Mahakarya Sang Pemenang

Liburan di Cuaca Cerah Bagian 2



Liburan di Cuaca Cerah Bagian 2

0Shania terkikik geli dan mulai duduk.     

Twain bangkit dan mengambil posisi seolah mengundang Shania untuk mengambil tangannya yang terulur. Shania juga sangat mirip seorang lady yang anggun ketika dia mengulurkan tangannya agar dipegang Twain. "Apa kita akan menari, Tuan?"     

"Oh tidak, hanya berjalan-jalan, my lady. Kalau menari..." Twain menyeringai. "Aku khawatir aku akan menginjak kakimu."     

"Bahkan letnan kolonel yang buta bisa menari tango dengan baik!"     

"Siapa itu?"     

"Tokoh utama pria di Scent of a Woman. Apa kau belum menontonnya, paman Tony?"     

Twain mengingat sebuah film Hollywood berjudul Scent of a Woman di mana aktor film itu, Al Pacino, memerankan seorang letnan kolonel yang buta. Peran itu membuatnya memenangkan penghargaan Academy Award 1993 untuk kategori Aktor Terbaik. Adegan di mana Pacino berpasangan dengan seorang wanita muda yang cantik untuk menari tango di hotel adalah adegan klasik.     

Dia menggaruk kepalanya. "Tentu saja aku sudah melihatnya. Tapi aku tidak bisa dibandingkan dengan Al Pacino."     

"Tapi kau sedikit mirip dengannya!"     

"Versi lebih tua darinya?" Twain memutar matanya.     

Shania tersenyum dan berlari.     

"Ayo balapan, Paman Tony!" Dia berdiri agak jauh di depan dan melambai.     

Twain melihat kerumunan yang berjalan-jalan di sekelilingnya dan berdehem. "Itu konyol."     

"Paman Tony ..." Shania menatapnya dan Twain mengangkat tangannya tanda menyerah.     

"Baiklah, ada baiknya berolahraga sesekali ... Tunggu sampai aku menangkapmu, kau akan membayarnya!" Twain tiba-tiba berlari. Dia ingin menangkap Shania yang sedang lengah. Tapi, dia lupa kalau dia sedang berada di pantai. Dia seharusnya tidak mengerahkan banyak tenaga ke pasir yang lunak. Itu benar-benar berbeda dari berlari di tanah yang solid. Dia segera saja kehilangan keseimbangan dan jatuh ke pasir. Dia bahkan menelan segumpal pasir dan hanya bisa terbaring diam di sana, sambil batuk-batuk tanpa henti.     

Shania tertawa terpingkal-pingkal. Tidak seperti Twain, Shania dibesarkan di Brasil dan sering bermain di pantai. Dia memiliki insting alami tentang bagaimana caranya berlari di atas pasir. Twain bangkit dari tanah dan mengejar Shania sambil tersandung-sandung. Shania melompat-lompat ke depan seperti kelinci kecil dan bahkan masih punya energi untuk berhenti dan menggodanya.     

Gadis muda itu akan berlari ke depan dengan mudah dan kemudian membalikkan badan untuk menertawainya dari waktu ke waktu, sementara pria paruh baya itu berjuang keras mengikutinya. Itu pemandangan yang cukup menyedihkan. Pemandangan itu terlihat cukup aneh di pantai, yang menarik perhatian banyak orang. Tapi Twain tidak peduli. Dia tidak merasa kalau tindakannya itu akan terlihat bodoh. Tidak jadi masalah selama Shania merasa senang.     

Merasa lelah setelah berlari, Twain akhirnya duduk di pantai. Bahkan saat air laut membasahi celana renangnya, dia hanya melambaikan tangannya dengan lemah. "Tidak, aku tidak mau lari lagi. Aku capek!"     

Shania berjalan kembali sambil tersenyum lebar dan duduk bersama Twain di air laut. "Paman Tony tidak bisa berdiri."     

"Hei, mengatakan seorang pria tidak bisa berdiri adalah penghinaan terbesar baginya!" Twain menjawab sambil masih terengah-engah.     

"Kenapa?" Shania bingung.     

Twain tadi merespons dengan lelucon yang sedikit berbau Cina dan mungkin tidak dipahami oleh orang Barat. Dia hanya bisa menjelaskannya dengan berputar-putar. "Itu artinya seorang pria tidak bisa ..."     

Penjelasan itu lebih buruk daripada tidak ada penjelasan sama sekali. Shania semakin bingung.     

