Mahakarya Sang Pemenang

Hadiah Natal Bagian 2



Hadiah Natal Bagian 2

0Setelah makan malam Natal, Tang En pulang ke rumah. Tadinya, dia beranggapan bahwa dia akan harus menghabiskan Natal ini "sendirian". Tapi, tak saja dia bisa makan 'makan malam reuni' yang mewah di rumah Wood, dia bahkan menerima hadiah. Dengan syal putih di lehernya, Tang En tak lagi takut merasa kedinginan.     

Keesokan paginya, Tang En melihat jalanan tampak sangat sepi. Pemandangan ramai keluarga-keluarga yang akan pergi keluar untuk bermain, yang biasa dilihatnya, justru tak tampak. Ini membuatnya berpikir bahwa dia bangun terlalu pagi. Karenanya, dia kembali tidur dan terbangun beberapa kali, sampai akhirnya dia merasa ada sesuatu yang salah. Dia kemudian memeriksa jam tangannya, dan melihat bahwa sekarang sudah jam 10 pagi.     

Sebagai bagian dari rutinitas hariannya, Tang En pergi ke kotak surat di luar pintu rumahnya untuk mengambil koran, dan dia menemukan dua surat lain yang terdapat di dalam kotak surat itu selain koran.     

Tang En tak ingat memiliki teman di luar klub yang akan mengirim surat ke rumahnya.     

Tang En mengambil surat-surat itu dan membukanya. Surat yang pertama dikirim oleh Yang Yan dari Liverpool. Selain ucapan selamat Natal, ada juga rincian tertulis di dalam surat itu, mengatakan bahwa dia masih magang di Liverpool dan akan tinggal di sana selama setidaknya setengah tahun. Dia meminta maaf karena tak bisa terus memberikan pelajaran untuk Tang En, dan dengan bijak mengusulkan niatnya untuk menghentikan kelas privat bahasa Mandarin itu. Lagipula, penguasaan bahasa Mandarin Tang En saat ini sudah sangat bagus; dia mahir dalam mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.     

Tang En hanya bisa mengangkat bahu saat membaca ini. Selama setengah tahun terakhir, kelas bahasa Mandarin pada dasarnya sudah vakum. Di satu sisi, ini disebabkan karena Yang Yan sangat sibuk di semester terakhirnya; di sisi lain, selain mempersiapkan tim untuk bertanding, Tang En diam-diam juga belajar tentang bagaimana cara melatih tim dari Kerslake. Selain itu, ia juga telah memeriksa dan menganalisa buku-buku sepakbola milik Tony Twain yang asli, rencana latihan, dan catatan-catatan yang ditinggalkannya di rumah. Kegagalan yang terjadi di musim lalu membuatnya sadar bahwa dia masih memiliki banyak kekurangan. Seseorang sepertinya, yang sudah memiliki lisensi untuk melatih, tak mungkin lagi kembali ke sekolah pelatih sepakbola untuk mendapatkan pelajaran resmi. Pada saat yang sama, dia tak ingin ada yang tahu bahwa dia sebenarnya tak tahu apa-apa dan bisa dikatakan seorang penipu. Selain itu, ia hanya bisa belajar sendiri di rumah, tak berani memberi tahu siapa pun karena takut menimbulkan kecurigaan dan membuka kedoknya sendiri.     

Jadi membatalkan pelajaran bahasa Mandarin yang hanya membuang waktu dan tak ada artinya itu mungkin merupakan hal yang baik.     

Surat kedua adalah sebuah surat dari luar negeri, dan di atas cap pos ada sebuah kata yang sangat akrab dengan Tang En: "Brasil"!     

Melihat surat ini membuat Tang En merasa gelisah. Sudah setengah tahun berlalu, dan dia hampir lupa tentang keberadaan anak itu. Dia berasumsi bahwa anak itu juga pasti sudah melupakan pengalamannya di musim panas kemarin. Untuk berpikir sebaliknya...     

Dia merobek amplop itu, dan memang terdapat kartu Natal di dalamnya. Sebuah kertas berwarna kuning jatuh dari antara lipatan kartu. Tang En membungkuk untuk mengambilnya dan dengan hati-hati membersihkan kotoran di atasnya sebelum kemudian membukanya.     

"Paman Tony, kau belum melupakan aku, kan? Tebak siapa aku ... Kau pasti cemberut, tak bisa menebak identitasku, kan?"     

Tulisan tangan yang indah itu dipenuhi nada yang ceria.     

"Lupakan saja, biar aku sendiri yang memberitahu jawabannya! Kalau kau ingin tahu siapa aku, tolong kau lihat tanda tangannya!""     

Setelah membaca sejauh ini, Tang En tak bisa lagi menahan tawa. Tak perlu melakukan itu, aku sudah tahu siapa kamu...     

