Mahakarya Sang Pemenang

Tertinggal Bagian 1



Tertinggal Bagian 1

0Selama jeda turun minum, Twain memuji seluruh tim dan memberikan pujian khusus kepada Crouch. Tapi, dia tidak memuji Crouch karena mengangkat kausnya dan mendedikasikan golnya untuk Eastwood. Melainkan, dia memuji indra Peter Crouch yang tajam. Sementara terkait kepedulian para pemain terhadap Eastwood, Twain merasa bahwa hal itu cukup disimpan di dalam hatinya. Twain merasa dia mungkin akan sedikit terpengaruh jika dia terlalu memikirkannya.     

Dia tidak tahu apakah Eastwood sedang menonton pertandingan. Dia akan membiarkan Eastwood berterima kasih sendiri kepada Crouch dan rekan-rekan setimnya saat dia kembali.     

Taktik serangan darat tim Forest telah mengejutkan Everton dan tim berhasil mencetak gol di akhir babak pertama. Twain mendukung permainan taktis ini dan memuji Mikel Arteta. Dia tahu betul bahwa pemain Spanyol itu sedang sangat membutuhkan pujian, jadi dia cukup bermurah hati dalam memberikan pujiannya. Arteta telah menunaikan tugasnya dengan baik. Jadi kenapa tidak memberinya apa yang ingin didengarnya?     

Di babak kedua, Twain meminta seluruh tim untuk terus menggunakan gaya permainan ini. Dia mengintimidasi Everton dengan Mikel Arteta, yang dimiliki tim Forest dan bukan mereka.     

Saat pertandingan kembali dimulai, tim Forest terus menekan lini tengah. Arteta menggunakan serangan untuk menekan lawan, dan George Wood benar-benar membuat pemain Everton yang paling mengancam, Tim Cahill, tak berkutik. Wood tidak akan membiarkan Cahill melakukan apa yang menjadi kelebihannya, yakni bergegas maju dari belakang untuk menembakkan bola ke arah gawang. Dengan adanya Wood di dekatnya, Arteta bisa sepenuhnya memanfaatkan bakatnya dalam menyerang dan mengatur lini depan tim Forest dengan rapi.     

Everton tidak memiliki Arteta, jadi serangan mereka berantakan. Mereka tahu bahwa mereka tidak boleh kalah dalam pertandingan ini, tapi mereka tidak memiliki solusi yang bagus untuk diterapkan. Cahill seringkali memilih untuk menggunakan tembakan jarak jauh ketika dia menguasai bola. Tampak jelas bahwa efisiensi serangan semacam ini cukup rendah.     

Dan bagaimana dengan Nottingham Forest? Mereka bergerak dengan ritme mereka sendiri, yang tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Semuanya berada di bawah kendali Arteta.     

Dua belas hari terakhir tidak dihabiskan dengan percuma. Selama dua belas hari itu, Twain dengan jelas memberi tahu para pemain, Arteta adalah inti dari tim; semua taktik yang dilaksanakan akan melibatkan dirinya. Sama halnya dengan pertandingan. Kalian harus mendengarkan dia dan mengikuti langkahnya. Langkah Arteta adalah langkah Nottingham Forest.     

Dan sekarang, hasil dari latihan selama dua belas hari itu telah dibuktikan di lapangan pertandingan ini.     

Meskipun skor 1:0 masih tetap tidak berubah, Everton tidak bisa mendapatkan kesempatan sedikit pun di lapangan. Mereka disibukkan oleh tim Forest. Melihat ini, Twain merasa yakin tentang kinerja tim Forest untuk musim depan.     

"Lihatlah pemain Spanyol itu. Manajer Tony Twain memang memiliki penilaian yang luar biasa terhadap pemain. Mikel Arteta, yang penampilannya di Real Sociedad sangat menyedihkan untuk ditonton, hanya memiliki dua klub yang tertarik padanya selama periode transfer musim dingin, dan kini keduanya ada di lapangan ini. Moyes merasa ragu saat itu, berharap bisa menilai kemampuan Arteta melalui pinjaman. Tapi Tony Twain membuat penawaran langsung ke Real Sociedad untuk membeli pemain ini. Sekarang, Arteta mengembalikan kepercayaan manajernya. Penampilannya di lapangan sangat fenomenal!"     

Andy Gray secara singkat mengungkapkan hubungan Mikel Arteta dengan kedua tim yang bertanding. Dia berani bertaruh bahwa Moyes belum pernah merasa sangat menyesal seperti sekarang.     

