Mahakarya Sang Pemenang

Saatnya untuk Bergegas Bagian 1



Saatnya untuk Bergegas Bagian 1

0Saat tim Nottingham Forest terbang kembali ke London dari Lisbon, para pemain tidak ada yang tersenyum. Itu adalah kekalahan di pertandingan tandang, yang sangat berbeda dengan kekalahan mereka di pertandingan tandang saat melawan Villarreal CF. Bagaimanapun, mereka tahu bahwa kalah terhadap Villarreal tidak akan menghentikan tim untuk melaju dari babak penyisihan grup. Oleh karena itu, dalam semalam, para pemain segera pulih dari kemarahan mereka dan sudah bisa mengobrol dan tertawa di dalam pesawat.      

Kali ini berbeda.     

Kalah terhadap Sporting Lisbon artinya mereka telah kehilangan Liga Eropa UEFA musim itu. Tidak ada harapan untuk memenangkan kejuaraan. Karena itu, tidak ada pemain yang bisa tertawa di dalam pesawat.     

Saat ini ada banyak pemain muda di tim Forest. Beberapa dari mereka baru saja berpartisipasi di liga utama dan turnamen Eropa untuk pertama kalinya. Ada keuntungan bagi tim semacam ini: mereka akan sangat terpukul dengan kekalahan mereka. Mereka tidak akan menganggapnya enteng. Kegagalan seperti itu akan terus mempengaruhi mereka untuk waktu yang lama.     

Twain masih tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dia berbeda dari para pemain. Bukan karena dia kalah dalam pertandingan atau Liga Eropa UEFA, tapi karena dia merasa bodoh. Sedikit kesuksesan telah membuatnya merasa puas dan hilang akal. Dia ingin mendapatkan gelar juara Liga Eropa UEFA, tapi dia tidak mempertimbangkan kemampuannya dan kemampuan tim saat ini. Sekarang setelah dia memikirkannya, dia menyadari betapa konyolnya dia saat dia menyombongkan diri pada Dunn. Dia bertanya-tanya apa mungkin Dunn juga memikirkan hal yang sama.     

Dalam pandangannya, ini bukan karena para pemain tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik, tapi sebagai seorang manajer, dia telah mencoba mencapai tujuan yang salah. Dia telah dibutakan oleh keangkuhannya.     

Twain sedang dalam mood yang buruk, jadi tidak ada yang mau berurusan dengannya. Di sampingnya, Kerslake meliriknya beberapa kali tapi tidak tahu harus mengatakan apa. Pada akhirnya, dia hanya menghela nafas panjang dan tetap diam.     

Tim terbang kembali ke Inggris dan kembali ke Nottingham dalam diam.     

Pertandingan Eropa mereka untuk musim ini telah berakhir.     

※※※     

Saat tim tiba di Nottingham, Twain mengumumkan bahwa tim akan langsung dibubarkan saat itu juga dan mereka mendapatkan libur selama setengah hari. Mereka akan kembali berlatih besok pagi. Meskipun pertandingan liga akan dilangsungkan tiga hari lagi, Twain tidak ingin terburu-buru mengumpulkan tim untuk berlatih dengan segera. Setelah sebuah pertandingan besar, dia ingin para pemain beristirahat sejenak dan mendapatkan kembali kekuatan mereka.     

Tentu saja, itu hanyalah salah satu alasannya. Alasan yang lain adalah Twain perlu memikirkan tentang apa yang akan dilakukan tim Forest selama sisa musim ini.     

Sebelum ini, kalau Twain akan merenungkan hal-hal semacam ini, dia akan pergi ke bar untuk berpikir dan minum alkohol. Tapi, setelah Dunn datang ke Inggris, Twain lebih suka membahas berbagai hal dengan Dunn di rumah mereka.     

Kali ini juga tidak terkecuali.     

Dunn mendengarkan keragu-raguan Twain dalam diam dan kemudian bertanya, "Berapa banyak poin yang dimiliki tim Forest sekarang?"     

"Empat puluh tujuh, dan Liverpool punya empat puluh empat." Twain mengingat angka-angka itu dengan sangat jelas. "Tapi mereka masih belum bertanding satu kali."     

Dunn mengangguk. Sekarang ini dia sudah berbicara lebih banyak, jika dibandingkan dengan saat dia pertama kali tiba di Inggris. Twain merasa senang bahwa dia bisa mengubah seseorang, meski hanya sedikit. "Dan Everton?" tanya Dunn.     

"Lima puluh satu poin; selisih empat poin. Ketiga di liga adalah Arsenal dengan enam puluh satu poin. Itu selisih sepuluh poin dengan Everton."     

