Mahakarya Sang Pemenang

Kembalinya Twain Bagian 2



Kembalinya Twain Bagian 2

0Dari apa yang terlihat setelah pertandingan berjalan 30 menit, penampilan Nottingham Forest kelihatannya tak jauh berbeda dari yang ditunjukkan sebelum ini. Mereka tak bisa menyusun serangan yang bisa membuat lawan mereka gentar. Keberadaan Rebrov malah menjatuhkan penampilan seluruh tim.     

Mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi di kubu Nottingham Forest, Crystal Palace mencetak gol di menit ke-39 babak pertama! Pencetak gol adalah Andrew Johnson, pencetak gol terbaik di Crystal Palace. Dia sudah mencetak 16 gol di paruh pertama musim ini, dan menduduki peringkat pertama dalam peringkat pencetak gol.     

"Oh! Andrew Johnson! Ini adalah golnya yang ke-17 di musim ini. Wes Morgan, yang baru saja bergabung dari tim pemuda, masih terlalu polos. Kesalahan yang dibuatnya membuat Crystal Palace bisa memimpin."     

Melihat timnya mencetak gol, Simon Jordan tiba-tiba saja melompat di ruang VIP stadion, mengejutkan Doughty. Dia begitu terbawa suasana hingga dia merayakan gol itu di depan ketua klub tim tuan rumah, seolah-olah timnya telah memenangkan pertandingan.     

Edward tahu bahwa orang ini sengaja melakukan itu dan hanya ingin mempermalukannya. Gayanya buruk sekali!     

Tapi, setelah menunggu Jordan menyelesaikan tari goyang pantatnya, Doughty masih memaksakan diri mengulurkan tangan ke arahnya dan berkata, "Selamat, Tuan Jordan."     

Pada saat yang sama, dia berteriak dalam hatinya: Tony, apa yang kau lakukan?!     

Saat Tony, yang duduk di kursi manajer, melihat kesalahan pemainnya, dia hanya menggelengkan kepala dan tak mengatakan apa-apa lagi. Morgan terlalu polos, itu sesuatu yang jelas sudah diketahuinya. Tapi itu adalah harga yang harus dibayarnya karena memilih untuk menurunkan seorang remaja, dan sejak awal, dia sudah siap menanggung hal semacam ini.     

Walker memandangnya sebelum bertanya, "Apa semuanya akan seperti 11 bulan yang lalu?"     

"Hmm?" Tang En tak mengerti apa yang dikatakan Walker.     

Walker menunjuk ke arah tribun penonton dan berkata, "Kau tak melakukan apa-apa di babak pertama pertandingan, dan lalu kau membuat mata semua orang terbuka lebar di babak kedua."     

"Kau benar-benar memahami aku, Walker." Tang En tersenyum. "Babak kedua akan menentukan pemenang!"     

Pada saat pertandingan sedang berlangsung, Tang En sedang berusaha untuk menjawab pertanyaan di benaknya. Di dalam ingatannya, setelah Rebrov dibuang oleh Hotspurs, pada dasarnya Rebrov telah meninggalkan dunia sepakbola. Dengan begitu, tidaklah mungkin bagi seorang penggemar sepak bola Cina seperti Tang En bisa mendengar banyak berita tentangnya. Dia bahkan mengira orang itu telah pensiun. Setelah itu, saat Tang En sekali lagi melihat Rebrov muncul di tim sepak bola Ukraina selama Piala Dunia Jerman 2006, ia sangat terkejut, seolah-olah Poborsky masih berada di tim nasional Ceko.     

Dia ingat bahwa orang yang membentuk duet garis depan tim Ukraina dengan Shevchenko bukan lagi Rebrov, tetapi orang lain — Andriy Voronin. Tapi, Rebrov masih menjadi anggota inti tim nasional itu. Kalau dia tak lagi bermain sebagai penyerang, maka posisi apa yang dia mainkan?     

Tang En mencoba menggali ke dalam ingatannya, tapi selama Piala Dunia 06, Tang En hanya memperhatikan Shevchenko, dan benar-benar tak memperhatikan Rebrov. Saat Andrew Johnson dari Crystal Palace mencetak gol, dia akhirnya ingat, gelandang!     

Rebrov bermain sebagai gelandang saat itu!     

Selama selang waktu beberapa tahun usai dia meninggalkan Dynamo Kyiv, dia berubah menjadi gelandang dari yang semula seorang pencetak gol. Apa ada kisah latar belakang yang tak diketahuinya saat itu? Dan apakah kisah itu ada kaitannya dengan Nottingham Forest dan Tang En?     

Berpikir hingga titik ini, Tang En akhirnya mengerti. Dia tidak tahu siapa yang membuat Rebrov bermain sebagai gelandang di dunia sebelumnya. Tapi, tampak jelas sekarang bahwa, seandainya tim Ukraina masih bisa mengukir prestasi sejarah ke final Piala Dunia di dunia saat ini, maka Rebrov yang bermain sebagai gelandang pastilah disebabkan oleh dirinya!     

