Mahakarya Sang Pemenang

Kami Kembali Bagian 2



Kami Kembali Bagian 2

0Tang En tiba-tiba teringat. "Apa yang kau lakukan, Shania? Kalau tidak salah kau kan sedang menjadi model untuk semacam show?"     

"Aku sudah selesai. Aku mendengar orang-orang membicarakan tentang pertandingan itu di belakang panggung, jadi kupikir aku akan menghubungimu."     

"Apa menjadi model itu menyenangkan?"     

"Tidak, tidak terlalu ... Tidak sama menyenangkannya seperti saat bersamamu, Paman Tony. Ke mana kita akan pergi selama musim panas?"     

Tang En menggaruk kepalanya. Dasar anak perempuan ini. "Bukannya kau masih harus menghadiri show? Kupikir model adalah orang-orang yang sangat sibuk?"     

Shania terkikik geli. "Tidak selalu! Aku bukan supermodel, aku tidak sesibuk itu. Kami bisa libur di musim panas! Ke mana, ke mana, Paman Tony? Ke mana kita akan pergi?" dia bertanya dengan penuh semangat.     

Tang En memutar matanya. Dia masih tidak bisa menghubungkan antara Shania si model yang berwajah dingin dan Shania si anak nakal yang suka bersenang-senang ini.     

"Umm, aku tidak punya ide ..."     

"Bagaimana kalau begini? Ayo kita pergi ke Brasil! Aku akan membawamu ke kota asalku!" Shania dengan bersemangat mengumumkan rencananya.     

Mendengar kata "Brasil", jantung Tang En berdetak lebih kencang ... sebuah pikiran tiba-tiba saja muncul:     

Bertemu orang tuanya ...     

Pikiran itu baru saja muncul, tapi Tang En sudah menggelengkan kepalanya kuat-kuat, ingin membuang gagasan itu jauh-jauh sampai ke pulau Jawa.     

"Kau tidak suka ide itu?" Shania tidak mendengar jawaban dari Tony dan mengira kalau Tony tidak tertarik dengan Brasil.     

"Um, tidak ... tidak. Aku sangat menyukainya. Aku suka Brasil ..." jawab Tang En terburu-buru, dan membuang pikiran konyolnya itu. Dia sebenarnya menganggap pergi ke Brasil adalah ide yang cukup bagus. Tempat itu telah menghasilkan banyak pemain jenius, para jenius yang belum ditemukan. Dia bisa pergi ke sana untuk melihat-lihat dan mencoba mencari-cari seandainya dia bisa menemukan satu atau dua pemain berbakat yang belum direbut oleh Eropa.     

Disaat benak Shania dipenuhi dengan pantai yang cerah dan jalan-jalan di tepi laut, Tang En justru memikirkan kancah sepakbola Brasil yang penuh dengan pemain berbakat ...     

"Kalau begitu, ini janji kita! Sekarang giliranku untuk naik ke panggung. Sampai jumpa, Paman Tony!"     

"Sampai jumpa, Shania ..."     

Setelah menutup telepon, suasana hati Tang En yang sedikit depresif berubah menjadi sedikit lebih baik.     

Langit biru dan pepohonan hijau.     

Di balik pepohonan, sayup-sayup terdengar suara tawa dari anak-anak yang sedang bermain bola. Mungkin mereka sudah mencetak gol lagi.     

Tang En menepuk nisan di belakangnya seolah mengacak-acak rambut Gavin.     

Dia berdiri.     

Liga Champions, aku datang!     

Dia mengayunkan tinjunya ke udara kosong.     

※※※     

Pertandingan putaran liga ke-33 yang dijadwalkan ulang baru saja berakhir. Everton telah menantang Arsenal sebagai tim tandang dan dibantai habis-habisan. Skor akhir pertandingan adalah 7:0. Menit ke-8, menit ke-11, menit ke-39, menit ke-50, menit ke-70, menit ke-75, dan ke-85; Arsenal mencetak satu gol demi satu. Pirès mencetak dua gol, sedangkan Robin van Persie, Vieira, Edu, Bergkamp, ​​dan Mathieu Flamini masing-masing mencetak satu gol. Karena Chelsea telah memenangkan Kejuaraan Liga, Arsenal, yang gagal, telah melampiaskan semua kemarahan mereka di pertandingan ini. Everton yang malang seolah menjadi samsak tinju mereka.     

Usai pertandingan, Moyes tidak tampak semuram seperti yang diharapkan oleh banyak orang. Malah, dia terlihat seperti telah melepaskan beban yang berat di hatinya. Dia tahu bahwa kualifikasi untuk Liga Champions telah lepas dari tangannya dan takkan kembali lagi.     

Kekalahan mereka terhadap Arsenal telah memaksa dirinya dan timnya untuk menerima hasil ini dengan menyakitkan. Meski itu sulit bagi mereka, mereka hanya bisa menerimanya dengan enggan. Bagaimanapun juga, sepakbola tidak berkutat di pertandingan ini ataupun di musim ini saja.     

Dua tahun yang lalu, dia masih bersimpati dengan Tony Twain. Dia tidak menduga kalau peran mereka kini terbalik, membuatnya sebagai pihak yang diberi simpati. Masa depan memang benar-benar tidak bisa diprediksikan.     

※※※     

Tiga hari kemudian adalah tanggal 15 Mei. Itu adalah putaran terakhir Liga Utama Inggris musim 04-05. Selain beberapa ketidakpastian tentang tiga tim yang akan bertahan di liga atau terdegradasi, bisa dipastikan bahwa gelar Juara Liga menjadi milik Chelsea. Selain itu, keempat tim yang telah memperoleh kualifikasi untuk memasuki Liga Champions musim depan juga sudah bisa dipastikan. Dengan satu pertandingan tersisa, Nottingham Forest, yang berada di peringkat keempat, unggul atas Everton dengan selisih empat poin. Tidak mungkin Everton bisa menyusul mereka kali ini.     

