Mahakarya Sang Pemenang

Ejekan ---- Bagian 2



Ejekan ---- Bagian 2

0Setelah diterobos Zidane, George Wood tidak segera bangkit berdiri dan kembali bergerak seperti biasanya. Melainkan, dia masih terduduk di lapangan dengan linglung selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali berdiri. Pada saat itu, serangan pertama Real Madrid sudah berakhir.     

Zidane berlari melewatinya dan kembali ke posisinya. George Wood berdiri lebih dekat ke tengah lapangan. Matanya selalu tertuju pada Zidane. Itu adalah tatapan yang sengit.     

Dia merasa dipermalukan, yang tak bisa diterima olehnya.     

Aksi berputar itu mengingatkannya pada El Madrigal setahun yang lalu. Malam yang mengerikan dimana saat itu dia dipermainkan oleh seorang gelandang serang Argentina.     

Pria Argentina yang acuh tak acuh itu selalu meliriknya dengan tatapan dingin, seolah ingin mengingatkannya: kau pikir kau siapa?     

Dia tidak tahan dengan tatapan menghina seperti itu.     

Saat Zidane berlari melewatinya, dia bersikap seolah-olah Wood tidak ada disana.     

Sebenarnya, itu adalah hal yang normal. Siapa yang mau peduli dengan lawan? Tapi itu memberi kesan yang buruk bagi George Wood.     

Dia ingin mengalahkan pria Prancis itu. Tak peduli seberapa tangguh Ribéry mendeskripsikannya, dia akan menghancurkannya dan meninggalkan kesan yang mendalam di hati pria itu. Sama seperti kesan yang ditinggalkan oleh Riquelme padanya.     

Serangan Nottingham Forest tidak bisa memasuki zona tiga puluh meter Real Madrid. Karena mereka memiliki sedikit sekali pemain untuk melakukan serangan, umpan mereka dipotong oleh Gravesen setelah operan ketiga.     

Kali ini, bola tidak diberikan pada Zidane, melainkan pada Guti.     

Sama seperti Zidane, Guti adalah holding midfielder untuk Real Madrid. Dia sangat berbakat dan memiliki kemampuan passing yang bagus. Tapi, dia tidak bisa menjadi pemain utama. Hanya di pertandingan inilah Luxemburgo membutuhkan tim yang bisa meluncurkan serangan dalam skala besar, jadi Guti diturunkan untuk menggantikan gelandang Uruguay, Pablo Garcia.     

Saat Guti melakukan debutnya, ia bermain sebagai penyerang tengah, pemain penyerang dengan prospek yang sama seperti Raul. Namun, seiring tahun berlalu, ia telah memainkan banyak posisi. Dia bahkan kadang-kadang bermain sebagai bek tengah. Sekarang dia sudah memiliki posisi tetap di lini tengah. Akurasi umpan yang tajam adalah ciri khasnya.     

Tapi perbedaan terbesar antara dirinya dan Zidane adalah aksi Zidane berjalan mulus seperti air terjun sementara aksi Guti hanyalah air mancur. Dia seperti Pedang Dewa Enam Penjuru milik Duan Yu, hanya efektif sesekali saja.     

Peranannya di dalam pertandingan ini bukanlah untuk mengorganisir serangan, melainkan membantu Zidane dan berbagi tekanan dengannya. Saat Real Madrid yang berpengalaman melihat George Wood menjaga Zidane satu-lawan-satu, mereka mengubah pemain yang mengatur serangan.     

Guti adalah lawan Albertini.     

Orang-orang di stadion Bernabéu tidak asing dengan pria Italia itu. Selama periode singkat dimana dia bermain untuk Atletico Madrid, Albertini telah menggunakan tembakan panjang yang indah untuk memberikan pukulan fatal bagi Real Madrid di saat-saat terakhir pertandingan. Itu terjadi di pertandingan Derby Madrid. Usai pertandingan kala itu, Raul mengambil inisiatif untuk bertukar jersey dengan Albertini.     

Kali ini adalah pengulangan adegan yang serupa. Albertini tampak sangat aktif. Dia bertahan dengan indah dan berhasil merebut bola dari Guti. Kemudian dia segera mengatur serangan dan mengirim bola ke lini depan melalui umpan panjang yang indah!     

"Umpan panjang Albertini! Dan Anelka!"     

