Mahakarya Sang Pemenang

Ini Masih Belum Berakhir Bagian 2



Ini Masih Belum Berakhir Bagian 2

0Setelah dia mendekatkan bola ke arahnya, Robben tiba-tiba berlari cepat dan menggiring bola ke arah garis akhir!     

Baines sudah mengantisipasi bahwa Robben akan melakukan itu. Dia berjaga-jaga terhadapnya saat dia berusaha memblokir area di dalam garis tepi. Dan sekarang dia membalikkan badan dengan cepat. Dia mengerahkan seluruh kecepatannya dan tetap menempel ketat pada Robben. Dia masih ada di sisi dalam dan tidak akan memberikan kesempatan bagi pria Belanda itu untuk melewatinya. Robben kini berada sedikit di depan Baines, tapi dia tidak yakin akan bisa menyingkirkan Baines.     

Melihat bola akan digiring melewati garis akhir, Robben tiba-tiba saja menginjak bola di garis akhir dan berhenti. Dia dan Baines yang masih berlari sedikit tergelincir keluar lapangan bersama-sama karena berhenti terlalu mendadak.     

Tapi, salah satu dari mereka memang berhenti mendadak atas kemauannya sendiri, sementara yang lainnya memberikan reaksi terhadap penghentian yang mendadak itu. Sehingga, Robben lebih unggul dalam hal kecepatan reaksinya. Dia membalikkan badan dan melewati Baines, yang masih terbaring di tanah. Dia ingin mengambil bola dan kemudian menggiringnya ke dalam area penalti. Selama sesaat, dia tertegun saat dia berbalik: bolanya hilang!     

Wasit meniup peluitnya. Robben melihat asisten wasit mengangkat bendera di tangannya dan menunjuk ke arah lengkung sudut di bawah kakinya.     

"Tendangan sudut! Tepat saat dia kehilangan keseimbangan, Leighton Baines menendang bola keluar, bola yang tadinya dihentikan Robben di garis akhir! Pertahanan yang bagus!"     

Tepuk tangan antusias terdengar dari tribun penonton.     

Baines terengah saat dia terbaring di tanah. Dia tahu bahwa tepuk tangan itu didedikasikan untuknya. Tapi dia merasa tidak senang karena dia tahu bahwa dia sudah melakukan yang terbaik namun lawannya masih mendapat hadiah tendangan sudut. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.     

Dia ingin bangkit dan berlari ke gawang untuk bertahan tapi tiba-tiba saja menyadari kalau kaki kanannya tidak bisa digerakkan. Dia mencoba memaksanya, tapi rasa sakit yang menusuk menjalar di kakinya. Sebuah pikiran terlintas di benaknya: Aku sudah tamat....     

Terbaring di tanah, Baines mengangkat kedua tangannya, menjulurkan jari telunjuknya, dan perlahan menggambar lingkaran dua kali. Ini adalah isyarat untuk mengindikasikan kepada manajer bahwa dia tidak bisa lagi bermain di dalam pertandingan dan harus diganti. Setelah dia melakukan itu, dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan tetap diam.     

"Sialan ..." Twain melihat sinyal Baines dan memaki pelan.     

Fleming sudah berlari menghampirinya dengan dokter tim. Baines terjatuh di tepi lapangan. Mereka tidak membutuhkan ijin wasit untuk menuju ke sana.     

"Gareth!" Twain berseru tanpa menoleh, "Lakukan pemanasan! Kau hanya punya waktu satu tendangan sudut!"     

Bale melompat bangkit dari tempat duduknya, tidak tampak terkejut. Tanpa ragu, dia melepas rompi dan berlari ke pinggir lapangan.     

Kerslake berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri Twain. "Baines tidak bisa bermain lagi?"     

Twain mengangguk. "Kurasa pergelangan kakinya terkilir. Sepertinya aku melihat sudut jatuhnya agak sedikit aneh saat dia menyekop bola tadi... Dia memaksakan diri menggeser pusat gravitasinya saat bergerak dengan sangat cepat."     

"F**k..." Kerslake juga menyumpah. Albertini baru saja pulih dari cedera, dan sekarang pemain lain mengalami cedera. Hampir tidak ada cedera serius di dua musim sebelum ini. Musim ini, saat tim Forest harus berkompetisi di beberapa turnamen, satu per satu pemain mengalami cedera.     