"Tidak bisa berdiri artinya tidak bisa ... ermm, itu artinya seorang pria ..." kata Twain dengan suara rendah.     

Shania memiringkan telinganya saat dia mendengarnya. Dia menutupi mulutnya dan berpura-pura terkejut sambil berseru, "Itu tidak pantas!"     

Twain merasa agak malu dan tiba-tiba saja berdeham dengan suara keras untuk mengisyaratkan agar mereka tidak lagi membahas masalah ini. Dengan cepat dia menemukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Ada sebuah kerumunan besar di depan mereka dan mereka semua berteriak dengan suara nyaring.     

"Apa yang terjadi?" Dia menunjuk ke depan dan bertanya pada Shania di sampingnya.     

Shania melihatnya sekilas. "Sepak bola pantai." Dia tahu kalau kecanduan Twain terhadap sepakbola sudah mulai muncul lagi.     

Dan tentu saja, Twain bangkit dan berjalan terhuyung-huyung ke arah kerumunan itu, "Ayo kita lihat."     

Shania hanya cemberut sambil mengikutinya. Dia tiba-tiba saja merasa sedikit cemburu pada sepakbola.     

※※※     

Di depannya terdapat pertandingan sepakbola pantai yang bisa dilihat di mana-mana di Brasil dan di Rio de Janeiro. Tidak ada wasit dan tidak ada sponsor komersil. Pertandingan itu hanya terdiri atas tiga atau lima orang teman baik yang mencoba untuk bermain bola melawan beberapa orang lain di ruang terbuka yang ada di pantai. Mereka akan menggunakan pakaian atau sepatu sebagai gawangnya dan memulai permainan dengan sebuah bola.     

Pemandangan ini sudah umum terdapat di klip fitur yang memperkenalkan Twain pada sepakbola Brasil. Ini adalah fitur khusus dari sepakbola Brasil, atau bisa dikatakan sebagai bakat khusus dari sepakbola Brasil. Bermain sepakbola di pantai dalam jangka waktu lama akan membantu meningkatkan fleksibilitas dan keseimbangan fisik pemain sepakbola, serta daya ledaknya. Pemain bintang yang terkenal di dunia sepakbola profesional Brasil biasanya juga pandai dalam bermain sepakbola pantai. Dan disini, terlepas dari apakah mereka pria atau wanita, skill yang mereka tunjukkan membuat Twain berdecak kagum.     

Para pemain yang berpartisipasi dalam pertandingan ini tidak dibedakan usia, jenis kelamin ataupun pekerjaannya. Anak-anak, wanita dan orang tua semuanya boleh bermain. Siapa pun yang ada disini pada dasarnya bisa membuat tim Forest merasa malu dengan skill kaki mereka.     

Saat Twain ikut berdesakan untuk menonton, permainan sudah berakhir. Tim yang kalah akan keluar dan tim baru akan melangkah masuk ke lapangan untuk menantang tim pemenang. Ini seperti turnamen dengan eliminasi tunggal, dimana tim yang menang akan terus bermain hingga akhirnya dikalahkan.     

Meskipun kemampuan bermain sepakbola Twain cukup buruk, dia suka menonton orang lain bermain bola. Ini bukan hanya resiko pekerjaannya sebagai seorang pelatih, tapi juga merupakan hobinya sebagai penggemar sepakbola dari Cina sebelum dia bertransmigrasi ke Inggris. Dia mengkritik orang lain di dalam benaknya saat dia menonton orang lain bermain sepakbola. Kenapa dia menyimpan komentarnya untuk dirinya sendiri? Karena dia takut komentarnya bisa menyebabkan pertengkaran kalau dia mengucapkannya keras-keras. Dia selalu mengatakannya dengan kasar.     

Di antara lima pemain baru, seorang pemuda jangkung menarik perhatian Twain. Dia memusatkan seluruh perhatiannya pada pemuda itu karena dia merasa kalau pemuda itu tampak familier. Tapi dia tidak bisa mengingat siapa pemuda itu.     

Dia hanya bisa berdiri di pinggir lapangan dan mengamati setiap gerakan pemuda itu di dalam permainan.     

Setelah permainan berjalan selama sepuluh menit, Twain tiba-tiba menampar dahinya. Dia ingat!     

Kepler Laveran de Lima Ferreira!     

Kalau ada yang mengira bahwa nama yang panjang dan rumit itu terdengar terlalu asing dan bahkan mungkin belum pernah mendengarnya, maka dia memiliki nama lain yang pasti familiar bagi semua gamers yang pernah memainkan FM 2007 sebelum ini.     

Pepe.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.