Mahakarya Sang Pemenang

“Seorang Pemain Baru” Bagian 2



“Seorang Pemain Baru” Bagian 2

0Seperti pepatah Cina, "Hal-hal baik datang berpasangan." Bagi Twain, peristiwa yang membahagiakan baginya bukan hanya rangkaian kemenangan mereka. Ada hal lain yang membuatnya lebih bahagia daripada semua kemenangan itu.     

Dua hari setelah tim Forest mengeliminasi tim Sheffield Wednesday di kompetisi FA Cup dan berhasil maju ke putaran keempat, Freddy Eastwood muncul di kompleks latihan Wilford.     

Disaat para pemain masih berlatih di lapangan latihan dan tidak tahu apa-apa tentang itu, Twain menemui Eastwood di kantornya.     

Pria gipsi Romani itu telah memotong rambutnya yang sudah dibiarkan tumbuh selama dia tinggal di rumah sakit dan kini kembali tampil dengan rambut pendek. Dia juga sudah mencukur janggutnya dan terlihat sangat berbeda dari Eastwood yang dilihat Twain di rumah sakit.     

"Selamat datang kembali, Freddy!" Twain melangkah maju ke depan dan memeluk Eastwood dengan kuat.     

Sambil menggertakkan gigi, Eastwood meletakkan dagunya ke bahu Twain dan bergumam, "Aku kembali, chief."     

Melepaskan pelukannya, Twain mundur selangkah dan memperhatikan pria gipsi Romani yang baru keluar dari rumah sakit itu dengan seksama. Eastwood hanya berdiri diam di depannya sambil tersenyum.     

"Bagaimana perasaanmu?"     

"Aku bisa bergerak dengan bebas." Eastwood menggerakkan kakinya ke atas dan ke bawah.     

Twain buru-buru menjulurkan tangan untuk menghentikannya melakukan itu, "Jangan, jangan ... Kau bisa mencederai dirimu sendiri, kau baru saja sembuh."     

Eastwood mematuhinya dan berhenti menggerakkan kakinya. Dia menegakkan tubuh, kembali menatap Twain, dan tertawa.     

"Apa yang kau tertawakan?" Twain ikut tertawa.     

"Tidak ada ..." kata gipsi Romani itu sambil tertawa lagi. "Aku hanya merasa senang. Akhirnya, aku tidak harus kembali ke bangsal rumah sakit. Kau tahu, rasanya aku ingin muntah setiap kali aku melihat warna putih!"     

Twain tertawa keras sampai sisi tubuhnya terasa sakit dan dia harus mengusap air mata dari sudut matanya.     

David Kerslake, yang sudah cukup dekat dengan kantor Twain, mendengar tawa keras manajer itu bahkan sebelum dia melewati ambang pintunya. Dia penasaran dengan apa yang bisa membuat Twain tertawa begitu keras. "Tony? Kenapa kau terdengar sangat senang? Ah!"     

Eastwood segera berbalik dan melihat asisten manajer berdiri di pintu kantor dengan mulut ternganga.     

"Freddy!"     

"Coach."     

Tawa Twain mereda saat dia melihat kedua pria itu. Mula-mula dia menunjuk ke arah Eastwood dan menjelaskan, "Dia sudah pulih dan sudah dipulangkan dari rumah sakit." Lalu dia bertanya pada Kerslake, "Apa yang bisa kubantu, David?"     

"Yah, tim sudah memulai latihan rutin mereka. Saat aku tidak melihatmu di sana, aku datang kesini untuk mengecek. Kurasa itu karena dia," kata Kerslake sambil memandang Eastwood.     

Twain mengangguk. "Aku sengaja tidak memberi tahu kalian. Aku ingin memberi kalian semua kejutan."     

Kerslake melangkah masuk dan memandang keluar jendela kantor yang mengarah ke lapangan latihan lalu tertawa. "Kau sudah berhasil melakukannya, Tony. Mereka sama sekali tidak tahu."     

