Mahakarya Sang Pemenang

Adu Penalti



Adu Penalti

0"George Wood baru saja mendapatkan kartu kuningnya yang ketiga. Ini artinya dia akan absen di pertandingan selanjutnya. Kalau tim Forest... dan kita tekankan disini 'kalau' tim Forest berhasil mengeliminasi Arsenal dan lolos ke babak final, mereka akan kehilangan gelandang bertahan dan kapten yang luar biasa."     

Suara komentator itu terdengar dari dalam televisi di boks VIP. Edward Doughty menoleh ke samping kanannya.     

Ibu George Wood duduk disana. Dia memandang putranya di lapangan sambil merenung.     

Apa dia memahami pemikiran putranya saat Wood menabrak Henry?     

"Nyonya..." kata Edward padanya, "Putra Anda sangat luar biasa. Aku sangat menyesal tentang kartu kuning itu..."     

Sophia menoleh ke arahnya dan menggeleng sambil tersenyum sopan. Dia menjawab, "Tidak apa-apa, Tn. Ketua. Ini adalah pekerjaannya."     

※※※     

George Wood kelihatannya sudah lupa tentang mendapatkan kartu kuning itu.     

Seperti yang dikatakan Tang En, pertandingan masih berlangsung. Sekarang bukan waktunya untuk merasa depresi atau kesal tentang harus absen di pertandingan berikutnya. Mereka bahkan tidak tahu apakah mereka akan lolos ke pertandingan berikutnya. Kalau memang ada rasa kesal dan sakit, harus ada alasan untuk merasa seperti itu.     

Tendangan bebas yang dihadiahkan pada Arsenal sama sekali tidak mengancam gawang Nottingham Forest. Tembakan Henry melenceng.     

Setelah itu, para pemain Nottingham Forest belajar dari kesalahan dan tidak lagi menyerang membabi buta. Arsenal, di sisi lain, mengerahkan sisa-sisa energi mereka dan meluncurkan serangkaian serangan ke gawang Forest.     

Namun kali ini, lini pertahanan Forest tampil stabil dibawah kepemimpinan George Wood. Tidak banyak peluang Arsenal untuk bisa mengancam gawang Forest secara langsung. Seringkali, mereka terpaksa harus melakukan tendangan jarak jauh dari luar lini pertahanan Forest.     

Kalau mereka ingin mencetak gol dari serangan semacam ini, mereka hanya bisa menggantungkan harapan pada dua hal: pertama, bek Nottingham Forest melakukan kesalahan sendiri; dan kedua, bantuan dari Tuhan.     

Yang pertama cenderung tak terjadi dan yang kedua lebih sulit terwujud.     

Baik Wenger dan Tang En sama-sama berdiri di pinggir lapangan dengan asisten mereka mulai menyibukkan diri di latar belakang. Kedua tim sudah mulai mempersiapkan diri untuk adu penalti.     

Setelah George Wood menyundul umpan Ashley Cole dan membuangnya keluar lapangan, wasit akhirnya meniup peluitnya untuk mengakhiri babak tambahan yang telah berjalan selama 30 menit.     

"Pertandingan telah berakhir. Kini kita akan menuju segmen adu penalti! Tidak ada pihak yang berhasil unggul atas lawan mereka dalam pertandingan yang telah berlangsung selama 120 menit. Jadi, mereka akan harus menjalani tahap penentuan yang kejam untuk memutuskan siapa pemenangnya."     

Para pemain berbaring di lapangan dan memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk beristirahat. Dokter tim saat ini memijat para pemain yang akan diturunkan untuk adu penalti.     

Wood duduk di tanah. Kini dia adalah yang paling jangkung diantara mereka semua; semua orang disekitarnya sedang berbaring di lapangan. Dia tidak ada di dalam daftar penendang penalti, jadi kakinya tidak dipijat. Tang En ada di depannya, tampak sibuk. Dia menasihati setiap pemain yang akan melakukan tendangan penalti, mencoba membantu meringankan tekanan yang mereka rasakan dan membangun rasa percaya diri mereka.     

Di waktu yang bersamaan, pelatih kiper berbicara dengan Edwin van der Sar dan menjelaskan secara mendetil tentang kebiasaan tendangan penalti para pemain Arsenal. Mungkin dia merasa bahwa mengatakan semua itu tidak akan bisa membantu Edwin van der Sar mengingatnya, maka dia menjejalkan secarik kertas ke tangannya.     