"Empat besar di klasemen liga akan memenuhi syarat untuk berpartisipasi di Liga Champions UEFA," kata Dunn. "Selisih empat poin seharusnya tidak terlalu sulit untuk kauatasi, kan?"     

Twain berpikir sejenak dengan kepala tertunduk dan kemudian mengangguk. "Aku tahu. Sembilan putaran berikutnya akan menjadi pertarungan antara kita melawan Liverpool dan Everton."     

"Jangan lupakan Charlton dan Middlesbrough," Dunn memperingatkan.     

Twain mengibaskan tangannya. "Aku tidak menganggap mereka penting."     

Dunn tertawa kecil.     

Twain menatapnya aneh, "Apa yang kau tertawakan?"     

"Bukan apa-apa." Dunn menggelengkan kepala. Senyumnya telah dihapus dari wajahnya. Tapi Twain masih tidak mau melepaskannya begitu saja. Dia masih terus menatapnya. Akhirnya, Dunn mengangkat tangannya tanda menyerah. "Hanya saja ... kau baru saja kalah dalam pertandingan penting dan sekarang kau sudah sangat percaya diri."     

Twain menggaruk kepalanya, "Aku sudah memikirkannya sejak lama di pesawat. Tidak, sebenarnya, aku sudah memikirkannya di kamar hotelku sejak kami kalah. Kau benar, Dunn. Tapi kau tidak berusaha membujukku. Kau ingin aku belajar dengan cara yang sulit?"     

Bibir Dunn berkedut sedikit, tapi dia masih tidak mengatakan apa-apa.     

"Sekarang setelah aku memikirkannya, aku pasti sangat bodoh saat itu. Tapi untunglah, kita kalah di awal kompetisi. Kalau kita kalah di semi final, aku pasti akan mengakhiri musim ini dengan tangan kosong." Twain duduk di meja makan sambil menatap sendok dan garpu di tangannya. Logam perak itu sedikit berkilau di bawah cahaya lampu. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan melihat Dunn menatapnya. Dia tertawa getir. "Apa kata pepatah itu? Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali."     

Dunn mengangguk untuk menunjukkan bahwa dia mengerti. Lalu dia menggelengkan kepalanya lagi. "Kau benar tentang satu hal. Sepakbola tidak bisa direncanakan."     

※※※     

Twain mencoba yang terbaik untuk tampak penuh percaya diri. Tapi, di putaran ke-30 turnamen liga, tim Forest yang kelelahan benar-benar tak bisa melawan. Mereka kalah 0:2 dari Tottenham Hotspur. Dia telah kehilangan peluang besar untuk mendapatkan lebih banyak poin.     

Selama putaran itu, dua rival Tony Twain saling berhadapan. Itu adalah awal dari derby Merseyside di Stadion Anfield.     

Terlepas dari hasil dan peringkat kedua tim di liga, hal-hal semacam itu tidak ada artinya dalam derby Merseyside.     

Setelah 90 menit pertempuran sengit, The Reds arahan Rafael Benitez mengalahkan Everton arahan Moyes.     

Setelah menjual Gravesen, Everton tidak bisa mendapatkan pemain lain dalam transfer musim dingin. Mereka bukanlah lawan yang sebanding dengan Liverpool di pertandingan tandang itu. Mereka dihabisi di babak pertama dengan 0:2. Di babak kedua, Everton meluncurkan gelombang serangan balik. Mungkin mereka tidak peduli jika pertandingan menjadi begitu sengit dan mempengaruhi seluruh musim. Bagi lawan Derby mereka, pertandingan ini lebih penting daripada liga musim itu.     

Merah dan biru adalah dua warna yang paling tradisional di dunia sepakbola Inggris. Kedua warna itu hampir bisa dianggap sebagai rival berat di kota manapun, seperti Manchester United yang berwarna merah dan Manchester City yang berwarna biru, Arsenal yang merah dan Chelsea yang biru, Liverpool merah, dan Everton biru.     

Terlepas dari kesuksesan brilian Liverpool Football Club, Everton memiliki sejarah yang jauh lebih awal di kota Liverpool daripada klub sepakbola Liverpool itu sendiri. Tidaklah mengherankan kalau Everton tidak mau kalah dari Liverpool. Bahkan dalam pertandingan tandang, mereka tak ingin kalah.     

Di babak kedua, Everton memulai serangan balik yang ganas dan membuat Liverpool merasa mereka takkan bisa menahannya. Everton hampir berhasil mencetak gol saat itu. Tapi mereka sedikit kurang beruntung. Bola memantul keluar setelah membentur tiang gawang di saat-saat terakhir.     

