Mahakarya Sang Pemenang

Babak Pertama Bagian 2



Babak Pertama Bagian 2

0Di ruang ganti, para pemain Nottingham Forest awalnya berada dalam suasana hati yang cukup baik, karena mereka telah berhasil menyamakan skor di akhir babak pertama. Dalam perjalanan kembali ke ruang ganti, mereka tertawa dan mengobrol dengan gembira. Melihat ini, Tang En, yang berada di tepi kerumunan, cemberut pada Walker. Walker tahu bahwa para pemain itu, meskipun mereka merasa senang dengan diri mereka sendiri, akan menerima omelan manajer mereka.     

Seperti yang sudah diduganya, setelah semua orang memasuki ruang ganti, wajah Tang En berubah seperti besi pijar segera setelah Walker menutup pintu.     

Saat semua orang melihat wajah si manajer, obrolan mereka perlahan-lahan mereda hingga ruangan menjadi sunyi senyap. Melihat sang manajer dalam suasana hati yang buruk, siapa yang berani terus berbicara?     

"Siapa yang masih ingat hal pertama yang kukatakan pada kalian semua sebelum pertandingan?" Tang En memelototi dua belas pemain di ruang ganti, tapi tak ada yang berani menjawabnya. Mungkin mereka sudah lupa, atau mungkin mereka ingat; tapi mereka tak berani mengatakannya karena mereka tidak tahu apa maksud manajer mereka.     

Jadi, Tang En mulai memanggil nama. "Morgan?"     

Morgan ragu-ragu selama sepersekian detik sebelum kemudian menjawab dengan nada tidak yakin, "Yah ... kurasa itu tentang pertahanan, Pak."     

"Yah ... kurasa itu tentang pertahanan..." Tang En meniru nada bek tengah mudanya. "Apa kau meragukan ingatanmu?"     

'Itu tentang pertahanan! Pertahanan! Ya benar, itu tentang pertahanan!" Morgan berteriak dengan panik.     

Tang En menatap Morgan dan meringis, tapi apa yang dilakukannya itu membuat Morgan semakin gelisah dan takut. Morgan merasa bahwa dia telah menjadi target pelampiasan kemarahan si bos.     

"Bagus sekali, Tuan Morgan. Kau bisa duduk sekarang," kata Tang En, sambil melambaikan tangannya.     

Pada saat itulah, Morgan baru sadar kalau dia telah berdiri dari bangku, sama seperti seorang murid yang menjawab pertanyaan gurunya selama pelajaran di kelas.     

Tang En memutar tubuhnya dan menatap seluruh pemain. Setelah itu, dia membuka lengannya yang tadi terlipat dan sekali lagi mengulangi kata-kata yang diucapkannya sebelum pertandingan. "'Pertahanan, guys, aku ingin kalian semua tahu pentingnya pertahanan!' Kita menghabiskan sepuluh menit bicara tentang bagaimana caranya bertahan dari serangan lawan, dan pada akhirnya kita kebobolan dua belas menit setelah pertandingan dimulai. Nah, aku tahu kalian semua ingin bilang kalau gol itu punya elemen keberuntungan yang terlibat. Tapi kebobolan gol tetap kebobolan gol. Aku tak ingin mendengar alasan untuk itu. Jujur saja, kita bermain buruk di babak pertama. Sangat buruk. Kita seharusnya merasa beruntung karena berhasil imbang dengan Bolton. Ashley Young tampil luar biasa, Freddy juga." Tang En menatap ke arah dua pemain yang telah memberikan kontribusi signifikan atas gol terakhir dan menganggukkan kepalanya untuk mengekspresikan pujiannya atas kerja keras mereka. "Tapi itu tidak menutupi masalah utamanya. Aku harus mengakui kalau aku juga turut bertanggungjawab atas penampilan buruk kita di babak pertama. Taktik yang kugunakan gagal dan memberikan peluang bagi lawan untuk mencetak gol. Tapi kalian semua juga harus mengintrospeksi penampilan kalian."     

Setelah itu, Tang En berjalan ke papan taktik dan menggambar formasi aktual tim Bolton dan Nottingham Forest selama pertandingan. Formasi ini berasal dari apa yang diamati Tang En selama pertandingan. Formasi Bolton adalah 4312, sedangkan Nottingham Forest adalah 4231.     

"Rebrov tampil dengan sangat baik di lini tengah, jadi aku ingin kau terus memainkan posisi itu." Tang En menggambar lingkaran di tengah tiga gelandang, sebelum menggambar panah lain dari dalam lingkaran itu, menunjuk ke arah lingkaran kick-off. "Tapi kau harus memposisikan dirimu sedikit lebih jauh ke belakang di babak kedua. Pertahankan jarak yang cukup jauh dari Wood, tapi jangan tinggalkan jangkauan perlindungannya."     

Rebrov mengangguk, menunjukkan kalau dia mengerti.     

