Mahakarya Sang Pemenang

Persembahan untuk Eastwood Bagian 1



Persembahan untuk Eastwood Bagian 1

0Saat tim Forest menyamakan skor, Mourinho duduk tak bergerak di kursinya tanpa menunjukkan ekspresi apapun sementara media televisi menyiarkan gambar close-up wajahnya. Mourinho tahu bahwa akan ada kamera yang mengarah ke dirinya di tengah keributan itu, jadi dia membuat ekspresi wajahnya tidak berubah, tidak ingin memberikan sesuatu untuk dibicarakan oleh komentator ataupun stasiun televisi.     

Meski begitu, John Motson dan Lineker, yang menonton adegan itu dari kursi penyiar, tidak bisa berhenti tertawa.     

Perayaan yang dilakukan Tang En di tepi lapangan terlihat sangat berlebih-lebihan. Mourinho, yang berada di dekatnya, hanya memperlakukannya seolah Twain tidak terlihat olehnya, menatap lurus ke depan tanpa menoleh sekalipun ke arah manajer lawan.     

Lebih dari sepuluh menit yang lalu, keduanya berada dalam situasi yang sama persis hanya saja dengan peran yang terbalik.     

Karena itu, adegan itu tampak sangat lucu dan menghibur, tak peduli bagaimana orang lain melihatnya.     

Setelah pertandingan kembali dimulai, kedua tim kembali berada di situasi imbang. Sebuah kebuntuan di lapangan. Tidak ada satu tim yang bisa memecahkan kebuntuan itu; sebenarnya, tidak ada tim yang bersedia untuk mencoba dan memecah kebuntuan itu. Hanya tinggal beberapa menit lagi sebelum akhir babak pertama. Tidak ada diantara kedua tim yang ingin menyia-nyiakan energi mereka di menit-menit terakhir ini. Jika dibandingkan dengan pertandingan mereka yang biasa, pertandingan ini jauh lebih sulit.     

Tak satu pun dari kedua manajer itu yang mengatakan apa-apa tentang memanfaatkan momen terakhir babak pertama untuk menyerang lawan mereka. Tang En, yang telah merayakan gol, tetap berdiri di pinggir lapangan sementara Mourinho juga tetap duduk di kursi manajer dan tidak bangkit.     

Waktu pertandingan memasuki menit ke-45, dan wasit meniup peluit akhir untuk babak pertama.     

"1:1! Ini skor yang sangat adil. Di babak pertama, kedua tim memiliki peluang dan memanfaatkannya dengan baik. Penampilan semua pemain sangatlah bagus. Ini sesuai dengan prediksi kita sebelum pertandingan. Pertandingan ini memang benar-benar pertandingan yang menarik dan intens."     

"John, kurasa kita bisa menganggap ini sebagai sebuah peraturan. Selama tim Mourinho dan Tony Twain saling bertemu, sulit untuk tidak jadi semenarik ini."     

※※※     

Para anggota tim Forest menyerbu masuk ke ruang ganti. Ribéry mulai berteriak, "Lepaskan pakaian! Lepaskan pakaian!"     

Dengan setengah pertandingan telah berlalu, merupakan hal yang umum bagi pemain untuk melepaskan jersey mereka yang telah basah kuyup dengan keringat dan menggantinya dengan jersey mereka yang baru; tapi tujuan Ribéry berteriak jelas bukan untuk itu.     

"Singlet, singlet ... Wes, spidol."     

Ribéry mengambil spidol dari Morgan dan membungkuk di atas bangku pemain, menulis sederet kata pada singlet, dimulai dengan miliknya.     

Para pemain lain berkumpul di belakangnya, melihatnya menuliskan semua itu di setiap singlet mereka.     

Anelka tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan mereka, bahkan saat dia melihat mereka menulis dan menggambar di atas singletnya.     

Kapten mereka, George Wood, menyerahkan singlet putih saat tiba gilirannya, membuat Ribéry terkejut sesaat.     

"George? Kukira kau tidak pernah memakai ini?"     

"Kalau aku tidak memakainya, di mana kau akan menulis itu?" tanya Wood dengan alis berkerut.     

Ribéry terkekeh. "Sayang sekali. Aku berencana menulisnya di perutmu."     

Tawa berderai di ruang ganti.     

Tang En melihat adegan itu saat dia mendorong pintu terbuka dan memasuki ruang ganti. Para pemain semuanya meringkuk membentuk lingkaran. George Wood berdiri di tengah sementara Ribéry setengah berselonjor di lantai. Semua orang selain George Wood, termasuk Albertini dan Anelka yang jarang tertawa, sedang tertawa kecil.     

