Bos Mafia Playboy

Rencana Pernikahan



Rencana Pernikahan

0"Ada apa dengan Laura? Papa tak berhak melarang hubunganku dan Laura." Belum juga ayahnya mengatakan apapun, Vincent sudah melontarkan nada protes pada Adi Prayoga. Dia berpikir jika pria tua itu akan mengganggu hubunganya dan sang kekasih.     

Melihat respon tak terduga dari anaknya, Adi Prayoga langsung terkekeh kecil. Rasanya Vincent terlalu berlebihan menanggapi sebuah ucapannya.     

"Siapa yang akan melarang hubunganmu? Papa justru ingin kalian segera meresmikan hubungan. Semua yang sudah dilakukan oleh Laura, sudah sangat cukup untuk membuktikan ketulusan hatinya dalam mencintaimu, Vincent," terang Adi Prayoga pada anak sulungnya dari Imelda.     

Perkataan Adi Prayoga itu langsung mengejutkan mereka semua. Tak hanya Laura saja yang begitu terkejut dalam perasaan bahagia, Imelda juga merasakan hal yang sama menyambut hari bahagia dari kakak laki-laki dan juga sahabatnya.     

"Aku sangat setuju dengan usulan Papa. Lebih baik kalian berdua segera meresmikan hubungan kalian," ucap Imelda dalam senyuman bahagia yang terpancar di wajahnya.     

"Lebih baik kami akan memikirkan permintaan Papa itu. Laura masih harus .... " Vincent tak sempat meneruskan perkataannya.     

"Saya setuju, Om!" sela Laura sebelum kekasihnya itu sempat menyelesaikan ucapannya.     

Rasanya sangat melegakan mendengar jawaban dari Laura. Entah mengapa, Adi Prayoga sudah semakin yakin jika perempuan itu adalah pasangan terbaik bagi anak sulungnya. Dia sengaja mengusulkan sebuah pernikahan sebelum mereka harus mengalami nasib yang sama seperti dirinya dan juga Irene atau Brian dan juga Imelda.     

"Akan sangat baik jika kalian mulai mempersiapkan segalanya mulai dari sekarang. Kupikir ... pernikahan itu sebaiknya digelar setelah Natasya menjalani sidang putusan." Adi Prayoga berpikir jika itu adalah waktu yang sangat tepat. Tidak terlalu lama ... namun juga tak terlalu cepat sehingga mereka berdua bisa mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan.     

"Saya setuju, Om. Secepatnya saya akan mengirimkan kabar bahagia untuk mama yang ada di luar negeri. Semoga saja beliau bisa membantu kami mempersiapkan semuanya." Laura benar-benar sudah tak sabar untuk memberitahukan kabar itu pada ibunya. Setidaknya ada sebuah alasan untuk memaksa ibunya kembali ke tanah air. Sudah sangat lama, ibu dari Laura tak menginjakkan kakinya di kampung halamannya.     

Tak pernah disangka jika Keluarga Prayoga dan juga Mahendra akan kembali menggelar sebuah pernikahan. Hal itu membuat seluruh keluarga merasa ikut senang menyambut hari bahagia itu.     

"Kalian mengobrol saja dulu, papa akan menghubungi Mahendra untuk membahas pernikahan ini." Adi Prayoga lalu meninggalkan kedua anak dan juga menantunya. Dia langsung masuk ke sebuah ruangan di mana ia bisa menghabiskan waktu dengan berbagai pekerjaan.     

Begitu ayahnya pergi, Imelda langsung memandang Brian penuh arti. Dia ingin segera berangkat ke rumah sakit. Wanita itu sudah sangat penasaran ingin mengetahui sebuah bukti yang telah diberikan oleh Martin kepada Eliza.     

"Aku dan Brian mau menjenguk Eliza, apakah Kak Vincent akan ikut?" tanya Imelda pada seorang pria yang berdiri di sebelah Laura.     

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Vincent justru memandang kekasihnya penuh tanya. Seolah dia sedang berusaha untuk mendapatkan ijin darinya.     

"Kami juga akan ikut menjenguk Eliza. Selama ini, Eliza selalu bersikap sangat baik kepada kita. Rasanya tak enak jika aku dan Vincent tak menjenguknya di saat sedang sakit." Laura juga tak keberatan untuk menjenguk kekasih dari Martin itu.     

