Mahakarya Sang Pemenang

Allardyce yang Cerdik Bagian 1



Allardyce yang Cerdik Bagian 1

0Tribun stadion City Ground sudah terisi penuh. Sekilas, hampir semua orang terlihat seperti fans Nottingham Forest yang memakai jersey merah. Hanya ada seribu tiga ratus orang fans Bolton di sana yang akan menyemangati tim mereka.     

Pertandingan masih belum dimulai, dan para fans kedua tim baru saja menyelesaikan satu babak "menyanyi bergantian." Untuk sementara mereka menurunkan spanduk dan meredam drum mereka, memutuskan akan kembali bertempur setelah pertandingan dimulai. Sistem siaran di stadion mulai memainkan lagu-lagu favorit fans Forest. Beberapa diantaranya adalah lagu-lagu terbaru dan paling populer, sementara beberapa lainnya adalah lagu lawas yang populer di tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan. Lagu-lagu lama itu telah menjadi saksi kejayaan awal Nottingham Forest. Oleh karena itu, setiap kali lagu-lagu itu diputar di seluruh stadion City Ground, para fans yang berusia lanjut seolah kembali ke masa dua puluh tahun yang lalu. Disana, Nottingham Forest menang atas lawan-lawan mereka satu per satu. Mereka tak kenal takut, dan tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Mereka adalah juara Inggris. Mereka adalah Raja Eropa!     

Sekarang, meskipun lagu-lagu lawas dan stadion City Ground tetap sama, orang-orangnya telah berubah.     

Banyak fans menantikan pertandingan semi-final EFL Cup ini. Apa kita masih punya kesempatan untuk menyaksikan awal mula babak kejayaan yang lain? Mereka semua bertanya-tanya. Brian Clough, legenda Nottingham Forest, dulu pernah memimpin tim untuk meraih tiga kali gelar juara EFL Cup. Bisakah Tony Twain, yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai sosok yang paling mirip dengan Clough, membuktikan kemampuannya sendiri?     

※※※     

Martin Taylor adalah seorang pria tua jangkung dengan rambut putih. Dari penampilannya, dia tampak tak berbeda dari pria tua lain yang berasal dari London. Dia memakai setelan rapi, rambut juga tersisir rapi, dan memiliki senyum yang tulus. Tapi, semua orang yang akrab dengan sepakbola Inggris tahu siapa dia. Dia adalah salah satu komentator sepakbola yang terbaik di Inggris, dan salah satu komentator terbaik di Eropa. Sesungguhnya, dia adalah salah satu komentator sepakbola terbaik di dunia. Suaranya secara luas dianggap sebagai "suara komentar olahraga yang terdengar paling bagus di dunia." Suara dan pengucapannya jelas, dan gaya komentarnya penuh humor dan menarik, tenang dan tak memihak, tapi juga bukan tanpa semangat. Dia hampir tak punya kekurangan yang bisa dibicarakan. Dia adalah idola bagi banyak komentator olahraga di seluruh dunia.     

Andy Gray adalah mantan pemain sepakbola profesional yang, setelah pensiun, menjadi komentator. Tak seperti Martin Taylor, suaranya cukup bersemangat, terutama ketika sebuah gol dicetak. Kombinasi kedua orang ini telah dianggap sebagai "duo emas" komentator olahraga di Inggris, dan suara mereka telah digunakan sebagai komentar di beberapa generasi seri game sepakbola terkenal, "FIFA". Pada saat yang bersamaan, mereka juga merupakan dua komentator berbahasa Inggris yang paling terkemuka di Cina.     

Kalau keduanya muncul di stadion pada waktu yang bersamaan, maka hanya ada satu alasan untuk itu — mereka ada di sana untuk mengomentari pertandingan.     

Gray tersenyum dan memandang pria yang berada di depan mereka. "John, Sky plc adalah pihak yang bertanggungjawab untuk siaran ini. Apa yang kau lakukan di sini? Berhati-hatilah supaya tak ketahuan para reporter dari perusahaan yang lebih kecil, atau mereka akan mempublikasikan fotomu secara luas; komentator terbaik BBC John Motson bermaksud pindah ke Sky plc!" Gray meniru suara para reporter dan berpura-pura berteriak seolah-olah sedang berusaha membuat keributan.     

Motson tersenyum dan berkata, "Andy, kenapa bukan 'Duo emas Sky plc bermaksud mengkhianati mantan perusahaan mereka, dan bergabung dengan BBC sebagai pasangan?'"     

Para komentator sepakbola biasanya memang mengandalkan kata-kata dan kecerdasan mereka. Saat ada adu mulut, mereka takkan pernah kalah dari siapa pun.     

Martin Taylor menepukkan tangannya ke samping dan berkata, "Baiklah, kalau kalian berdua terus seperti ini, pertengkaran ini akan berlangsung sampai tiga hari lagi. Motson, apa yang kau lakukan di sini?"     