"Dan Gunnarsson, aku minta maaf, tapi kau harus istirahat di babak kedua. Aku akan membuat Crouch menggantikanmu. Kau bermain cukup bagus di babak pertama; Kau memberikan dukungan yang efektif di garis belakang. Tapi, hanya boleh ada sebelas orang di lapangan, dan kita harus melakukan serangan di babak kedua." Tang En menatap Gunnarsson, berusaha untuk tampak setulus mungkin. Digantikan saat turun minum bukan dianggap sebagai hal yang yang baik.     

Gunnarsson sedikit enggan, tapi dia masih menganggukkan kepalanya. Penampilan George Wood memang jauh lebih baik daripada penampilannya, jadi tak ada salahnya meninggalkan Wood di lapangan.     

Melihat Gunnarsson mengangguk, Tang En menghapus lingkaran solid yang digambarnya di papan. Setelah itu, dia menambahkan satu simbol di samping Eastwood yang dimaksudkan untuk melambangkan Peter Crouch.     

"Crouch, saat kau berada di lapangan, manfaatkan tinggi badanmu dan ciptakan peluang untuk rekan setimmu agar bisa mencetak gol sebanyak mungkin. Kalau kesempatan muncul, kau juga bisa mencetak gol. Sederhananya, kau bisa memilih cara yang paling sesuai untuk menangani bola sesuai situasi yang ada. Jangan dibatasi oleh instruksi dariku. Kau mengerti?"     

"Mengerti, boss," kata Crouch sambil merengut. Ini adalah kali pertamanya mewakili Nottingham Forest di sebuah pertandingan. Kalau dia bermain bagus, masa depannya akan terjamin. Tapi kalau tidak ... Dia akan tenggelam lagi ke dalam ketidakpastian. Dia tidak ingin kembali ke Aston Villa, karena pengalamannya selama berada disana adalah mimpi buruk. Dia tahu Nottingham Forest memiliki kontrak pinjaman-sebelum- membeli dengan Aston Villa atas dirinya, tapi keputusan tentang apakah dia akan dibeli oleh Nottingham Forest sepenuhnya tergantung pada penampilannya musim ini. Sekarang adalah kesempatan terbaiknya untuk membuktikan nilai dirinya kepada manajer barunya.     

Tang En melihat ekspresi Crouch, dan merasa ekspresi itu terlalu suram. Tidak bagus; hal itu akan mempengaruhi penampilannya di lapangan. Tang En tersenyum dan berkata, "Jangan terlihat sedih, Peter. Apa kau suka menari?"     

Crouch menganggukkan kepalanya dengan cepat, tidak yakin bagaimana manajer bisa tahu tentang itu.     

Tang En tak memperhatikan tatapan Crouch yang penasaran. Dia mengedipkan sebelah mata pada Crouch dan berkata, "Kalau kau mencetak gol, menarilah di lapangan! Seperti ini ..." Dia meniru tarian robot Crouch sesuai dengan ingatannya, yang sering dilakukan Crouch saat ia mencetak gol untuk tim nasional. Tapi, tiruan Tang En itu sama sekali tidak seperti robot. Bukannya terlihat seperti robot, dia malah mirip boneka tali. Akibatnya, ruang ganti itu meledak dengan suara tawa. Atmosfir yang berat dari pembicaraan taktik itu menjadi semakin semarak.     

"Tony, apa robot itu berkarat?" Walker menggunakan kesempatan ini untuk mengolok-oloknya.     

Tang En menggaruk kepalanya dengan malu dan berkata, "Apa pun itu boleh saja, selama kalian berhenti mendorongku ke tanah. Lihat, kancingku..." Tang En menarik kerah bajunya.     

Kali ini, tawa yang lebih keras terdengar di ruang ganti, dan bahkan ada yang bersiul.     

Tang En tidak menghentikan kegembiraan para pemain. Dia tersenyum dan memandang mereka dari tepi ruangan. Setelah semua orang selesai tertawa, dia memberi isyarat agar ruangan kembali tenang. "Baiklah guys, ayo kita lanjutkan. McPhail, penampilanmu di babak pertama tidak terlalu bagus. Kau harus lebih aktif nanti. Ke mana perginya imajinasimu? Giringlah bola melewati pemain-pemain bertahan itu. Jangan takut kehilangan bola. Meski kau kehilangan bola, kita masih punya George!"     

Tang En menunjuk ke arah Wood, yang sedang duduk di sudut ruangan tanpa ekspresi. Tawa kecil bergema di seluruh ruang ganti.     

"Hei, George, kau dengar itu? Semua orang mengandalkanmu, jadi teruslah bermain seperti itu di babak kedua!" Tang En mengambil kesempatan itu untuk memberi tahu Wood tentang tugasnya di babak kedua. "Rebutlah semua bola yang mencoba lewat dari sisimu!"     

Setelah menyelesaikan pengaturan pemain, Tang En mulai berbicara tentang taktik keseluruhan yang akan digunakan.     