Di sisi lain, kualifikasi untuk Liga Eropa UEFA masih cukup terbuka. Everton, dengan 61 poin, hanya memiliki selisih dua poin dari Liverpool. Sementara itu, Bolton Wanderers, di posisi ke-7, memiliki jumlah poin yang sama dengan Middlesbrough, yang berada di peringkat ke-8. Keduanya hanya berjarak satu poin dari Liverpool.     

Siapapun dari mereka bisa tertinggal.     

Semua kekacauan ini tidak ada hubungannya dengan Tang En. Di putaran terakhir Liga, dia menurunkan semua lineup cadangan, memungkinkan mereka yang biasanya tidak diturunkan untuk menikmati sorakan dari fans. Bendtner dan Crouch, Kris Commons, Aaron Lennon, Gunnarsson, Wes Morgan, Pique dan George Johnson ... Diantara mereka semua, George Wood masih mempertahankan posisinya sebagai salah satu starter dari sebelas pemain di lapangan.     

Tang En tidak peduli dengan hasil pertandingan ini. Bahkan, dia mengatakan kepada para pemainnya sebelum pertandingan agar mereka bermain seperti yang mereka inginkan dan untuk memamerkan kemampuan mereka sebanyak mungkin.     

Dia tidak takut untuk kalah. Meski mereka kalah 0:100, mereka tidak akan kehilangan hak kualifikasi untuk bermain di Liga Champions.     

Para fans Forest juga paham bahwa hasil pertandingan itu tidak ada artinya. Mereka datang untuk berterima kasih kepada tim, kepada para pemain, kepada manajer; untuk berterima kasih kepada mereka semua atas kegembiraan yang dibawa oleh Forest di sepanjang musim ini.     

Dengan suasana santai seperti ini, kedua tim memainkan pertandingan dengan bebas. Tanpa harus cemas akan terdegradasi, dan tidak memiliki keinginan untuk berpartisipasi di Liga Eropa UEFA, Birmingham City dengan senang hati mengakhiri musim ini dengan santai.     

Meskipun sebagian besar pemain Forest adalah pemain cadangan, mereka menunjukkan kemauan yang tak tergoyahkan dan energi yang sangat besar. Pemain dari kedua tim mendedikasikan bentrokan langsung yang spektakuler bagi para fans. Tidak ada pihak yang peduli tentang pertahanan mereka. Siapa pun yang menerima bola hanya akan memiliki satu pikiran di benak mereka:     

Maju terus! Menuju gawang lawan!     

Skor akhir pertandingan adalah 3:3. Forest berjabat tangan dengan Birmingham City. Baik tim dan supporter mereka berada dalam suasana hati yang gembira.     

Saat pertandingan memasuki perpanjangan waktu, seluruh tim Forest sudah berkumpul di pinggir lapangan. Bahkan mereka yang tidak termasuk ke dalam daftar pemain juga menunggu di sana dengan pakaian kasual. Mereka menunggu akhir pertandingan dimana mereka semua akan bergegas masuk ke lapangan untuk merayakan. Peristiwa besar seperti ini membuatnya tampak seolah-olah mereka adalah juara Liga Utama Inggris.     

Suara siaran langsung di dalam City Ground tiba-tiba berbunyi. Sebuah suara memberikan komentar, suara yang sudah lama sekali tidak terdengar – itu adalah komentar ketika Nottingham Forest pertama kali menjadi juara Liga Champions UEFA. Suara rekaman itu sudah sangat tua hingga rekamannya disertai suara statis yang keras. Tapi setiap pendukung Forest di dalam City Ground tahu apa yang dikatakan oleh suara itu. " ... Mari kita memberikan selamat kepada mereka, juara baru Liga Champions UEFA, Nottingham Forest! Selamat dan semoga mereka mendapatkan yang terbaik! Brian Clough telah menciptakan sejarah! Dua musim yang lalu, tim yang tak dikenal ini masih berjuang di Divisi Kedua. Kali ini, mereka telah menjadi juara Eropa, sebuah gelar yang layak ..."     

Suara sorakan yang memekakkan telinga terdengar di City Ground.     

Seperti gelombang, suara dari 27 tahun sebelumnya secara bertahap mulai menghilang di tengah-tengah suara sorakan dari para pendukung, dan sebuah suara baru pun terdengar, "Setahun yang lalu, kita masih berada di Liga Satu. Kini, kita telah mendapatkan kualifikasi untuk berpartisipasi dalam Liga Champions UEFA! Liga Champions, kami kembali! Nottingham Forest sudah kembali!"     

"Kami kembali! Nottingham Forest kembali !!" Berbagai suara teriakan bergema di seluruh stadion.     

Di antara semua suara-suara ini, wasit utama meniup peluit yang menandakan pertandingan telah berakhir. Para pemain yang berkumpul di bangku cadangan segera bergegas memasuki lapangan bersama-sama. Mereka melambaikan tangan mereka dengan liar, berlari kencang menuju ke arah 11 pemain yang ada di lapangan.     

Tang En sedang berdiri di belakang area teknis ketika tiba-tiba saja dia merasakan tubuhnya miring – dia sedang diangkat oleh seseorang.     

Di depannya terlihat wajah-wajah gembira para pemain Forest, dan di belakang mereka, jauh di tribun penonton, terdapat ribuan tangan yang ikut diayunkan. Disana, dia melihat Michael, dia melihat Gavin, dia melihat Walker, Bowyer dan bahkan Boss...     

Dia tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.