Bos Mafia Playboy

Merebut Suami Adalah Candaan?



Merebut Suami Adalah Candaan?

0"Apa maksudmu, Sayang? Bagaimana kamu bisa menghancurkan pernikahan mereka?" Brian tentunya sudah sangat tak sabar untuk mendengar sebuah jawaban dari sang istri. Rasanya tak tahan melihat mereka semua menatap Imelda dengan aura memangsa.     

Wanita itu justru terkekeh di antara beberapa orang yang tampak sangat tegang. Seakan tanpa dosa, Imelda sama sekali tak mempedulikan dua pasangan kekasih yang sudah bersiap menerkamnya.     

"Ada apa dengan ekspresi kalian? Aku hanya bercanda!" Begitulah ucapan seorang menantu dari Keluarga Prayoga. Sepertinya Imelda tak menduga jika dua wanita yang juga berada di ruangannya itu hampir saja menerkam dirinya saat itu juga.     

"Apa kamu pikir candaan itu lucu?" kesal Eliza yang masih berdiri di sebelah Laura yang masih terlalu bingung dengan ucapan dari rekan seprofesinya. "Bagaimana jika aku mengatakan akan merebut Brian darimu? Apakah itu juga lucu?" imbuh seorang jaksa yang baru saja melewati kecelakaan maut yang menjadikan mobilnya terbakar.     

Wanita hamil itu sama sekali tak mempermasalahkan perkataan dari Eliza. Namun justru sosok pria yang berdiri tak jauh darinya merasa sangat risih mendengar sang kekasih mengatakan hal itu.     

"Hentikan omong kosongmu, Eliza? Bukankah Imelda sudah mengatakan jika dia hanya bercanda?" peringat Martin pada kekasihnya. Tak ada yang menyangka jika Eliza akan begitu murka terhadap candaan dari Imelda. Namun, ia menilai jika ucapan kekasihnya cukup keterlaluan pada adik dari Vincent Mahendra itu.     

"Mengapa kamu jadi membelanya, Martin? Bukankah Imelda yang sudah sangat keterlaluan?" Eliza masih saja tak terima saat Martin terlihat lebih membela Imelda dan juga dirinya. Dia merasa jika kekasihnya itu masih saja sangat peduli pada menantu dari bos-nya itu.     

Suasana hati Eliza yang tadinya begitu baik, mendadak menjadi sangat buruk. Entah mengapa wanita itu terlalu sensitif dengan perkataan Imelda kepadanya.     

"Lebih baik kamu temani saja Imelda, Martin. Aku bisa mengurus diriku sendiri." Dalam sekejap, Eliza sudah keluar dari ruangan itu begitu saja. Daripadavdarahnya semakin mendidih berada di antara mereka semua, wanita itu memilih untuk keluar dan menenangkan diri. Tak ada alasan bagi Eliza untuk tetap tinggal bersama orang-orang yang selalu saja memberikan perhatian lebih pada Imelda Mahendra.     

Seketika itu juga Imelda merasa sangat bersalah. Pandangannya mendadak sedikit buram dengan air muka yang berubah drastis. Hanya saja, dia tak habis pikir jika Eliza akan begitu kesal terhadap candaannya itu.     

"Sepertinya ... aku harus meminta maaf pada Eliza. Mungkin saja ucapanku sudah sangat membuatnya sangat kesal." Tanpa berpikir panjang, wanita itu bergerak menuju ke pintu. Belum juga melangkah keluar, Martin sudah bergerak cepat dan langsung menghentikan Imelda.     

"Biar aku yang menyusul Eliza. Seharusnya, dia tak langsung pergi begitu saja dari ruangan ini," jelas Martin pada seorang wanita hamil yang dahulu pernah membuatnya jatuh hati.     

"Tapi ... Martin .... " Belum sempat Imelda menjelaskan semuanya, pria itu justru sudah bergegas mengejar kekasihnya. Tak ada yang bisa dilakukan oleh istri dari Brian itu, selain membiarkan Martin mengejar kekasihnya.     

Dalam perasaan yang tak tenang, Imelda memandang suaminya dalam perasaan bersalah. Rasanya dia ingin memohon agar Brian bisa menyelamatkan dirinya dari kemurkaan Eliza.     

"Bagaimana ini, Brian? Aku tak bermaksud menjadikan semua jadi seperti ini," sesal Imelda dalam wajah sedih. Terlalu banyak hal sudah dilakukan oleh Eliza untuk keluarganya. Rasanya sangat tak sopan jika candaan itu justru dimasukkan ke dalam hati.     