Tebakan Gray memang benar. Penampilan Arteta membuat Tony Twain merasa sangat puas, dan membuat David Moyes, di area sebelah, terlihat sangat gelisah.     

Seiring waktu berlalu di babak kedua, situasi Everton tidak membaik. Moyes duduk di area teknis, menyilangkan tangan di depan dadanya, dan mengawasi lapangan dengan dingin. Tidak ada yang tahu apa yang ada di pikirannya.     

Mungkin sekarang dia tahu bahwa keragu-raguan dewan direksi tidak hanya membuatnya kehilangan seorang pemain yang bagus tapi membuatnya kehilangan lebih banyak lagi.     

※※※     

Mendekati akhir babak kedua, Nottingham Forest, terus dikomandoi oleh Arteta, berulang kali meluncurkan serangan ke gawang Everton. Akhirnya, di menit ke-77, Ribéry menerima umpan cerdik Arteta dan kembali mencetak gol untuk tim.     

Hal yang lebih buruk dari skor 2:0, Everton tidak memiliki solusi untuk kembali mendapatkan kendali permainan. Mereka memiliki dua gelandang bertahan di lapangan, tapi tidak ada yang punya ide yang jelas tentang bagaimana mereka harus menyerang. Semua orang ingin menyamakan skor sesegera mungkin. Tapi, beberapa diantara mereka ingin menembakkan bola panjang dari lini belakang untuk menembus pertahanan lawan dengan lebih cepat dan langsung. Sementara beberapa pemain lain menganggap bahwa mereka harus maju perlahan-lahan, selapis demi selapis, dan kemudian menyerang dengan keras ke arah gawang. Mereka menganggap bahwa mereka harus memiliki bola di kaki mereka sebelum mereka bisa menyerang.     

Tidak ada kesatuan di dalam pemikiran mereka. Sungguh suatu hal yang mengherankan bagaimana mereka bisa bermain dengan baik di dalam pertandingan.     

Sebaliknya, dipimpin oleh Arteta, tim Forest bermain semakin nyaman. Mereka sepenuhnya menguasai situasi di lapangan.     

Disoraki oleh para fans Forest, pertandingan itu akhirnya usai. Everton kalah 0:2 pada pertandingan tandang melawan Nottingham.     

Saat peluit tanda akhir pertandingan ditiup, Moyes mendongak dan menghela nafas panjang. Hujan sudah berhenti. Dia melangkah ke area teknis tim tuan rumah dan menjadi orang yang pertama mengulurkan tangannya ke arah Twain.     

"Hanya selisih satu poin, Tony. Aku tidak akan membiarkan kau mendapatkan apa yang kau inginkan."     

"Kalau begitu kau harus lebih berhati-hati!" Twain, yang baru saja memenangkan pertandingan, sedang berada dalam mood yang bagus dan menjawabnya sambil tersenyum.     

Kedua pria itu saling berjabat tangan. Moyes berbalik untuk meninggalkan stadion dan Twain masih tetap berdiri di pinggir lapangan, menyaksikan dalam diam bagaimana para pemainnya berterima kasih kepada para fans atas dukungan mereka. Setelah memenangkan pertandingan yang penting ini, Twain tidak merasa lepas dari beban. Musim ini masih belum berakhir. Di putaran liga berikutnya, tim Forest perlu melakukan yang terbaik untuk memastikan agar mereka tidak tertinggal di belakang lawan-lawan mereka.     

Liverpool, Arsenal, Chelsea, Manchester United. Forest akan menghadapi empat tim kuat itu di tujuh putaran terakhir liga.     

Kalau dia mengira bahwa, setelah mengalahkan Everton, mereka bisa menarik napas lega, dan beristirahat, maka pencapaian tim Forest akan berakhir disini.     

Moyes tidak terlalu berkecil hati saat dia berjabat tangan dengan Twain karena dia telah mempertimbangkan hal ini. Berdasarkan jadwal, Everton, yang memiliki satu poin lebih banyak daripada tim Forest, memiliki keunggulan lain. Lawan mereka di tujuh putaran terakhir liga tidak setangguh lawan yang akan dihadapi tim Forest.     

Meskipun Everton saat ini berada di peringkat yang lebih tinggi dari tim Forest, strategi mereka tidak lagi berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan lawan mereka. Sebagai gantinya, mereka memfokuskan diri untuk bermain dengan baik dan menunggu hingga tim Forest membuat kesalahan.     

