Mahakarya Sang Pemenang

Seorang Kapten Sepertimu Bagian 1



Seorang Kapten Sepertimu Bagian 1

0Para wartawan selalu bersemangat. Mereka melontarkan segala jenis pertanyaan yang membuat segala hal menjadi sulit bagi orang yang diwawancara. Bahkan hal-hal yang tampaknya tidak ada hubungannya sekalipun akan dianggap sebagai pertanyaan yang harus dijawab oleh target mereka.     

Metode Tang En dalam menangani pertanyaan-pertanyaan yang menjengkelkan itu sederhana dan kasar: dia menolak semuanya.     

Setelah berhasil melewati bandara dan langsung naik ke bus tim yang diparkir di luar, baru dua jam setelahnya tim Forest akhirnya tiba di Nottingham yang mereka kenal.     

Di gerbang Kompleks Pelatihan Wilford, Tang En membubarkan tim dan mengumumkan bahwa para pemain akan diliburkan dari latihan sore ini dan pagi hari esok; yang berarti dua setengah hari.     

Saat Tang En hendak pergi, Wood mengulangi, "Jam delapan malam."     

Tang En bertanya, "Apa Dunn diundang?"     

Wood berdiri di sana dan berpikir sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepalanya. "Ibuku tidak bilang apa-apa. Kurasa tidak."     

"Oh baiklah." Tang En mengangguk. "Pulanglah lebih awal, jangan biarkan ibumu menunggu. Aku akan ke sana nanti."     

Wood berbalik dan pergi. Mobil-mobil di tempat parkir juga mulai melaju pergi satu demi satu. Semua pemain sudah pulang. Beberapa diantaranya pulang untuk menikmati ketenangan, sementara beberapa yang lain pergi untuk memanjakan diri mereka. Tang En berdiri sendirian di tempat parkir yang kosong, menggaruk kepalanya.     

Apa hanya dia yang diundang untuk makan malam?     

※※※     

Dari sejak saat Tang En pulang, Dunn memperhatikannya merapikan penampilannya; mandi, bercukur, menyisir rambutnya, berganti pakaian, dan memoles sepatu kulitnya.     

Dia penasaran. Tang En biasanya tidak terlalu memperhatikan tentang bagaimana dia berpakaian dan berpenampilan.     

"Apa kau akan keluar?"     

Tang En mengangguk. "Oh, yeah. Dunn, kau harus makan sendiri malam ini."     

"Shania kembali?"     

Tang En berhenti memoles sepatunya dan berbalik untuk memandang Dunn. "Kenapa kau mengira kalau ini ada hubungannya dengan Shania?"     

Dunn mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Apa itu benar?"     

Tang En menggelengkan kepalanya, dan melanjutkan memoles sepatunya. "Tidak. Ini Sophia, ibu George."     

"Oh." Dunn terdiam.     

Tang En menundukkan kepalanya, berulang kali menggosok sepatu yang sedang dipegangnya meskipun sebenarnya sepatu itu sudah berkilauan.     

Kenapa Dunn menyinggung tentang Shania lebih dulu? Gadis itu seharusnya sudah kembali ke Inggris dari Brasil, kan? Belakangan ini, dia sangat sibuk, dia sama sekali tidak menghubungi Shania. Saat mereka berpisah, dia bahkan mengatakan kalau dia akan menghubungi gadis itu, tapi setelah dia mulai sibuk, dia sama sekali tidak memperdulikan hal-hal yang lain. Gadis itu tidak marah, kan?     

Dunn mendengar suara polesan itu menjadi monoton. Dia langsung tahu kalau Tang En pasti sedang melamun lagi.     

※※※     

Tang En tiba di rumah Wood sedikit lebih awal dari waktu yang disepakati.     

"Sudah lama tidak bertemu, Tony." Sophia tersenyum saat dia membukakan pintu untuk Tang En.     

"Ya, sudah lama kita tidak bertemu... Kau terlihat cantik."     