Di akhir babak pertama, Nottingham Forest untuk sementara ketinggalan satu gol di stadion kandang mereka. Meski Crystal Palace sedang unggul, para fans Nottingham di tribun penonton tidak tampak sedih sama sekali. Cemoohan yang diarahkan pada manajer dan para pemain, yang lazim terjadi di masa lalu, juga tidak terjadi. Para fans semuanya percaya bahwa tim Tony Twain takkan mengecewakan mereka.     

John yang gemuk berdiri di tribun penonton dan memandang para pemain yang berjalan kembali ke ruang ganti dengan kepala tertunduk, juga memandang Tang En yang berdiri di tepi lapangan. Dia mengangkat bahunya ke arah orang-orang di sampingnya dan berkata, "Kita semua tahu kalau dia akan habis-habisan di babak kedua. Guys! Ayo kita minum bir untuk membasahi tenggorokan kita, kita akan sangat sibuk di babak kedua!"     

Di masa lalu, Tang En akan selalu menjadi orang pertama yang berjalan ke ruang ganti saat peluit dibunyikan. Tapi hari ini, dia berdiri di tepi lapangan dan menunggu seseorang keluar dari lapangan.     

Rebrov menundukkan kepala dan menuju ke ruang ganti. Dia yang sedang tertekan tak melihat manajer tim berjalan ke arahnya.     

"Serhiy Rebrov," Tang En memanggil nama orang Ukraina yang gelisah itu. "Kalau kau tak segera mengangkat kepalamu, kau akan menabrak tiang listrik."     

Karena terkejut, Rebrov mengangkat kepalanya, "Tak ada tiang listrik di lapangan." Dia memandang Tang En yang sedang meringis, dan tahu bahwa dia telah ditipu oleh si manajer.     

"Hmm, kau tahu kalau tak ada tiang listrik di lapangan, jadi sepertinya kau masih cukup sadar." Tang En mengangguk. "Jangan terburu-buru ke ruang ganti, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Kudengar ... kau gagal lolos kualifikasi tim nasional Ukraina?"     

Pertanyaan itu bisa dianggap sebagai pukulan langsung ke luka di hati Rebrov. Dia tetap diam selama beberapa saat sebelum kemudian mengangguk. "Manajer, kuharap tim bisa membuatku terdaftar untuk periode transfer baik selama libur musim dingin ataupun setelahnya."     

Tang En sama sekali tak kaget mendengar permintaan Rebrov. "Kenapa? Karena kau gagal lolos kualifikasi tim nasional, jadi kau berharap untuk bisa memulai lagi di tempat lain?"     

Rebrov mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Kurasa aku tak cocok untuk sepakbola Inggris, dan datang ke Inggris untuk bermain sepakbola, adalah sebuah kesalahan."     

Tang En menggelengkan kepala. "Kau pikir kau akhirnya menemukan akar masalah yang menjadi penyebab penampilan burukmu? Kau benar-benar membuatku kecewa... Kalau kau ingin pergi, aku takkan menghentikanmu. Tapi apa menurutmu masih ada tim yang bersedia menerimamu? Oh, mungkin beberapa tim Liga Dua Inggris akan menerimamu dengan senang hati. Tapi apa kau mau pergi ke tempat seperti itu?"     

Rebrov tak mengucapkan sepatah kata pun, karena jauh di lubuk hatinya, ia juga tak yakin apakah meninggalkan tim akan bisa menyelesaikan semua masalahnya. Dia hanya melakukan taruhan tanpa tahu apa yang akan terjadi.     

"Aku akan menyetujui permintaanmu untuk dimasukkan ke bursa transfer. Bukan di periode libur musim dingin, tapi hanya setelah musim ini berakhir. Sebelum itu, aku akan memberimu 45 menit sebagai kesempatan terakhirmu."     

Rebrov mengangkat kepalanya dan memandang Tang En, tidak yakin dengan apa yang direncanakan oleh manajer baru ini.     

"Kalau kau ingin membuktikan nilai kelayakan dirimu kepada klub-klub lain, babak kedua pertandingan ini akan menjadi kesempatan terakhirmu. Kalau penampilanmu masih belum meningkat, kau bisa duduk di bangku cadangan hingga akhir musim. Jangan menganggap aku mengancammu. Perlakuan yang lebih baik dan membuat lebih banyak tim tertarik padamu, semua itu hanya bisa dilakukan oleh dirimu sendiri. Di babak kedua nanti, kau akan bermain sebagai gelandang serang." Setelah mengatakan itu, Tang En berbalik dan meninggalkan lapangan. Rebrov melihat punggungnya, dan kalimat terakhir manajer itu membuatnya berpikir keras.     

Selama istirahat babak pertama, Tang En tidak mengkritik penampilan tim di ruang ganti, dan hanya melakukan beberapa penyesuaian ke dalam susunan pemain. Gelandang bertahan, Eugen Bopp, akan menggantikan penyerang tengah Jacob Burns, yang menunjukkan performa buruk. Ini adalah penyesuaian yang sangat normal, tapi keputusan Tang En setelahnya membuat semua orang, termasuk Walker, terkejut. Dia tidak mengganti Rebrov yang juga menunjukkan performa buruk, tapi malah menjadikan pemain Ukraina itu sebagai gelandang serang!     