Ketika wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, skor di layar elektronik menunjukkan hasil 2: 1, dan Liverpool menang di kandang mereka.     

Sebagai akibatnya, selisih jarak antara tim Forest dan Everton tetap tidak berubah, tapi Liverpool berhasil menyusul tim Forest dengan 47 poin. Mereka akhirnya mengandalkan keunggulan selisih gol yang tipis atas tim Forest untuk menduduki peringkat kelima. Tim Forest turun ke peringkat keenam.     

Charlton yang berada di peringkat ketujuh memiliki 43 poin, dan hanya berjarak empat poin dari Forest.     

Ini benar-benar situasi di mana ketiga tim saling bergelut untuk mendapatkan tempat di Liga Champions UEFA.     

※※※     

Pertandingan melawan Tottenham Hotspur dilangsungkan sedikit lebih awal dari pertandingan derby Merseyside. Saat hasil dari derby Merseyside keluar, Twain merasa sangat tertekan. Dia tahu kalau dia telah kehilangan peluang yang bagus. Seandainya tim Forest berhasil mengalahkan Tottenham Hotspur di kandang mereka, maka mereka hanya akan memiliki selisih satu poin dengan Everton sekarang, dan masih akan bisa mempertahankan keunggulan tiga poin atas Liverpool. Bahkan meski Liverpool menang dalam pertandingan mereka yang dijadwal ulang, mereka masih akan memiliki poin yang sama dengan Forest. Ini akan sangat krusial untuk beberapa putaran terakhir dari fase akhir musim.     

Sudah terlambat untuk mengatakan apa-apa sekarang. Peluang itu sudah terlewatkan. Selain itu, kondisi tim benar-benar sedang kurang baik. Mereka sama sekali tidak bisa bertarung melawan Tottenham Hotspur, yang memanfaatkan kondisi mereka yang kelelahan.     

Kekalahan mereka dalam pertandingan itu membuat media kembali melanjutkan spekulasi mereka pada subyek "akhir dari manajer muda". Media olahraga mungkin merupakan media yang paling kejam dan efektif dari semua media di dunia. Karena kompetisi olahraga itu sendiri menentukan siapa si pahlawan melalui hasil menang atau kalah. Saat seseorang tampil baik, dia akan menerima pujian dari semua orang. Tak peduli seberapa berlebih-lebihannya pujian itu, mereka akan terus memberikannya. Tapi kalau dia kalah, tak peduli seberapa baik penampilannya sebelum ini, akan ada banyak pihak yang menyalahkan dan membuatnya seolah dia bukan siapa-siapa.     

Dunia ini sangat kejam; kemenangan akan selalu menjadi kemenangan dan kekalahan akan selalu dianggap sebagai kekalahan. Hasil imbang adalah hasil yang paling biasa-biasa saja dan paling tidak berarti.     

Twain telah menyaksikan hal-hal semacam ini di media dua tahun yang lalu. Pemenang akan mendominasi dan yang kalah akan tak berdaya. Saat dia menjadi manajer dan mengalami hal-hal itu secara langsung, dia tidak merasa marah tentang itu. Sebaliknya, dia bisa menggunakan media untuk mencapai beberapa tujuannya.     

Sama seperti saat ini.     

Tim Forest tersingkir dari Liga Eropa UEFA, mengalami dua kekalahan, dan tidak mendapatkan kemenangan dalam tiga putaran Liga Utama. Dalam tulisan berbakat para wartawan, hasil ini digambarkan sebagai akhir dari tim Forest.     

Anehnya, Twain tidak membalas pernyataan itu melalui kolomnya sendiri.     

Ada periode dua belas hari sebelum putaran liga yang berikutnya diadakan. Kompetisi untuk tim nasional diselenggarakan pada saat itu. Untuk klub-klub sepakbola besar, ini adalah saat dimana virus FIFA menyebar. Tapi, bagi klub sepakbola kecil seperti Nottingham Forest, ini adalah waktu yang bagus untuk memulihkan diri dan menyatukan kekuatan.     

Dibandingkan dengan Liverpool dan bahkan Everton, para pemain nasional di tim Forest sangat sedikit. Edwin van der Sar masih tetap menjadi kiper utama untuk tim nasional Belanda. Dia akan bermain dengan tim Belanda di kualifikasi untuk Piala Dunia tahun depan. Dari empat pemain belakang, Hierro sudah lama pensiun dari tim nasional dan Matthew Upson dan Leighton Baines belum dipilih untuk tim nasional Inggris. Belum lagi Pascal Chimbonda; tim nasional Prancis masih belum memiliki posisi untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.