Setelah memasuki rumah, Tang En sadar bahwa tidak ada tanda-tanda orang lain di rumah besar itu. Jadi, dia bertanya, "Dimana George?"     

"Dia sedang pergi membeli sesuatu. Dia akan kembali sebentar lagi." Sophia terus menatap Tang En sambil tersenyum, membuat Tang En sedikit malu. Dia duduk dan terbatuk.     

"Apa kau ingin gula di tehmu, Tony?" tanya Sophia.     

"Tidak, terima kasih."     

Sophia kembali ke dapur untuk membuatkan teh bagi Tang En. Pada saat itu, terdengar ketukan dari luar pintu. Tang En bangkit berdiri untuk menghentikan Sophia, yang berlari keluar dari dapur.     

"Biar aku saja yang membukakan pintunya."     

Dia mengira Wood-lah yang kembali. Dengan begitu, kedatangannya akan meredakan kecanggungan yang ada saat ini. Dia membuka pintu dan menemukan dirinya berhadapan dengan wajah seorang anak kecil.     

Anak itu membuka mulutnya, tapi suara pria dewasa justru terdengar dari belakangnya. "Ah, Bos! Aku tidak menduga akan melihatmu disini."     

Mendengar bahasa Inggris yang disertai aksen Italia yang kental, Tang En segera mengenali tamu itu.     

"Demi!" Tang En merasa gembira. Mengundang Albertini untuk makan malam tentu saja merupakan cara yang bagus untuk membantu Wood mengatasi apa pun yang sedang mengganggunya.     

Albertini tertawa di samping istrinya, seorang model terkenal Uriana Capone, yang menggendong anak itu. Mantan model cantik itu menyapa Tang En sambil tersenyum. "Selamat sore, Tn. Twain."     

"Selamat malam, Nyonya. Silakan masuk. George sedang pergi membeli beberapa barang sementara Sophia sedang membuat teh. Aku hanya membantu membukakan pintu untuk tuan rumah kita." Dia membuka pintu lebih lebar dan membuat isyarat agar mereka masuk ke dalam.     

"Halo, Albertini kecil." Tang En mengulurkan tangan dan mendorong hidung anak itu, membuatnya terkikik di pelukan ibunya.     

Tang En tidak asing dengan istri Albertini. Saat Albertini pindah ke tim Forest, keluarga mereka pindah dari Italia ke Inggris. Meski tidak terbiasa dengan cuaca di Inggris yang buruk, Uriana tetap tinggal di sisi suaminya. Sesekali, dia akan membawa putranya ke rumah kakeknya di Italia. Biasanya, selama ada pertandingan kandang untuk Forest, Uriana akan memastikan dirinya memakai jersey merah Forest dan membawa putra mereka untuk ikut bersorak bagi suaminya dari tribun penonton di box khusus. Mereka adalah keluarga kecil yang bahagia.     

Adaptasi Albertini yang cukup cepat terhadap gaya sepakbola Inggris dan Nottingham Forest, sebagian besarnya disebabkan oleh perhatian dan dukungan penuh dari istrinya.     

Secangkir teh yang dibawakan Sophia dari dapur bertambah menjadi tiga cangkir, dan semua orang duduk bersama untuk mengobrol dengan santai. Dari apa yang terlihat, Tang En tampak mirip seperti kepala rumah tangga.     

Sampai Wood pulang.     

Meskipun acara itu adalah acara makan malam, makanannya tidak terlalu penting. Yang penting adalah percakapan yang diadakan setelahnya. Para wanita mengobrol tentang minat dan hobi mereka sambil mengawasi si anak bermain di dekat mereka. Para pria juga berkumpul bersama untuk membahas urusan mereka, tujuan utama dari makan malam hari ini.     

Topik itu dimulai dengan membahas cedera Albertini.     

"Bagaimana kakimu, Demi?" tanya Tang En sambil duduk di dekat Albertini dengan secangkir teh.     

"Fleming bilang aku akan bisa kembali ke lapangan akhir bulan depan kalau semuanya berjalan baik."     