"Ini..." Edwin van der Sar tampak bingung.     

"Ide Boss." Pelatih kiper menunjuk ke arah Tang En yang ada di belakangnya. "Dia menyuruh kami memeriksa secara mendetil tentang kebiasaan unik semua orang saat melakukan tendangan penalti dan kemudian menuliskannya disini. Kalau kau tidak ingat, atau tidak bisa mencocokkan angka mereka, kau bisa melihat ini. Bagaimanapun, tidak ada peraturan yang mengatakan tentang tidak boleh melihat catatan."     

Itu benar. Ini adalah ide Tang En. Dan orang yang menginspirasinya adalah kiper utama Arsenal, Lehmann.     

Sebelum pertandingan ini, rencana pelatihan Tang En sudah menyertakan sebuah segmen yang disebut "tendangan penalti". Dia sudah siap menghadapi Arsenal dalam adu penalti dan memasukkan lebih banyak latihan tendangan penalti ke dalam sesi latihan rutin mereka. Kemudian, saat dia melihat daftar pemain Arsenal, dia tiba-tiba ingat bahwa Lehmann adalah menjadi kiper utama tim nasional Jerman selama pertandingan Piala Dunia 2006. Dia mengambil alih posisi pemain inti dari Kahn. Dari sini, Tang En mengingat kembali pertandingan perempat final antara Jerman melawan Argentina. Pemenang pertandingan itu ditentukan melalui adu penalti. Dan rahasia kemenangan Jerman terletak pada secarik kertas yang diberikan kepada Lehmann oleh pelatih kipernya. Di dalam kertas itu tercantum semua kebiasaan unik para pemain Argentina saat melakukan tendangan penalti. Berdasarkan pada poin-poin yang dituliskan di kertas itu, Lehmann mencocokkannya dengan para pemain dan melakukan penyesuaian. Dia berhasil memblokir tembakan penalti berturut-turut dan memastikan Jerman lolos ke empat besar saat itu.     

Usai pertandingan, kertas catatan itu menjadi topik laporan utama yang diperebutkan oleh banyak kelompok media.     

Itulah sebabnya kenapa Tang En bisa mengingatnya. Hari ini, dia memutuskan untuk meniru apa yang terjadi saat itu dan menggunakannya untuk menghadapi Lehmann dan Arsenal. Untuk itu, dia menginstruksikan pelatih kiper agar menyelidiki poin-poin unik para pemain Arsenal saat mereka melakukan tendangan penalti. Setelah meringkasnya, dia menuliskannya ke atas secarik kertas. Kalau mereka benar-benar harus menjalani adu penalti, pelatih kiper harus menyerahkannya pada Edwin van der Sar dan memintanya untuk menggunakan kertas catatan itu.     

Akhirnya catatan itu berguna juga.     

Setelah mendengarkan penjelasan pelatih kiper itu, Edwin van der Sar membuka catatan itu. Di dalamnya terdapat kata-kata sederhana yang mendeskripsikan kecenderungan tendangan penalti setiap pemain Arsenal.     

Itu adalah hal yang luar biasa dan dia tidak tahu bagaimana Boss bisa memikirkan tentang ini. Dia tidak tahu apakah melihat catatan kecil dalam adu penalti dianggap sebagai kecurangan; bagaimanapun, dia tidak pernah mencoba metode ini sebelumnya. Semua orang selalu mengatakan bahwa menghentikan tendangan penalti akan tergantung pada pengalaman dan kecepatan reaksi kiper. Tapi ini adalah sebuah uji keakuratan yang dilakukan oleh tim manajerial di balik layar. Dia hanya perlu melompat sesuai dengan apa yang dituliskan di kertas itu; kiri bawah, kanan atas, tengah...     

Dia tidak yakin apakah ini hal yang bagus bagi seorang kiper, tapi dia tidak terlalu mempedulikannya untuk saat ini. Meraih kemenangan jauh lebih penting.     

Dengan hati-hati, Edwin van der Sar memasukkan kertas catatan itu ke dalam kaos kakinya. Dia tidak ingin ada orang lain yang melihatnya; karena dia tidak yakin apakah ini melanggar peraturan atau tidak.     

※※※     

Tang En akhirnya selesai mempersiapkan mental setiap pemain di dalam daftar penendang penalti. Saat dia bangkit, dia melihat George Wood duduk di tanah, beristirahat.     

