Mahakarya Sang Pemenang

Sebuah Malam Berbintang Bagian 1



Sebuah Malam Berbintang Bagian 1

0Musim panas dua tahun yang lalu, Twain datang ke Spanyol bersama Shania meski baru mengenal gadis itu. Madrid, ibukota Spanyol, adalah pemberhentian pertama untuk memulai turnya mengunjungi klub raksasa sepakbola di Eropa.     

Ada klub-klub besar dan kecil yang tersebar di dalam dan di sekitar Madrid, tapi hanya ada satu yang bisa disebut sebagai klub papan atas yang sesungguhnya: Real Madrid, simbol sepakbola Spanyol.     

Pada saat itu, Twain hanya berkeliling di luar stadion kandang Real Madrid, Bernabéu. Dia tidak melangkah masuk seperti para wisatawan lainnya. Dia bukan turis biasa lagi. Dia adalah manajer tim lain. Manajer tim mana yang akan membeli tiket untuk mengunjungi stadion kandang tim lain dan mengambil foto disana sebagai suvenir?     

Twain tidak ingin menunjukkan pemujaan yang terang-terangan seperti itu.     

Kalau aku memasukinya, hanya ada dua alasan untuk itu. Pertama, aku menjadi pelatih tim itu; atau kedua, aku akan memimpin timku untuk bertanding disini.     

Dia tidak tahu apakah dia akan memiliki peluang untuk mewujudkan kemungkinan pertama di sepanjang masa hidupnya. Tapi, kemungkinan yang kedua sudah ada di depan mata.     

Stadion Santiago Bernabéu yang berwarna putih berdiri dengan tenang di hadapannya. Twain duduk di bus tim yang disediakan oleh klub Real Madrid, memandang huruf-huruf yang ada di tembok putih raksasa stadion.     

Dia tidak merasa gembira seperti yang pernah dirasakannya saat berada dekat dengan kuil sepakbola ini untuk pertama kalinya. Jelasnya, dia tidak akan menunjuk ke arah bangunan itu seperti seorang tour guide di dalam bis yang dipenuhi para pemain dan berkata, "Lihat! Ini adalah Stadion Santiago Bernabéu!"     

Itu akan sangat memalukan.     

Tapi, ada beberapa pemain yang mengeluarkan ponsel dan kamera digital mereka dan mengambil gambar bagian luar stadion dengan gembira. Bagi beberapa diantara mereka, bisa bermain di stadion ini seperti mimpi yang menjadi nyata. Tidak ada satupun stadion di Inggris yang sebesar Bernabéu. Dibandingkan dengan kandang tim Forest, stadion City Ground, Bernabéu adalah raksasa yang sesungguhnya bagi sebagian orang.     

Twain menoleh untuk melihat ke arah mereka dan berdehem.     

Saat mereka mendengar manajer mereka berdehem, beberapa orang buru-buru menyingkirkan kamera mereka. Mereka tidak menduga akan mendengar Twain berkata, "Tidak perlu menyimpannya. Kalau kalian ingin memotretnya, ambillah beberapa gambar sekarang. Kalian tidak akan mendapatkan kesempatan itu setelah kalian turun dari bis nanti."     

Semua orang di bus memandang ke arah Twain.     

"Kita tidak diundang kemari untuk tur. Pertandingan ini bukanlah pertandingan pemanasan. Jadi, saat kalian turun dari bis nanti, sebaiknya kalian berperilaku seperti lawan mereka. Jangan biarkan orang-orang Madrid mengejek kalian."     

Para pemain memasukkan ponsel dan kamera digital mereka ke dalam tas dan hanya mengarahkan pandangan mereka ke stadion putih yang semakin mendekat.     

※※※     

Hari ini bukanlah hari pertandingan. Selain staf stadion yang sibuk, hanya Nottingham Forest yang datang ke Bernabéu untuk beradaptasi dengan stadion dan melakukan latihan pemanasan.     

Twain duduk di atas kursi kulit asli di area teknis tim tamu stadion Bernabéu dan menonton para pemain melakukan latihan rutin sederhana di lapangan. Tapi benaknya dipenuhi pikiran-pikiran tentang konferensi pers pra-pertandingan yang baru saja berakhir. Kedua manajer dari kedua tim hadir di saat yang sama, tapi media hanya mempedulikan manajer Real Madrid asal Brasil, Luxemburgo.     

Sebelum pertandingan penyisihan grup Liga Champions ini, ada pertarungan abad ini yang dilangsungkan beberapa waktu yang lalu dalam leg pertama musim ini. Real Madrid kalah 0:3 dari saingan beratnya Barcelona di kandang sendiri. Ronaldinho menjadi bintang Bernabéu di pertandingan itu. Gol keduanya bahkan membuat para fans Real Madrid yang pemilih dan kasar berdiri dari kursi mereka untuk memberikan tepuk tangan padanya. Tentu saja, dari sudut pandang itu, itu juga bisa mencerminkan betapa kecewanya mereka terhadap Real Madrid.     

Karena mereka baru saja kalah di pertandingan yang sangat penting, media melemparkan masalah itu pada Luxemburgo, yang mengalami kesulitan baru-baru ini.     

Media merasa khawatir tentang apakah Ronaldo, yang menderita cedera ringan di pertandingan sebelumnya, akan bisa bermain disini. Mereka juga khawatir bahwa kondisi Zidane, yang sempat pulang untuk membela tim nasional Prancis, akan menurun akibat pertandingan tim nasional baru-baru ini. Mereka sangat mempedulikan tentang penurunan performa Raul yang kontinyu. Mereka juga tertarik pada Beckham, Robinho, Casillas, Helguera… Tidak ada yang peduli dengan pemain Nottingham Forest.     

