Mahakarya Sang Pemenang

Hadiah Natal Bagian 1



Hadiah Natal Bagian 1

0Di Inggris, Natal adalah liburan yang paling penting dalam setahun. Maka, terlepas dari seberapa banyak seseorang biasanya berhemat di dalam kesehariannya, disaat Natal semua orang akan bergegas ke mall dengan keluarga mereka dan tak ragu menghabiskan uang untuk berbelanja. Pohon Natal adalah sesuatu yang harus dibeli oleh setiap keluarga, dan mereka juga harus menyiapkan hadiah Natal untuk anak-anak dan teman-teman mereka. Selama musim liburan ini, akan selalu ada berbagai item diskon yang dijual di toko-toko, membuat seseorang dimanjakan dengan berbagai pilihan. Meskipun toko-toko di Inggris mulai memasuki puncak penjualan sekitar sebulan sebelum Natal, namun puncak penjualan yang sebenarnya selalu terjadi tepat sebelum Malam Natal.     

Langit sore berangsur-angsur mulai gelap, dan sekarang bahkan mulai gerimis. Meskipun ramalan cuaca telah melaporkan bahwa suhu sejak sore itu akan mencapai delapan derajat celcius, hal itu tak menghentikan hasrat semua orang untuk membeli hadiah Natal. Beragam toko di distrik perbelanjaan Nottingham tampak terang benderang, dan semua toko memasang iklan diskon di toko mereka untuk menarik lebih banyak pelanggan. Tang En sedang berjalan-jalan di sana, dan dia melihat orang-orang yang melewatinya tampak puas dengan apa yang mereka beli. Tang En merasa khawatir saat dia melihat ada orang-orang yang memeluk dan membawa-bawa tas belanja yang hampir separuh diri mereka sendiri. Tang En berjalan dari satu toko ke toko lain dan berpindah dari satu mall ke mall lain, sepenuhnya menikmati suasana yang meriah di sekelilingnya. Ini adalah Natal pertamanya di Inggris! Selain itu, melihat suasana yang meriah seperti ini, Tang En teringat dengan Festival Musim Semi di Cina.     

Tawa sekelompok kecil orang asing terdengar di dekat Tang En saat mereka berjalan melewatinya, dan wajah mereka menampakkan senyum gembira saat mereka membawa tas belanjaan beragam ukuran. Terlepas dari seberapa banyak kesedihan yang dirasakan tahun lalu, semua itu dianggap tetap berada di masa lalu.     

Satu jam berlalu tanpa disadari, tapi tangan Tang En masih tetap kosong. Itu karena dia sama sekali tidak tahu jenis hadiah seperti apa yang harus dia berikan untuk Sophia dan Wood.     

Tang En tak pernah pandai dalam membeli hadiah untuk orang lain. Kalau dia harus memilih, ia lebih suka memberi mereka uang.     

Semua peralatan sepak bola Wood sudah disediakan oleh klub, jadi Tang En tak perlu lagi membelikannya sepasang sepatu bola. Sementara untuk Sophia ... Memikirkan namanya saja, Tang En bahkan tidak yakin perasaan seperti apa yang dimilikinya untuk wanita itu. Rasa kasihan yang dimilikinya kepada mereka yang lemah, yang dulu dirasakan olehnya saat melihat Sophia, perlahan telah memudar. Sebaliknya, perasaan lain perlahan-lahan mulai mekar di dalam hatinya.     

Pada akhirnya, Tang En memilih sebuah syal wol berwarna merah untuk Sophia, dan memutuskan tak membeli apa-apa untuk Wood karena dia sudah tahu hadiah apa yang harus ia berikan padanya.     

Saat bintang emas di atas pohon Natal yang berdiri di pusat kota itu menyala pada pukul enam sore, mobil sewaan hitam Landy James telah berhenti di luar rumah Wood. Lagu "We Wish You A Merry Christmas" diputar di mobil. Di tengah suara nyanyian gembira anak-anak itu, Tang En mengeluarkan tiga hadiah yang dibungkus rapi dan memberikannya pada Landy, yang telah menemaninya kemana-mana selama setahun terakhir.     