"Tak masalah, Sayang. Itu hanya kekesalan Eliza untuk sesaat saja. Mungkin saja otaknya masih belum bekerja dengan baik setelah kecelakaan itu." Brian mencoba untuk menghibur istrinya agar tak terlalu mengkhawatirkan jaksa muda itu. Sudah bertahun-tahun Brian mengenal Eliza, dia sangat tahu jika wanita itu bukanlah seseorang yang pendedam.     

Tak jauh dari mereka, Vincent dan juga Laura juga ikut bingung. Mereka berdua sama-sama tidak terlalu mengenal Eliza. Bahkan hubungan mereka terjalin karena wanita itu menjadi kekasih dari Martin.     

"Jangan berpikir macam-macam, Imelda! Martin pasti bisa mengatasi kekasihnya. Jika dia tak bisa menenangkan wanita itu, lebih baik tak ada pernikahan di antara mereka berdua." Kali ini perkataan Vincent jauh lebih kejam dan juga sangat tegas pada hubungan mereka berdua. Hal itu adalah wujud kepedulian pada sahabat dekatnya itu.     

"Apa Kak Vincent tak menyetujui pernikahan mereka?" tanya Brian pada sosok pria yang baru diketahuinya jika mereka memiliki ayah yang sama.     

Bukannya segera menjawab sebuah pertanyaan yang telah diajukan oleh adiknya. Vincent justru duduk di sebuah kursi yang juga berada di dalam ruangan itu. Sebagai sahabat dekat dari Martin, dia memiliki pendapatnya sendiri tentang hubungan mereka.     

"Bukan soal itu. Aku hanya ingin agar Martin benar-benar menemukan seorang istri yang baik dan juga bisa menerima keadaannya. Jika hanya dengan hal kecil saja Eliza sudah sangat marah, bagaimana wanita itu bisa bertahan dengan kehidupan keras dan juga berbahaya yang dijalani oleh Martin?" Tak mampu menutupi keganjalan di dalam hatinya, Vincent memilih untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini terus mengusiknya.     

Bagi Vincent .... Martin bukan hanya seorang sahabat dekat, dia adalah seorang saudara yang seakan telah berbagi takdir bersama. Mereka berdua pernah melewati bahaya dan juga kematian ketika masih bernaung dalam profesi yang sama.     

Belum lagi ... selama bertahun-tahun, Martin telah mendedikasikan hidupnya pada Adi Prayoga. Yang tak lain dan tak bukan adalah ayahnya sendiri. Hal itu semakin membuat Vincent lebih protektif pada sahabatnya itu. Termasuk soal pasangan hidup yang dipilihnya.     

"Aku mengerti, Kak. Sepertinya ... aku juga berpikiran yang sama dengan Kak Vincent. Semoga saja, Martin bisa menenangkan Eliza dan membawanya kembali secepatnya," balas Brian atas perkataan panjang lebar dari kakaknya. Semua yang dikatakan oleh Vincent terdengar cukup masuk akal baginya.     

Setelah mendengar penjelasan dari kakak laki-laki kesayangannya, Imelda merasa jauh lebih tenang dari sebelumnya. Setidaknya ... hal itu bisa mengurangi rasa bersalah di dalam hatinya. Namun, ia juga berpikir yang sama dengan Vincent ... menginginkan Martin mendapatkan pasangan yang tepat baginya.     

"Makasih, Kak." Tiba-tiba saja, Imelda memeluk kakaknya dan mengucapkannya dengan tulus.     

"Untuk apa? Aku tak melakukan apapun untukmu." Vincent sedikit terkejut karena Imelda tiba-tiba memeluknya. Namun ia sama sekali tak mengerti dengan alasan adik perempuannya itu memberikan pelukan itu.     

Tak ingin menjawab pertanyaan itu, Imelda justru mempererat pelukannya. Dia sepertinya telah melupakan keberadaan dua orang lain yang juga berada di sana.     

"Lepaskan aku sekarang juga! Jangan sampai Laura cemburu padamu dan langsung membatalkan rencana pernikahan kami," celetuk Vincent pada adiknya. Perkataan itu justru mengundang tawa bagi Brian dan juga Laura yang hanya bisa menyaksikan kedekatan mereka berdua.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.