"Apa yang sedang terjadi?" Tang En merasa tertarik.     

Mendengar kata-katanya, kelompok itu berbalik untuk menatapnya. Ribéry bangkit berdiri dari lantai.     

"Bos, ini semua salahmu."     

"Salahku?" Tang En tampak benar-benar bingung.     

"Kau tahu kalau si Romani itu akan datang untuk menonton pertandingan ini, kan?" tanya Ribéry.     

"Ya, tapi aku ingin memberi kalian kejutan, jadi aku baru memberitahu kalian tepat sebelum pertandingan dimulai."     

"Kau lihat," kata Ribéry, membuka tangannya. "Kami benar-benar tidak siap. Kalau saja kau memberitahu kami sehari sebelumnya, kami tidak perlu menulis di singlet kami sekarang ..."     

Kerumunan itu memisahkan diri, dan Tang En akhirnya bisa melihat apa yang membuat mereka sibuk. Singlet putih mereka semua memiliki kalimat "Segeralah sembuh, kami semua menunggumu, Freddy!" tertulis di atasnya dengan spidol.     

Dia menggosok hidungnya, merasa sedikit malu.     

"Kalau aku bisa mengangkat jersey-ku seperti ini saat aku mencetak gol tadi!" kata Ribéry, membuat gerakan membuka baju, "Freddy pasti bisa melihatnya! Sayang..."     

"Eh ... ini bukan berarti kita tidak akan mencetak gol di babak kedua. Pada saat itu, kau bisa mengangkatnya!" kata Tang En, juga ikut meniru gerakan mengangkat kemejanya.     

"Dia berada tepat di atas kita, dan dia akan tetap ada disana selama babak kedua. Dia tidak akan pergi sebelum pertandingan berakhir." Tang En menunjuk ke langit-langit. "Jadi, sampai peluit yang menandakan akhir pertandingan ditiup, kalian semua memiliki kesempatan untuk membuatnya melihat kata-kata itu."     

Semua orang setuju dengan Tang En dan mengangguk.     

"Kau benar, Bos." Ribéry membungkuk lagi dan menuliskan kalimat yang sama di singlet Wood. Terlepas dari apakah mereka berada di lapangan atau duduk di bangku cadangan, semua orang memiliki kalimat yang sama tertulis di pakaian mereka.     

Wood berdiri di samping Ribéry, mengintipnya saat Ribéry menulis di singlet mereka.     

Tang En merasa lebih penasaran dengan aspek lain dari kegiatan ini. Dia bertanya, "Franck, siapa diantara kalian yang punya ide ini?"     

"Apa kau bahkan perlu bertanya?"     

Ribéry sibuk menulis dan menjawab pertanyaan Tang En tanpa menengadah.     

"Saat aku mencetak gol, semua orang datang menghampiriku untuk merayakan. Kami merasa bahwa kami harus menunjukkan sesuatu pada Freddy, tapi kami tidak punya apa-apa di balik jersey kami. Jadi, kami pikir kami sebaiknya menulis ini."     

"Bagus ..." Tang En mengangguk.     

"Lakukanlah urusan kalian, jangan hanya berdiri diam disana." Dengan lambaian tangannya, para pemainnya dengan patuh bergerak ke loker mereka dan mulai berganti pakaian, memakai singlet melalui atas kepala mereka.     

Sementara mereka melakukan itu, Tang En mulai berbicara tentang kelebihan dan kekurangan mereka selama babak pertama.     

"Kerja bagus, kalian semua. Meski kehilangan gol yang pertama tadi membuatku sedikit terkejut ..." Tanpa meminta para pemain untuk menghentikan apa yang mereka lakukan agar mendengarkannya, Tang En bersandar di depan papan taktis dan melanjutkan ucapannya dengan santai. "Tapi, gol kita juga tentu sangat mengejutkan Mourinho."     

Suara tawa kecil memenuhi ruang ganti.     

"Teruslah bermain seperti ini di babak kedua. Tapi, kalian berdua bek belakang..." kata Tang En, menunjuk ke arah Chimbonda dan Leighton Baines, "Jangan terburu-buru bergerak maju saat kalian sedang bertahan."     

Keduanya mengangguk. Chimbonda mengerti bahwa tim yang kehilangan gol di babak pertama tadi sebagian disebabkan karena kesalahannya.     

