Mahakarya Sang Pemenang

Forest di Bursa Transfer Pemain Bagian 1



Forest di Bursa Transfer Pemain Bagian 1

0Tim telah memulai latihan rutin mereka, dan pergerakan tim Forest di bursa transfer pemain masih belum berhenti meski hanya sebentar.     

Untuk lini tengah, tim Forest akhirnya membeli Aaron Lennon, pemain muda dari Leeds United yang tadinya ingin mereka beli di bursa transfer musim dingin. Seperti yang sudah diduga oleh Tang En, Leeds United didegradasi ke Liga Satu, dan kemudian menyatakan kebangkrutan mereka. Tim itu menghadapi kemalangan lain dalam bentuk kemungkinan degradasi ke level dibawahnya. Pada saat itu, pikiran semua orang di tim sangat kacau, dan merupakan hal yang normal bagi setiap pemain untuk ingin pergi meninggalkan tim. Twain sekali lagi meminta harga kepada Leeds United untuk membeli Lennon. Leeds United, yang dililit hutang, tidak meminta harga tinggi untuk pemain muda itu. Mereka meminta harga yang bisa diterima oleh Twain: satu juta pound.     

Lennon sendiri sangat memahami fakta bahwa akan lebih baik baginya untuk meninggalkan Leeds United. Kalau dia tetap berada di Leeds United, kekuatan satu orang saja takkan bisa mengubah status tim. Di usia enam belas tahun, dia baru saja mulai bermain di pertandingan Tim Pertama. Nottingham Forest jelas merupakan pilihan terbaik karena ketulusan yang ditunjukkan klub itu terhadapnya dan fakta bahwa dia bisa masuk ke Liga Utama pada saat ini.     

Tang En cemas semua hal bisa berubah kalau mereka menunggu terlalu lama. Jadi, tanpa ada penundaan apapun, pembayaran itu ditransfer, dan dia segera menandatangani kontrak dengan Lennon. Dari sejak saat itu, bintang harapan Inggris menjadi pemain Nottingham Forest.     

Saat tim Forest mengumumkan di situs resminya bahwa Lennon telah bergabung dengan tim, media Inggris menyadari bahwa, saat mereka tengah memperhatikan persaingan sengit di bursa transfer pemain musim panas ini antara Arsenal, Manchester United dan manajer Chelsea yang baru dipekerjakan, Mourinho, mereka telah mengabaikan Nottingham Forest yang baru dipromosikan dan terlihat tenang itu.     

Meskipun belum diketahui bagaimana kinerja tim Forest di awal musim, mereka sudah membuat kemajuan besar yang luar biasa di bursa transfer pemain.     

Sehubungan dengan ini, The Sun memiliki topik khusus dalam artikel mereka yang menganalisis dan memprediksikan pergerakan setiap klub selama periode transfer musim panas. Foto-foto yang ditempatkan di tajuk utama menunjukkan beberapa manajer Liga Utama: manajer Manchester United Alex Ferguson, manajer Arsenal Arsène Wenger, manajer Chelsea yang baru dipekerjakan, José Mourinho yang berbakat (yang baru saja memimpin FC Porto Portugal menjadi juara Liga Champions UEFA) , dan manajer Rafael Benítez yang sama suksesnya, yang baru saja bergabung dengan Liverpool dari Valencia CF Spanyol. Dan pria yang ditempatkan di belakang mereka adalah manajer Nottingham Forest, Tony Twain.     

Artikel tersebut menganalisis bahwa, sebagai peserta baru di Liga Utama serta partisipan di Liga Eropa UEFA, tim Forest akan menghadapi kesulitan untuk bertarung di banyak pertandingan. Tapi bagi Tony Twain, ini adalah kesempatan untuk memperbesar jumlah timnya. Sejauh ini, para pemain yang dibeli oleh tim Forest kebanyakan adalah pemain muda. Tampak jelas bahwa Twain telah mengarahkan pandangannya ke masa depan. Tapi, Liga Utama adalah liga tertinggi, dan tujuan para penguasa tertinggi di klub akan mengalami perubahan. Kalau Twain dan timnya tidak bisa memberikan hasil yang memuaskan bagi para petinggi itu, maka semua itu takkan ada artinya, tak peduli seberapa muda dan berbakatnya para pemain.     

Setelah berturut-turut memperkenalkan Gerard Piqué dan Nicklas Bendtner, serta Aaron Lennon, apa lagi yang akan terjadi dalam tim Forest milik Twain?     

※※※     

Saat itu akhir bulan Juni, dan matahari bersinar terik dan sangat panas. Pada siang hari, lantai beton di dermaga seolah tengah dipanggang. Saat itu adalah waktu istirahat makan siang dan dermaga yang usang dan sempit itu tampak lengang. Hanya ada satu orang yang duduk di tepi dermaga, mengabaikan matahari yang bersinar terik di atas.     