Moyes tidak percaya kalau tim Twain akan bisa menghindari kesalahan. Keempat lawan mereka terlalu kuat. Twain pasti akan membuat kesalahan! Dia pasti akan begitu! Dia takkan mampu bertahan dibawah tekanan, dan dia akan runtuh. Pada saat itu, dia tidak perlu mengerahkan kekuatan apa pun dan bisa dengan mudah melewati Nottingham Forest hingga jauh ke depan.     

Saat ini, tidak saja Tang En tidak bisa menarik napas lega, tapi dia juga bisa merasakan dadanya seolah semakin mengetat. Tapi dia tidak boleh membiarkan para pemainnya mengetahuinya. Para pemainnya telah tampil dengan sangat indah di pertandingan ini. Dia seharusnya memuji dan mendorong mereka dan bukannya memberitahu mereka dengan ekspresi tegang bahwa masa-masa sulit mereka baru saja dimulai.     

Tang En tidak tahu apa yang dilakukan oleh manajer lain di dunia. Dia sama sekali tidak pernah menerima pelatihan formal yang riil. Pengalamannya tentang bagaimana dia bisa menjadi manajer juga tampak agak mistis. Yang disebut "mistis" sebenarnya mengacu pada jalur kepemimpinannya yang sama sekali tidak ortodoks. Karenanya kadang, saat sedang mempertimbangkan sejumlah masalah, pemikiran yang digunakan olehnya tidak berasal dari perspektif seorang manajer sepakbola profesional, melainkan berasal dari sudut pandang yang lain.     

Tang En sudah terbiasa meletakkan semua tekanan di pundaknya karena dia adalah manajer tim, yang mengandung arti bahwa dia adalah bos tim. Apa peran seorang bos? Bos bukan berarti mendapatkan semua pujian dan kejayaan itu sendiri. Menjadi seorang bos artinya menerima semua kesalahan atas nama para pemain dan membersihkan semua kekacauan yang terjadi. Kalau orang lain membully para pemainku, aku harus menjadi bos dan berdiri di depan para pemain. Meski mereka melakukan sebuah kesalahan, orang luar tidak berhak mengecam mereka. Terserah padaku bagaimana aku akan mengajar dan menegur mereka dibalik pintu tertutup ruang ganti pemain.     

Ini mungkin terdengar seperti bos besar di film gangster Hong Kong. Tapi itulah yang dirasakan oleh Tang En. Dia hanya mengganti tim sepakbola dengan geng, dan manajer serta bos memiliki makna yang sama. Karena adanya kenyataan bahwa interaksinya dengan tim lebih singkat daripada manajer lain, dia menggunakan ide-idenya sendiri untuk mengelola tim. Bagaimana hasilnya? Hasilnya cukup bagus. Sejauh ini, Nottingham Forest tidak memiliki bukti konklusif adanya skandal. Tidak ada konflik yang terjadi di ruang ganti. Kenapa? Karena tim memiliki bos gangster.     

Caranya dalam mengelola tim memang jarang terlihat di kalangan sepakbola Inggris. Dia bisa bercanda dengan pemain mana saja di luar lapangan latihan. Tak peduli lelucon macam apa — vulgar, kotor, norak — dia bisa melontarkannya. Para pemain juga bisa bercanda dengannya. Dia tidak menjaga jarak dengan mereka dan menggunakan ekspresi serius hanya karena dia adalah manajer mereka. Bahkan ketika para pemain menghadapi kesulitan yang tidak ada kaitannya dengan pertandingan dan sepakbola, dia jelas akan berusaha untuk membantu menyelesaikannya, dan tidak berpura-pura tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya. Saat media memaki dan mengutuk para pemainnya, rasanya seolah-olah mereka telah menyerangnya. Dia akan segera melangkah maju dan memberikan balasan paling sengit yang bisa dibuatnya kepada media.     

Mourinho mirip dengan Twain dalam hal ini, tapi mereka tidak sama. Mourinho selalu memiliki rasa superioritas. Tapi Twain tidak. Dia tidak punya rasa superioritas.     

Para pemain Forest akhirnya selesai mengucapkan terima kasih kepada para fans. Satu per satu, mereka melangkah keluar lapangan. Saat mereka melewatinya, dia tersenyum dan menepuk pundak mereka. "Kalian bekerja dengan sangat bagus. Cepatlah mandi dan ganti baju. Jangan sampai pilek."     

Dia mengatakan hal yang sama kepada semua pemain yang melewatinya. Saat Crouch berjalan melewatinya, Twain mendongak ke arah pria jangkung itu dan tersenyum. "Peter, bagaimana perasaanmu? Eriksson ada di atas sana menyaksikan pertandingan, dan kau mencetak gol." Dia menunjuk ke arah suite yang terletak di balik tribun utama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.