Mahakarya Sang Pemenang

Babak Kedua



Babak Kedua

025 April, malam hari.     

Nottingham, Trent Bridge.     

Sebuah mobil polisi dengan sirene menyala berhenti di tepi jalan. Beberapa polisi dalam kelompok dua atau tiga orang memakai rompi kuning terang dan berpatroli di jalan-jalan. Penerima radio di bahu mereka terus menerus memperdengarkan suara statis yang bergemerisik.     

"Forest! Forest! Nottingham Forest!"     

Sekelompok fans Nottingham Forest yang memakai jersey merah berjalan sambil melambaikan scarf di tangan mereka, meneriakkan yel-yel mereka dengan suara keras.     

Para polisi mengawasi kelompok fans sepakbola yang baru saja berjalan melintas, menolehkan kepala ke penerima radio di bahu mereka untuk melaporkan update terbaru di area yang menjadi tanggungjawab mereka masing-masing.     

"Situasi disini aman terkendali, tidak ada yang aneh. Ganti."     

"Gerbang Utara stadion... Normal, ganti..."     

Para petugas polisi yang telah selesai melapor kini memandang sekelompok fans, mengikuti langkah mereka hingga ke kejauhan, menyeberangi Trent Bridge, sebelum kemudian berbelok ke kiri untuk bergabung dengan orang-orang lain yang tak terhitung jumlahnya dan berpakaian serupa. Mereka semua mengarah ke sebuah struktur bangunan yang berdiri tegak di tepi sungai, City Ground.     

Sebuah helikopter terbang di atas kepala mereka, menciptakan hembusan angin yang kuat.      

※※※     

"Bagi para fans Nottingham Forest, malam ini seperti perayaan sebuah festival besar. Ini adalah pertandingan semi-final Liga Champions UEFA! Sudah lama sekali sejak mereka merasakan sensasi ini. City Ground tidak memiliki kursi kosong. Mungkin ketua klub Nottingham Forest, Edward Doughty, merasa kurang puas dengan kapasitas stadion ini... Sebenarnya, di malam yang penting ini, banyak sekali fans yang hanya bisa duduk di bar untuk menonton pertandingan karena City Ground tidak bisa menampung mereka semua. Arsenal akan menghadapi pertarungan ulet disini serta tekanan yang besar di pertandingan tandang... Selamat datang di babak kedua pertandingan semi-final Liga Champions UEFA musim 2005-2006!"     

Aneka bunyi dan suara dari luar sana terdengar sangat ribut; suara nyanyian fans dan beragam suara lain terbawa masuk melalui celah-celah pintu.     

Tang En menutup pintu ruang ganti pemain. Suara yang terdengar langsung sedikit teredam; setidaknya, semua orang akan bisa mendengar apa yang akan dikatakannya sekarang.     

"Semuanya. Dalam 90 menit berikutnya, nasib kita musim ini akan terungkap." Tang En berdehem agar suaranya tidak terdengar serak, tapi itu tak ada gunanya. Suaranya sudah lama rusak karena terus menerus berteriak dalam beberapa tahun belakangan ini.     

"Ini adalah pertandingan yang akan menentukan nasib kita." Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menekan tangannya ke atas meja, memandang para pemain yang duduk di hadapannya. Wajah semua orang tampak serius.     

"Pertandingan semi-final Liga Champions. Aku tidak akan mengatakannya pada kalian semua betapa pentingnya pertandingan ini. Aku yakin kalian semua sudah mengetahuinya lebih baik daripada aku. Dengarkan semua suara diluar itu. Fans kita belum pernah sangat menantikan sebuah pertandingan seperti malam ini. Dan, kita bisa memberi mereka lebih banyak ..." Tang En mengangkat tangannya dan tiba-tiba memukulkannya ke meja. "Kemenangan!"     

Dia melihat arlojinya. Masih ada waktu sebelum mereka harus memasuki lapangan. Tapi dia tidak punya hal lain untuk dikatakan.     

"Aku hanya ingin mengatakan itu. Beristirahatlah dan bersiaplah untuk memasuki lapangan."     

Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya, suara-suara dari luar kembali menyerbu masuk ke dalam ruangan. Setelah dia melangkah keluar dan menutup kembali pintu itu di belakangnya, ruang ganti pemain kembali sunyi.     

