Mahakarya Sang Pemenang

Siapa yang Mendapat Kartu Merah? Bagian 2



Siapa yang Mendapat Kartu Merah? Bagian 2

0"Tendangan penalti ... Oh! Ini terlalu dramatis!" Komentator mengubah nada suaranya tepat waktu saat dia melihat bahwa wasit tidak menunjuk ke arah titik penalti setelah dia meniup peluitnya. Sebaliknya, dia berlari ke arah Anelka yang terbaring di tanah, dengan tangan di saku dadanya.     

Mulut Twain terbuka lebar karena terkejut di pinggir lapangan. Dia hampir tidak bisa mempercayai matanya.     

Setelah terjadi keheningan singkat di tribun, suara cemoohan yang melengking tinggi tiba-tiba saja terdengar.     

Para pemain Forest awalnya bergegas menuju Anelka, siap untuk merayakan dan memeluknya. Tapi, mereka mengganti arah di pertengahan jalan menuju ke wasit.     

Anelka melompat bangkit dari tanah saat dia melihat tangan wasit merogoh saku dadanya. Dia berlari melesat ke depan wasit dan meraih tangan wasit. Dia berusaha untuk mendorong sudut kuning itu kembali ke sakunya.     

"Aku tidak melakukan diving! Mereka yang melakukan pelanggaran! Itu tadi pelanggaran!" Dia membelalakkan matanya dan membantah. Biasanya dia tampak dingin dan selalu menyendiri di lapangan, striker Prancis itu tiba-tiba saja merasa gelisah secara emosional. "Aku tidak berpura-pura! Sial ..."     

Dia tahu apa artinya kalau wasit itu menarik tangannya. Tapi bisakah dia menghentikan wasit dengan cara seperti itu?     

Wasit menghentakkan tubuhnya ke belakang dan melepaskan diri dari tangan Anelka. Dengan ekspresi muram, dia menarik kartu kuning dari saku dadanya.     

"Ini kartu kuning kedua Anelka dalam pertandingan!"     

Para pemain Forest mengepung wasit untuk mencoba menghentikannya mengeluarkan kartu lainnya. Anelka tertegun sejenak, dan tiba-tiba saja bergegas menuju ke kerumunan itu dengan panik. Tapi dia ditahan dengan ketat oleh dua rekan senegaranya, Ribéry dan Chimbonda. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Anelka bergegas ke kerumunan. Tapi melihat ekspresinya yang galak saja sudah cukup menakutkan.     

"Aku tidak melakukan diving! Aku tidak melakukannya! Aku tidak berpura-pura!" Anelka, yang dipegang erat-erat oleh rekannya, meraung dari luar kerumunan. Tapi dia tidak bisa mengubah apa pun.     

Sebuah tangan terangkat di tengah kerumunan. Di ujung tangan itu terdapat kartu merah, warna merah terang yang bahkan lebih terang dari jersey tim Forest.     

Semua orang menatap kartu merah itu, termasuk Anelka.     

Saat dia melihat kartu merah itu, dia tiba-tiba saja menghentikan teriakannya dan terdiam.     

"Kartu merah! Tinggalkan lapangan!"     

Ribéry dan Chimbonda yang menahan Anelka merasakan bahwa dia tiba-tiba saja tidak lagi berusaha melawan. Jadi mereka melepaskan pegangan mereka perlahan. Tapi mereka masih berada di dekatnya, untuk berjaga-jaga.     

Anelka tiba-tiba saja mencibir dan kemudian berbalik untuk meninggalkan lapangan.     

Suara ejekan di stadion City Ground terdengar memekakkan telinga. Tidak ada suara lain yang bisa terdengar.     

※※※     

Di pinggir lapangan, Twain sangat marah hingga dia menghadang ofisial keempat, peluit emas Inggris, Graham Poll. Dia menggeram seperti singa yang marah. "Periksa monitor! Lihat ke layar besar itu! Wasit mana yang melihat Anelka melakukan diving?! Sialan!"     

"Tn. Twain, tolong jaga ucapan Anda," Poll memperingatkan.     

"Menjaga ucapanku? Kau ingin aku melakukan apa? Pemainku telah dianiaya, dan kau ingin aku menjaga ucapanku? Baik. Kau memang memiliki wewenang itu." Twain mengangguk dan kemudian menggunakan jarinya untuk menunjuk ke arah wasit di lapangan. "Lalu bagaimana aku bisa mengingatkan bajingan itu agar menganggap serius tugasnya sebagai wasit? Tn. Poll, kau adalah peluit emas. Kau bisa melihat ke monitor pertandingan. Lihat saja! Dan kau bisa melihat sendiri apa itu pura-pura atau tidak!"     

