Mahakarya Sang Pemenang

Roy Keane Bagian 2



Roy Keane Bagian 2

0Albertini melihat Wood berlari masuk ke lapangan dan kembali ke sisinya. Dia menoleh dan tersenyum padanya.     

"Bagaimana kabarmu, George? Kau baik-baik saja?"     

Wood mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."     

"Bagus sekali, kalau begitu kita bisa menyerang sekarang!"     

Saat dia mendengar Albertini mengatakan itu, Wood melihat waktu di layar besar. Pertandingan ini telah berlangsung selama dua puluh menit, dan skornya masih 0:0. Tim Forest terlihat agak babak belur, tapi ini terjadi di Old Trafford, kan?     

※※※      

Manchester United terus menyerang. Setelah Scholes menguasai bola, ia mengopernya ke Ryan Giggs di sayap. Orang Wales itu sudah tua sekarang. Kalau dia menerima bola dua tahun lalu, dia akan membuat seluruh sayap kanan tim lawan menjadi sangat tegang. Dia selalu berhasil menerobos dan mengintimidasi lawan-lawannya.     

Tapi sekarang, kekuatan terobosannya jelas sudah berkurang. Dibandingkan dengan Cristiano Ronaldo di sayap kanan, dia terlihat seperti pahlawan yang telah melewati masa jayanya. Tapi itu tak berarti dia bisa dianggap enteng.     

Chimbonda, pria muda dari Perancis, agak meremehkan Ryan Giggs. Dia telah mendengar tentang kecakapan skill yang membuat pria Wales itu tenar, tapi itu sudah lama sekali, dan tidak ada orang yang bisa lepas dari tekanan waktu.     

Itulah yang dipikirkan oleh Chimbonda saat dia bergegas maju. Dia ingin memanfaatkan peluang dimana lawannya belum menyesuaikan bola, untuk kemudian mencegat dan melakukan serangan balik. Hanya saja dia meremehkan kekuatan veteran itu. Giggs melihat Chimbonda bergegas maju, dan dengan gesit menggunakan ujung jari kakinya untuk menyodok bola ke celah diantara kedua kaki Chimbonda!     

Setelah itu, ia langsung melompat untuk menghindari tackling lawannya.     

"Oh, oh, oh, oh!" Komentator terdengar sangat bersemangat. Setelah dua puluh menit bermain, Ryan Giggs tidak melakukan terobosan. Tidak bisa melihat terobosan secepat kilat milik pemain itu memang cukup mengecewakan. "Ryan Giggs! Lihatlah celah di antara kaki Chimbonda! Cukup besar untuk dilewati sebuah mobil! Apa yang dia pikirkan? Dia terlalu gegabah!"     

Saat Albertini melihat Giggs menerobos melewati Chimbonda, dia buru-buru melepaskan posisinya dan bergegas ke sayap karena dia lebih dekat. Daripada membiarkan bek tengah bergegas maju, akan lebih baik kalau dia saja yang kesana. Jadi, dia berlari ke arah Ryan Giggs dan memberi isyarat pada Matthew Upson agar kembali ke posisinya.     

Ruud van Nistelrooy dan Wayne Rooney tidak berada di sana hanya untuk pajangan.     

Melihat Giggs menerobos Chimbonda, Ferguson berdiri dari kursinya dan mengepalkan tangannya, menunggu saat yang tepat untuk bersorak.     

Garis pertahanan Nottingham Forest telah terkoyak. Untuk menebus celah yang terbentuk, tim Forest harus menarik pemain mereka dari posisi yang lain; dengan begitu, lebih banyak celah akan muncul satu persatu. Inilah saat yang telah dinanti-nantikannya!     

Berbeda dari ekspektasi Ferguson, Twain juga berdiri di tempat duduknya dan mencondongkan tubuh keluar dari area teknis Old Trafford, mempererat kepalan tangannya; tapi itu dilakukannya bukan untuk merayakan apa pun. Bibirnya dikerucutkan seolah siap memaki kapan saja.     

Giggs melihat Albertini datang menghampirinya, dan dia tahu dengan jelas situasi di area penalti bahkan tanpa melihatnya.     