Motson memiliki pengalaman tiga puluh satu tahun mengomentari pertandingan sepakbola, sementara Martin Taylor juga sangat berpengalaman. Sebelum Piala Dunia Jerman, ia sudah mengomentari tujuh pertandingan Piala Dunia berturut-turut. Dengan statistiknya ini, bisa dikatakan bahwa tak ada orang lain yang lebih berpengalaman daripada dirinya di seluruh industri komentator.     

"Menonton pertandingan," kata Motson sambil mengangkat bahu.     

Jawabannya sedikit mengejutkan Taylor. "John, sepertinya aku ingat kalau kau bukan penggemar Bolton, benar kan?"     

"Aku di sini bukan untuk Bolton, Martin."     

"Tapi kau juga bukan penggemar Nottingham Forest," Gray, yang ada di samping mereka, menambahkan atas nama Taylor. Tak heran mereka adalah duo emas.     

"Apa aku tidak boleh menonton pertandingan meski aku bukan fans mereka, Andy?" Motson bertanya balik sambil tersenyum.     

Dia benar. Gray menggaruk kepalanya sementara Taylor segera melanjutkan, "John, sepertinya kau sangat tertarik dengan Nottingham Forest. Kulihat kau mengomentari hampir semua pertandingan mereka belakangan ini. Apa yang membuatmu menilai tinggi mereka?"     

"Hmm, daripada mengatakan aku tertarik pada Nottingham Forest, kurasa akan lebih akurat untuk mengatakan kalau aku tertarik pada manajer mereka."     

"Tony Twain?" tanya Gray.     

Motson mengangguk dan berkata, "Martin, kalian selalu mengomentari Liga Utama, jadi kalian mungkin tak tahu banyak tentang Twain. Tapi, kusarankan kalian berdua lebih memperhatikannya selama pertandingan; kalian akan menemukan kalau dia adalah orang yang sangat menarik."     

"Sangat menarik? Menarik bagaimana?" tanya Gray lagi.     

"Dalam segala hal." Motson tersenyum dan melambaikan tangan pada mereka. "Baiklah, pertandingan akan segera dimulai. Aku harus pergi ke tribun."     

Dia berbalik dan meninggalkan boks siaran, memasuki koridor yang mengarah ke tribun.     

Gray menatap punggung Motson dan menggelengkan kepala sebelum bertanya pada Taylor, "Martin, apa pendapatmu tentang itu? Ini seperti bukan dia. Motson benar-benar datang untuk menonton secara langsung pertandingan tim yang tidak didukungnya, hanya karena dia menganggap Tony Twain menarik!"     

Taylor tertawa. "Justru memang seperti itulah dia, kurasa kita akan harus melihat sendiri. Aku sudah sedikit melakukan penelitian tentang Tony Twain, tapi itu hanya pekerjaan rumah yang kulakukan untuk mengomentari pertandingan ini. Aku yakin kalau kita melihatnya dengan mata kepala kita sendiri maka hal itu akan memperdalam kesan kita tentangnya. Ayo, Andy. Pekerjaan kita akan segera dimulai."     

※※※     

John Motson duduk di baris ketiga di tribun, dan dia tampak seperti fans normal yang lain. Tak ada yang tahu bahwa orang ini, yang memakai mantel abu-abu kusam dan berambut putih, adalah komentator dengan suara penuh semangat yang mereka dengar setiap akhir pekan.     

Motson duduk sangat dekat dengan kursi manajer Nottingham Forest, dan kalau dia berdiri maka dia akan bisa melihat Tony Twain yang sedang berdiri di tepi lapangan. Twain baru saja keluar dari ruang ganti, dan timnya sudah berada di lapangan sedang mempersiapkan diri untuk pertandingan.     

Ini bukan pertama kalinya Tony Twain memimpin timnya untuk bermain melawan tim Liga Utama Inggris. Motson masih ingat pertandingan FA Cup yang diadakan tahun lalu pada tanggal 4 Januari, ketika Nottingham Forest berhadapan dengan West Ham United di stadion yang sama seperti sekarang. Dua hari sebelum pertandingan itu, dia masih menertawakan penampilan pertama Twain yang tampak kikuk di lapangan di sebuah siaran televisi. Namun, di hari pertandingan yang sebenarnya, dia benar-benar terpesona oleh babak kedua pertandingan.     

Pertandingan untuk kejuaraan Piala (Cup) tampaknya menjadi tempat dimana ketenaran Tony Twain melambung.     

Sebelum ini adalah FA Cup, dan kali ini pertandingan EFL Cup. Pertandingan seperti apa yang akan ditunjukkan oleh pria itu kali ini?     

Suara peluit terdengar jelas dan bergema di seluruh stadion, tapi dengan cepat terkubur di bawah suara sorakan para fans. Pertandingan telah dimulai!     

※※※     

Tim seperti apa Bolton itu? Jelasnya mereka bukan tim yang menganut gaya bermain yang terpusat-pada-teknik yang sedang populer saat ini, tapi juga bukan tim yang mengikuti gaya standar. Mereka memiliki gaya bermain Inggris yang sangat tradisional, dimana tim mengadopsi formasi yang kokoh. Pertahanan di lini tengah dan lini belakang mereka sangat ganas, dan mereka akan menggunakan umpan-umpan panjang untuk menyerang garis pertahanan belakang musuh.     