"Setelah kembali ke Brasil, aku meneruskan latihan untuk menjadi model lagi, aku membencinya... tapi pada akhirnya, aku berjanji pada ibuku untuk bekerja keras agar menjadi supermodel. Kau ingin tahu kenapa? Aku takkan memberitahumu, kau harus menebaknya! Kali ini, meski kau membaca hingga akhir surat, kau takkan menemukan jawabannya."     

Tang En mengalihkan pandangannya ke bawah, dan menyadari bahwa memang tidak ada jawaban yang tertulis disana.     

"Saat ini terang dan cerah di Brasil. Di Inggris sana pasti sedang hujan, kan? Saat aku tinggal bersama Bibi Ryan, tampaknya hanya ada satu topik pembicaraan: dia selalu mengeluh pada kami tentang betapa buruknya cuaca di Inggris, dan bagaimana dia iri dengan sinar matahari Brasil. Aku menganggapnya aneh, kalau memang dia sangat membenci Inggris yang selalu basah, kenapa dia tidak pindah saja ke Brasil? Meski begitu, kurasa akan lebih baik kalau dia tidak pindah. Kalau tidak, aku takkan punya alasan saat lain kali aku ingin melarikan diri dari rumah. Ah, itu mengingatkanku – berbicara tentang melarikan diri dari rumah, aku masih belum minta maaf atas insiden yang terjadi terakhir kali. Ayah dan ibuku sangat keras padaku dan mereka berdua berharap aku bisa menjadi seorang model. Mereka bahkan mengatakan bahwa aku sangat berbakat. Tapi kenapa aku sendiri tak bisa melihatnya? Aku tidak menyukai mereka, karena mereka selalu memaksaku melakukan ini dan itu. Tentu saja, seorang paman sepertimu yang kepalanya hanya dipenuhi sepakbola juga sangat membosankan, tapi kurasa kau masih lebih baik daripada ayah dan ibuku."     

Dasar bocah!     

"Jadi, kalau aku melarikan diri lagi dan menemuimu lagi, kau tidak boleh mengusirku, dan kau tidak boleh meminta uang sewa dariku. Jadi, kau harus menyimpan Totoroku agar tetap aman. Hey, Paman Tony, kau belum membuangnya kan?! Aku tahu kalau semua orang dewasa sepertimu membenci boneka yang berbulu lembut..."     

Bagaimana mungkin itu terjadi? Boneka itu masih duduk dengan aman di kamarku. Bahkan meski aku tak menyukainya, itu tak berarti aku akan membuangnya. Bagaimanapun, boneka itu tak terlalu makan tempat...     

"Sebenarnya, tadinya aku hanya ingin menulis 'Selamat Natal, Paman Tony', dan mengirimnya seperti itu. Tapi tiba-tiba saja aku punya banyak hal yang ingin kukatakan padamu, jadi aku menulisnya di selembar kertas ini. Ayah dan ibuku tak pernah mau mendengarkanku tentang hal-hal seperti ini, jadi aku hanya bisa membicarakannya denganmu. Kuharap kau tak menganggapku menyebalkan. Seorang manajer sepakbola seharusnya tak sesibuk itu, kan?"     

Kalau aku menerima surat darimu, maka tentu saja aku tak sibuk sama sekali, bocah.     

"Aku juga mengira kau seharusnya tak terlalu sibuk, mengingat kau kelihatan menganggur setiap hari, seolah-olah kau tak punya pekerjaan. Baiklah, baiklah, itu saja yang ingin kukatakan. Terakhir, aku hanya ingin mengucapkan selamat Natal, Paman Tony!"     

Tanda tangan surat itu tertulis, "Merindukanmu, Jor" dan ada wajah tersenyum yang digambar disampingnya.     

Ini mungkin merupakan kartu ucapan yang membuat Tang En merasa paling bahagia saat menerimanya. Pada awalnya Tang En mengira gadis itu hanyalah seseorang yang sekadar lewat di dalam hidupnya, tapi sepertinya jalur mereka kembali berpotongan. Mengingat kembali senyum ceria dan aksen gadis itu, serta suaranya yang jernih saat memanggil "Paman Tony" membuat Tang En merasa bahwa awan mendung disini tak berbeda dengan sinar matahari yang bersinar di atas pantai-pantai Brasil. Sangat menawan!     

Ini benar-benar Natal yang sempurna! Tang En, masih memakai piyamanya, berdiri di depan pintu rumahnya dan tertawa konyol, benar-benar lupa untuk kembali ke dalam.      

※※※     

Di sore hari, tim kembali melanjutkan latihan rutin mereka. Tang En pergi ke kompleks latihan dengan syal putih yang tampak mencolok di lehernya. Pada saat dia mencapai kompleks latihan, para pemain sudah menunggunya di lapangan.     

"Selamat Natal semua! Bagaimana Natal kalian?" Tang En melambai dan menyapa dengan suara keras di depan para pemain.     

"Bagus sekali, Pak Kepala Pelatih."     

"Tidak buruk, Bos."     

Para pemain menjawab pada saat yang bersamaan. Tang En memperhatikan bahwa Dawson sedang dalam mood yang buruk, dan dia tahu kalau itu mungkin karena dia hanya memiliki dua pertandingan sebelum dia harus meninggalkan tim.     

