penyelamatan

0Brian dan juga yang lainnya sudah berada di sebuah lahan datar yang cukup jauh dari rumah penduduk. Mereka semua harus menyusuri jalan setapak di mana keberadaan Natasya telah terdeteksi.     

"Tunggu!" Tiba-tiba saja Jeffrey datang bersama beberapa anak buahnya. Dia terlihat sedikit cemas saat membayangkan anak dari seorang wanita yang dicintainya itu sedang berada dalam bahaya.     

Mereka semua menghentikan langkah, membalikkan badannya ke arah suara.     

"Kita harus menyebar! Medan yang cukup sulit ini jangan sampai membuat kita juga kesulitan untuk menyelamatkan Imelda. Lakukan apapun demi keselamatannya!" perintah Jeffrey pada beberapa orang yang berada di sekitarnya. Dia pun mulai melangkahkan kakinya melewati jalan setapak menuju ke sebuah bangunan mewah yang tampak sudah tua.     

Ketika semua orang memutuskan untuk pergi, Laura justru diminta oleh Adi Prayoga untuk tetap di dalam mobil. Dia tak ingin wanita itu berada di dalam bahaya yang bisa saja melukai dirinya.     

Saat Brian sedang berjalan dengan beberapa anak buahnya, tiba-tiba ada beberapa orang yang menyerangnya dari belakang. Sebuah pukulan keras hampir saja mengenai belakang kepala Brian. Untung saja, seorang bodyguard menyadari hal itu dan menggagalkan aksi mereka.     

"Brengsek! Bukankah kalian anak buah Yudha Fabian?" Sebuah pukulan keras baru saja dihadiahkan oleh Brian pada seseorang yang pernah dijumpainya saat menyelamatkan Eliza.     

Sebuah pukulan fatal mendarat di dada pria yang pernah menyerangnya itu. Brian menggunakan kedua tangannya dan menangkap pergelangan tangan pria itu lalu mendorongnya hingga tersungkur di tanah. Kemudian dia menggunakan tangan kanannya yang masih sangat kuat untuk memutar kaki pria itu, lalu menendang perutnya hingga pria itu tak berdaya.     

"Itu adalah balasan karena sudah menembak lengan kiri tanganku," tegas Brian pada seorang pria yang sudah tak mampu untuk bangkit apalagi melawan.     

Satu persatu mereka semua berhasil mengalahkan anak buah Yudha Fabian yang kebetulan berada di sekitar tempat itu. Mereka sama sekali tak menggunakan senjatanya sesuai dengan instruksi yang tadi dikatakan oleh Jeffrey.     

Di sisi lain, Jeffrey dan Davin Mahendra melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati. Mereka tak ingin menimbulkan suara apapun yang bisa membuat Natasya menyadari keberadaannya.     

Diam-diam, dua pria itu menyelinap masuk tanpa diketahui oleh orang-orang bayaran dari Natasya. Mereka pun cukup terkejut saat melihat Natasya melemparkan tamparan keras pada Imelda.     

"Aku harus menyelamatkan Imelda. Lihatlah! Dia sangat menderita di sana." Belum juga Davin Mahendra melangkahkan kakinya, Jeffrey sudah menarik sahabatnya itu agar tidak bergerak dari tempatnya.     

"Jangan lakukan apapun! Tetaplah di sini, biar aku yang menghadapi wanita gila itu." Jeffrey pun keluar dari tempat persembunyiannya tepat di saat Natasya menggoreskan pisau di wajah Imelda.     

Seketika itu juga, dentuman keras membuat seisi rumah itu sangat terkejut. Jeffrey sengaja menembakkan sebuah peluru di tangan kanan Natasya yang masih memegang pisau. Peluru itu berhasil menggores tangan wanita itu.     

"Ahhhh .... Brengsek!" Natasya menjatuhkan pisau di tangannya lalu membalikkan badan ke arah tembakan itu berasal. Dia sangat terkejut dan juga tak percaya jika seseorang yang baru saja memuntahkan peluru itu adalah Jeffrey.     

"Apa yang sudah kamu lakukan, Bodoh?" teriak Natasya pada seorang pria yang selama ini berada di bawah kendalinya. Dia tak menyangka jika Jeffrey berani menembak dirinya.     