Ini adalah di Boulogne-sur-Mer, sebuah kota pantai kecil di pantai barat Perancis. Di Perancis, orang-orang tanpa perasaan melabeli kota itu sebagai "kota terburuk di Perancis." Setiap penduduk di kota kecil itu berada dibawah garis kemiskinan. Dan hal ini juga meresahkan pemuda yang sedang duduk di bawah terik matahari itu.     

Sambil melamun dan melihat ke bawah kakinya, dia menatap air yang membentur dermaga berulang kali. Bekas luka panjang di sepanjang pipi kanannya tampak mengerikan di bawah sinar matahari yang terik.     

Pria muda itu mengerutkan kening, memikirkan sesuatu yang sangat penting baginya: uang.     

Di usia enam belas tahun, untuk mengejar mimpinya bermain sepakbola profesional, ia telah keluar dari rumahnya untuk tinggal di Lille. Tapi, ia ditolak karena kualifikasi akademis yang kurang memadai; sama seperti kebanyakan klub yang ada di Perancis, para pemain muda tidak hanya dituntut untuk belajar sepak bola, tapi juga dituntut untuk mencapai tingkat pendidikan tertentu. Lima tahun telah berlalu, dan sekarang dia bahkan tak mampu membayar sewa kamarnya.     

Dia pernah bermain di Olympique Alès setahun yang lalu. Dengan subsidi bulanan seratus lima puluh euro, ia hidup hemat. Dia tidak mampu menyewa sebuah rumah. Untuk mengubah situasinya yang miskin, ia pindah ke klub sepak bola yang lain, Stade Brestois 29 di Ligue 2. Tapi situasinya masih belum membaik. Selain biaya-biaya yang perlu dibayar, ia sadar bahwa ia tidak mendapatkan satu penny pun di akhir musim.     

Saat kontraknya berakhir, klub jelas tidak berniat memperbarui kontrak dengan pria muda yang terlihat seram dan tak menyenangkan ini. Tim Brest juga sedang dalam kondisi yang kurang baik, jadi dia harus segera mencari tim lain lagi. Tapi dia sadar bahwa kelihatannya dia tidak punya masa depan di Perancis. Tidak ada klub besar yang tertarik padanya, dan klub-klub kecil menawarkan uang yang terlalu sedikit.     

Ini benar-benar membuatnya pusing. Pria muda itu menggaruk kepalanya, tanpa sengaja menyentuh bekas luka di pipinya.     

Luka itu terjadi saat dia masih berusia dua tahun, karena kecelakaan mobil. Dia terbang keluar dari jendela mobil. Dia selamat, tapi bekas luka permanen itu tetap ada di wajahnya. Bekas luka itu dulu selalu menjadi alasan kenapa dia diolok-olok dan diejek; bekas luka itu membuatnya merasa malu. Dia berharap dia bisa menghilangkan bekas luka itu dengan jalan mengikisnya menggunakan pisau. Tentu saja, yang benar-benar diinginkannya adalah menemukan ahli bedah plastik untuk membantunya menghilangkan bekas luka itu. Ini adalah ide yang bagus; teknologi medis modern bisa memenuhi keinginannya. Satu-satunya masalah adalah dia tidak punya uang.     

Pesepakbola profesional yang gagal itu duduk di tepi dermaga selama beberapa waktu, terlihat menyedihkan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk masa depannya. Karena pusing terkena sengatan matahari, ia bangkit dan berjalan terhuyung-huyung ke rumah sewaannya, yang berada tak jauh dari dermaga. Dia berjalan keluar dari dermaga, menyeberang jalan, dan dalam perjalanan menuju ke rumah sewanya, melewati sebuah lahan terbuka yang dipenuhi rumput liar dan tertutup sampah. Setiap kali dia membuka jendela kamarnya, dia bisa melihat laut di luar — tapi karena jendelanya hanya bisa dibuka separuh, pemandangannya tidak terlalu bagus.     

Rumah sewa itu bukan vila tepi laut yang mewah. Rumah itu adalah bangunan bata kecil berlantai empat dengan cerobong abu-abu, dan pemuda itu tinggal di loteng paling atas dimana cahayanya suram dan redup. Setiap kali dia membuka jendelanya dan memandang laut di luar sana, dia akan bertanya-tanya; apa sebaiknya dia meninggalkan Perancis? Dia benar-benar tidak bisa membayangkan masa depannya di sini. Dia hanya bisa melihat Selat Inggris yang diselimuti kabut di depan matanya. Apa yang menunggunya di balik kabut itu?     

Mengambil kuncinya untuk membuka pintu yang usang, ia melihat induk semangnya yang gemuk berdiri di selasar depan sambil memegang gagang telepon. Saat induk semang itu mendengar pintu terbuka, dia berbalik dan melihat bahwa orang yang masuk adalah pemuda dengan bekas luka. Dia berteriak, "Franck! Kemarilah!"     