Tang En berjalan ke kamar kecil yang diperuntukkan bagi mereka. Dia sudah sangat familiar dengan jalan menuju kesana. Sebelum memimpin pertandingan pertamanya bersama tim Forest, dia telah bersembunyi di kamar kecil itu sendirian untuk menenangkan diri seperti yang akan dilakukannya saat ini. Dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu bukanlah hal besar. Meski bukan di dalam pertandingan, dia masih akan tetap menjalankan perannya dengan baik.     

Sekarang setelah dia terus menjalankan perannya, dia menjadi semakin baik. Dia bahkan bisa terus melaju hingga babak semi-final Liga Champions. Kegugupan yang dirasakannya saat itu kini telah kembali. Babak kedua ini tidak sama seperti babak pertama. Ini adalah 90 menit terakhir. Kalau mereka berhasil melakukannya, mereka bisa dikatakan sukses. Tapi, kalau mereka gagal, tidak akan ada kesempatan lain untuk menebusnya.     

Tekanan yang dirasakannya semakin meningkat tajam.     

Di hadapan para pemainnya, dia terlihat seolah dia tidak peduli tentang apapun, bahwa dia adalah pria yang penuh rencana dan sudah mempersiapkan segala hal sejak lama. Dia tidak keberatan memainkan karakter itu, tapi tekanan di dalam hatinya juga membutuhkan pelampiasan. Sebelum pertandingan, kadang bukan hal yang buruk untuk memaki lawannya di hadapan media. Tapi dia tidak bisa sembarangan memaki lawannya di pertandingan kali ini; Wenger dan dirinya masih memiliki semacam hubungan pribadi.     

Karena itu, Tang En hanya bisa melampiaskan tekanan yang dirasakannya dengan sebatang rokok di kamar kecil itu.     

Dia mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya dan menyalakannya lalu menarik napas dalam dan menghembuskannya. Saat dia melakukan itu, hatinya mulai tenang.     

Melalui panel kiri jendela kaca di kamar kecil itu, dia bisa melihat lapangan sepakbola diterangi cahaya lampu yang terang benderang.     

Sekelompok anak kecil saat ini berusaha membawa banner bundar berukuran sangat besar dengan logo Liga Champions UEFA ke lingkaran tengah lapangan. Para fans sudah duduk di tribun, sementara para reporter berkumpul di kedua sisi koridor pemain hingga hampir memenuhi bagian tengahnya. Bersenjatakan kamera, semua lensa ditujukan ke arah koridor pemain.     

Semua orang sudah sangat menantikan malam ini dan pertandingan ini.     

Sebagai salah satu tokoh utamanya, bagaimana mungkin ada jalan lain untuk Tony Twain?     

Setelah menghabiskan rokoknya, Tony, yang hatinya kini sudah benar-benar tenang, melangkah keluar dari kamar kecil. Dia berjalan melewati koridor sempit yang mengarah ke ruang ganti tim tuan rumah.     

Saat dia berbelok di sudut, dia melihat Wenger, yang juga sedang berdiri diluar pintu. Mendengar suara langkah kaki, Wenger menoleh dan melihat Tang En.     

"Kebetulan sekali," Tang En mengambil inisiatif untuk menyapanya.     

"Ya, benar-benar kebetulan," kata Wenger datar.     

Wenger sama sekali tidak terlihat gugup, atau setidaknya dia tampak seperti itu. Tang En percaya bahwa Wenger bisa melakukan itu karena dia adalah seorang jenderal veteran; dia tidak lagi merasa gugup karena dia sudah melihat banyak pertandingan penting seperti ini. Tapi, kalau dilihat dari sudut pandang yang lain, ini adalah kali pertama Wenger memimpin timnya ke babak semifinal Liga Champions.     

Kecanggungan mengisi pertemuan antara kedua manajer. Kedua pria itu tidak tahu harus mengatakan apa karena mereka adalah lawan. Mereka juga sama sekali tidak tahu takdir apa yang menanti mereka.     

Tang En berjalan ke pintu ruang ganti tim tuan rumah. Dia menoleh ke Wenger, yang berdiri di depan pintu ruang ganti tim tamu, dan berkata, "Sampai ketemu usai pertandingan."     

"Sampai jumpa," kata Wenger singkat.     