Persyaratan yang diberikan Tang En kepada Rebrov adalah menggunakan tekniknya sendiri untuk menciptakan kesempatan bagi rekan satu timnya. Hanya ketika dia mendapat peluang yang bagus, maka dia baru boleh menembakkan bola. Kalau dia tak percaya diri bisa membidik dengan akurat, maka dia harus mengumpan bola pada rekan setimnya di posisi lain. Dengan kata lain, lebih banyak memberi umpan dan mengurangi mencetak gol baginya.     

Setelah menguraikan taktik untuk babak kedua, ponsel Tang En berdering. Dia melihat nomornya, dan panggilan telepon itu berasal dari Doughty.     

"Des." Dia menunjuk keluar pintu.     

Walker mengangguk, menandakan kalau dia mengerti.     

Tang En berjalan keluar dan menutup pintu, sebelum dia menjawab panggilan itu.     

"Tony!" Dia baru saja mengangkatnya, tapi suara marah Edward langsung terdengar.     

"Ada apa, Edward?"     

"Apa pertandingan ini bisa dimenangkan?"     

"Erm, aku tak bisa menjanjikan apa pun padamu sebelum pertandingan berakhir." Tang En melihat ke arah lapangan di luar, dan melihat para pemain cadangan melakukan pemanasan. Apa yang direncanakan olehnya, adalah mengakhiri pertandingan dengan hasil imbang. Bagaimanapun, Rebrov masih perlu waktu untuk membiasakan diri dengan posisi barunya. Selain itu, ini adalah pertandingan pertama Tang En setelah mengambil alih tim. Karenanya tidaklah realistis untuk memiliki harapan yang terlalu tinggi di pertandingan ini.     

"Tidak! Kau harus menang, harus menang!" Doughty berteriak di telepon.     

Tang En merasa hal ini agak aneh. "Hei, Edward, apa bos Crystal Palace berhutang banyak padamu?"     

"Tidak, tapi aku benci pria itu!" Setelah mendengar ini, Tang En benar-benar bisa membayangkan betapa marahnya Doughty saat itu, dan seolah bisa membayangkan Doughty berteriak di telepon sambil melambai-lambaikan lengannya. "Aku sangat membencinya! B*jingan itu berani merendahkanku... dan tim kita! Tony, bukankah kau bilang kalau kau hanya mengejar kemenangan? Ada peluang untuk itu sekarang. Kalahkan dia, permalukan dia!"     

Tang En membayangkan bahwa Doughty, yang selalu terlihat sangat ramah, ternyata memiliki momen dimana dia bisa sangat marah. Sepertinya bos Crystal Palace itu telah melakukan sesuatu yang sangat berlebihan.     

Tang En cemberut, sebelum kemudian berkata, "Baiklah, aku akan mencoba untuk menang atas Crystal Palace."     

"Tidak, jangan mencoba. Kau harus! Harus!" Doughty mengoreksinya.     

"Baiklah, baiklah, aku harus menang atas Crystal Palace ... Harus, harus."     

Sekali lagi kembali ke ruang ganti, Tang En menatap para pemain dan tiba-tiba saja memutuskan untuk memberi tahu mereka apa yang baru saja terjadi. Mungkin, hal itu bisa memberikan pengaruh yang cukup besar bagi para pemain.     

"Apa ada yang tahu dari siapa panggilan telepon barusan?" Dia mengeluarkan ponselnya dan mengguncangnya.     

Tak ada yang mengangguk, tapi juga tak ada yang menggelengkan kepala.     

"Barusan itu adalah ketua klub."     

Semua orang memusatkan perhatian mereka pada Tang En, ingin mendengar apa yang akan dia katakan.     

"Hmm .. Saat ini dia sangat marah dengan penampilan tim di babak pertama, karena bos Crystal Palace memandang rendah kita di ruang VIP. Bos Crystal Palace merasa bahwa kita sudah pasti kalah dari timnya, dan bahkan sudah jelas kita akan kalah dari mereka di akhir pertandingan. Hal ini membuat Pak Doughty, yang mencintai tim, menjadi sangat marah. Dia tak tahan melihat tim yang dicintainya dipermalukan oleh orang lain. Apa kalian tak keberatan dipandang rendah oleh tim yang ada di bawah kita?" Tang En bertanya tanpa ekspresi.     

Para pemain sudah merasa tak senang dengan tindakan bos Crystal Palace. Seseorang berteriak, "Tentu saja, kami keberatan!"     

"Aku juga sangat keberatan, jadi kita harus menang di akhir babak kedua, untuk memberi tahu mereka bahwa, tim rendah seperti mereka sebaiknya menjaga perilaku mereka!" Tony Twain, yang tampak cuek beberapa saat yang lalu, tiba-tiba meletus seperti gunung berapi.     

'Itu benar!"     

"Tutup mulut idiot itu!" Tang En menggerakkan tangannya dengan kasar.     

"Benar!!"     

"Buat dia ... menuai — apa — yang –- terkutuk –- itu — tabur!" Tang En menekankan setiap suku kata yang dia teriakkan.     

"Benar!!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.