Jeffrey langsung memberikan peringatan agar orang-orang bayaran itu tidak bergerak dari tempatnya. Ia pun juga mengatakan jika seluruh rumah itu sudah di kepung. Sedikit saja mereka berulang, tentunya itu bukanlah hal baik. Sebuah ancaman yang menakutkan itu berhasil membuat nyali mereka menciut.     

"Om Jeffrey!" Imelda akhirnya bisa membuka matanya dengan perasaan yang lebih tenang dari sebelumnya.     

"Tenanglah, Imelda. Aku akan membereskan semuanya." Tak berapa lama, beberapa agen pun datang. Mereka semua langsung menangkap orang-orang yang terlibat dengan Natasya.     

Sedangkan Jeffrey, mencengkeram erat kedua tangan Natasya lalu menariknya ke belakang. Dia harus segera melumpuhkan wanita itu sebelum melakukan perbuatan yang lebih gila lagi.     

"Lepaskan aku, Jeffrey! Kamu tak memiliki hak untuk menangkap ku. Aku akan menuntutmu atas ini semua." Natasya meronta-ronta ingin terlepas dari cengkeraman Jeffrey. Bahkan wanita itu telah melupakan rasa sakit di tangannya yang telah tergores peluru yang ditembakkan oleh Jeffrey.     

"Diamlah!" bentak Jeffrey pada wanita itu. Dia pun memberikan isyarat pada Davin akan untuk keluar dan melepaskan ikatan di tangan dan kaki Imelda.     

Davin Mahendra keluar dari tempat persembunyiannya sembari melemparkan tatapan hina pada sahabat dari mendiang istrinya itu. Ia tak pernah membayangkan jika Natasya akan setega itu kepada anaknya.     

"Kamu sangat keterlaluan, Natasya. Aku semakin muak melihat semua kejahatanmu." Davin Mahendra bergegas melepaskan Imelda. Dia begitu sedih saat melihat luka di wajah anak perempuannya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya pada Imelda.     

"Aku baik-baik saja, Pa. Ini hanya luka kecil." Imelda mengatakan hal itu seolah dirinya baik-baik saja dan tak terluka sedikit pun. Padahal jelas-jelas wajahnya meneteskan darah segar.     

Setelah semua dibereskan, Davin Mahendra langsung membawa Imelda untuk keluar dari bangunan tua itu. Baru juga sampai di depan pintu, Brian sudah berlari dalam wajah panik.     

"Ayo kita ke rumah sakit, Sayang. Wajahmu terluka!" Brian pun menarik istrinya ke sebuah mobil yang tadi ditinggalkannya. Saat sudah berada tak jauh dari mobil, pria itu baru ingat jika ia datang bersama Laura.     

"Dokter Imelda!" Laura panik dan langsung berlari dengan beberapa peralatan medis di tangannya. Ia pun mengajak Imelda untuk duduk di sebuah bangku yang berada tak jauh dari mobil itu.     

Wanita itu membersihkan luka di wajah Imelda lalu memberikan beberapa obat untuk mengurangi rasa sakitnya. Kemudian wanita itu menutupnya dengan kain pembungkus luka. Laura tak bisa menahan dirinya, dia sampai meneteskan air mata melihat Imelda terluka.     

"Apa luka ini sangat sakit, Dokter Imelda?" tanya Laura pada seorang wanita yang tampak termenung memikirkan sesuatu.     

"Luka ini tak berarti apa-apa bagiku. Rasa sakitnya hatiku jauh lebih menyakitkan dari segala luka yang telah ku terima." Imelda memang memberikan sebuah jawaban pada Laura. Namun jawaban itu sama sekali tak memuaskan rasa ingin tahunya.     

Dalam wajahnya yang semakin bingung, Laura mencoba mengartikan perkataan dari calon adik iparnya itu. Ia memikirkan setiap kata yang dikatakan oleh Imelda. Laura yakin jika Imelda menyiratkan sesuatu pada setiap jawabannya.     

Tak disangka oleh Laura jika Imelda justru meneteskan air matanya. Padahal baru saja ia mengatakan jika lukanya itu tidak menyakitkan.     

"Kenapa kamu menangis, Dokter Imelda? Apakah luka ini sangat menyakitkan?" tanya Laura.     

Meskipun samar-samar, Brian bisa mendengar pertanyaan Laura pada istrinya. Dia pun langsung panik dan menghampiri istrinya itu. Pria itu merasa jika Imelda sedang menahan rasa sakitnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.