Mahakarya Sang Pemenang

Adu Muka Bagian 1



Adu Muka Bagian 1

0Disaat para pemain kedua tim sedang menunggu di koridor pemain di Old Trafford sebelum memasuki lapangan, sorak-sorai terdengar dari tribun penonton di luar. Suasana di stadion sepakbola impian di Inggris menyapu para pemain Forest.     

Para pemain muda di Forest tampak agak gelisah tentang pertandingan. Ini bukan karena alasan tak masuk akal seperti bisa bermain di stadion impian mereka; sebaliknya, mereka telah dipengaruhi oleh manajer mereka agar memiliki keinginan untuk melawan tim yang kuat.     

Semua anak muda memiliki pola pikir yang sama; Kalau kita mengalahkan lawan yang kuat, itu artinya kita lebih kuat dari mereka!     

Bahkan meski Manchester United saat ini berada dua peringkat di bawah Forest, ketenaran mereka sudah jauh melampaui Nottingham Forest. Dalam hal total penghargaan yang diterima, mereka sudah jauh di depan Forest. Orang-orang akan dengan mudah mempercayai kebenaran tentang Manchester United sebagai tim yang kuat, tapi hal yang sama tidak bisa dikatakan untuk Nottingham Forest. Tidak ada jalan keluar dari semua ini; ini adalah pola pikir yang telah menjadi kebiasaan. Saat ini Nottingham Forest berada di peringkat kelima dan dikatakan sebagai kuda hitam oleh beberapa pihak — nama julukan yang sangat sopan — tapi masih ada pula orang-orang lain yang percaya bahwa peringkat tinggi Forest ini adalah hasil dari keberuntungan semata. Mereka yang mengatakan ini jelas telah mengabaikan bagaimana tim Tang En memaksa Arsenal bermain imbang, bagaimana mereka telah mengalahkan Chelsea dan Newcastle, dan bagaimana mereka, setelah putaran pertama pertandingan Liga, telah mempertahankan sepuluh putaran berturut-turut tanpa menderita kekalahan. Mereka hanya melihat tim Forest yang terus-menerus tidak menang (karena mendapatkan serangkaian hasil imbang), dan bagaimana Forest telah kalah dari Black Rovers dan Liverpool.     

Keane, sebagai kapten Manchester United, berdiri tepat di depan tim dengan ban kapten.     

Banyak orang telah mengatakan kepada Wood bahwa Roy Keane di Manchester adalah sosok dirinya di masa depan; tujuannya untuk masa depan. Baru di pertandingan inilah Wood mendapat kesempatan untuk mengamati "masa depannya" dari jarak dekat.     

Pria Irlandia itu sesekali akan membalikkan badan untuk melihat ke arah timnya. Wood bisa melihat ekspresi tegas yang ada di wajahnya. Pandangannya menyapu wajah orang-orang di belakangnya dan akhirnya mendarat di George Wood, yang telah menatapnya sepanjang waktu.     

Wood melihat Keane menatapnya, tapi dia tidak berusaha mengalihkan pandangannya. Setelah melihat Wood sebentar, Keane kembali membalikkan badan menghadap ke depan. Tidak ada yang pernah mengatakan kepadanya bahwa pemuda yang barusan dilihatnya, yang kelihatan agak kasar, suatu hari nanti akan menjadi seperti dirinya. Dia tidak tertarik pada George Wood. Mungkin anak itu adalah pemain baru yang memiliki rasa ingin tahu lebih dari pemain biasa; seseorang yang tak sengaja akan terpana saat melihat bintang sepak bola.     

George Wood menatap bagian belakang Roy Keane selama beberapa waktu sebelum menurunkan pandangannya. Dia berdiri tepat di belakang Darren Ward, kiper tim, dan berada sangat dekat dengan kapten Manchester itu. Dia tiba-tiba saja teringat kalau Keane adalah lawan mereka di pertandingan ini. Apa dia tadi kelihatan seolah-olah menunjukkan semacam niat baik dengan memandang Keane seperti itu?     

Itu tidak boleh; itu bukan gaya George Wood. Saat dia mengalihkan pandangannya, dia melihat Albertini, yang berada di depan tim dan menatapnya sambil tersenyum.     

"George." Albertini menghampiri setelah memutari Ward, dan berhenti di depan Wood.     

"Kalau kau punya kesempatan selama pertandingan, kau bisa mencoba maju ke depan. Bos memberimu tugas berat dalam pertahanan yang harus dilakukan, tapi tak ada artinya bagimu untuk tetap tinggal di belakang saat kami semua melakukan serangan. Gelandang bertahan yang luar biasa tidak cukup hanya dengan bertahan. Apa kau paham apa maksudku?"     

