Mahakarya Sang Pemenang

Forest yang Baru Bagian 1



Forest yang Baru Bagian 1

0Setelah mengalahkan Bolton di putaran pertama semifinal, Tang En tak hanya mendapatkan kemenangan, tapi juga reputasi yang lebih baik. Kini, seluruh Inggris tahu tentang manajer Nottingham Forest yang cerdik. Meskipun masih muda, ia mampu memimpin tim yang berada di peringkat keempat terbawah di Liga Satu, sampai tiba ke semifinal. Tak hanya itu, ia juga berhasil menang atas lawan semifinalnya, sebuah tim Liga Utama.     

Adegan dimana Tang En didorong jatuh oleh para pemain dalam perayaan gol telah dipublikasikan di segmen kecil "Match of the Day" edisi hari kerja yang berjudul "2 Good 2 Bad". Itu adalah segmen kecil yang hanya ada selama edisi hari kerja. Biasanya segmen kecil itu hanya menampilkan highlight Liga Utama, dan jarang menampilkan pertandingan liga lainnya. Tapi, apa yang terjadi pada Tang En sangatlah lucu hingga editor acara itu memutuskan untuk memasukkan adegan itu ke dalam kompilasi highlight.     

Pembawa acara program itu, penyiar BBC Adrian Chiles, menggambarkan pemandangan itu dengan kata-katanya sendiri. Pada akhirnya, dia membuatnya terdengar sangat menyenangkan, hingga membuat cerita yang sudah menarik jadi terdengar lebih baik.      

"Gol! Ini terlalu hebat, hei ... hei! Hei! Freddy, kau lari ke tempat yang salah ... Ah! Bisakah seseorang ~~ selamatkan aku ~~~~ Baiklah, Tony Twain mungkin satu-satunya manajer yang tak ingin timnya mencetak gol ..."     

Pembawa acara dan para tamu tertawa terbahak-bahak.     

Semua orang akhirnya tahu dia adalah manajer yang seperti apa — dia adalah orang yang paling bahagia melihat pemainnya mencetak gol, tapi setiap kali mereka melakukannya, dia juga orang yang paling tidak beruntung.     

Tidak hanya reputasi Tony Twain yang mengalami peningkatan. Timnya, serta para pemain muda yang telah tampil sangat baik, juga mendapat reputasi yang lebih baik.     

George Wood baru bermain di dua pertandingan tim utama Nottingham Forest, dan sudah ada klub sepakbola yang meminta harga dari Nottingham Forest.     

Karena masalah ini menyangkut pembelian dan penjualan pemain, Edward Doughty menepati janjinya dan sama sekali tak ikut campur. Sebagai gantinya, ia membiarkan Tang En memiliki wewenang penuh dalam hal ini. Sikap Tang En cukup tegas: dia tidak akan menjual Wood.     

Tang En tahu seberapa langka gelandang bertahan yang baik dalam beberapa tahun ke depan. Selama Wood terus bermain seperti ini, nilai dirinya dengan cepat akan melambung. Untuk menjualnya hanya karena ada klub yang menawar? Tang En tidak bodoh. Selain itu, klub Forest baru saja menandatangani kontrak delapan tahun dengan Wood, dan itu jelas bukan hanya untuk formalitas.     

Dalam kenyataannya, Tang En sama sekali tak khawatir tentang kesetiaan Wood. Anak itu tahu bahwa klub telah banyak membantunya, dan dia juga tahu apakah dia harus memilih untuk tetap tinggal atau pergi. Tapi situasi ini membuat Tang En mulai khawatir tentang Wood karena alasan lain; mungkin George harus memiliki agen untuk membantunya menyelesaikan urusan pribadinya dan mengelola keuangannya.     

Memang benar Asosiasi Pesepakbola Profesional bisa membantu para pemain menegosiasikan persyaratan kontrak atas nama mereka, serta menyelesaikan beberapa masalah keuangan bagi mereka. Tang En bisa mencegahnya dieksploitasi dengan melakukan ini. Tapi siapa yang pernah melihat ada superstar sepakbola yang masih membutuhkan bantuan Asosiasi Pesepakbola Profesional untuk mengurus kontrak mereka?     

Tang En merasa bahwa Wood pasti akan menjadi superstar, tapi dengan satu syarat: Wood harus bermain untuk Tang En, dan bukan untuk klub sepakbola lain.     

Tang En tidak menentang gagasan para pemain sepakbola untuk menggunakan jasa agen-agen; mereka membutuhkan para profesional seperti agen untuk membantu mereka mengelola keuangan dan hubungan publik mereka. Manajer bukan dewa, dan karenanya tak bisa memenuhi semua kebutuhan para pemain. Jadi, hal-hal semacam itu harus ditangani agen. Tang En membenci agen yang memprioritaskan keuntungan mereka sendiri diatas keuntungan para pemain, menaburkan benih perselisihan antara pemain dan klub atau manajer mereka, meminta kenaikan gaji tanpa henti, dan mengancam klub sepak bola seenak hati.     