Hal ini tampak jelas dari dua penembak lini depan di starting line up mereka. Yang pertama, Kevin Davies, sangat mahir dalam bola atas, meskipun sebenarnya dia hanya setinggi enam kaki. Yang lainnya adalah Henrik Pedersen. Meskipun tekniknya belum begitu bagus, dia memiliki postur tubuh klasik seorang pemain dari Eropa Utara.     

Saat keduanya dipasangkan, kekuatan serangan mereka tak boleh diremehkan.     

Bagi Tang En, kelemahan utama lini depan Bolton adalah cedera yang dialami Kevin Davies, serta serangan Bolton yang hanya satu jenis.     

Bahkan orang idiot pun tahu bagaimana Bolton akan bermain — mereka akan mengirim bola panjang ke depan untuk menempatkan bola di depan tiang gawang Nottingham Forest, kemudian mengandalkan kemampuan sundulan Davies dan Pederson. Bahkan jika mereka tetap tak bisa mencetak gol, mereka masih akan bisa menyebabkan kekacauan di area penalti.     

Karena itu, Tang En mengirim Wes Morgan dan Robert Huth sebagai bek tengah. Mereka tidak cepat, tapi mereka kuat dan memiliki sundulan yang bagus. Mereka adalah satu-satunya kombinasi yang bisa bertahan terhadap lini depan Bolton. Sementara untuk Clint Hill, dia sedang menunggu instruksi lebih lanjut di bangku pemain cadangan. Bek kanan masih diisi oleh John Thompson, tapi Tang En memutuskan untuk menggunakan Leighton Baines yang lebih muda daripada Davy Oyen di posisi bek kiri. Baines jauh lebih baik dalam hal stamina dan kecepatan, dan ia juga bisa melakukan tendangan panjang dan tendangan bebas.     

Untuk lini tengah, starting line up yang dikirim oleh Bolton adalah Kevin Nolan dan Ivan Campo. Sisi kiri ada Okocha sedangkan sisi kanan ada Giannakopoulos. Di antara mereka semua, kecuali pria Nigeria itu, mahir berlari cepat dan merebut bola, mengurangi ruang lawan untuk melakukan serangan. Seolah-olah mereka telah mendirikan pagar besi di lini tengah agar serangan lawan mereka tak bisa lewat dengan mudah.     

Menanggapi hal ini, Tang En menghapus Rebrov dari lini tengah, dan malah mengirim pemain yang sangat mirip dengan yang digunakan Bolton. Dua gelandang bertahan di lini tengah adalah Gunnarsson dan George Wood. Sisi kiri ada McPhail, yang masih dipinjamkan dari Leeds United, sementara sisi kanan ada Ashley Young, yang baru saja bergabung dengan tim.     

Tang En berharap bisa menstabilkan pertahanan lini belakang dengan dua gelandang bertahan itu. Pada saat yang sama, dengan kurangnya gelandang yang menyusun serangan, serangan tim sangat bergantung pada dua sayap mereka. McPhail dan Ashley Young adalah pemain yang kuat dan terampil dalam hal kemampuan menggiring bola dan menerobos dengan bola sebelum memberikan umpan ke tengah dan menembak, semuanya dilakukan sendirian.     

Taktik Tang En untuk pertandingan ini adalah serangan balik. Bagaimanapun, Bolton masih Tim Liga Utama Inggris dan karenanya tak boleh dianggap remeh.     

Tang En merasa bahwa ada kebenaran yang tak terbantahkan di lapangan sepakbola: kemenangan harus dibangun di atas pondasi pertahanan yang kokoh. Tanpa pertahanan, sebuah tim sebaiknya melupakan hal-hal yang lain.     

McPhail dan Ashley Young sama-sama telah menunjukkan kemampuan individu yang sangat kuat dan luar biasa selama latihan. Saat pengarahan taktik sebelum pertandingan, Tang En telah memberi tahu mereka berdua bahwa kalau mereka berdua melakukan serangan selama pertandingan, tim mungkin takkan bisa memberi mereka banyak dukungan. Tapi, dia juga takkan meminta mereka untuk kembali ke belakang dan bertahan. Malah, mereka harus mengandalkan diri mereka sendiri untuk melakukan serangan. Tang En mendorong mereka untuk tak terburu-buru mengoper setelah mendapatkan bola. Sebaliknya, mereka harus lebih bersedia untuk menerobos dan terlibat dalam pertarungan satu lawan satu. Kalau mereka kehilangan bola, mereka harus langsung mencoba mendapatkannya kembali tanpa perlu panik. Wood dan yang lainnya masih ada di belakang mereka. Kuncinya adalah percaya bahwa teknik mereka sendiri akan efektif terhadap lini pertahanan Bolton.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.