Twain merasa bahwa ini adalah salah satu bentuk diskriminasi terselubung. Sebagai lawan Real Madrid, timnya dan Real Madrid seharusnya sebanding. Tapi semua mata masih tertuju pada Real Madrid. Tidak ada yang tertarik dengan peran "penjahat" di pertandingan ini. Seolah-olah masalah yang ada di dalam Real Madrid lebih sulit untuk ditangani dan lebih menarik perhatian daripada lawan mereka.     

Bisakah aku menganggap ini sebagai penghinaan?     

Dia ingin mengajukan pertanyaan itu, tapi dia masih menahan diri. Karena kalian meremehkan kami, kami akan menunjukkannya di lapangan.     

Saat Twain masih merenungkan tentang apa yang terjadi di konferensi pers, David Kerslake datang menghampirinya dan bergumam, "Ini benar-benar rumput yang digunakan di stadion klub papan atas La Liga?"     

Twain membuka matanya untuk menatapnya.     

"Ini sangat buruk! Rumputnya sangat licin dan tidak stabil. Aku curiga rumput itu ditanam dengan lem."     

Saat dia masih seorang penggemar sepakbola, Tang En mengikuti kompetisi La Liga dengan penuh minat dan sering begadang untuk menonton pertandingan. Dia tahu bahwa kualitas rumput di Bernabéu sangatlah buruk hingga jangka waktu tertentu. Bahkan pemain mereka sendiri mengeluhkannya. Kemudian, selama liburan musim dingin, Real Madrid mengganti rumput di Bernabéu dan kritik terhadap rumput di stadion kandang mereka pun memudar. Mungkin tim Forest kebetulan masih merasakan periode ini.     

Tapi, dia masih merespon Kerslake, "Atau mungkin itu adalah salah satu trik kecil Real Madrid? Untuk sengaja membiarkan kita mengira bahwa kualitas rumput itu jelek, dan agar kita mengganti sepatu kita, jadi mereka bisa mengalahkan kita di rumput yang normal."     

Kerslake berhenti sejenak saat dia mendengar Twain mengatakan itu, bertanya-tanya seberapa besar kemungkinan bahwa itulah yang sebenarnya terjadi.     

Twain tertawa, "Jangan terlalu memikirkannya. Aku hanya bicara omong kosong. Tidak mungkin klub besar seperti Real Madrid melakukan hal seperti itu. Kualitas rumput mereka memang benar-benar buruk. Kita hanya harus siap menghadapi itu."     

"Mereka punya uang untuk membayar pemain bintang, tapi mereka tidak bisa mengganti rumput?" Kerslake mendengus.     

"Siapa tahu? Mungkin mereka menganggap bahwa rumput yang di bawah standar akan bisa memberikan banyak masalah bagi tim tamu." Twain mengangkat bahu. "Kalau memang itu yang terjadi, mereka masih kurang teliti."     

Saat Kerslake mendengar itu, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah saat ketika Twain menginstruksikan staf pemeliharaan lapangan latihan untuk menyirami lapangan tim pemuda, dan kemudian menyeret Arsenal, yang mengandalkan teknik dalam bertanding, ke dalam sebuah persaingan dengan tim pemuda Forest di sebuah rawa. Dia tertawa terbahak-bahak.     

"Tidak semua orang sebrengsek itu, Tony."     

Tawa serak terdengar di pinggir lapangan stadion Bernabéu.     

Para pemain melirik sekilas ke arah mereka dan kemudian mengalihkan pandangan. Mereka sudah terbiasa.     

※※※     

Twain tidak tahu banyak tentang Luxemburgo. Sebagian besar dari apa yang diketahuinya hanya terbatas pada kegagalannya melatih tim. Sebagai contoh, dia mengalami kesulitan saat melatih tim nasional Brasil di babak kualifikasi Piala Dunia Korea Selatan – Jepang dan hampir tereliminasi. Atau, misalnya gaya serangan balik defensif yang buruk selama masa kepemimpinannya di Real Madrid. Meskipun sebenarnya, Luxemburgo bukanlah orang yang tidak kompeten seperti yang dibayangkan oleh Twain. Sebagai contoh, dia adalah manajer yang berhasil membawa timnya memenangkan sejumlah besar gelar juara di Brasil dan bahkan memimpin tim nasional Brasil memenangkan gelar Copa America tahun 1999. Penampilannya tidak buruk selama melatih Real Madrid. Hanya saja, dia telah kalah di pertandingan yang seharusnya dimenangkan.     

Empat hari yang lalu, Real Madrid dihajar 0:3 oleh Barcelona di kandang mereka, dan mereka tidak berdaya untuk membalas. Slogan "Pergi sana, Luxemburgo" bergema di langit malam di Bernabéu sepanjang pertandingan itu. Sampai sekarang, awan gelap pemecatan masih membayangi kepala pelatih asal Brasil itu.     

Melihat betapa Luxemburgo tampak malu, ditekan oleh media dalam konferensi pers pra-pertandingan, Twain seharusnya merasa bersyukur. Tentu saja, dia tidak pernah takut menghadapi media yang licik.     

Twain tahu bahwa Luxemburgo akan diberhentikan. Itu adalah sesuatu yang dia yakin akan terjadi karena Real Madrid telah kalah dari Barcelona.     

Karena itu, dia tidak keberatan menambahkan sedikit bahan bakar ke dalam api.     

Periode ini adalah puncak dari semua masalah yang dialami Real Madrid dalam beberapa tahun terakhir. Ini adalah titik terendah dari kemunduran mereka. Apa yang ingin dilakukan Twain bukanlah membantu Real Madrid di saat-saat kritis, melainkan justru mendorong mereka lebih jauh ke dalam jurang.     

Aku ingin memusnahkanmu saat kau masih tidak sehat!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.