Dia menghampirinya dan berjongkok di depan Wood.     

"Hm... George, kau tahu, aku sama sekali tidak marah saat melihatmu melakukan pelanggaran dan mendapat kartu kuning itu."     

Wood menatap Tang En dan tidak mengatakan apa-apa.     

"Terima kasih." Tang En menepuk kaki Wood dan bangkit berdiri, berjalan menjauh.     

Tang En baru saja pergi saat Albertini ganti menghampirinya. Dia duduk bersila di depan Wood.     

"George, aku benar-benar penasaran. Pada saat itu, apa yang kau pikirkan... tidak, jangan katakan padaku." Dia mengulurkan tangan, mengisyaratkan agar Wood tidak berbicara. "Itu adalah jalan yang kaupilih.. Apa kau tahu berapa banyak pemain di dunia ini yang bermimpi untuk bisa berpartisiapsi dalam babak final Liga Champions? Bahkan saat aku masih bermain di AC Milan, saat aku dikelilingi banyak rekan setim dengan kemampuan yang luar biasa dan pemain sepakbola kelas-dunia, banyak diantara mereka yang tidak berhasil melangkah hingga babak final Liga Champions."     

"Aku... Maafkan aku, Demi..." Wood sedikit tergagap saat melihat Albertini menunjukkan wajah tegas.     

Melihatnya seperti itu, Albertini justru tersenyum.     

"Apa yang kautakutkan? Kau kan bocah kecil yang tidak takut apapun... Kalau itu aku, dalam situasi seperti itu, aku juga akan melakukan hal yang sama sepertimu. Kerja bagus, George." Dia mengacak-acak rambut Wood dan tersenyum ke arah pemuda di hadapannya itu. Sama seperti menyaksikan seorang anak tumbuh besar dari hari ke hari, hatinya dipenuhi rasa bangga yang tak akan bisa dipahami oleh orang luar.     

※※※     

Asisten manajer kedua tim menyerahkan daftar penendang penalti mereka. Setelah wasit mengecek ulang nama-nama itu dan memastikan tidak ada kesalahan, pemain lain yang tidak berkepentingan akan dilarang memasuki sisi lapangan yang digunakan untuk adu penalti.     

George Wood bangkit berdiri dari tanah. Bersama-sama dengan Henry, dia berjalan menuju wasit. Mereka akan melakukan lemparan koin untuk menentukan tim mana yang akan menendang lebih dulu. Saat Henry dan dirinya melakukan lemparan koin, rekan-rekan setimnya telah berjalan ke lingkaran tengah. Setelah berada disana, mereka melingkarkan lengan di bahu pemain disampingnya, berdiri saling berdekatan satu sama lain. Mereka menggunakan lengan mereka untuk menyalurkan kekuatan dan keyakinan dalam menghadapi masa depan yang belum diketahui bersama.     

Wood muncul sebagai pemenang dalam lemparan koin itu. Dia memilih untuk menendang lebih dulu.     

xPenendang pertama dari Nottingham Forest adalah Eastwood. Forest tidak kekurangan pemain yang bisa melakukan tendangan penalti, dan Eastwood adalah kandidat pertama. Selama dia berada di lapangan, tendangan penalti yang dihadiahkan untuk Forest di dalam pertandingan harus dieksekusi olehnya.     

Berhadapan dengan Lehmann, Eastwood menendang bolanya dengan mantap dan lurus ke arah tengah. Dia berhasil memasukkannya ke dalam gawang.     

Melihat Eastwood mengayunkan tinjunya ke udara, City Ground bergemuruh dengan suara sorakan.     

Penendang pertama dari Arsenal adalah bek belakang, Lauren. Meski penendang penalti utama Arsenal adalah Henry, dia memiliki satu kebiasaan: dia tidak pernah melakukan tendangan penalti yang disebabkan oleh dirinya. Jadi, seringkali penendang pertama Arsenal adalah pemain bertahan dari Kamerun ini. Dalam adu penalti, menempatkan Lauren sebagai penendang pertama dan Henry sebagai penendang terakhir ibarat memiliki jaminan ganda untuk sukses.     

Edwin van der Sar melihat Lauren berjalan maju. Mengambil kesempatan saat lawannya menundukkan kepala untuk menempatkan bola, dia mengeluarkan kertas catatan dan segera memeriksanya dengan cepat. Lalu, dia kembali memasukkannya ke kaos kakinya.     