"Selamat Natal, Landy. Terima kasih karena sudah mengantarku kemana-mana selama setahun terakhir. Kau bisa mengembalikan mobilnya dan pulang ke keluargamu. Hadiah-hadiah ini untukmu dan keluargamu." Setelah melihat Landy menerima hadiahnya, Tang En membuka pintu mobil, dan bersiap untuk pergi.     

"Tunggu, Tony." Landy menghentikannya dan berkata, "Aku juga sudah menyiapkan ... ermm, kau seorang manajer, jadi kau pasti menghasilkan uang lebih banyak daripada aku. Aku tidak tahu apa yang harus kuberikan padamu, jadi aku hanya menulis kartu ucapan untukmu." Dia mengeluarkan sebuah amplop dengan kartu di dalamnya dan memberikannya pada Tang En. "Selamat Natal, Tony. Kuharap kau memiliki malam yang menyenangkan. Saat kau akan pulang, ingatlah untuk meneleponku." Dia membuat gerakan menelepon sebelum menyalakan kembali mesin mobilnya.     

Setelah Tang En melihat Landy pergi, dia menundukkan kepala dan membuka kartu yang terlipat. Seperti yang bisa diduga, ada sesuatu yang tertulis di sana.     

"Tony, terima kasih karena telah memilih untuk tidak meninggalkan Nottingham Forest selama musim panas. Aku tahu kau berada dalam situasi yang sulit waktu itu, dan ada banyak tim lain yang ingin mengontrakmu. Sebenarnya, aku sangat khawatir kalau kau akan pergi, tapi karena memikirkan kesejahteraanmu, aku tak bisa mengatakan apa-apa saat itu. Untunglah semuanya berjalan dengan baik. Kau tetap bertahan disana dan sekarang kau kembali. Dua kemenangan beruntun! Bawakan kami lebih banyak kemenangan, Tony! Kami mencintaimu ! Selamat Natal!"     

Tang En sedikit menggelengkan kepalanya, dan tersenyum. Orang-orang Inggris ini memiliki kebiasaan mengekspresikan perasaan mereka dengan malu-malu, terlepas dari apakah mereka sedang senang atau sedih. Karena itu, tak mengherankan kalau mereka begitu bersemangat tentang sepakbola; stadion adalah satu-satunya tempat dimana mereka bisa mengekspresikan perasaan mereka sepuasnya. Landy adalah contoh tipikal orang Inggris semacam ini.     

Tang En mengangkat kepalanya untuk mengamati jalan-jalan di sekitarnya, dan dia menemukan hal yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan saat ia pertama kali datang ke sini: ada tanda "Selamat Natal" yang dipasang di jendela setiap rumah. Selain itu, bahkan ada beberapa rumah yang memasang serangkaian lampu berwarna-warni di dinding rumah mereka atau boneka tiup orang-orangan salju yang dipajang di depan pintu rumah mereka. Terlepas dari seberapa keras dan sulitnya kehidupan mereka sehari-hari, mereka tak bisa tetap pelit selama Natal. Meskipun ini adalah daerah kumuh di Nottingham, suasana meriah di sini tak kalah dengan yang ada di distrik perbelanjaan yang ramai di pusat kota.     

Tang En menengadahkan kepalanya dan melihat ke arah jendela rumah keluarga Wood di lantai dua. Tirainya terbuka, membuat cahaya oranye-kuning di dalam rumah menembus keluar. Tang En memikirkan tentang Sophia dan Wood yang tinggal di sana, dan meskipun saat itu adalah malam yang gelap dan gerimis, tapi bayangan itu masih cukup untuk membuat hatinya terasa hangat dan nyaman.     

Setelah mengetuk dan mendorong pintu hingga terbuka, Tang En melihat George Wood dengan lengan baju yang tergulung. Jelas, dia sedang membantu ibunya.     