Tang En memutar kenop dan membuka pintunya. Semua pemain memandang ke arahnya.     

"Semuanya, apa kalian sudah siap?" tanyanya, sambil bersandar ke kusen pintu.     

※※※     

"Mereka datang!" seseorang di tribun penonton berteriak. Semua orang di sekitarnya mengalihkan pandangan mereka ke arah koridor pemain. Seperti melempar batu kerikil ke atas permukaan air danau yang tenang, tindakan mereka seolah menciptakan gelombang di seluruh tribun penonton.     

Para pemain kedua tim memasuki lapangan dalam dua baris di tengah suara bising para fans. Pemain yang memimpin Arsenal dan Nottingham Forest adalah kapten Henry dan George Wood.     

Albertini masih duduk di bangku cadangan untuk pertandingan ini. Dengan akhir musim laga yang semakin mendekat, kondisi tubuhnya tidak bisa mengikuti. Seringkali, dia hanya bisa duduk di bangku cadangan, diturunkan hanya ketika tim benar-benar membutuhkannya.     

Penampilan yang ditunjukkannya saat bermain melawan Inter Milan tidak bisa dipertahankan dalam waktu lama. Seiring dengan bertambahnya usia, tubuhnya mulai berjuang untuk mengikuti kemauannya. Menyadari ini, dia mulai duduk dekat dengan area teknis. Selama pertandingan, dia bisa mencuri dengar suara-suara tim manajerial yang membahas strategi mereka. Dari sejak saat ini, dia harus mulai mempersiapkan diri untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang manajer di masa depan.     

Setiap kali Henry berjabatan tangan dengan Wood sebelum pertandingan dimulai, bertukar panji-panji dan menebak hasil lontaran koin, dia selalu merasa sangat penasaran; Kapten di hadapannya ini benar-benar masih sangat muda. Diantara enam tim teratas di Liga Utama, Wood adalah kapten termuda diantara mereka semua. Meski Wenger dikatakan sangat menghargai para pemain muda, Tony Twain jauh lebih menghargai para pemain muda. Di dalam tim Forest sendiri, ada beberapa pemain yang tampak lebih pantas menjadi kapten daripada Wood, seperti misalnya Edwin van der Sar, yang juga menjadi pemain starter di setiap pertandingan.     

Sebenarnya, tidak akan terlalu mengherankan kalau ini hanya berkaitan dengan usianya yang masih muda; hal yang lebih mengejutkan adalah Wood menjalankan perannya sebagai kapten dengan cukup baik meski dia masih sangat muda.     

"Ekor." Wasit menunjukkan koin di depan Henry, menunjukkan sisi yang menghadap ke atas.     

Membalikkan sisi koinnya, wasit menunjukkannya kepada Wood. Wood mengangguk.     

Koin dilontarkan tinggi keatas sebelum kemudian jatuh ke atas rumput. Wasit utama membungkuk untuk melihat hasilnya sementara Henry dan Wood saling bertukar pandang.      

"Ekor!" Sambil mengambil koin yang tadi dilemparkannya, wasit menunjuk ke arah Henry, mengisyaratkan bahwa dia bisa memilih lebih dulu.     

"Hak untuk kick-off." Tanpa ragu, Henry memilih sisi lapangan yang lebih menguntungkan bagi mereka.     

Yang tersisa bukanlah pilihan. Wood memilih sisi lapangan yang tadi digunakan untuk pemanasan sebagai sisi lapangan mereka.     

Kedua kapten berjabat tangan dengan ketiga wasit dan segera memisahkan diri setelahnya.     

Pada saat ini, Tang En harus mengakui bahwa dia sama sekali tidak memikirkan tentang apa yang harus dilakukannya kalau mereka berhasil lolos ke babak final. Di matanya, ini adalah babak final.     

Dia menyesuaikan posisi duduknya dan menunggu wasit meniup peluitnya untuk menandakan dimulainya babak pertama pertandingan.     

※※※     

"Para penonton sekalian, selamat datang di babak kedua semi final Liga Champions UEFA musim 05-06. Kedua tim yang akan bertanding kali ini adalah Nottingham Forest dan Arsenal! Ini seperti perang sipil di Inggris. Aku yakin para fans Inggris pasti berharap agar kedua tim ini bisa bertemu di Stade de France (dimana pertandingan final Liga Champions akan diselenggarakan disana untuk musim ini). Ijinkan aku memperkenalkan starting lineup kedua tim..."     