"Lauren akan menendang... dan bolanya masuk!"     

Dua ribu fans Arsenal bersorak. Edwin van der Sar memukulkan tinjunya dengan marah ke tanah. Dia mengikuti arahan yang dikatakan di dalam kertas itu. Meski arahnya sudah benar, dia hanya perlu mengeluarkan lebih banyak tenaga untuk membuang bola...     

Tapi, momen itu juga membuatnya merasa yakin untuk mengikuti apa yang tertulis di dalam kertas.     

Penendang kedua yang mewakili Nottingham Forest adalah penyerang tim, Anelka. Dia menembak ke sudut kiri bawah gawang. Bola itu bergulir dengan cepat melintasi rerumputan. Lehmann menebak arahnya dengan benar tapi tidak berdaya saat berhadapan dengan sudut tembakannya yang sulit. Bola membentur tiang gawang dan memantul ke dalam gawang.     

"Skor saat ini adalah 2:1! Nottingham Forest unggul untuk sementara..."     

Setelah mencetak gol, Anelka mengayunkan tinjunya dengan agresif ke arah Lehmann sebelum berlari kembali ke belakang.     

Edwin van der Sar kembali mengeluarkan kertasnya. Orang kedua yang menjadi penendang untuk Arsenal adalah pemain Belanda, Robin van Persie. Van der Sar menatap Robin van Persie dan melihat kertas catatan itu. Tertulis disana, "kanan bawah."     

Sisi kanan penendang artinya sisi kiri kiper.     

Edwin van der Sar memasukkan kertas itu kembali ke tempatnya. Dia tahu apa yang harus dia lakukan.     

Berdiri di depan gawang dan menatap rekan senegaranya, Edwin van der Sar menjulurkan kedua lengannya perlahan. Dia seperti tembok.     

Robin van Persie memandang sekilas ke arah wasit. Saat mendengar suara peluit, dia berlari kecil dan menembak! Saat kakinya menyentuh bola, Edwin van der Sar melompat ke kiri. Seperti dugaannya, tembakan dari Robin van Persie itu melesat ke arahnya.     

"Edwin van der Sar! Dia berhasil memblokir tembakan penalti Robin van Persie! Indah sekali!"     

Di tepi lapangan, Tang En, yang mengamati gawang dengan seksama, melompat tinggi. Pekerjaan mereka akhirnya menuai hasil. Idenya sukses! Yang terpenting, Nottingham Forest kini lebih unggul dalam skor dan mental psikologis. Neraca kemenangan perlahan mulai condong ke arahnya.     

Robin van Persie memandang ke arah Edwin van der Sar dengan sedih karena kiper itu berhasil menahan tendangan penaltinya. Dia berbeda dari Henry. Tendangan penaltinya jarang berubah. Dia tidak tahu bagaimana caranya menggunakan tendangan Panenka atau melakukan gerak tipuan untuk menyesatkan kiper lawan. Tendangan penaltinya sama seperti temperamennya – terus terang dan langsung. Kali ini, tendangannya berhasil diblokir oleh Edwin van der Sar, atau sebenarnya, tim manajerial Forest.     

Penendang ketiga untuk Nottingham adalah Franck Ribery. Penampilan pemain Prancis itu saat melawan Lehmann tetap tenang dan stabil. Dia melakukan tembakan langsung yang membuat Lehmann salah menebak arahnya.     

"Bolanya berhasil masuk! Sekarang, tekanan berada di kubu pemain Arsenal..."     

Penendang ketiga Arsenal adalah Fabregas.     

Pemain Spanyol itu menendang bola dengan tenang. Meski Edwin van der Sar berhasil menebak arahnya, dia sedikit terlalu lambat. Bola itu melesat melewati jari-jari tangannya dan masuk ke gawang.     

Kali ini, Edwin van der Sar tidak memukul tanah dengan frustasi; dia tampak lebih percaya diri.     

Penendang keempat untuk Forest adalah pemain muda, Gareth Bale. Ini adalah pertama kalinya dia berpartisipasi dalam pertandingan penting seperti ini. Dari ekspresinya, dia terlihat sedikit terlalu tegang. Bocah ini, yang bisa melakukan terobosan dengan tenang dalam pertandingan melawan Chelsea, tampak sedikit gugup saat akan melakukan tendangan penalti di semifinal Liga Champions.     