Wood menggelengkan kepalanya dan berkata, "Dia bilang aku hanya perlu fokus untuk bertahan ..."     

Albertini tersenyum dan berkata, "Kalau kau ingin mencapai prestasi lebih dari Roy Keane, kau tidak boleh hanya memperhatikan tentang bertahan. Pertahananmu sudah fantastis; kau adalah pemain bertahan terbaik yang pernah kulihat!" Meskipun kata-katanya sedikit dilebih-lebihkan, itu adalah dorongan yang efektif.     

"Apa yang harus kulakukan, Demi?"     

"Cobalah sedikit berusaha dalam melakukan serangan. Gelandang bertahan tidak bisa lagi hanya tetap bertahan. Kadang-kadang, kau perlu bergegas ke area penalti lawan dan melakukan tembakan panjang yang kuat!" kata Albertini sambil memukulkan tinjunya ke telapak tangannnya sendiri.     

"Tapi aku sangat buruk dalam menembak ..."     

"Kalau kau sama sekali tidak mencobanya, bagaimana kau bisa tahu kalau tembakanmu itu buruk? Kapan terakhir kali kau mengambil inisiatif untuk menembakkan bola di dalam pertandingan?"     

Wood berpikir sebentar dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingat ..."     

Albertini merentangkan lengannya dan tertawa. "Lihat kan. Mulailah dengan pertandingan ini. Aku akan menciptakan peluang bagimu. Disaat tim kita melakukan serangan, gunakan penilaianmu sendiri untuk memutuskan apakah situasinya memungkinkan bagimu untuk bergerak maju. Jangan hanya melakukan apa yang dikatakan oleh bos. Kau harus melatih otakmu juga." Dia menunjuk ke kepalanya sendiri. "Sepakbola. Untuk bisa menendang dengan baik, tidak cukup dengan hanya menggunakan tubuh, kau juga perlu menggunakan otakmu."     

Wood mengangguk. "Aku mengerti, Demi."     

Albertini menepuk pundaknya dan berbalik untuk kembali ke depan.     

Saat wasit utama berbicara pada Keane tentang sesuatu, dia melihat Albertini berjalan ke arah mereka dan memanggilnya. Pada saat itu, Keane memutar badannya untuk menghadap ke arah para pemain Manchester di belakangnya, sambil berteriak, "Bersiaplah, guys! Sudah waktunya bagi kita untuk masuk ke lapangan!"     

Meskipun Albertini sedang berbicara dengan wasit, dia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi di saat yang bersamaan. Para pemain Forest di barisan belakang yang melihat gerakan kapten mereka langsung terdiam. Keributan dan tawa di antara mereka tak lagi terdengar, dan ekspresi semua orang menjadi serius.     

Pertandingan akan segera dimulai.     

※※※     

Old Trafford adalah stadion sepakbola terbesar di Inggris. Meskipun Wembley memiliki kapasitas tempat duduk yang lebih besar, tapi Wembley juga memiliki lintasan lari dan karenanya tidak dianggap sebagai stadion sepak bola profesional.     

Stadion ini memiliki 96 tahun sejarah di baliknya. Setelah banyak melakukan perluasan dan renovasi, stadion ini akhirnya bisa menampung 67 ribu orang. Old Trafford merah itu pernah disebut "The Theatre of Dreams" oleh bintang sepak bola terkenal Manchester, Bobby Charlton. Julukan itu sangat tepat; baik dari skala atau kejayaan masa lalu, Old Trafford jelas pantas diberi julukan itu.      

Hari ini, 28 November 2004, tim Nottingham Forest membuka tirai untuk pertunjukan di "The Theatre of Dreams." Dalam menghadapi pertahanan yang dilakukan oleh Roy Keane, Albertini tampak tenang dan bermartabat. Dibandingkan dengan anak-anak lain di tim Forest, dia adalah seorang jenderal tua yang berpengalaman. Saat ini, satu-satunya yang bisa dianggap berada di level yang sama dengan para bintang sepakbola di Manchester itu adalah dirinya, Demetrio Albertini. Gelandang tua dari Spanyol, Hierro, tidak termasuk dalam daftar starting lineup.     

Keane jelas tahu tipe pemain seperti apa yang dihadapinya dan dia tidak bergerak maju dengan terburu-buru. Sebaliknya, dia menghalangi pria itu agar tidak bisa memberikan umpan.     

Albertini mendongak dan mengamati situasi di sekelilingnya. Di sayap kiri, Ribéry dijaga ketat oleh Gary Neville. Di sayap kanan, meskipun tidak ada orang yang benar-benar dekat dengan Ashley Young, Ronaldo berkeliaran di dekatnya. Itu kelihatan seperti jebakan yang disengaja.     