Kenny Burns sedang duduk di bar, kepalanya mendongak ke arah layar televisi besar yang tergantung dibawah langit-langit. Seluruh bar tampak penuh sesak dengan orang-orang yang memandang ke arah yang sama dengannya.     

Forest Bar adalah tempat yang dulu sering dikunjungi Tang En. Semua orang disini sudah tahu orang seperti apa manajer Forest itu. Mereka juga merupakan fans-nya yang paling setia. Orang-orang itu tidak mengidolakan bintang sepakbola, melainkan seorang manajer sepakbola. Meski Tang En jarang muncul disini untuk minum dan mengobrol karena kesibukan pekerjaannya, tempat duduk yang biasa digunakannya tetap dibiarkan kosong hanya untuk Tang En; tidak ada orang lain yang diijinkan untuk duduk disana.     

Hari ini, di dalam bar yang penuh sesak, hanya kursi itu yang kosong.     

Starting lineup tim Forest mulai diperdengarkan di televisi. Sama seperti para fans yang menontonnya secara langsung, orang-orang di bar mulai meneriakkan nama para pemain satu per satu. Setelah mereka tiba di nama terakhir, Anelka, semua orang menambahkan: "... dan Tony Twain!"     

Setelah meneriakkan itu, semua orang tertawa terbahak-bahak dan mengangkat mug bir mereka, meminumnya dengan sepenuh hati.     

Burns mengangkat gelasnya untuk ikut bersulang dengan semua orang. Karisma yang hanya dimiliki Brian Clough kini tercermin dalam diri Tony Twain.     

Keributan di bar mulai mereda. Semua orang melihat ke arah layar televisi, menunggu pertandingan dimulai.     

Suara peluit terdengar jelas dari dalam televisi, bergema di setiap sudut kota.     

Pertandingan sudah dimulai!     

※※※     

"Sejak awal, Arsenal berinisiatif untuk menyerang. Ini adalah langkah penting bagi mereka. Kalau mereka menginginkan tiket ke final, Arsenal, yang telah kebobolan gol di stadion kandang, harus bermain agresif dalam pertandingan ini. Mereka harus mencetak gol dan membalikkan keunggulan dari Forest. Hanya dengan cara itu maka pertandingan akan bisa kembali dikendalikan oleh Wenger... tapi, tim yang mereka hadapi adalah tim terbaik ketiga dalam hal bertahan di turnamen Liga Utama Inggris musim ini."     

"Aku tidak setuju dengan apa yang kaukatakan. Liga Utama dan Liga Champions bukanlah turnamen yang sama. Bisa bertahan dengan baik di EPL (Liga Utama) bukan berarti mereka akan bisa melakukannya di turnamen Liga Champions."     

Henry dari Arsenal menggiring bola untuk menyerang dan segera terperangkap dalam kepungan oleh dua pemain. Tang En telah meminta tim untuk menggunakan pincer defense saat melawan Henry, dan sangat berhati-hati dalam melindungi sisi depan dan belakang mereka; saat bertahan, mereka harus memastikan bahwa pertahanan mereka cukup tebal. Mereka tidak boleh membiarkan lawan menerobos masuk dengan mudah. Henry sendiri tidak asing dengan penjagaan ketat yang ditujukan untuknya. Bagaimanapun, dia dan timnya telah melawan Forest selama hampir dua musim.     

Setelah berhasil menarik perhatian dua pemain bertahan Forest, Henry mengoper mengoper bola.     

Fabregas menerima operan itu. Di waktu yang hampir bersamaan, Wood bergerak maju untuk menekannya. Tanpa menghentikan bola dan mengamati sekeliling, pemain juara Spanyol itu langsung mengoper bola ke Reyes saat melihat Wood berlari menghampirinya.     

Reyes mengoper ke tengah. Dia memberikan operan dengan bola bawah, berusaha menciptakan kebingungan di depan area gawang Forest. Tapi Pepe menendang bola itu keluar dari garis tepi lapangan.     

Wood melambai ke arah rekan setim di depannya, mengisyaratkan agar mereka mundur untuk berpartisipasi dalam bertahan.     

