Mahakarya Sang Pemenang

Wood di Bernabéu? Bagian 2



Wood di Bernabéu? Bagian 2

0"Hai!" Hanya dengan mendengar suaranya, Woox kelihatannya sedang dalam mood yang bagus.     

"Tn. Woox." Mood Twain sedang tidak begitu bagus, dan dia merasa semakin buruk lagi setelah mendengar suara pria itu yang terdengar sangat bersemangat.     

"Ah, Tn. Tony Twain. Apa ada yang bisa kubantu?"     

Twain bisa mendengar suara-suara lain di latar belakang. Dia mendengarkan dengan cermat dan kemudian bertanya, "Well, Tn. Woox, sekarang ini kau sedang tidak berada di Inggris, bukan?"     

"Itu benar, aku sedang ada di Spanyol. Lebih tepatnya, aku ada di pantai di Barcelona, Spanyol. Sekarang sedang awal musim hujan di Inggris, dan aku benci cuaca seperti itu."     

Twain berdehem dan memutuskan untuk langsung berbicara ke intinya. "Tn. Woox, aku membaca di surat kabar bahwa baru-baru ini kau menerima sebuah wawancara dengan The Sun?"     

"Ya, wawancara telepon."     

"Well, masalahnya adalah, aku ingin tahu apa pendapatmu tentang itu, Tn. Woox," kata Twain.     

"Sepertinya kau ingin aku menjelaskan wawancara itu. Aku tidak bohong. Usai pertandingan tim dengan Real Madrid selesai, aku kebetulan bertemu dengan presiden Real Madrid, Tn. Florentino Perez."     

Twain mencibir. "Kebetulan" itu patut dipertanyakan.     

"Dia merasa sangat tertarik pada George. Semua orang mengkritik Real Madrid karena mereka tidak memiliki gelandang bertahan yang bagus. Setelah melihat keberhasilan George di Inggris, dia mengutarakan gagasannya padaku. Dia ingin tahu apakah George ingin bergabung dengan Real Madrid."     

Twain tidak menyela ucapannya. Dia hanya mendengarkan cerita itu dengan tenang.     

"Aku tidak memberinya jawaban ya atau tidak. Aku hanya mengatakan padanya kalau aku akan menyampaikan pesannya itu. Sesederhana itu."     

Wood agak pendiam selama latihan tim belakangan ini. Twain tiba-tiba saja bertanya-tanya apa mungkin itu ada hubungannya dengan hal ini. Kalau Woox mengatakan yang sebenarnya ... Kalau Real Madrid memang menginginkan Wood, bisakah dia menahan mereka untuk tidak pergi? Dia khawatir Wood akan berpikir yang tidak-tidak setelah digantikan dalam pertandingan itu. Dia tiba-tiba saja menyesalinya. Bukankah akan lebih baik kalau dia berbicara dengan Wood lebih awal? Banyak kesalahpahaman disebabkan oleh komunikasi yang buruk.     

"Kalau begitu, apa kau sudah menyampaikan niat Florentino kepadanya?"     

"Belum."     

Setelah Twain mendengar itu, dia tidak tahu harus berkata apa. Apa cara kerja seorang agen memang seperti ini?     

Dia memutar matanya. "Jadi, apa kau akan memberitahunya?"     

"Well, tentu saja. Tapi aku tahu apa yang kau pikirkan, Tn. Twain. Kau khawatir George akan meninggalkan tim Forest, bukan?"     

Twain hanya menggerutu. Dia tidak menjawabnya.     

Woox tertawa di ujung telepon yang lain. "Tn. Twain, kalau kau ingin tahu apakah Wood akan meninggalkan tim Forest atau tidak, kenapa tidak menghubunginya secara langsung? Apa kau ingin aku memberimu nomer ponselnya?"     

"Tidak usah, terima kasih. Aku sudah memilikinya!"     

Twain tiba-tiba saja menutup teleponnya. Benar juga, kenapa aku harus menghubungi agen yang menyebalkan itu lebih dulu? Dia sudah biasa bicara langsung pada Wood. Bagaimana mungkin dia mulai memiliki kebiasaan untuk menghubungi agennya lebih dulu?     

Sambil menggelengkan kepalanya, Twain menghubungi Wood.     

※※※     

Wood, yang pulang pada siang hari untuk menemani ibunya makan siang, menerima panggilan telepon dari Twain. Dia melirik ke arah ibunya yang duduk di seberangnya dan kemudian bangkit untuk berjalan keluar dari restoran.     

"George! Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?" Twain mulai berbasa basi.     

"Ada apa, chief?"     

Twain merasakan firasat buruk saat dia mendengar nada dingin Wood.     