Di depan…     

Tak perlu dilihat lagi, baik Eastwood dan Viduka sedang dijaga ketat. Bahkan meski bola bisa diumpan dan diterima oleh mereka, keduanya takkan bisa membalikkan badan; mereka hanya akan dikepung oleh lawan.     

Penempatan posisi Keane sangat bagus, jauh lebih baik daripada Wood. Dia bisa mencegah Albertini untuk tiba-tiba menerobos dan mengumpan. Pada akhirnya, Albertini hanya bisa memilih untuk mengoper bola kembali ke George Wood.     

Meskipun Wood hari ini masih cukup jauh dari level skill Roy Keane, ia bukanlah pemain baru yang akan bingung saat menerima bola.     

Melihat situasi Albertini, dia berbalik dan mengoper bola kembali ke bek kanan, Chimbonda. Dengan bek belakang memiliki bola, Cristiano Ronaldo tidak terlalu aktif menekan untuk mendapatkan bola. Dia melangkah maju dan mencoba mencurinya tapi bisa dengan mudah dilewati dari sisi samping. Ashley Young melihat Chimbonda bergerak maju dan buru-buru bergeser ke tengah untuk memberi ruang baginya.     

Dibandingkan dengan Gary Neville di sebelah kanan, bek kiri Manchester selalu menjadi masalah. Meskipun telah mencoba sejumlah pemain untuk posisi itu, Ferguson belum menemukan seseorang yang bisa membuatnya puas.     

Musim panas ini, dia membeli pemain Argentina Gabriel Ivan Heinze dari Paris Saint-Germain dengan harga tujuh juta. Berdasarkan penampilannya selama beberapa bulan terakhir, ia berhasil mempertahankan posisi bek kiri utama di Manchester United. Berhadapan dengan Heinze, Chimbonda mencoba menerobos tapi dia dicegat. Namun, pemain Argentina itu juga gagal mengendalikan bola; bola yang berhasil dicegatnya diambil oleh Ashley Young yang selalu waspada di samping Cristiano Ronaldo.     

Tepat setelah itu, Ashley Young memanfaatkan posisi Heinze yang bergerak keluar dari posisinya dan menerobos masuk dari sayap.     

"Nottingham Forest sedang menyerang; momentum mereka kuat!"     

Saat Heinze berhasil dilewati, bek tengah Manchester United membutuhkan pemain lain untuk mengisi posisi bertahan. Tanggung jawab ini jatuh ke tangan Wes Brown. Tapi dengan begini, area penalti Manchester United menjadi kosong. Roy Keane tak punya banyak pilihan selain menambal ruang yang ditinggalkan Brown. Pertahanan adalah sistem yang direkayasa; begitu ada satu masalah muncul di suatu tempat, itu akan menciptakan efek riak terhadap seluruh rantai pertahanan.     

Viduka, Eastwood, dan Ribéry semuanya maju ke area penalti Manchester United. Albertini sendiri berhenti di tengah jalan agak diluar area penalti. Pada saat ini, Ashley Young sudah melewati tengah lapangan. Dia tidak mengumpan ke area penalti melainkan mengoper ke Albertini, yang berada di luar area penalti. Disaat Roy Keane bergerak mundur untuk mengisi ruang yang kosong, dia juga memperhatikan gerakan Albertini. Dia merasa yakin dengan kemampuan pria Italia itu. Usia bukanlah faktor yang akan mempengaruhi Albertini. Mereka berdua sama-sama berusia 32 tahun; mereka masih jauh dari tua.     

"S**t!" Sambil memaki, Keane berbalik dan berlari ke arah Albertini.     

Albertini memantapkan posisinya; itu adalah pose untuk melakukan tembakan langsung! Tembakan pisang Albertini sangat terkenal, hanya orang bodoh yang akan membiarkannya menembak tanpa gangguan!     

Keane melompat maju dengan harapan bisa menggunakan tubuhnya untuk memblokir tembakan Albertini ke gawang.     

"Orang Italia itu akan menembak!"     

Ferguson berdiri dari kursinya dengan tangan mengepal, siap untuk mengutuk.     

Tapi kutukan yang hendak dilontarkannya kembali ditelan dengan cepat; Albertini tidak menembak. Dia memposisikan dirinya seperti itu, tapi hanya melihat saat bola melesat di depannya.     

Saat bola mendarat di kaki anggota Forest yang lain, semua orang terpana. Tidak hanya pemain Manchester United; bahkan para pemain Forest sendiri tidak menduganya. Orang yang muncul di titik pendaratan dan menerima bola adalah George Wood!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.