Dengan masih memegang gagang telepon di tangannya, wanita itu melambai ke arah si pemuda yang masih berdiri di dekat pintu.     

"Kenapa kau masih berdiri di sana? Ini untukmu! Kebetulan sekali, aku baru saja akan memberitahunya kalau kau sedang keluar, jadi cepatlah kemari!"     

Setelah meletakkan gagang telepon ke tangan pemuda itu, sang induk semang berbalik dan mulai berjalan menaiki tangga.     

Pria muda itu tertegun sejenak dan kemudian menempelkan gagang telepon ke telinganya dan berbisik, "Halo?"     

Suara seorang pria terdengar dari ujung yang lain. Dia jelas berbicara bahasa Prancis dengan aksen Inggris. "Apakah ini Tuan Franck Ribéry?"     

"Ya ... itu aku."     

"Ijinkan saya memperkenalkan diri; Saya Arnold Duran, seorang perekrut sepakbola dari klub sepakbola Nottingham Forest, yang memiliki spesialisasi untuk wilayah Perancis."     

Apa yang selanjutnya dikatakan oleh orang yang mengaku sebagai perekrut pemain sepakbola itu segera membuat Ribéry merasa seolah dia sedang berada di atas awan. Dia bertanya-tanya apakah itu karena dia terpapar matahari panas yang terik diluar; mungkin dia merasa pusing karena terik matahari itu hingga berhalusinasi dan hanya membayangkan mendengar kata-kata itu.     

"Baiklah, jadi begini. Bos saya sangat tertarik pada Anda dan dia ingin mengetahui apa jawaban Anda atas undangan kami untuk bergabung dengan tim Liga Utama, Nottingham Forest."     

Nottingham Forest? Apa ada yang pernah mendengar nama itu? Tunggu sebentar ... Apa yang dia katakan? Tim Liga Utama Inggris? Apakah ada tim seperti itu di Liga Utama?     

Ok, kurasa aku memang tidak terlalu mengikuti sepakbola Inggris.     

Saat dia tidak mendengar jawaban Ribéry, perekrut sepakbola baru untuk tim Forest, Duran, kembali bertanya. "Tn. Ribéry?"     

"Um ... Uh ..." Ribéry membuka mulutnya dan tidak tahu bagaimana harus merespon kabar berita yang tiba-tiba ini. Pertama, terlepas dari apakah Nottingham Forest memang benar-benar tim Liga Utama, dan apakah nama itu familiar atau tidak, beberapa saat yang lalu dia masih mengkhawatirkan tentang sewa kamarnya. Dan sekarang, kesempatan kerja seolah dikirim langsung ke depan pintu rumahnya! Apa hal sebagus itu bisa jatuh ke pangkuan Franck Ribéry?     

"Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ... Entah bagaimana saya masih tidak mempercayainya. Anda tahu, kontrak saya sudah berakhir dengan tim saya dan ... dan saya bermain di Championnat National, jadi ... saya merasa tidak yakin ..." Ribéry tergagap; tenggorokannya kering. "Apa Anda serius?"     

Setelah bertanya, dia mendengar suara pria lain di telepon. Orang itu berbicara dalam bahasa Inggris dengan sangat cepat. Franck sama sekali tak bisa memahami kata-katanya. Setelah beberapa saat, suara Arnold Duran kembali terdengar. "Maaf, Tuan Ribéry. Itu bos saya, manajer tim Forest, Tuan Tony Twain. Dia meminta saya untuk memberi tahu Anda bahwa Anda tidak perlu meragukan keaslian panggilan telepon ini. Memang benar, kami tertarik dengan kemampuan Anda, meskipun Anda masih bermain di Championnat National. Nottingham Forest adalah tim yang baru saja dipromosikan ke Liga Utama Inggris dari liga tingkat kedua akhir musim lalu, dan mereka juga telah memenangkan gelar EFL Cup musim lalu. Jadi mereka telah memenuhi syarat untuk turut berpartisipasi di Liga Eropa UEFA musim ini. Tn. Twain percaya bahwa keahlian unik Anda sangat sesuai dengan kebutuhan taktis tim Forest, jadi dia ingin mendiskusikan kontrak kerja dengan Anda. Kalau Anda setuju, kami akan menyiapkan tiket bagi Anda dari Perancis ke Inggris. Semua biaya akan ditanggung oleh klub sepak bola Forest."     

Setelah dia menutup teleponnya, telinga Ribéry masih berdering dengan apa yang baru saja dikatakan Duran — Liga Utama Inggris, juara EFL Cup, berpartisipasi di Liga Eropa UEFA, kontrak baru, gaji ...     

Apa aku masih bermimpi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.