Mahakarya Sang Pemenang

Kesulitan Wood Bagian 2



Kesulitan Wood Bagian 2

0"Bandingkan waktu itu saat kau berdiri di depan rumahku dan berkata padaku, 'Kurasa kau harus mengontrak pemain terbaik di Inggris' dengan saat ini. Kau sudah menjadi pemain utama di tim Forest dan bermain di semua pertandingan. Perubahan apa saja yang terjadi dalam dirimu? Kau menjadi lebih kuat – tak terhitung berapa kali lipat – lebih kuat dari bocah konyol di masa lalu. Sudah dua tahun. Waktu berlalu dengan cepat, tapi peningkatanmu bahkan lebih cepat lagi. Kalau kau tidak bisa menerima kekalahanmu terhadap Riquelme, karena kau benar-benar dikendalikan olehnya, jangan duduk saja disini dan merasa kesal. Kau perlu berusaha lebih keras lagi. Kalau kau ingin mendapatkan kemenangan atas lawanmu, kau perlu berusaha ratusan kali lebih keras, lebih dari biasanya! Apa kau mengerti apa yang kukatakan?"     

Wood mengangguk dan berkata, "Aku mengerti."     

Tang En tertawa. "Benar juga. Pertandingan yang itu sudah kalah, jadi biarkan saja. Jangan terus menerus terlihat muram, seolah-olah seseorang meninggal dunia. Itu akan membuat semua orang ikut berada dalam suasana hati yang buruk. Kalau kau tidak bisa menerima ini, maka lampiaskan kekesalanmu di lapangan latihan. Demi adalah gelandang bertahan yang sangat berpengalaman. Kau bisa belajar banyak hal darinya yang akan membuatmu bisa bertahan di sepanjang karirmu."     

"Aku tahu. Dia ... benar-benar hebat." Wood, yang sedikit arogan, biasanya jarang mengagumi orang lain; tapi dia rela memuji pria Italia yang wajahnya terus-menerus dihiasi senyum itu.     

Mendengar Wood berbicara dua kalimat dalam satu tarikan napas, Tang En tahu suasana hatinya sudah membaik. Dia menggosokkan kedua tangannya dan kemudian menunjukkan dua jari, berkata, "Tepat sebelum aku datang kemari untuk berbicara denganmu, aku punya dua pilihan di benakku untuk pertandingan berikutnya. A, membiarkan kau beristirahat selama satu putaran — aku akan mengatakan pada media kalau kau kelelahan dan aku perlu melakukan rotasi — atau B, membiarkanmu bertanding sebagai pemain utama tanpa memberikan komentar apapun kepada media."     

"Tubuhku baik-baik saja" kata Wood, membuat keputusan untuk Tang En.     

"Kupikir juga begitu, George." Tang En mengangguk. "Bahkan meski kubilang kalau kau perlu istirahat karena cedera atau kelelahan, aku sendiri takkan mempercayainya. Jadi, hanya ada opsi B yang tersisa. Kau takkan memiliki peluang untuk bisa berusaha lebih keras, ratusan kali lebih keras, di lapangan latihan untuk meningkatkan kemampuanmu. Tiga hari lagi kita akan harus menuju Old Trafford untuk melawan Manchester United. Apa kau sudah siap untuk berurusan dengan orang-orang yang akan meragukanmu sejak pagi dan menutup mulut mereka?"     

Keduanya saling memandang, dan Wood berpikir sejenak sebelum memberikan respon. Setelah beberapa saat, dia bertanya, "Apa Manchester United kuat?"     

Ini bukan Wood yang berakting bodoh. Dia belum memiliki humor seperti itu.     

Sebelum dipromosikan ke Liga Utama Inggris, George Wood tidak pernah peduli dengan situasi di Liga teratas itu. Selain itu, dia sudah seperti itu bahkan sebelum dia mulai bermain bola, dan Manchester memulai musim ini dengan berada di peringkat tengah klasemen. Jadi wajar saja kalau Wood tidak tahu tentang kekuasan Red Devils yang sebenarnya.     

Tang En mulai tertawa. "Apa kau tidak pernah membaca berita atau menonton televisi? Villareal CF hanya punya satu Riquelme, tapi Manchester United punya beberapa pemain seperti itu."     

Mendengar itu, mata Wood menjadi cerah.     

※※※     

Dugaan Tang En memang benar. Mereka semua bangun dari tidur dan mendengar banyak komentar dan teguran tentang pertandingan yang dimainkan Forest hari itu. Sebagian besar komentar dan teguran itu berkaitan dengan Wood, dan dari semua itu, 99 persen diantaranya mengkritik tentang penampilan Wood.     

Komentar tentang usianya yang masih muda dan kurangnya pengalaman tak lagi bisa dianggap sebagai kritik. Media Inggris selalu kasar dan kritis tanpa merasa harus "mengatakannya dengan lebih halus". Beberapa komentar bahkan mengecam George Wood karena menjadi sama bodohnya seperti babi di hadapan pemain Argentina itu.     

"Langkah Riquelme sudah cukup lambat, tapi reaksi George Wood bahkan lebih lambat."     