"Hei, Michael, apa pacarmu menendangmu dari tempat tidur lagi?" tiba-tiba Tang En bertanya. "Kenapa kau kelihatan sangat lesu?"     

"Hah? Tidak! Tidak! Dia takkan berani ..." Dawson sedang menjawabnya, tapi kemudian menyadari bahwa dia telah terpancing. Teman setim yang ada di sekitarnya tertawa terbahak-bahak. "Pak Kepala Pelatih, kau memancingku lagi," katanya, sedikit kesal.     

"Baiklah baiklah." Tang En melambaikan tangannya, memberi isyarat agar yang lain berhenti tertawa. "Semuanya dengarkan aku, kita akan bermain di dua pertandingan berturut-turut pada tanggal 27 dan 28. Ini akan menjadi pertandingan tandang yang diikuti dengan pertandingan kandang, dan itu akan sangat berat. Kuharap kalian semua sudah mengisi ulang energi kalian selama Natal! Tak bertanding selama sepuluh hari membuat badanku gatal-gatal, bagaimana dengan kalian?" Tang En meninggikan suaranya dan bertanya.     

"Sama, Pak Kepala Pelatih!" Para pemain menjawabnya dengan suara keras.     

"Bagus sekali. Kita seharusnya tidak berada di peringkat keempat terbawah. Kalahkan semua lawan kita, dan kita akan pergi ke Liga Utama musim depan!" Tang En mengepalkan tangannya.     

Dua hari kemudian, pada tanggal 27 Desember, Nottingham Forest, di bawah kepemimpinan Tang En, menunjukkan pertahanan yang ulet dan meluncurkan serangan terselubung, yang membuat mereka bisa mengalahkan tim peringkat teratas saat ini dengan skor 1:0 di kandang mereka, di Stadion Carrow Road milik klub Norwich City. Dengan ini, mereka berhasil naik satu peringkat, memindahkan mereka ke peringkat kelima dari bawah. Tampak jelas bahwa Norwich City meremehkan lawan mereka. Menghadapi pertahanan tak bercelah milik Nottingham Forest, para pemain mereka menjadi semakin tak sabaran setelah tak mampu memecahkan kebuntuan selama tujuh puluh sembilan menit. Pada akhirnya, bek belakang mereka melakukan kesalahan, dan Tang En menerima hadiah ini dengan gembira. Situasi tampaknya tak mendukung Nottingham Forest, tapi mereka tetap menang. Bagi Nottingham Forest, pertandingan ini tak sesederhana mendapatkan tiga poin. Hal yang lebih penting daripada poin dan peringkat adalah kembalinya kepercayaan tim. Tang En menggunakan kemenangan untuk meyakinkan para pemain bahwa mereka bisa mengalahkan tim mana pun. Terlepas dari apakah lawan mereka berada di peringkat pertama atau terakhir, mereka akan bisa menang. Ini akan memiliki dampak yang penting bagi pertandingan-pertandingan mendatang.     

Nottingham Forest, yang memenangkan pertandingan di Norwich, naik ke bus dan bergegas kembali ke Nottingham pada malam yang sama. Hari berikutnya, mereka akan menyambut West Ham United, yang telah terdegradasi dari Liga Utama, di Stadion City Ground.     

Bagi Tang En, lawan kali ini memiliki makna yang sangat istimewa. Pada tanggal 4 Januari, di putaran ketiga FA Cup, ia berhadapan dengan West Ham United di stadion yang sama. Saat itu adalah pertama kalinya ia memimpin sebuah tim, dan di saat itu pulalah dia mengkonfirmasikan arah dan tujuan hidupnya: menjadi seorang manajer berbakat alami. Sekarang, sudah hampir setahun telah berlalu, dan ia telah mengalami banyak hal dalam satu tahun itu. Pergi dan kembali, gagal membuat tim dipromosikan ke Liga Utama, dan West Ham United terdegradasi ke Liga Satu seperti yang telah "dikutuk" olehnya saat konferensi pers kala itu. Menghadapi tim itu lagi di Stadion City Ground membuatnya merasa seolah-olah dia kembali ke titik awal.     

Lawan, tempat bertanding, dan tujuannya masih tetap sama: untuk dipromosikan ke Liga Utama di akhir musim.     

Kali ini, aku, Tang En, pasti takkan gagal!     

Pada tanggal 28 Desember, di Stadion City Ground, Nottingham Forest mengalahkan West Ham United, yang berada di peringkat kedelapan di liga, dengan skor 2:0.     

Nottingham Forest, yang mendapatkan empat kemenangan beruntun di liga, juga naik dari peringkat dua puluh ke peringkat delapan belas. Ini persis seperti yang ditulis Pierce Brosnan di koran:     

"Tim Tony Twain saat ini berada di jalan bebas hambatan, melaju kencang dan dengan cepat menuju ke arah yang benar!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.