Eastwood ikut mengintip melalui jendela. Lapangan latihan yang hijau itu agak kurang familiar baginya. Menghabiskan waktu selama sembilan bulan di rumah sakit adalah waktu yang terlalu lama bagi seorang pesepakbola profesional.     

Melihat kilauan yang memancar dari mata pria gipsi Romani itu, Twain menepukkan kedua tangannya. "Kau ingin aku pergi ke lapangan latihan, David?"     

Kerslake mengangguk. "Ya."     

"Kalau begitu, ayo kita pergi, Freddy. Ayo!"     

Twain berdiri di pintu dan melambai ke arah Eastwood yang masih berdiri di dekat jendela. Pria gipsi Romani itu melirik lagi ke arah lapangan latihan di luar jendela dan mengikuti langkah Twain.     

※※※     

"Cuacanya indah ..."     

Manajer dan asisten manajer sedang tidak ada di sini, jadi para pemain bisa mencuri-curi kesempatan untuk beristirahat sebentar selama latihan. Kalau kedua pelatih itu ada di tepi lapangan, tak peduli seberapapun beraninya mereka, mereka hanya berani beristirahat saat chief memberi mereka waktu untuk beristirahat.     

Ribéry menatap langit yang biru dan awan putih. Di Inggris, cuaca seperti ini jarang terlihat selama musim dingin.     

"Apa mungkin karena kita telah menang berulang kali, dan ini adalah hadiah khusus dari Tuhan?"     

"Apa Tuhan termasuk fans Forest?"     

"Siapa tahu?"     

Sekelompok pemain memanfaatkan waktu istirahat itu untuk berkumpul dan mengobrol.     

George Wood tidak bergabung dengan mereka. Dia sedang mendengarkan instruksi Albertini. Pemain asal Italia itu baru saja memberitahunya tentang bagaimana caranya mengubah peluang lawan menjadi peluang mereka sendiri di lapangan. Pertahanan di lini tengah adalah kuncinya. Tapi ada banyak hal yang spesifik untuk bisa menjalankannya.     

Terdengar suara peluit ditiup; suara itu datang dari David Kerslake.     

Para pemuda yang sedang mengobrol itu tampak terkejut. Albertini dan George Wood menghentikan percakapan mereka dan menoleh untuk melihat ke pinggir lapangan.     

Asisten manajer, David Kerslake, meniup peluit di bibirnya. Dia memandang serius ke arah para pemain yang sedang bermalas-malasan. Memakai mantel hitam dan kacamata hitam, Twain berdiri di sampingnya, sama seperti hari-hari biasa. Dan Freddy Eastwood berdiri di samping keduanya dengan senyum yang bahkan lebih cerah daripada matahari.     

"Aku baru pergi sebentar dan kalian sudah bermalas-malasan?" Tony Twain bertanya dengan nada dingin. "Atau kalian hanya berpura-pura bekerja keras selama latihan rutin?"     

Semua orang segera menjaga sikap mereka.     

"Tapi ..." Twain memandang ke langit. Dia tidak takut merasa silau karena dia memakai kacamata hitam. "Cuacanya bagus."     

Beberapa pemain di dekat Ribéry tertawa saat mereka mendengar ucapan Twain barusan. Suasana tegang tiba-tiba saja menghilang.     

"Aku sedang dalam mood yang bagus hari ini, jadi aku tidak akan menghukum kalian selama kalian menebusnya dengan memenangkan pertandingan kita berikutnya." Twain memandang para pemainnya dan menambahkan dengan wajah datar, "Kalian lihat kan, aku memang sangat baik hati."     

Seluruh tim bersorak mengejeknya.     

Twain ikut tertawa bersama mereka, tapi lalu mengganti topik pembicaraan. "Freddy, kemarilah!"     

Eastwood melangkah mendekat dengan senyum lebar di wajahnya.     