Kedua pelatih itu berdiri di tepi lapangan dan menyaksikan apa yang terjadi di lapangan dalam diam.     

Wasit melihat Baines membuat gerakan untuk pergantian pemain dan berlari menghampiri untuk bertanya padanya. Kemudian, sesuai prosedur, dia menindaklanjuti dengan melambaikan tangannya untuk mengijinkan dokter tim Forest memasuki lapangan. Setelah dia melihat para dokter tim Forest sudah berlari ke sini, dia kembali ke lapangan dan memberi sinyal kepada pemain Chelsea untuk kembali memposisikan bola. Dan kemudian dia berlari kembali ke area penalti.     

Permainan akan terus dilanjutkan dan tidak akan dihentikan hanya karena cedera pemain. Tim Forest terpaksa bermain dengan sepuluh pemain. Kekurangan satu pemain bisa menjadi faktor penting untuk mematahkan kebuntuan.     

Mourinho juga tahu bahwa tendangan sudut itu adalah peluang yang bisa ia manfaatkan. Dia melambaikan tangan agar seluruh tim maju ke depan, hanya menyisakan Paulo Ferreira dan kiper, Petr Čech, di lini belakang. Trio bek belakang, John Terry, Ricardo Carvalho, dan William Gallas semuanya bergegas ke area penalti tim Forest.     

Suasana di depan gawang tim Forest tiba-tiba saja memanas.     

"Ini adalah kesempatan kita untuk menyamakan skor! Jangan sia-siakan!" Terry berteriak untuk menyemangati rekan satu timnya.     

"Bertahan! Awasi mereka dan jaga mereka dengan ketat!" Edwin van der Sar juga meneriaki rekan satu timnya agar menjaga para pemain kurus Chelsea. "Dorong ke luar, dorong ke luar!"     

※※※     

Semuanya tampak begitu dekat tapi juga begitu jauh. Tidak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan apa yang dirasakan oleh Baines.     

Area gawang tim Forest yang penuh sesak hanya berjarak lima meter darinya. Dia bisa mendengar dengan jelas suara-suara pemain kedua tim disaat mereka bersaing untuk mendapatkan posisi. Dengan mata terpejam, dia bisa membayangkan seperti apa suasana di area gawang. Semuanya pasti sangat kacau.     

Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa. Cedera yang dialaminya membuat tim kekurangan satu orang pemain. Bagaimana mungkin mereka bisa menahan serangan itu? Apa mereka punya seseorang untuk menggantikannya dan mengisi di posisi kanan?     

Fleming meremas pergelangan kaki kanannya dan bertanya padanya apa rasanya sakit. Dia bahkan tidak menjawab.     

"Sepertinya cedera itu serius karena kau bahkan tidak bisa merasakannya." Fleming mengambil kantong es dari peralatan medis dan menekannya ke pergelangan kaki Baines, yang kemudian dibungkusnya dengan perban.     

※※※     

Kekacauan di depan gawang tim Forest akhirnya mulai mereda, tapi semua orang tahu kalau itu hanya sementara. Sama seperti cuaca tenang sebelum badai, situasi saat itu dipenuhi kecemasan dan kegelisahan yang terpendam.     

Wasit meniup peluit di bibirnya sambil bergerak mundur dari area penalti.     

Lampard mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi ke udara, yang merupakan isyarat Chelsea untuk taktik tendangan sudut. Tidak ada yang tahu apa artinya itu selain mereka.     

Bola melesat ke arah gawang. Dua bek tengah Chelsea, Drogba dan Carvalho, masih berkutat untuk mendapatkan posisi yang bagus hingga saat itu. Mereka harus melompat untuk menyundul bola, dan bek tengah tim Forest tidak akan membiarkan mereka melakukan itu. Tapi kedua pemain itu hanyalah umpan. Aksi putus asa yang mereka lakukan di depan gawang tim Forest hanyalah untuk menarik perhatian pertahanan tim Forest.     

John Terry berlari cepat dari titik penalti dan melompat.     

Dia melompat tinggi tanpa ada yang menjaganya!     

"John Terry ... dan GOOOOL!!"     

Edwin van der Sar buru-buru berusaha menyelamatkan gawang. Dia melompat dan menjulurkan tangannya hanya untuk menyaksikan bola terbang masuk ke dalam gawang.     

Sorakan yang bergemuruh terdengar dari tribun tim tamu.     

