Mahakarya Sang Pemenang

Seorang Kapten Sepertimu Bagian 2



Seorang Kapten Sepertimu Bagian 2

0"Kapten ... sepertiku?"     

"Itu benar. Seperti dirimu sendiri. Kau bekerja lebih keras daripada orang lain di tim. Tak peduli hasil yang kau capai, kau tidak pernah sombong. Kau selalu teguh dan rendah hati. Semua orang melihat ini. Apa menurutmu posisimu di tim hanya diberikan padamu karena Boss?"     

Wood menoleh untuk melihat ke arah Tang En, tapi Tang En hanya tersenyum.     

"Tidak. Itu karena semua orang tahu kau benar-benar mampu melakukannya. Penampilanmu telah meyakinkan semua orang, jadi tidak ada yang merasa keberatan saat kau secara konsisten menjadi pemain starter."     

Tang En mengangguk. "Musim lalu, media menganggap kalau kau berhasil mempertahankan posisimu sebagai gelandang bertahan utama di tim karena mendapatkan perlakuan khusus dariku. Apa kau percaya omong kosong itu?"     

Wood menggelengkan kepalanya.     

"Itulah. Kau adalah orang yang sangat percaya diri. Aku sudah tahu itu sejak awal." Tang En tersenyum lebar. Itu memang benar. Wood ingin berlatih dengan tim Pertama sejak pertama kali dia memasuki tim dan bahkan belum menandatangani kontrak. Bukankah itu artinya dia cukup percaya diri?     

"Jadi ... kita adalah orang yang berbeda. Kau tidak bisa meniruku dalam semua hal, George. Apa kau merasa cemas kalau kau tidak akan memiliki otoritas atau dipercaya sebagai kapten di dalam tim? Tapi, kau sudah membuktikannya dengan tindakanmu... Apa kau masih ingat pertandingan Liga Eropa musim lalu? Apa kau ingat apa yang kaulakukan setelah Freddy cedera karena tackling pria Brasil itu dan harus meninggalkan lapangan?"     

Wood mengangguk.     

"Meskipun Bos ada di sini, aku masih ingin mengatakan kalau apa yang kau lakukan itu fantastis. Pada saat itu, aku yakin beberapa orang di tim pasti memiliki pikiran yang sama denganmu; untuk membalas pria Brasil itu. Mereka tidak memiliki keberanian itu, tapi kau melakukannya tanpa ragu. Hal itu membuat semua orang menyesuaikan perspektif mereka tentangmu."     

Tang En menyela Albertini, mengatakan, "George ... aku harus menambahkan, aku akan tetap memuji pelanggaran yang kau lakukan. Saat itu, aku tidak dengan sengaja berusaha memancing kemarahan wasit atau melampiaskan kekesalanku. Aku hanya menganggap kalau pelanggaran itu sangat keren! Kau tahu apa itu seorang kapten? Seorang kapten adalah seseorang yang akan membela rekan setimnya. Kau perlu melindungi rekan setimmu karena mereka mempercayai dan mendukungmu. Mereka tahu bahwa meski mereka mendapatkan kesulitan, kapten tim akan membantu mereka menyelesaikannya. Kalau mereka dibully oleh orang lain, akan ada yang membully orang itu atas nama mereka! Itu... adalah arti dari menjadi kapten. Itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang kapten sepertimu."     

Di samping Tang En, Albertini mengangguk setuju.     

"Pada saat itu, kau membuat rekan setimmu merasa bahwa kau adalah seseorang yang bisa dipercaya, seseorang yang layak mendapatkan dukungan mereka. Kau telah berhasil, George. Pikirkan saja tentang hal itu. Kenapa tidak ada yang merasa keberatan saat aku mengumumkan kau akan menjadi kapten di depan semua orang di ruang ganti?"     

"Itu karena kau sudah menggunakan tindakanmu untuk mengatakan pada mereka bahwa kau akan membantu mereka menyelesaikan masalah mereka kapanpun mereka berada dalam kesulitan," kata Albertini, menimpali.     

"Tak jadi masalah metode apa yang digunakan ... Kau sudah menetapkan otoritasmu."     

Saat itu seolah-olah Tang En dan Albertini sedang melakukan pertunjukan, mereka berbicara bergantian, perlahan-lahan membantu Wood melepaskan simpul yang mengganjal di hatinya.     

"Apa yang membuatmu cemas? Kalau kau tiba-tiba saja bertindak seperti Demi, tersenyum dan menyapa semua orang yang kaulihat, aku khawatir semua orang akan menganggap kau sudah gila."     