Saat itu area di depan gawang tim Forest tampak penuh sesak. Ruud van Nistelrooy mendapatkan semua perhatian pemain bertahan Gerard Piqué, Wayne Rooney dijaga ketat oleh Matthew Upson, dan Leighton Baines telah kembali ke area penalti untuk membantu bertahan. Cristiano Ronaldo juga ikut terlibat dalam aksi yang terjadi disana. Tidaklah efektif untuk menendang bola ke depan gawang, yang kemungkinan besar akan disundul keluar.     

Albertini semakin dekat dengannya. Ryan Giggs pura-pura akan melakukan gerakan menyilang, yang menipu Albertini agar melakukan slide tackle. Pemain asal Wales itu hanya perlu memutar dan dengan cepat melewati Albertini, lalu mengumpan silang ke depan area penalti.     

Dan Scholes ada di sana!     

Albertini bergegas maju untuk kembali ke posisinya; George Wood jelas telah berusaha menutupi celah yang ditinggalkan Albertini.     

Paul Scholes berlari ke arah bola, terlihat seolah akan menembak langsung. Wood ingin melompat maju dan memblok garis tembakannya sambil mengayunkan kakinya untuk menendang. Tapi ada kilasan di benaknya saat mengingat Ryan Giggs yang dengan cepat melewati Demetrio...     

Karena itu, dia tiba-tiba berhenti; di saat yang sama, di depannya, Scholes melewatkan bolanya!     

Bola itu terbang melewati Wood dan jatuh ke kaki Roy Keane!     

Tidak lagi!     

Wood berbalik di saat yang bersamaan dan bergegas menghampirinya. Dia tidak lagi memikirkan apakah bola itu akan mengenai wajahnya atau tidak. Dia adalah gelandang bertahan dan hambatan pertama menuju gawang. Dia benar-benar tidak boleh mundur.     

"Roy Keane menerima bola ... dan George Wood bergegas menghampirinya!"     

Saat bola masih belum mendekat ke arahnya, Keane sudah mulai mengayunkan kakinya di tempat dengan maksud melakukan tendangan voli pada bola secara langsung. Tapi tiba-tiba saja dia melihat Wood membalikkan badan, yang sedikit membuatnya terkejut. Kenapa anak itu tidak tertipu oleh Paul?     

Detik berikutnya, dia tidak punya waktu untuk memikirkan tentang itu. Keane berubah pikiran tentang tendangan voli langsung di saat terakhir karena dia tidak yakin apakah dia akan menghantam Wood dengan bola lagi.     

Nak, meski Scholes tidak bisa menipumu, kau takkan bisa mundur sekarang!     

Wood melihat Keane mengayunkan kakinya, jadi dia melompat lagi; semuanya persis sama seperti ketika dia dihantam bola di wajahnya. Tapi, kali ini dia ditipu.     

Roy Keane berhenti bergerak dalam kondisi seimbang, dan George Wood melompat maju. Adegan itu terlihat sangat jelas. Tapi kemudian Keane menendang bola dekat dengan tanah, dan Wood terbang melewatinya.     

Segera setelah itu, tanpa menunggu Wood bangkit, kapten Manchester United itu menggunakan kakinya yang lain untuk menembak!     

Kali ini bukan tipuan, tapi itu nyata!     

"Roy Keane!!"     

Seolah-olah bola ditembakkan dari meriam. Bola itu langsung melesat melewati kerumunan di area penalti, dan saat Wood membalikkan badan, dia hanya bisa melihat van Nistelrooy menurunkan kepalanya untuk membiarkan bola melewatinya.     

Karena pandangannya diblokir oleh kerumunan pemain di area penalti, kiper tim, Darren Ward, tidak tahu bagaimana harus mewaspadai tembakan panjang Keane. Meski dia melompat, dia masih terlalu jauh dari bola.     

"GOOOOOOOL yang hebat!! GOOOOOOOL yang luar biasa!!!"     

Bola itu menghantam jaring dengan kuat, dan tribun penonton di The Theatre of Dreams seolah meledak dengan tepuk tangan meriah dan sorak-sorai. Si tokoh utama, Roy Keane, mengepalkan tinjunya, mengayunkannya ke langit, dan berteriak ke angkasa!     

Dan di bawah kakinya tergeletak George Wood, yang dikalahkan oleh tembakan tunggalnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.