"... Ya. Waktu istirahat untuk orang Spanyol selalu larut. Ingatlah bahwa kick-off untuk pertandingan ini tidak terjadi pada pukul 12 tengah malam; El Madrigal tidak menjual makan malam untuk mengenyangkan para fans yang lapar. Tapi George Wood bermain dengan mengantuk; seolah-olah saat itu sudah larut malam!"     

"Lihatlah bagaimana dia dipermainkan oleh si pemain Argentina itu. Aku tidak tahan melihatnya dan mematikan televisi ..."     

"Kenapa tidak menurunkan Brynjar Gunnarsson yang jauh lebih berpengalaman? Resume pemain George Wood seperti papan tulis kosong yang besar. Sangat bersih, sulit dipercaya. Melawan pemain seperti Riquelme dalam pertandingan tandang, kenapa membiarkan anak seperti itu melakukan pertahanan? Keduanya bahkan tidak berada di level yang sama!"     

"Kita semua tahu bahwa strategi Tony Twain adalah membiarkan George Wood melindungi ruang kosong di belakang Albertini. Ini memungkinkan Albertini untuk mengatur serangan tim. Dengan Nottingham Forest bermain sebagai tim tandang di El Madrigal, bermain bertahan dan melakukan serangan balik benar-benar membutuhkan keahlian si pemain Italia untuk memberikan umpan-umpan panjang. Tapi George Wood bahkan tidak bisa menyelesaikan misinya. Pada akhirnya, Albertini harus melepaskan serangan dan membantunya bertahan..."     

"... jujur saja, ini adalah kepercayaan Tony Twain yang bias terhadap George Wood. Ini sama sekali tidak bisa dipahami. Mari kita tinjau penampilan para pemain Nottingham Forest di musim ini. Selain pemain nomor satu, kiper Darren Ward, siapa yang tampil di semua pertandingan, baik liga atau lainnya? Itu adalah George Wood, tak pernah absen satu menit pun. Karena itu masalahnya sudah jelas. Bagaimana ini bisa diselesaikan?"     

Semua komentar itu adalah "Festival Kritik George Wood" yang berlangsung satu-arah. Kalau pemain yang dikritik memiliki hati yang lemah, dia mungkin sudah tenggelam di tengah gempuran media yang tak berperasaan itu.     

Kebetulan saja, mereka berhadapan dengan seorang pemain profesional yang tak terlalu peduli dengan berita atau apapun yang terjadi di kancah sepak bola.     

Pertandingan dengan Villarreal CF berakhir di malam 25 November. Hanya ada dua hari tersisa bagi tim Forest sebelum mereka menantang Manchester United di kandang mereka. Konyol sekali kalau mereka menghabiskan waktu yang singkat ini untuk beradu argumen dengan media.     

Gerbang Kompleks Latihan Wilford terus dikerumuni wartawan, tapi mereka tak punya harapan untuk mewawancarai pemain manapun dari tim Forest. Tony Twain juga menolak semua jenis wawancara dan menginstruksikan klub untuk membatalkan konferensi pers rutin di tanggal 26. Saat media Inggris mulai membesar-besarkan topik ini, tim Forest menutup pintu mereka. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam tim.     

Bahkan setelah tiba di Manchester dari Nottingham dengan mobil, di pintu depan hotel tempat tim Forest menginap, Tang En tidak mengatakan sepatah kata pun kepada kawanan media di sekitarnya. Media yang merasa kecewa hanya bisa menunggu sampai konferensi pers pra-pertandingan yang dilakukan sehari sebelum pertandingan setelah kedua tim melakukan latihan adaptasi. Kedua manajer akan hadir pada hari itu. Mereka yakin kalau mereka pasti akan berhasil membuka mulut Tony pada saat itu.     

Media, yang tak memiliki berita nyata untuk dilaporkan, hanya bisa menuliskan imajinasi mereka, memenuhi keinginan publik untuk mendapatkan bocoran informasi. Semua artikel mereka dimulai dengan, "menurut salah seorang pemain Forest yang mengungkapkan," atau "berdasarkan apa yang dinyatakan oleh petinggi Forest tentang ..."     

Apa pun itu, seperti misalnya kekacauan yang terjadi di ruang ganti pemain, Gunnarsson menuduh George Wood tampil di lapangan seperti orang yang sedang berjalan sambil tidur dan memohon kesempatan untuk menjadi pemain inti, petinggi klub yang tidak senang dengan Tony karena kekeraskepalaannya dalam menurunkan pemain, dan bentrokan antara George Wood dengan Albertini selama latihan yang melibatkan saling tinju dan saling tendang.     

Semua laporan itu seaneh yang diinginkan oleh para pembaca, dan memenuhi keinginan mereka yang tidak lazim.     

Jadi, saat Ferguson melihat asistennya di Old Trafford benar-benar asyik membaca surat kabar yang juga memuat foto Tony Twain, dia berkata dengan jijik, "Apa yang kau lakukan, membaca itu? Apa kau sedang mengumpulkan informasi terbaru tentang lawan kita? Jangan percaya pada apa yang dikatakan media. Kau bahkan tidak boleh mempercayai beberapa hal yang kau katakan pada mereka."     

Queiroz tersenyum lebar saat dia balas memandang pria Skotlandia tua itu, lalu berkata, "Tidak, Bos. Aku sedang membaca novel."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.