Setelah meminta ijin pada Adi Prayoga, mereka berempat boleh pergi asal dengan membawa beberapa bodyguard. Meskipun Natasya telah tertangkap, dia masih saja sangat mengkhawatirkan keselamatan mereka.     

Akhirnya mereka berdiskusi sebentar lalu memutuskan untuk berangkat dengan sebuah mobil yang sama. Sedangkan beberapa bodyguard akan mengawal di belakang dan juga depan.     

Tak berapa lama, ketiga mobil sudah berangkat ke rumah sakit. Kali ini, Vincent yang kebetulan duduk di kursi kemudi. Dia melajukan mobilnya tidak terlalu cepat karena mengkhawatirkan kondisi kehamilan adik kesayangannya.     

"Tidak bisakah Kak Vincent melaju lebih cepat?" ketus Imelda karena sudah tak tahan berada di dalam mobil terlalu lama. Rasanya sudah tak sabar untuk segera bertemu dengan Martin dan juga Eliza.     

"Ini aku lakukan karena aku sangat menyayangimu, Imelda. Aku tak ingin jika sampai terjadi apa-apa dengan calon keponakanku." Begitulah jawaban Vincent yang terdengar semakin mengesalkan bagi Imelda.     

Imelda justru memperlihatkan wajah masam karena sikap kakaknya yang terlalu berlebihan. Dia tak ingin diperlakukan seperti seorang wanita yang sangat lemah.     

"Jika Kak Vincent tak mempercepat mobilnya, aku akan melompat keluar dari sini," ancam Imelda tak main-main. Bahkan wanita itu tampak sudah membuka pintu mobil dan bersiap untuk melompat dari sana.     

"Dasar gila! Bisa-bisanya kamu akan membahayakan keponakanku?" kesal Vincent dalam wajah masam karena mendengar kegilaan adiknya. Dengan terpaksa, dia pun mempercepat laju mobilnya agar wanita itu tidak nekad melompat dari mobil.     

Di sebelah istrinya, Brian hanya senyum-senyum sendiri melihat kekesalan kakaknya. Ingin rasanya dia menertawakan Vincent, sepertinya kakak laki-lakinya itu baru tahu jika adik kesayangannya kadang sangat menyebalkan.     

Dalam beberapa menit, mereka sudah sampai di depan gedung rumah sakit di mana Eliza dirawat. Mereka bergegas ke ruangan dari seorang wanita yang berprofesi sebagai jaksa itu.     

Tak lama setelah berjalan melewati lorong panjang yang tampak tak terlalu ramai, dengan lingkungan yang sangat bersih .... Terpampang sebuah nama kekasih Martin itu di sebuah pintu sebuah ruang perawatan. Mereka mengetuk pintu sebentar lalu segera masuk ke dalam.     

"Apa kabar, Eliza?" sapa Imelda begitu masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat wanita itu sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya.     

"Kalian datang ke sini. Maaf ... jadi merepotkan." Eliza merasa tak enak hati karena harus terus merepotkan Keluarga Prayoga dan juga Mahendra.     

"Apanya yang merepotkan .... Bukankah kita sudah seperti keluarga sendiri?" sahut Laura dalam senyuman lembut yang penuh arti. Dia masih saja tampak bahagia setelah Adi Prayoga meminta Vincent segera meminangnya.     

Mendengar perkataan Laura, sontak saja Brian dan Imelda langsung memandang ke arah calon istri Vincent itu. Mereka berdua lalu sama-sama tersenyum penuh ledekan pada calon kakak iparnya.     

"Mentang-mentang mau nikah .... Jadi merasa kaya keluarga sendiri," sindir Brian pada sosok wanita yang berdiri di sebelah kakaknya.     

"Apaan sih, Brian!" kesal Laura dalam balutan wajah malu-malu.     

Mendengar kabar bahagia itu, Eliza langsung memandang iri pada calon pengantin itu. Dia lalu menatap tajam pada Martin yang berada tepat di sebelahnya. Rasanya tak rela jika pasangan itu akan menikah duluan.     

"Jika Vincent dan juga Laura akan menikah, aku juga harus menikah sebelum mereka, Martin. Aku tak mau tahu!" Eliza sengaja mengerucutkan bibirnya seperti seorang gadis kecil yang sedang merajuk.     

"Apa-apaan kamu, Eliza!" sahut Martin pada kekasihnya.     

Happy Reading     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.