Alasan kebencian Tang En bukan karena dia tak tahan melihat pemain sepakbola dan agen mereka mendapatkan uang. Tidak, satu-satunya alasan dia membenci mereka adalah karena mereka akan selalu menentang Tony Twain, manajer tim. Mereka akan mempermasalahkan keuntungan yang diperoleh Tang En, dan itu adalah sesuatu yang tak diijinkan oleh Tang En.     

Jadi, kalau Wood harus menggunakan agen, dia haruslah seseorang yang bisa Tang En percayai. Kalau memungkinkan, akan lebih baik untuk tak terlibat dengan agen-agen besar. Mereka yang tak punya banyak kekuatan di kalangan peragenan takkan menimbulkan masalah yang tak perlu. Tapi pada saat yang bersamaan, Tang En menginginkan seseorang yang bisa memberikan upaya terbaiknya untuk mengemas Wood dan sangat sukses dalam model operasi bisnis. Dengan begitu, Wood akan bisa menghasilkan banyak uang, dan seluruh keluarganya bisa hidup tanpa beban.     

Apa semua persyaratan itu terlalu sulit untuk dipenuhi?     

Tang En menggelengkan kepalanya, memutuskan untuk tak memikirkannya saat ini.     

※※※     

Meski pencarian untuk mendapatkan agen bisa dilakukan tanpa terburu-buru, pertandingan tidak bisa menunggu. Seminggu kemudian, Tang En memimpin Nottingham Forest yang sedang bersemangat tinggi untuk berhadapan dengan Bolton di kandang Bolton, stadion Reebok. Kali ini, meskipun timnya kalah, mereka masih berhasil mencetak gol yang sangat berharga. Aturan semifinal EFL Cup tidak persis sama dengan aturan kejuaraan Piala biasa. Kalau kedua tim bermain imbang, mereka akan melanjutkan ke babak perpanjangan waktu dan bukannya melihat jumlah gol yang dicetak di pertandingan tandang. Kalau hasil akhir masih imbang setelah perpanjangan waktu, jumlah gol yang dicetak saat pertandingan tandang akan diperhitungkan. Kalau jumlah gol yang dicetak ini masih sama, maka adu penalti akan dilaksanakan.     

Nottingham Forest mengalahkan Bolton dengan skor 3:1 di kandang mereka. Dalam pertandingan tandang, Bolton berusaha sangat keras untuk mengalahkan Nottingham Forest, dan mereka berhasil mencapainya. Tapi, itu sia-sia saja. Saat peluit ditiup, menandakan akhir pertandingan, papan skor besar menunjukkan skor akhir: 2: 1. Meskipun Bolton memenangkan pertandingan, mereka kalah di semifinal secara keseluruhan.     

Orang yang mencetak gol penting bagi Nottingham Forest adalah Peter Crouch, penyerang jangkung dengan status pinjaman dari Aston Villa. Selama berada di Aston Villa, karir sepakbola profesionalnya berada dalam bahaya. Tak ada yang mengira bahwa setelah dia datang ke Nottingham Forest, ia akan mencetak gol dalam dua pertandingan berturut-turut. Melihat penampilannya yang luar biasa di lapangan dan penggunaan teknik yang sangat bagus dan kontinyu dalam menciptakan peluang bagi rekan satu timnya, Andy Gray, di kursi komentator, mau tidak mau memuji kemampuan Tang En dalam melatih para pemainnya. Dalam hal mewujudkan potensi para pemain dan membantu mereka membangun kepercayaan diri, Tang En memang sangat unggul. Pertama ada Rebrov, lalu Eastwood, dan sekarang Crouch. Tak heran kalau dia sangat disukai oleh para pemain. Bagaimana mungkin para pemain tak menyukainya, seorang manajer yang bisa membuat para pemain yang telah mencapai titik terendah bisa kembali berkilau dengan sinar baru?     

Suara peluit wasit itu mengantarkan kegembiraan para pemain Nottingham Forest. Mereka merayakan langkah mereka menuju final EFL Cup sepuas hati. Meski EFL Cup tak terlalu menarik bagi tim Liga Utama yang kuat, dan hanya digunakan oleh mereka untuk melatih pemain muda dan tim cadangan, namun kejuaraan ini memegang banyak arti bagi Nottingham Forest, tim dengan prestasi menurun yang dulu pernah menjadi klub kuat.     

Bagi tim seperti Nottingham Forest, yang telah berjuang di liga tingkat rendah selama bertahun-tahun, maju ke final EFL Cup tak hanya berarti bahwa mereka memiliki kesempatan untuk mendapatkan gelar juara; jauh lebih penting daripada itu, hal ini membuat orang-orang kembali mengingat masa lalu. Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, Nottingham Forest telah menyapu bersih kancah laga Sepakbola Inggris dan benua Eropa dengan mengenakan kaos jersey merahnya. Dan sekarang, tepat saat orang-orang Nottingham merasa yakin bahwa mereka takkan bisa lagi melihat Red Forest, dimana tim lawas mereka yang ditakuti oleh semua lawannya itu kelihatannya akan terkubur selamanya dibawah debu waktu, Tony Twain berhasil membawa tim itu kembali ke masa kini!     