Bale mengubah penempatan bolanya dua kali. Melihatnya melakukan ini, Tang En merasa cemas. Dia bahkan bisa mendengar detak jantungnya sendiri di lingkungan yang sangat berisik itu. Sebuah firasat buruk mulai merayap masuk.     

Bale berlari dan mengayunkan kakinya. Tembak! Lehmann menebak arahnya dengan benar, tapi dia terlalu jauh dari bola, terlalu jauh...     

"Ah – Bale muda menendang bolanya ke arah tribun penonton! Tendangannya meleset!"     

Dari bangku pemain cadangan Arsenal terdengar gelombang sorak sorai. Mereka bersorak keras di atas kekecewaan lawan mereka.     

Bale mengangkat kedua tangannya, memegang rambut di bagian belakang kepalanya. Matanya berkaca-kaca. Tak peduli bagaimana orang-orang melihatnya, dia masih seorang pemuda yang belum tumbuh dewasa.     

Edwin van der Sar menghampirinya dan mengusap kepalanya. "Jangan khawatir, Nak. Kembalilah dan tunggulah disana untuk merayakan kemenangan kita." Sambil mengatakan itu, dia melihat penendang keempat mulai berjalan ke titik penalti. Dia adalah pemain Brasil, Gilberto Silva.     

Dia sengaja dimasukkan di saat-saat terakhir pertandingan agar bisa berpartisipasi dalam tendangan penalti ini. Sebelum Lauren bergabung, Gilberto dulunya adalah penendang penalti kedua untuk Arsenal. Level tendangan penaltinya tidak boleh diremehkan.     

Tapi Edwin van der Sar tidak takut. Dia memegang kartu kemenangan di tangannya.     

Bale berjalan kembali ke tim dengan air mata berlinang. Jelasnya, dia disambut oleh tangan-tangan yang hangat. Tidak ada yang menyalahkannya setelah tendangannya meleset.     

Edwin van der Sar berdiri di depan garis gawang dan mengencangkan sarung tangannya.     

Gilberto mulai mengambil awalan setelah dia mendengar peluit wasit ditiup. Edwin van der Sar tetap berdiri diam dan tak bergerak di tempatnya.     

Pemain Brasil itu mengayunkan kakinya dan menembak!     

Edwin van der Sar tidak melompat. Dia justru menjatuhkan diri di tempat. Bola itu membentur kakinya dan memantul keluar!     

"Edwin van der Sar! Penyelamatan yang luar biasa! Penilaiannya sungguh tepat! Terarah ke tengah, tendangan Gilberto diselamatkan oleh dewa gawang Belanda!"     

Sorak sorai kembali terdengar di City Ground. Kali ini, sorak sorai itu hampir memekakkan telinga.      

Setelah tendangannya meleset, Gilberto menundukkan kepalanya. Di depannya, Edwin van der Sar mengangkat kedua tangannya, terlihat seolah dia adalah seorang jenderal yang kembali dengan kemenangan.     

"Situasinya tidak terlihat bagus untuk Arsenal. Kalau Nottingham Forest berhasil mencetak gol lagi, maka penendang kelima untuk Arsenal tidak perlu melakukan tendangan penalti. Mereka akan tereliminasi."     

Henry berdiri di depan tim, bersiap untuk melangkah maju dan melakukan tendangan yang sangat penting. Tapi dia masih belum bisa melangkah maju. Sekarang semuanya bergantung pada penampilan Lehmann.     

Penendang terakhir dari Nottingham Forest adalah penendang penalti terbaik kedua di tim, Mikel Arteta. Kalau dia bisa memasukkan bola, maka pertandingan akan berakhir dengan tim Forest berhasil lolos ke final Liga Champions UEFA. Kalau dia tidak bisa memasukkan bola, Arsenal akan memiliki peluang untuk memutuskan nasib mereka sendiri – kalau Henry berhasil mencetak gol, kedua tim akan berakhir dengan hasil imbang, dan mereka akan harus melakukan adu penalti tahap dua; kalau Henry tidak bisa mencetak gol, Arsenal akan tereliminasi.     

Tiba-tiba saja, semua orang bisa merasakan ketegangan di udara. Ketegangan ini berasal dari titik penalti dan menyebar ke seluruh stadion.     