"Erm, itu ... aku mendengar desas-desus kalau Real Madrid tertarik padamu. Apa agenmu, Woox, sudah memberitahumu?"     

"Tidak, dia tidak melakukannya."     

Tampaknya Woox tidak berbohong, pikir Twain.     

"Well, kalau ... maksudku, kalau misalnya Real Madrid benar-benar tertarik padamu, apa kau akan pergi?"     

Wood terdiam sejenak. "Real Madrid yang baru saja kita kalahkan?"     

"Ya, Real Madrid yang itu. Apa kau akan pergi?"     

Wood memandang ibunya yang sedang makan di restoran dan kemudian menggelengkan kepalanya, "Aku tidak mau."     

Twain seharusnya merasa senang, tapi dia memiringkan kepalanya. "Apa itu karena ibumu?"     

Wood mengiyakan dalam hati tapi dia tidak mengatakan apa-apa.     

"Coba kita kesampingkan masalah ibumu. Apa kau sendiri ingin pergi?"     

Jawabannya masih sama. "Tidak, aku tidak mau pergi."     

"Oh. Boleh aku tahu kenapa?"     

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak tertarik."     

Anak ini, apa dia sama sekali tidak punya kesadaran sebagai pemain profesional?     

Tapi Twain merasa lega.     

Tadinya dia bermaksud menjelaskan tentang alasan pergantian pemain itu pada Wood. Siapa yang bisa tahu kalau dia mungkin masih memiliki pikiran aneh yang lain di kepalanya? Komunikasi adalah kuncinya.     

"Erm, George. Masih ada satu hal lagi ... Selama pertandingan dengan Real Madrid, kau digantikan ... Oh, ya, apa pendapatmu tentang Zidane?"     

Wood mengerutkan kening. Dia tidak ingin mengingat kegagalannya malam itu. Tapi, tanpa sadar, adegan dari pertandingan itu selalu muncul di depan matanya dan benaknya selama beberapa hari terakhir, datang dan pergi. Meski tim Forest pada akhirnya memenangkan pertandingan, Wood secara pribadi merasa bahwa dia telah gagal.     

"Dia sangat kuat."     

"Dia terpilih oleh UEFA sebagai pemain terbaik dalam lima puluh tahun terakhir, melampaui sejumlah pemain lain dalam sejarah. Tentu saja, dia kuat. Apa kau ingin mengalahkannya?"     

"Ya." Kali ini dia sama sekali tidak merasa ragu.     

"Tapi aku akan mengatakan yang sebenarnya; kau tidak mungkin mengalahkannya saat ini."     

Reaksi Wood terhadap komentar itu adalah tetap diam. Twain tidak tahu apakah Wood merasa tidak senang mendengar itu, tapi dia harus mengatakannya demi perkembangan Wood di masa depan.     

"Apa kau kadang-kadang merasa kau tidak termotivasi? Selain ibumu, apa kau pernah menginginkan hal yang lain? Media merasa kesal karena kau tidak dipanggil dalam tim nasional Eriksson, tapi kau tidak peduli tentang itu. Kau berlatih dan berkompetisi setiap minggu... Apa kau punya hal lain di dalam sepakbola yang ingin kau capai?"     

Wood tetap diam. Dia tidak tahu harus berkata apa.     

"Untuk menjadi juara? Kemenangan? Kejayaan? Bukankah banyak pemain menginginkan itu? Kalau kau tidak bisa menjawabnya, tidak jadi masalah. Kalau kau tidak yakin dengan apa yang kau inginkan, biar kuberikan satu hal. Gunakan Zidane sebagai targetmu dan lipat gandakan kerja kerasmu."     

"Kalahkan dia atau lampaui dia suatu hari nanti. Yang manapun tak masalah, itu semua terserah padamu. Nah, itu saja. Bagaimana menurutmu?"     

Wood memikirkannya, dan kemudian berkata, "Boleh juga."     

※※※     

Kembali ke restoran untuk melanjutkan makan siangnya, Wood disambut oleh tatapan penasaran dari ibunya.     

"Agen itu menelepon," kata Wood. "Dia bilang kalau klub Real Madrid tertarik padaku dan bertanya apa aku ingin pergi."     

"Real Madrid? Bukankah itu tim yang baru saja kaukalahkan di Spanyol?"     

Wood mengangguk.     

"Pergi maksudnya transfer ke Spanyol?"     

Wood kembali mengangguk.     

Sophia berpikir sejenak dan kemudian bertanya, "Apa kau bilang ya?"     

Kali ini, Wood menggelengkan kepalanya. "Tidak."     

"Apa itu karena aku, George?"     

Melihat senyum lembut ibunya, Wood terus menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Aku suka tim ini dan aku ingin tinggal di sini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.