"Ah, aku datang di waktu yang tepat. Apa kau butuh bantuan?" tanya Tang En.     

Wood mengangguk dan menjawab, "Ya."     

Sophia, yang mendengar percakapan mereka dari lantai dua, berteriak, "Tidak! Tuan Twain, Anda duduk saja dan istirahat!" Mendengar suaranya yang terengah-engah, Tang En tersenyum dan menjawab dengan suara keras yang sama, "Jangan berpura-pura, Nyonya! Saya akan membuat beberapa masakan Cina untuk kalian. Ini adalah sesuatu yang baru saja saya pelajari," katanya lalu tertawa.     

※※※     

Setelah sangat sibuk, mereka bertiga baru bisa duduk di sekitar meja makan untuk menikmati makan malam Natal pada pukul 8.     

Ada pohon Natal kecil di sudut area ruang tamu dan ruang makan yang dijadikan satu, dan pohon itu dihiasi lampu aneka warna dan kartu ucapan. Ada juga pita-pita berwarna-warni yang digantung dari satu sudut langit-langit ke sudut yang lain, dan sebuah tempat lilin kuno yang ditempatkan di tengah meja makan. Di atas tempat lilin itu terdapat lilin putih yang terang. Melihat banyaknya makanan yang mewah di atas meja, Tang En merasa bahwa saat ini sangat mirip dengan jamuan reuni di Cina, di mana seluruh anggota keluarga akan berkumpul bersama dan bersenang-senang. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa dia dan Wood bukan keluarga.     

Sebelum mereka mulai makan, Sophia kembali ke kamarnya dan berganti memakai pakaian musim dinginnya yang paling bagus. Pada saat yang sama, dia juga sedikit memperbaiki rias wajahnya, yang sudah agak luntur saat dia memanggang kalkun. Rambutnya tak lagi diikat, dan hanya dibiarkan terurai. Di bawah nyala lampu, rambutnya memancarkan kilau hitam dan tampak seperti air terjun. Tang En merasa bahwa wanita itu menunjukkan penampilan yang sangat baru. Dibandingkan dengan ketika mereka baru pertama kali bertemu, Sophia saat ini tampak seperti wanita yang benar-benar berbeda. Bahkan penyakit di tubuhnya seolah telah hilang.     

Saat Tang En melihat mata Sophia, yang penuh kelembutan di bawah cahaya lilin, dan senyumnya, yang sedikit tampak malu-malu, dia merasa bahwa dia sudah tahu alasan dibalik perubahan yang drastis ini.     

Merasakan tatapan tajam Sophia, Tang En memalingkan muka dengan sedikit malu. Dia memperhatikan hadiah yang ia tinggalkan di bawah pohon Natal saat pertama kali masuk, dan memutuskan bahwa dia sebaiknya menggunakan kesempatan ini untuk pergi kesana dan mengambilkan hadiah mereka.     

"Selamat Natal, Nyonya. Ini untuk Anda." Tang En memberikan syal yang terbungkus indah ke Sophia.     

"Ini benar-benar indah ... Bagaimana Anda tahu kalau saya suka merah, Tuan Twain?" Sophia berkata dengan kaget, saat dia membuka kado dan mengeluarkan syal merah dari dalam kotak.     

Itu tidak mungkin, kan? Kebetulan sekali! Tang En sedikit tercengang. "Err ... Kadang-kadang, intuisi pria bisa sangat tepat." Hanya itulah satu-satunya jawaban yang terpikirkan olehnya.     

Sophia melingkarkan syal itu di lehernya dengan senang sebelum berlari kembali ke kamarnya untuk melihat ke cermin.     

Selama kurun waktu yang pendek ini, Tang En menatap Wood yang duduk di seberangnya. Wood juga menatapnya, tapi tak satu pun dari mereka mengatakan apa-apa, yang menyebabkan suasana menjadi sedikit canggung di antara keduanya. Setelah beberapa saat, Wood akhirnya membuka mulutnya, merendahkan suaranya, dan berkata, "Ibuku juga punya hadiah untukmu. Kalau kau tak menginginkannya, aku akan membunuhmu." tampak jelas bahwa dia tak ingin ibunya, yang ada di dekat ruangan itu, mendengarnya.     