Fans Arsenal mulai tenang. Fans Nottingham Forest juga menahan napas mereka dan terdiam. Mereka takut mengganggu fokus Arteta.      

"Bisa jadi ini adalah bola yang akan memutuskan masa depan kedua tim. Arteta saat ini memikul beban yang sangat berat..."     

Tang En menatap Arteta, berharap dia bisa turut merasakan setiap tindakan kecil yang dilakukannya. Tapi Arteta tidak melakukan apa-apa. Setelah menempatkan bola, dia berdiri dan menunggu wasit meniup peluitnya.     

Manajer utama Arsenal, Wenger, sama gugupnya seperti Tang En. Keduanya sama-sama menatap tajam ke depan gawang, ekspresi mereka tampak sangat mirip.     

Kalau bolanya masuk, itu akan menjadi surga bagi tim Forest.     

Kalau bolanya luput, itu akan menjadi kesempatan bagi Arsenal.     

Masuk atau tidak?     

Arteta menoleh ke arah wasit. Dia seperti mobil yang sedang menunggu lampu lalu lintas berubah warna. Suara peluit yang tajam terdengar. Suara peluit itu terdengar sangat jelas di tengah keheningan di City Ground.     

"Arteta mengambil awalan... dan menembak! Bolanya masuk --- Itu gol!!!"     

City Ground, yang tadinya tenang, tiba-tiba meletus seperti gunung berapi setelah mendengar pekikan komentator.     

Lehmann telah memprediksi arahnya dengan benar, tapi tendangan Arteta terlalu rumit. Itu di luar kemampuannya.     

"Nottingham Forest masuk ke babak final Liga Champions! Mereka melakukannya! Setelah dipromosikan dari EFL Championship, mereka berhasil memperoleh kualifikasi Liga Champions. Setahun kemudian, mereka berhasil berjuang hingga babak final Champions UEFA! Semua ini terlihat seperti musim panas 26 tahun yang lalu. Dari sini, Red Forest milik Brian Clough menuju ke era kejayaan!"      

Tribun penonton mulai bergetar; semua orang melompat dan bersorak dengan tangan terangkat di udara.     

Para pemain di bangku cadangan tidak bisa menahan diri mereka. Mereka semua berlari masuk ke lapangan. Tang En juga mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Kerslake.     

"Kita berhasil melakukannya, Tony!"     

"Ini sama sekali tidak bisa dipercaya. Kuda hitam untuk Liga Champions musim ini benar-benar beruntung. Dalam perjalanan mereka, mereka telah mengeliminasi banyak lawan yang kuat; Benfica, Rangers Football Club, Inter Milan... dan sekarang, Arsenal! Tim Tony Twain telah berhasil mencapai hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya..."     

Para pemain Nottingham Forest di lapangan sudah bergegas menuju area penalti, memeluk Arteta dan Edwin van der Sar hingga terjatuh dan menindih keduanya. Mereka merayakan kemenangan ini dengan gila-gilaan. Sebagai tim yang baru dipromosikan musim lalu, mereka menjadi kuda hitam di Liga Utama Inggris saat itu. Musim ini, mereka juga menjadi kuda hitam di Liga Champions UEFA. Kelompok pemain muda ini menciptakan sebuah masa depan yang tak pernah diimpikan oleh siapapun.     

"Selamat untuk Nottingham Forest. Nama yang familiar ini sekali lagi muncul di babak final Liga Champions UEFA... Aku merasa seolah waktu berjalan mundur. Manajer muda Tony Twain telah kembali mengukir sejarah. Dia adalah manajer termuda yang pernah memimpin sebuah tim ke babak final Liga Champions!"     

Setelah mengakhiri pelukannya dengan Kerslake, Tang En berjalan memasuki lapangan. Dengan kedua lengan terangkat tinggi, dia menikmati momen kejayaan yang menjadi miliknya. Di telinganya, suara sorak sorai itu terdengar sangat keras hingga bisa mengguncang langit dan bumi. Menengadah ke atas, langit malam juga terlihat sangat cemerlang di matanya.     

Tidak, bukan hanya kelihatannya saja. Itu benar-benar luar biasa cemerlang... semburan kembang api yang gemerlap ditembakkan ke langit City Ground. Berderak keras, kembang api itu menerangi wajah-wajah yang tersenyum lebar dan tampak sangat gembira.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.