Anelka, yang baru saja bergegas untuk menyerang, tidak punya waktu untuk kembali bertahan saat tiba-tiba dia melihat ada bola yang terbang ke arahnya. Anelka, yang tidak pernah merasa senang saat harus bertahan, tiba-tiba saja tampak bersemangat.     

Inilah kesempatannya!     

Dia diejek oleh semua orang saat dia masih bermain untuk Real Madrid. Dia hanya mencetak dua gol dalam satu musim. Meskipun dia telah membantu raksasa La Liga ini mendapatkan gelar Liga Champions musim itu, orang-orang mengabaikan kontribusinya kepada tim saat mereka meninjau jalannya musim itu. Mereka hanya bisa melihat kesalahannya dan tidak memuji penampilannya di kejuaraan Liga Champions. Seluruh Bernabéu adalah musuhnya. Sampai sekarang, saat dia menerima bola, dia bisa mendengar dengan jelas suara ejekan dari semua sisi stadion, yang jelas merupakan hadiah selamat datang untuknya.     

Dia berharap bisa mencetak gol indah di sini dan menyelesaikan balas dendamnya pada Bernabéu.     

"Dia menghentikan bolanya dengan indah!"     

Anelka menghentikan bola dengan mantap. Salgado bergegas datang untuk bertahan melawannya. Tapi Anelka tidak buru-buru bergerak maju. Mula-mula dia mengendalikan bola di bawah kakinya. Saat Salgado muncul, dengan tangkas dia memundurkan bola dan membuat mantan rekannya terhuyung-huyung karena gerakan tipuan itu.     

Kemudian, dia tiba-tiba mulai berlari dan bergerak memotong ke dalam secara diagonal!     

Salgado yang pemberani takkan pernah membiarkan Anelka lolos dengan mudah. Dia segera berbalik dan mengejarnya.     

Anelka menahan lawannya di belakang punggungnya dan menjaga bola sambil melesat menuju area penalti.     

Helguera bergegas untuk bertahan melawan Anelka.     

Dia juga mantan rekan setimnya.     

Striker Prancis itu menggertakkan giginya dan dengan cepat menggunakan otot kakinya untuk menghentikan lajunya. Dia tiba-tiba menyandarkan punggungnya ke belakang. Mengejar tepat di belakangnya, Salgado tidak bisa mengelak tepat waktu. Dia memaksa dirinya untuk berhenti mendadak, tapi sulit baginya untuk kembali berlari. Anelka mengganggu ritme Salgado dengan berhenti mendadak dan mengganggu ritme Helguera di saat yang bersamaan.     

Sebagai mantan rekan setim, Anelka sangat familiar dengan kekurangan Helguera dalam bertahan. Terlepas dari situasinya, dia terbiasa menghadapi targetnya dengan punggung dan pantatnya. Karena itu, dia sudah terbiasa menerobos Helguera dengan mudah selama pelatihan.     

Kali ini juga tidak terkecuali.     

Anelka yang berhenti mendadak membuat Helguera mengira bahwa orang Prancis itu sudah siap untuk menembak, jadi dia buru-buru mengerem lajunya dan akan berbalik untuk memblokir tembakan itu.     

Striker Prancis itu telah menunggu momen dimana Helguera memutar tubuhnya. Dengan gesit dia mengarahkan bola ke samping, sehingga menutupi bola dari pandangan Helguera.     

Bunyi ejekan dari tribun terdengar sangat keras hingga mungkin bisa membuat jantung seseorang berhenti berdetak, tapi Anelka sama sekali tidak bisa mendengarnya. Dia hanya bisa melihat gawang di depannya. Dia hanya ingin balas dendam.     

Ramos bergegas menghampiri untuk membantu tapi itu sudah terlambat. Setelah melewati Helguera, Anelka dengan cepat menembak ke arah gawang!     

Tapi kali ini, "Saint Iker" tidak bisa menyelamatkan gawang Real Madrid.     

Bola hanya menyentuh ujung jarinya dan terbang masuk ke gawang di belakangnya!     

"GOOOL!"     

"Nicolas Anelka!"     

Twain mengangkat tangannya dan berdiri dari kursinya.     

Pria Prancis itu, yang sudah mencetak gol, meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya dan lari berputar di depan gawang lalu menghadap ke tribun penonton.     

Aku tidak pernah merasa lebih senang daripada sekarang!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.