"Dan bagaimana pendapatmu tentang itu?"     

"Aku yakin kau tidak akan setuju kalau aku bilang aku bisa kembali ke lapangan sekarang, Boss."     

Keduanya tertawa.     

George Wood bergabung dengan mereka setelah membantu ibunya membereskan meja. Sebenarnya, dia sudah tahu kenapa ibunya tiba-tiba ingin mengadakan makan malam di rumah, terutama saat orang yang diundangnya adalah Albertini dan Tang En.     

Setelah Wood duduk, Tang En meliriknya sebelum mengedipkan mata pada Albertini.     

Tentu saja, Albertini tahu apa tujuan sebenarnya dari makan malam ini. Dia memandang ke arah Wood dan bertanya sambil tersenyum lebar, "George, bagaimana rasanya menjadi kapten?"     

Mendengar pertanyaan Albertini itu, Wood tampak agak malu. Dia menunduk dan tetap diam.     

Tang En mulai tertawa di samping mereka.     

"Kelihatannya tidak terlalu bagus, Demi."     

Dia berhenti tertawa dan berkata kepada Albertini, "Bocah ini ... dia selalu berusaha menirumu. Bukankah aku benar, George?" Dia kembali menatap ke arah George.     

Wood mengangkat kepalanya dan berkata pada Tony, "Kau yang menjadikanku kapten, dan kau yang memintaku untuk belajar dari Demi."     

Tang En tidak menjawab, tapi Albertini melanjutkan. "George, katakan padaku dengan jujur. Apa menurutmu kita memiliki kesamaan?"     

Pertanyaan itu membuat Wood terdiam. Dia mempertimbangkannya dengan seksama. Demi adalah pria dengan hati yang hangat. Meskipun dia tidak bisa banyak bicara dalam bahasa Inggris saat pertama kali bergabung dengan tim, dia bisa membuat semua orang di tim menerimanya dalam waktu singkat. Dia selalu tampak senang membantu rekan setim yang mengalami kesulitan, terlepas dari apakah mereka seringkali berinteraksi dengannya atau tidak. Wajahnya selalu dihiasi senyum, dan dia juga sopan terhadap semua orang. Kapanpun dia berbicara di ruang ganti, semua orang akan mulai tenang dan mendengarkannya ... Mungkin itu adalah karisma unik yang dimiliki Demi.     

Dan apakah Wood memiliki kualitas-kualitas itu? Meskipun Wood tidak selalu menunjukkan wajah yang tidak ramah, dia memberikan kesan kalau dia adalah orang yang tidak mudah didekati. Albertini membutuhkan waktu sebulan untuk membuat rekan-rekan setimnya menerimanya dan menyukainya. Tapi Wood membutuhkan waktu hampir setahun setengah. Dia jarang pergi keluar bersama dengan pemain lain; setelah berlatih setiap hari, dia akan bergegas pulang untuk menemani ibunya. Dia juga tidak pergi keluar untuk minum minuman keras atau pergi ke klub untuk ditemani oleh wanita-wanita cantik. Dia tidak terlibat dalam hubungan apapun dan tidak memiliki hobi yang bisa dilakukannya setelah bekerja. Dia menjalani hidup yang sederhana.     

Wood menggelengkan kepalanya. "Tidak."     

Albertini tertawa dan kemudian bertanya. "Kalau kita sangat berbeda, kenapa kau masih menganggap kalau kau harus menjadi seorang kapten sepertiku?"     

Wood terdiam sebentar sebelum berkata, "Kurasa seorang kapten ... haruslah sepertimu ..."     

Albertini adalah salah satu kapten yang bekerja paling lama dengan George Wood. Sangat normal baginya untuk memiliki gagasan seperti itu.     

"Tidak, tidak. Bukan begitu." Albertini menggelengkan kepalanya.     

"Karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda, akan ada berbagai jenis kapten yang berbeda juga. Kau tidak perlu mencoba menjadi seorang kapten sepertiku. Kau seharusnya mencoba untuk menjadi seorang kapten sepertimu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.