Hal yang baru-baru ini membuat Tang En merasa senang adalah George Wood semakin berinisiatif untuk menunjukkan apa yang sedang dipikirkannya kepada orang lain. Misalnya, tindakan seperti yang baru saja dilakukanya di pertandingan ini sangat jarang terlihat di musim lalu.     

Kalau dia ingin rekan setimnya mundur untuk bertahan atau maju untuk menyerang, dia akan menggunakan metodenya sendiri dalam memberitahu mereka dan tidak diam saja.     

Memakai ban kapten benar-benar membuatnya tumbuh dengan pesat.     

Wood menduga bahwa momen-momen awal pertandingan mungkin akan membutuhkan pertahanan, jadi dia meminta semua orang kembali ke posisi untuk membantunya.     

Tindakannya ini memang tepat. Setelah melakukan kick off, Arsenal memang berniat memanfaatkan kurun waktu ini untuk meluncurkan serangan yang ganas. Mereka berharap bisa memecah kebuntuan sedini mungkin.     

Tiga menit, lima menit... para pemain Arsenal berkumpul di area penalti Forest untuk meluncurkan serangkaian serangan yang kontinyu. Forest hanya bisa mengandalkan pertahanan yang ketat untuk menghentikan serangan mereka.     

Tapi, tidak ada seorangpun di tribun penonton yang merasa tidak puas dengan ini. Para fans Forest telah terbiasa menyaksikan gaya sepakbola Tang En ini. Bagi mereka, tidak masalah bagaimana tim mereka tampil selama mereka bisa memenangkan pertandingan.     

Para pemain Forest juga sudah terbiasa; pertama-tama, bertahan, lalu menyerang. Seringkali, ini adalah strategi dasar Nottingham Forest.     

Henry memaksa masuk ke dalam area penalti, memicu kekacauan. Diantara kekacauan itu, tembakannya mengenai tubuh Pique, membuat lintasannya berubah arah. Bola itu melayang langsung ke sudut terjauh gawang! Edwin van der Sar berdiri menghadang di sudut gawang yang paling dekat dengan mereka. Apa sudah tidak ada harapan untuk menyelamatkan gawang?     

Fans Arsenal yang menonton adegan ini di televisi sudah mulai merayakan dan bersorak. Pada saat itu, sekelebat bayangan melesat maju. Dengan ayunan kakinya, dia menendang bola keluar!     

"George Wood menghilangkan ancaman ke gawang timnya; dia menyelamatkan tim Forest! Serangan Arsenal terlalu ganas, Nottingham Forest mulai tersandung!"     

Pique, yang masih cemas karena tendangan barusan, menepuk bahu Wood untuk berterima kasih atas penyelamatan yang dilakukan olehnya.     

Tang En, duduk diluar lapangan, memandang ke arah kursi manajer tim tamu. Sama sepertinya, Wenger sedang duduk dan kelihatannya tidak menunjukkan ekspresi apapun.     

Arsenal berusaha keras di pertandingan ini; mereka harus mencetak gol. Itulah sebabnya kenapa Wenger tidak menggunakan gagasan serangan balik defensif, dan kembali menggunakan kekuatan utama Arsenal dalam menghadapi Forest.     

Arsenal yang seperti ini adalah Arsenal yang paling mengerikan. Pada awalnya, mereka berusaha mengubah strategi, bermain defensif seperti yang dilakukan tim Forest. Mereka bermaksud mengandalkan taktik itu untuk bisa melaju hingga ke final, tapi mereka terlalu meremehkan lawannya. Mereka seharusnya menggunakan taktik yang menjadi kekuatan mereka.     

Berkebalikan dengan ini, Tang En tidak takut dengan serangan Arsenal. Di babak sebelumnya, dia harus berusaha keras memaksa Arsenal menyerang karena Arsenal tidak ingin menyerang. Kini setelah melihat Arsenal mengambil inisiatif untuk menyerang, Forest bisa memainkan serangan balik defensif dengan lebih nyaman.     

Menghadapi gelombang serangan Arsenal yang tak kunjung henti, Tang En memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian dan mengamati perkembangan situasi di lapangan.     

Dia sudah sering melihat adegan semacam ini. Ini bukan masalah besar bagi timnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.