"Ini adalah transfer pertama kita dalam bursa transfer musim dingin." Cara Twain memperkenalkan Eastwood membuat banyak orang sangat terkejut. Apa dia akan pergi? Apa ini acara perpisahan untuknya? Apa dia disini untuk mengucapkan selamat tinggal? Senyum beberapa orang mulai membeku di wajah mereka.     

"Freddy Eastwood baru saja transfer dari Royal Hospital of Nottingham University. Demi membayar kembali semua pengeluaran klub untuk perawatan medisnya selama sembilan bulan, dia akan bergabung dengan kita mulai saat ini sebagai striker profesional kita dan memakai jersey nomer 11."     

Melihat Twain memperkenalkan "rekan setim baru" mereka dengan serius, para pemain yang lain merasa sangat senang.     

Berdiri di belakangnya, David Kerslake memukul punggung Twain dengan ringan. Kata-kata pembuka Twain barusan membuatnya terkejut, meskipun dia sudah tahu hal yang sebenarnya.     

Setelah selesai mengatakan semua itu, Twain juga merasa senang. Dia menoleh untuk memandang Kerslake dan mengedipkan sebelah mata seperti anak kecil yang sukses dengan leluconnya.     

Kembalinya Eastwood membuatnya lebih bahagia daripada rangkaian kemenangan mereka ataupun cuaca yang bagus hari ini.     

Setelah tawa semua orang mereda, Twain berdehem dan ekspresinya kembali serius. "Tapi, Freddy, untuk hari ini ..." Dia berkata kepada Eastwood, yang sudah tidak sabar ingin berlatih di lapangan, "Kau tidak bisa berlatih bersama tim, setidaknya selama beberapa waktu. Kau harus berlatih secara terpisah untuk memfokuskan diri pada rehabilitasi. Aku ingin memastikan lututmu benar-benar sudah pulih sebelum aku mengijinkanmu berlatih bersama tim. Sementara untuk bermain di dalam game... Kau sebaiknya melupakan itu setidaknya selama sebulan. Apa kau mengerti, Freddy?"     

Meskipun Eastwood merasa kecewa, dia tahu bahwa manajer mengatakan itu demi kebaikannya sendiri dan ingin memastikan kesehatannya. Bagi manajer lain yang tidak terlalu peduli padanya, dia pasti sudah diijinkan berlatih bersama tim.     

Dia mengangguk dan berkata, "Aku mengerti, chief."     

Twain menatapnya dan tersenyum. Lalu dia melambaikan tangan ke arah dokter tim, Fleming, yang berdiri di pinggir lapangan. Saat Fleming berlari menghampiri, Twain melingkarkan lengannya di leher Fleming dan, sambil memunggungi tim, dia berbisik padanya, "Lakukan pemeriksaan fisik yang paling mendetil padanya, lalu berikan laporan analisanya padaku. Aku tidak mau mendengar berita baik. Aku mau yang sebenarnya. Katakan padaku bagaimana pemulihannya dan kondisi cedera lututnya. Aku juga ingin tahu berapa lama waktu yang diperlukan sebelum dia bisa kembali ke lapangan latihan dan pertandingan. Jangan takut kalau dia membutuhkan waktu pemulihan yang lama. Tuliskan saja dengan jujur di dalam laporanmu... Aku mengandalkanmu!"     

Fleming mendengarkan semua itu dengan cermat dan mengangguk tegas.     

Dia paham betapa pria ini sangat peduli dengan para pemainnya. Dia sama sekali tidak terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Twain.     

Setelah selesai memberikan instruksi pada Fleming, Twain menoleh ke arah Eastwood dan berkata, "Ikutlah bersamanya untuk melakukan pemeriksaan fisik."     

Eastwood mengangguk.     

Twain meletakkan tangannya ke bahu gipsi Romani itu dan menepuknya dengan lembut. Dia membuka mulutnya lalu menutupnya lagi sebelum kemudian berkata, "Pergilah."     

Melihat Eastwood berjalan mengikuti Fleming, Twain berkata dalam hatinya, Jangan khawatir, Nak. Musim kompetisimu masih panjang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.