"Selain itu, aku tidak punya hal lain untuk dikatakan. Secara keseluruhan, penampilan kalian semua sangat bagus. Aku tidak bisa menemukan masalah apapun meski aku memeriksanya dengan kaca pembesar. Apa kalian merasa senang karena berhadapan dengan tim nomer satu di Liga? Melawan tim yang belum pernah kalah selama 10 putaran pertandingan?"     

"Ya!"     

"Itu benar, Bos!"     

"Bagus. Lanjutkan momentum ini. Dalam 45 menit, ayo kita kembali ke sini untuk merayakan kemenangan!" kata Tang En sambil menunjuk ke titik di bawah kakinya.     

※※※     

Berbeda dengan santainya tim Tang En, ekspresi Mourinho saat ini sangat keras.     

Sebenarnya, situasi dengan hasil imbang saat ini bukanlah hal yang buruk. Tapi, ekspresi Mourinho mungkin akan sedikit lebih baik jika Chelsea menjadi pihak yang menyamakan skor di akhir babak pertama. Saat ini, dia harus berjalan keluar lapangan sambil merasa seolah dialah yang kalah.     

Timnya tidak menunjukkan penampilan yang buruk; mereka semua bermain sesuai standar. Tapi, siapa yang meminta lawannya di pertandingan ini adalah Tony Twain? Mourinho benar-benar tidak ingin berada di posisi yang tidak menguntungkan saat melawan pria itu.     

Mourinho berdiri di depan para pemainnya dan mengangkat satu jari.     

"Sebenarnya, pertahanan lini tengah Forest hanya terdiri atas George Wood saja. Tapi, serangan kita tidak bisa memberinya banyak tekanan. Dia tampak rileks di lini tengah, dan kita tidak boleh membiarkannya! Dia adalah inti dari pertahanan Forest. Aku meminta semua orang untuk memberikan lebih banyak tekanan padanya. Teruslah bergerak ke arahnya dan buat dia kesulitan dari semua posisi! Sayap kiri, sayap kanan, tengah..."     

Dia berbalik ke papan taktis di belakangnya dan dengan cepat menggambar tiga garis. "Saat George Wood runtuh, tidak hanya pertahanan belakang mereka yang runtuh; serangan mereka juga sama. Lihatlah apa yang terjadi saat mereka tidak memiliki Wood; mereka bahkan tidak bisa mengalahkan Lille!"     

"Selain itu ..." Mourinho tiba-tiba teringat sesuatu. "Menurut apa yang kutahu, George Wood tidak memiliki temperamen yang baik. Kalau kalian bisa ... temukan cara untuk membuatnya lepas kendali."     

Drogba bersiul.     

※※※     

Di akhir istirahat babak pertama, Mourinho menahan lengan Lampard, yang baru akan berjalan keluar.     

"Saat aku bilang untuk memprovokasi George Wood sebelum ini, apa menurutmu aku hanya bercanda?"     

Lampard tertegun, tidak menduga akan mendengar pertanyaan itu dari Mourinho. Dia berpikir sejenak tentang bagaimana dia harus menjawabnya tapi akhirnya menggelengkan kepalanya.     

"Tidak, Bos."     

Mourinho mengangguk.     

"Bagus. Aku tidak bercanda. Kau tahu kenapa aku menarikmu sekarang untuk berbicara denganmu sendirian, kan?"     

Lampard mengangguk. "Aku tahu."     

"Di dalam pertandingan ini, kaulah yang paling banyak memiliki interaksi langsung dengannya. Kau menghabiskan waktu yang paling lama dengannya... Berapa banyak yang kau tahu tentang Wood?"     

"Aku sudah mendengar beberapa hal tentang dia. Seperti yang kau katakan, Boss. Dia emosional."     

Mourinho mengangguk saat mendengar Lampard mengatakan itu. "Ya. Temukan cara untuk memprovokasinya."     

※※※     

Babak kedua dimulai. Semua pemain Forest memakai singlet yang bertulisan "Segeralah sembuh, kami semua menunggumu, Freddy!" di bawah jersey mereka, dan mereka akan bekerja keras untuk mencetak gol kedua.     

Karena kata-kata Tang En, mereka tiba-tiba saja memiliki tujuan baru yang sama pentingnya seperti memenangkan pertandingan.     

"Dia berada tepat di atas kita, dan dia akan tetap ada disana selama babak kedua. Dia tidak akan pergi sebelum pertandingan berakhir. Jadi, sampai peluit yang menandakan akhir pertandingan ditiup, kalian semua memiliki kesempatan untuk membuatnya melihat kata-kata itu."     

Mereka harus mencetak gol!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.