Tang En tersenyum. "Tentu saja aku takkan menolaknya. Kenapa aku melakukan itu?"     

Mendengar ini, seulas senyum muncul di wajah Wood.     

"George, sepertinya kau baik-baik saja di tim pemuda." Tang En mengambil kesempatan ini untuk menunjukkan kepeduliannya. "Berapa lama waktu yang diberikan pelatih Kerslake untukmu di setiap pertandingan sekarang?"     

"Aku hanya harus bermain sepanjang pertandingan," jawab Wood.     

"Bagaimana perasaanmu tentang penampilanmu?"     

"Sangat bagus." Jawabannya itu sama sekali tak terdengar seperti pura-pura, dan tak ada fluktuasi di dalam suara Wood saat dia mengatakannya. Caranya yang santai dalam mengatakan itu menyiratkan bahwa penampilannya yang seperti itu adalah hal yang biasa baginya.     

Tang En mengangguk dan tak mengatakan apa-apa lagi. Pada saat itu, Sophia keluar dari kamarnya dengan sebuah kotak di tangan. Syal di lehernya tak lagi terlihat, bukti bahwa dia menyimpanya dengan hati-hati.     

"Hadiah ini untuk Anda, Tuan Twain. Selamat Natal juga untuk Anda!"     

"Terima kasih, Nyonya." Setelah menerima kotak itu, Tang En membukanya. Yang mengejutkannya, hadiahnya juga syal! Tapi yang ini berwarna putih.     

"Saya menyadari kalau sepertinya Anda tak punya syal, jadi saya merajutnya sendiri. Karena saya tak tahu ukuran yang cocok, saya menggunakan George sebagai modelnya," kata Sophia sambil menoleh dan tersenyum ke arah putranya. "Mulanya, dia mengira saya membuatkan itu untuknya, dan dia menolaknya berkali-kali."     

Tang En dengan lembut membelai syal rajutan tangan yang asli, yang tak memiliki label toko. Hanya dengan meletakkan tangan di atasnya, dia bisa merasakan kehangatan syal itu. Sebenarnya, dia tak pernah memakai syal bukan karena dia tak punya, hanya saja dia tak terbiasa memakai syal di musim dingin. Tapi mungkin sejak hari itu, dia akan mulai terbiasa.     

Melihat Wood yang kelihatan sedikit tertekan, Tang En tersenyum. "George, maaf. Aku tak membawa hadiahmu hari ini. Tunggu sampai aku kembali dari Norwich, dan temui aku di kantorku."     

Wood mengangguk, tapi sama sekali tak bertanya kenapa. Ini sedikit mengecewakan bagi Tang En. Dia semula mengharapkan Wood untuk bertanya "kenapa", jadi dia bisa mengungkap misteri itu.     

"Ermm ... Setelah libur musim dingin, tim akan memiliki dua pertandingan semifinal EFL Cup, dan kami kebetulan kekurangan gelandang bertahan. Aku bermaksud memindahkanmu ke tim pertama, dan kalau kau menunjukkan penampilan yang baik, kau akan tetap disana dan menandatangani kontrak yang berbeda... Kali ini, itu adalah kontrak profesional untuk tim pertama."     

Sebelum wajah Wood bisa menunjukkan ekspresi apapun, Sophia, yang ada di sisinya, berteriak kaget. "Apa itu benar, Tuan Twain?"     

Tang En menganggukkan kepalanya dan berkata, "Putramu akan segera menjadi pemain sepakbola profesional sejati, Nyonya."     

Pada saat itu, Wood akhirnya menyadari kenyataan dari apa yang baru saja dikatakan oleh Tang En. Dia menatap pria yang tersenyum itu dengan terkejut. Tang En menyukai ekspresi yang terlihat di wajah Wood, jadi dia berkata sambil tersenyum, "Selamat Natal, George."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.