"Pertandingan telah resmi berakhir! Berkontras dengan para pemain Bolton yang tampak sedih, adalah para pemain Nottingham Forest yang sangat gembira! Mereka akan maju ke putaran final EFL Cup! Ini adalah pertama kalinya mereka memasuki putaran final EFL Cup sejak mereka mendapatkan juara kedua di EFL Cup 1992! Dua belas tahun telah berlalu, dan tempat pertandingan untuk final EFL Cup juga telah diubah dari Stadion Wembley ke Stadion Milenium Cardiff. Red Forest akhirnya kembali!" komentar bersemangat Andy Gray di akhir siaran membuatnya seolah-olah dia adalah penggemar Nottingham Forest, meskipun dia sebenarnya adalah pendukung Everton.     

Para fans Nottingham Forest yang tak bisa menonton pertandingan di stadion, dan hanya bisa mengikuti pertandingan melalui televisi dan radio mereka, mengeluarkan teriakan yang bisa didengar di seluruh Inggris. "Ya, kita kembali! Nottingham Forest kembali!"     

"29 Februari, Stadion Cardiff Millennium! Mari kita nantikan pertandingan final EFL Cup antara Nottingham Forest dan Middlesbrough! Akankah Middlesbrough mendapatkan trofi EFL Cup kedua di sepanjang sejarah klubnya, atau akankah Nottingham Forest memenangkan trofi itu untuk yang kelima kalinya, dan menjadi klub sepakbola dengan gelar juara EFL Cup kedua terbanyak? Hadirin sekalian, kita akan mengetahui saat waktunya tiba!"     

Perayaan Nottingham Forest cukup liar, tapi begitu mereka memasuki ruang ganti, wajah Tang En berubah masam. Sekarang bukan saatnya untuk merayakan.     

"Aku memberi kalian waktu sepuluh menit untuk mandi dan ganti pakaian sebelum kita meninggalkan tempat ini. Kalau kalian ingin membuka botol sampanye dan merayakannya, tunggu hingga malam 29 Februari!"     

Setelah Tang En mengatakan ini, semua orang menjadi tenang dan mulai mandi lalu berganti pakaian.     

Setelah itu, Tang En berbalik untuk menghadiri konferensi pers. Sebagai pemenang, ia berhak membiarkan manajer Bolton, Sam Allardyce, menunggunya di ruang konferensi pers selama beberapa waktu.     

Seolah sudah menjadi hukum yang mutlak, pelatih dari tim pemenang akan menjadi protagonis selama konferensi pers. Tang En dibombardir banyak pertanyaan, dan kebanyakan diantaranya adalah tentang langkah Nottingham Forest yang berhasil menuju final EFL Cup untuk pertama kalinya dalam dua belas tahun. Tang En sedang dalam suasana hati yang baik, jadi dia tidak merasa kesal dengan pertanyaan yang selalu diulang-ulang ini. Tapi, dia juga sangat pintar. Dia tidak mengungkapkan rencana apa pun yang dia miliki untuk final nanti selama konferensi pers; juga tidak mengungkapkan tujuannya.     

Sudah jelas Tang En berharap bisa memenangkan gelar juara. Karena mereka sudah berhasil melangkah sampai ke final, apa gunanya memberikan pernyataan pura-pura seperti, "Kami melakukan ini dengan sikap ingin belajar lebih banyak," atau "Kami hanya akan berusaha yang terbaik, hasilnya tak jadi masalah"? Tentu saja kita di sini untuk meraih gelar juara. Dan tidak memperolehnya berarti kegagalan!     

Tapi tak perlu mengatakan itu kepada pers.     

Meskipun Allardyce agak sedih tentang kekalahan timnya, ia juga memuji penampilan Nottingham Forest selama konferensi pers. Dia bahkan melontarkan beberapa kata-kata pujian untuk Tang En, mengatakan bahwa Tang En yang berhasil mencapai prestasi luar biasa di usia semuda ini patut dihormati.     

Begitu dia mengatakan ini, para wartawan sekali lagi mengalihkan fokus mereka ke usia Twain. Memang, bagi seorang manajer yang telah memimpin timnya ke putaran final EFL Cup, usianya yang masih tiga puluh lima tahun termasuk masih sangat muda. Dia bahkan lebih muda setahun dari pemain Bolton, Djorkaeff! Setelah memperhatikan hal ini, para wartawan menjadi lebih bersemangat. Ini memang topik yang bagus untuk dijadikan sensasi!     

Menanggapi hal ini, reaksi Tang En cukup membosankan. "Kalau ada pemain berusia lima belas atau enam belas tahun yang bisa mewakili klub dan tim nasional mereka, kenapa manajer tidak boleh lebih muda? Aku tak merasa usia menjadi masalah. Yang penting adalah hasil tim. Tak jadi masalah apakah dia berusia tujuh puluh enam tahun, atau dua puluh enam tahun. Selama dia bisa membawa kemenangan bagi timnya, dia adalah manajer yang baik!"     

Keesokan harinya, kata-katanya menjadi berita. Segera saja, semua orang tahu tentangnya — manajer yang hanya peduli tentang kemenangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.