Poll menggelengkan kepalanya. "Maaf, Tn. Twain. Mungkin itu salah penilaian, tapi wasit tidak bisa memutuskan itu berdasarkan siaran televisi. Itu peraturan FIFA."     

"Persetan dengan peraturan sialan itu!" Twain mengacungkan tinjunya dan tiba-tiba kembali ke area teknis.     

Poll memandang sosok Twain yang marah dan menggelengkan kepalanya tanpa daya. Ini bukan pertama kalinya dia berurusan dengan manajer itu. Dia tahu kalau Twain bisa sedikit blak-blakan saat dia gelisah. Dia memikirkannya sejenak dan memutuskan untuk tidak menuliskan insiden itu ke dalam laporan pertandingan. Hukuman yang diberikan barusan adalah kesalahan. Terobosan Anelka itu bersih. Pemain asal Nigeria itu berbalik dengan lambat, dan kakinya terjulur di depan striker Prancis itu, membuatnya tersandung dan jatuh.     

Sayang sekali Johnson, wasit pertandingan ini, masih terlalu muda untuk bisa menegakkan peraturan dengan benar di dalam pertandingan Liga Utama. Bahkan meski hukuman harus diberikan untuk pemain yang melakukan diving, tidak perlu memberinya kartu kuning. Itu sebuah kesalahan di atas kesalahan yang lain.     

Dia mendongak untuk melihat ke bagian atas tribun utama. Di area yang tidak diketahui olehnya, akan ada dua supervisor dari Asosiasi Wasit yang bertanggungjawab untuk menilai kinerja wasit di setiap pertandingan. Mereka yang mendapatkan skor rendah akan diperintahkan untuk menghentikan keterlibatan mereka di kompetisi level Liga Utama. Hal ini akan mempengaruhi pendapatan mereka dan resume serta penilaian untuk kualifikasi perwasitan internasional bagi yang bersangkutan.     

※※※     

"Anelka dikeluarkan dari lapangan dengan kartu merah, yang artinya dia tidak akan bisa tampil bersama timnya di Highbury untuk putaran pertandingan selanjutnya." Komentator menggelengkan kepalanya dan berkata, "Dari siaran ulang, itu memang kesalahan penilaian. Wasit pertandingan, Stephen Johnson, yang hanya memiliki pengalaman memimpin tujuh pertandingan Liga Utama Inggris, telah membuat kesalahan di kompetisi yang intens ini. Ini sangat disayangkan. Karena kesalahan dari wasit muda itu, Anelka harus absen dari pertandingan melawan Arsenal. Tidaklah mengherankan kalau manajer Twain tampak sangat marah di tepi lapangan. Striker utama, top scorer, dan penyerang inti timnya akan absen dari pertandingan besar melawan Arsenal karena kesalahan penilaian!"     

※※※     

Merasa diperlakukan dengan tidak adil oleh wasit, tim Forest yang kekurangan satu pemain mulai menunjukkan serangan yang lebih sengit. Di tahap akhir pertandingan, tim Forest dihadiahi tendangan bebas langsung di lini depan. Arteta melakukan tendangan bebas itu dan memasukkan bola ke dalam gawang Everton. Tim Forest akhirnya mengalahkan Everton dengan skor 2:1 di menit-menit terakhir.     

Pada konferensi pers paska-pertandingan, keputusan wasit menjadi fokus perhatian semua orang. Twain jelas tidak melepaskan kesempatan ini. Meskipun timnya memenangkan pertandingan, dia masih menegur wasit muda itu dengan kasar atas kinerjanya di lapangan.     

"Ya, memang sudah dinyatakan di dalam peraturan pertandingan bahwa hukuman yang berat harus diberikan untuk aksi diving dan pemain yang berpura-pura jatuh harus diberi kartu kuning. Tapi aku ingin menanyakan ini pada Tn. Stephen Johnson. Apa kau yakin kau melihat Anelka berpura-pura jatuh? Aturan itu dibuat untuk menindak para penipu yang sesungguhnya, dan bukan untuk membuatmu memamerkan wewenangmu di hadapan para pemain!"     

"Kami akan memilah klip video dari pertandingan ini, dan kami akan mengajukan banding ke komite liga."     

※※※     

Pagi berikutnya, tim Forest menyerahkan video pertandingan dan dokumen untuk banding ke komite liga. Tapi, mengingat gaya birokrasi Inggris dan fakta bahwa hanya ada dua hari tersisa sebelum pertandingan dengan Arsenal, tidak ada yang tahu apakah Anelka bisa tampil di Highbury.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.