Mendengar Tang En mengatakan itu, Albertini terkekeh geli. Dia membayangkan Wood dengan wajah tersenyum lebar; itu terlalu aneh.     

"Rekan setimmu sudah menerima dirimu apa adanya. Kenapa kau masih ingin mengubah dirimu? Tidak ada yang mengatakan bahwa kapten harus beradaptasi dengan tim. Sebaliknya, sebuah tim seharusnya menunjukkan tanda dari kapten yang memimpin mereka. Misalnya, gaya kepemimpinan Demi lebih seperti angin sementara gayamu lebih seperti api. Itu luar biasa. Kurasa tidak ada masalah memiliki dua kapten dengan gaya yang berbeda. Hanya ada satu hal yang perlu kauubah ..." Tang En mengangkat jari telunjuknya.     

"Buka mulutmu dan bicaralah. Biarkan rekan timmu mendengar pikiranmu, pendapatmu, keinginanmu tentang apa yang harus mereka lakukan, saranmu, apa yang kau harap tidak akan mereka lakukan, atau apa yang menurutmu bagus dan tidak bagus... Semua ide-idemu, ekspresikan itu semua dengan kata-katamu daripada hanya duduk di pojok ruang ganti sepanjang hari dalam diam. George, saat kau memasuki lapangan, bagaimana rasanya berdiri di depan tim?"     

Wood tidak mengatakan apa-apa. Dia masih memikirkan tentang kata-kata Tang En dan Albertini. Dia percaya bahwa kapten manapun seharusnya seperti Albertini yang menerima sambutan, dukungan dan rasa hormat dari semua orang. Tapi, dia sama sekali tidak pernah berpikir bahwa mungkin ada jalan lain untuk mencapai hasil yang sama.     

Menjadi kapten dengan gayanya sendiri?     

Itu tidak pernah terlintas di benaknya.     

Tapi ... mungkin itu patut dicoba.     

"Kurasa ..." Wood akhirnya berkata, "Rasanya menyenangkan."     

Tang En dan Albertini bertukar pandang dan tersenyum.     

※※※     

Makan malam telah berakhir. Tang En dan Albertini beserta keluarganya mengucapkan selamat tinggal.     

Albertini dan istrinya berterima kasih pada Sophia sebelum kemudian pergi untuk mengambil mobil mereka. Sementara itu, Tang En menghentikan Wood.     

"Mmm ... aku ingin mengatakan sesuatu. Kau bilang kalau kau sama sekali tidak memiliki kesamaan dengan Demi. Tapi aku tidak setuju dengan itu. Tentu saja, dari pandangan sekilas saja, yang satu ekstrovert, dan yang lain introvert. Tapi, kurasa masih ada satu faktor umum yang sangat besar diantara kalian berdua. Apa kau tahu apa itu?"     

Wood menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu."     

"Keseriusan. Kalian berdua sama-sama orang yang sangat serius." Tang En menoleh untuk melihat Albertini, yang melambai ke arahnya dari dalam mobil. "Aku percaya bahwa orang yang serius mungkin harus menjalani hidup yang lebih keras daripada sebagian besar orang lain, tapi mereka selalu mencapai hal-hal besar."     

Tang En menepuk bahu Wood dan melangkah pergi, berjalan menuju mobil Albertini. Demi tadi mengatakan kalau dia akan mengantarkan Tang En pulang.     

Albertini memang serius tentang sepakbola, tentang Milan, tentang cinta dan keluarganya sendiri. Wood serius tentang bagaimana dia memperlakukan ibunya dan juga serius dalam bagaimana dia memperlakukan sepakbola; kalau tidak, dia tidak mungkin mencapai hasil yang dia peroleh saat ini.     

Tang En sudah setengah jalan menuju mobil saat Sophia memanggilnya. "Tony, jangan ragu untuk berkunjung kapan pun kau punya waktu."     

Dia berbalik sambil tersenyum dan mengangguk pada Sophia. "Tentu saja, Nyonya."     

※※※     

Sophia dan Wood baru kembali ke rumah setelah mereka melihat Tang En dan Albertini pergi.     

"George. Tn. Twain-lah yang menghubungiku, memberi tahuku kalau kau sedang mengalami kesulitan dan berharap aku bisa membantu. Kau benar-benar bocah yang beruntung, dengan banyak orang selalu memikirkanmu. Jadi, kau tidak boleh mengecewakan Tn. Twain."     

Sang ibu dengan lembut mengacak-acak rambut putranya.     

"Ya, aku tahu itu sekarang," kata putranya, menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.