Mendengar suara sorakan asing itu, Fleming, yang sedang membalut Baines, menundukkan kepalanya dan memaki. "Sialan!" Pada saat yang sama, dia secara tidak sengaja menggunakan lebih banyak kekuatan di tangannya.     

Baines akhirnya bereaksi. Dia mengerutkan kening dan menarik napas karena sakit.     

Gareth Bale, yang melakukan pemanasan dengan berlari cepat di pinggir lapangan, juga berhenti di jalurnya. Dia tidak bisa melanjutkan pemanasan karena area pemanasan itu dipenuhi orang-orang. Para pemain Chelsea berlari keluar ke area itu untuk merayakan gol. Mereka mengayunkan tinju mereka ke arah para fans Chelsea di tribun yang ada di belakang mereka, dan para supporter The Blues menanggapi dengan sorak-sorai.     

Bale dengan dingin memandangi orang-orang itu. Tiba-tiba saja dia mendengar seseorang memanggil namanya. Asisten pelatih, Tn. Kerslake, melambai ke arahnya. "Gareth! Kemarilah! Sekarang giliranmu untuk bermain!"     

Kembali memandang sekilas pada orang-orang Chelsea yang tampak sangat senang itu, Gareth Bale bergegas dan berlari menuju area teknis tim Forest.     

Saat ia melewati area teknis Chelsea, matanya tertuju pada gerakan perayaan liar Mourinho. Manajer Portugis itu berlutut dan meluncur di tanah seperti pemain yang baru saja mencetak gol! Dia mengenakan jaket hitam dan meluncur dengan kedua lutut di tanah!     

Sekali lagi dia menjadi fokus perhatian.     

Secara sadar dan tidak sadar, semua pemirsa televisi dan para penonton di stadion mengalihkan perhatian mereka ke arah manajer yang tidak pernah menyembunyikan perasaannya itu.     

"Wow! Itu adalah perayaan terbaik dari seorang manajer yang pernah kulihat!" seru Motson.     

Saat Gareth Bale berlari kembali ke area teknis timnya, dia masih menoleh untuk melihat ke arah Mourinho.     

"Jangan melihatnya, Gareth." suara Twain terdengar dari belakangnya.     

"Ah, maaf, Pak..." Bale mengira manajernya pasti merasa tidak senang.     

Twain berdehem. "Aku sudah berkali-kali mengatakan padamu kalau kau seharusnya tidak memanggilku 'Pak' di Tim Pertama. Panggil saja aku boss atau chief."     

"Ya, chief..."     

Twain melirik sekilas ke arah Mourinho, yang masih tampil di depan kamera, dan bertanya, "Apa kau pikir itu tadi aksi yang keren?"     

Bale mulanya mengangguk tapi kemudian segera menggelengkan kepalanya. "Tidak. Itu bukan apa-apa, chief."     

Twain menyeringai. "Sekarang kau punya kesempatan untuk membuatku melakukan hal yang sama. Baines cedera, jadi kau akan menggantikannya sebagai bek kiri. Kau harus ikut membantu serangan kapanpun diperlukan."     

"Bukan bertahan, chief?" Bale agak bingung. Tanggung jawab pertama seorang bek kiri adalah bertahan. Bagaimanapun, Chelsea baru saja menyerang dengan ganas.     

"Kalau kita terus bertahan, beginilah hasilnya." Twain menunjuk ke papan skor elektronik di ujung jauh tribun penonton. "Jadi, kapanpun kau bisa melakukannya, kirim bola keluar."     

Bale mengangguk mengerti.     

"Pergilah kalau begitu, bermainlah dengan baik! Kalau kau mencetak gol, aku akan memberimu perayaan yang lebih baik daripada itu!" Twain mengedip pada Bale.     

Anak muda itu tertawa. "Aksi keren apa yang akan kau lakukan, chief?"     

"Kau akan tahu kalau waktunya tiba. Cetaklah gol itu untukku dan kau akan melihatnya!" Twain mengarahkan Bale ke area diluar garis tengah.     

Setelah memimpin selama empat belas menit pertama, tim Forest berhasil menyamakan kedudukan, tapi itu sama sekali bukan akhir pertandingan. Mourinho, yang dalam sekejap mata mampu menarik perhatian semua orang dengan aksi perayaannya yang tidak konvensional, tahu betul bahwa Tony Twain juga memahaminya.     

Ini masih belum berakhir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.