"Kita berhasil menyamakan skor di akhir babak pertama. Kalau aku adalah Allardyce, aku pasti tak akan membiarkan hal ini begitu saja. Aku akan mencari peluang untuk kembali unggul segera setelah babak kedua dimulai. Jadi, semua bek belakang akan harus waspada selama sepuluh menit pertama babak kedua, karena Bolton pasti akan memberikan tekanan dan melakukan serangan. Formasi kita harus lebih defensif. Kita akan memainkan serangan balik sebagai strategi kita. Setelah sepuluh menit, kalau Bolton masih belum mencetak gol, mereka pasti akan mulai melakukan permainan yang stabil, dan berharap bisa mempertahankan skor tetap imbang. Mereka akan mencoba untuk menang di kandang mereka minggu depan. Kita tidak boleh memberikan kesempatan itu! Kalau mereka mundur, kita akan menyerang! Berikan pukulan fatal bagi mereka!"     

Setelah mengatakan ini, Tang En mengepalkan tangannya dan meninggikan suaranya. "Guys, aku tak peduli apa kau baru ditransfer musim panas ini; aku juga tak peduli kalau kau baru ditransfer ke tim pertama dari tim pemuda, atau kau memang berada di tim ini sejak awal. Aku tak peduli kau berasal dari tim mana, atau manajer mana yang pernah menjadi pelatihmu, apakah kau terkenal ataupun tidak... Pendeknya, sekarang ini kita adalah satu tim, dan kita telah berlatih bersama. Jadi, aku ingin kalian paham seperti apa sepakbolaku – sepak bola Tony Twain – sebenarnya!" kata Tang En, sambil menunjuk ke dadanya.     

"Aku yakin beberapa dari kalian di sini sudah tahu apa yang terjadi pada Nottingham Forest selama babak playoff musim lalu, jadi aku bisa memberi tahu kalian semua: apa itu sepak bola Tony Twain? Itu adalah kemenangan! Aku benci kekalahan! Terutama kekalahan yang terjadi saat aku berada di ambang kesuksesan! Kuharap satu-satunya hal yang kalian pikirkan saat kalian bermain di luar sana adalah kemenangan! Kau harus mengatakan pada dirimu sendiri, hari ini aku harus menang! Bukan 'bagaimana kalau aku kalah', atau pikiran-pikiran tak penting seperti itu!"     

"Saat ini kita berada di semi-final EFL Cup, kita tinggal selangkah lagi menuju final! Baru sebulan yang lalu, siapa yang mengira kalau kita akan mampu mencapai ini? Saat itu, kita berada di peringkat keempat terbawah. Bahkan Crystal Palace mencemooh kita, dan mereka berada di peringkat ketiga terbawah! Di pertandingan itu, kita tunjukkan pada Crystal Palace betapa kecilnya mereka! Sekarang, kita harus menunjukkan hal yang sama pada Bolton! Habisi mereka di stadion kandang kita! Jangan biarkan mereka memiliki kesempatan untuk bangkit di kandang mereka! Kemenangan adalah milik kita, dan tak ada yang bisa mengambilnya dari kita!"     

※※※     

"Orang seperti apa Tony Twain itu? Bagaimana aku harus mengatakannya ..." Di ruang istirahat yang disiapkan untuk komentator, John Motson saat ini sedang berdiskusi tentang Twain bersama dua orang yang duduk di seberangnya. "Aku tidak bisa mendefinisikannya. Benar-benar mustahil untuk bisa mengatakan dengan pasti orang macam apa dia sebenarnya. Kata sifat yang digunakan untuk menggambarkan dia di masa lalu benar-benar salah ... Ini sangat rumit. Jadi kalau kau bertanya padaku tentang orang seperti apa dia itu, aku tidak bisa menjawabnya. Kurasa bahkan Twain sendiri juga tidak bisa menjawabnya. Jadi, untuk bisa memahami orang seperti apa dia itu, kau akan harus melihatnya sendiri..."     

"Hei, John. Kenapa aku merasa kalau kau menutup-nutupinya dari kami?" kata Gray, terdengar kesal.     

Motson mengangkat bahu. "Aku hanya bisa mengatakan orang seperti apa Tony Twain itu sesuai dengan apa yang kulihat. Dia kelihatannya sangat gegabah, seseorang yang langsung mengutarakan apa yang ada di pikirannya. Dia akan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya, dan dia orang yang mudah mendendam... Tapi ini semua belum tentu sama dengan evaluasi kalian tentangnya. Ada ribuan Hamlet di mata ribuan orang. Hal yang sama juga berlaku untuk Tony Twain."     

Martin Taylor tampak merenung sejenak sebelum mulai angkat bicara. "Andy, kurasa aku perlu mengulangi apa yang kukatakan padamu sebelum pertandingan – orang seperti apa Twain itu, kita hanya harus melihatnya sendiri."     

Motson setuju dengan Martin. "Itu benar. Kalian berdua harus melihatnya sendiri selama babak kedua. Itu akan jadi kesempatan yang bagus untuk melakukannya. Menurut pengalamanku, tim Tony Twain cenderung mulai tampil berbeda setelah istirahat paruh waktu ..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.