Mahakarya Sang Pemenang

Pilihan Ganda Bagian 1



Pilihan Ganda Bagian 1

0"Dan pencetak golnya adalah Raúl González !!"     

Memakai jersey putih nomor 7, bocah emas Spanyol itu membuka lengannya dan berlari ke sisi lapangan. Tangan kanannya memukul dua kali ke lambang Real Madrid di dadanya dan kemudian membuat tanda "V".     

Zidane, yang telah memberi assist, berlari ke arahnya dengan gembira.     

Di tribun di belakang para superstar itu, kerumunan penonton berpakaian putih membuat gelombang.     

Pihak yang kalah, George Wood, berdiri di lapangan dengan linglung saat dia melihat para pemain Real Madrid merayakan gol itu. Dia punya banyak alasan untuk merasa lebih buruk daripada siapa pun karena dia bisa saja menghentikan gol itu dengan resiko dikeluarkan dari lapangan.     

Albertini berlari dari belakang dan mengacak-acak rambut Wood tanpa mengatakan apa-apa.     

Twain duduk di area teknis. Saat dia melihat Zidane dengan mudah melewati Wood, dia sudah menduganya; dia bahkan tidak bangkit dari kursinya.     

Kenapa dia merasa tidak aman dengan skor 1:0? Karena dia tahu betapa sulitnya mencegah Real Madrid mencetak gol di Bernabéu. Mereka harus segera memperlebar keunggulan mereka. Tapi kesempatannya hilang sebelum mereka bisa melakukan itu.     

Siaran televisi sekali lagi memberinya sorotan close-up selama lima detik. Tony Twain tetap tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.     

Kerslake tampak kesal di sampingnya.     

※※※     

Setelah Real Madrid menyamakan skor, situasi terus memihak mereka. Nottingham Forest tidak punya pilihan selain mundur sepenuhnya dan menghentikan serangan. Dengan melakukan itu, mereka mampu bertahan dari bombardir serangan Real Madrid di akhir babak pertama.     

Saat wasit meniup peluit yang menandakan akhir babak pertama, para fans di stadion Bernabéu sangat menantikan babak kedua. Dan para fans Nottingham Forest memandang cemas ke arah para pemain yang berjalan dengan kepala tertunduk.     

Apa dampak dari gol terakhir tadi terhadap semangat tim?     

※※※     

Twain memandangi para pemain saat dia berjalan kembali ke ruang ganti. Semua orang memanfaatkan momen ini untuk beristirahat. Dia menutup pintu. Kemudian melangkah ke papan taktis dan membersihkannya.     

"Seingatku, aku mengatakan pada kalian sebelum pertandingan bahwa pertahanan kita adalah memberikan tekanan penuh pada lawan." Twain menggambar ulang lineup Real Madrid, "Tapi aku tidak melihatnya. Apa ada yang melihatnya?"     

Para pemain saling memandang. Kelihatannya chief marah lagi.     

"Lebih sering daripada tidak, yang kulihat adalah ..." Twain menggambar sebelas lingkaran di sisi lapangan tim Forest. "Pertahanan semacam ini!" Dia mencoret sebelas lingkaran itu dengan kuat.     

"Sebelas pemain bergerak mundur ke sisi lapangan mereka, menunggu lawan untuk menyerang."     

"Kita baru unggul satu gol dan kalian langsung mundur, berharap bisa bertahan! Siapa yang menyuruh kalian melakukan itu? Aku?"     

Para pemain itu menundukkan kepala.     

"Apa artinya high-pressing? Apa kalian berasal dari tim pemuda? Apa aku harus menjelaskannya?" Setelah Twain melampiaskan kekesalannya, nada suaranya sedikit melembut. "Di babak kedua, kita akan sepenuhnya menekan lawan, dimulai dari garis depan. Baris pertama, baris kedua, baris ketiga, baris keempat!" Twain mulai menggambar garis lurus dari lapangan depan, satu demi satu ke lini belakang mereka sendiri.     

"Aku tidak mau melihat semua orang berlari mundur setelah kebobolan gol. Kalau bola direbut lawan di lini depan, langsung serang balik. Kita akan mengirimkan sebanyak mungkin pemain yang bisa dikerahkan. Kita tidak butuh hasil imbang. Kalian harus paham, ini bukan masalah apakah kita bisa maju dari babak grup. Meski kita kalah dari Real Madrid, kita masih bisa maju! Ini adalah pertandingan yang ada hubungannya dengan kehormatan kita! Kita telah kalah dari mereka di stadion kandang. Apa kalian masih ingin kalah lagi disini?"     

Twain menggertakkan giginya dan memelototi para pemainnya.     

※※※     

"Tony, barusan, kau sedikit... Kita masih belum kalah." Di awal babak kedua, Kerslake berbicara pada Twain.     

"Skor itu bukan alasan sebenarnya kenapa aku marah. Itu hanya alasan." Twain memperhatikan lapangan sambil menjelaskan. "Yang membuatku marah adalah penampilan para pemain yang tidak sesuai dengan taktik yang disepakati sebelum pertandingan. Aku memang mengijinkan para pemain untuk bermain sesuai dengan gaya mereka sendiri di lapangan. Tapi kalau mereka bermain dengan salah, aku akan mengkritik mereka. Sesederhana itu."     

"Kalau begitu, Wood ..."     

Selama jeda turun minum, Twain tidak mengatakan apa-apa secara spesifik kepada Wood, dia juga tidak meminta Wood untuk tetap tinggal di ruang ganti untuk berbicara secara pribadi dengannya saat semua pemain lain mulai kembali ke lapangan. Dia tidak memuji ataupun mengkritik Wood. Twain tampaknya benar-benar mengabaikan penampilannya saat melawan Zidane, termasuk saat mereka kebobolan gol.     

Kerslake merasa bahwa ini bukanlah gaya Twain karena semua orang sudah tahu bahwa Twain memfavoritkan Wood.     

"Tidak ada yang perlu dikatakan. Dia sudah berusaha keras, tapi ada kesenjangan kemampuan diantara mereka. Dan beberapa hal tidak bisa diimbangi hanya dengan berusaha keras di lapangan."     

Kerslake bahkan tampak lebih bingung, "Dan kau bahkan tidak ingin menghiburnya? Dia jadi sangat pendiam, bahkan lebih pendiam daripada biasanya. Kurasa kehilangan bola tadi memberikan pukulan yang besar baginya."     

Twain sedikit tersenyum. "Dia bukan anak berusia tiga tahun yang perlu dihibur olehku sepanjang waktu. Kurasa ini bagus. Karirnya berjalan terlalu mulus. Bagus juga jika dia sesekali menghadapi kemunduran."     

Tapi Twain tidak mengungkapkan alasan terpentingnya: dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Wood sudah punya satu kartu kuning. Sebagai inti pertahanan tim, itu sama seperti memiliki bom yang bisa meledak kapan saja. Dia seperti bahaya yang tersembunyi.     

Tapi, Twain masih ragu apakah dia akan menggantinya.     

Menggantinya sama saja dengan menghilangkan blokade di depan garis pertahanan yang bisa membuat serangan Real Madrid dengan cepat mencapai titik yang berbahaya.     

Jika dia tidak menggantinya, begitu Wood mendapatkan kartu kuning kedua, garis pertahanan akan kehilangan penghalang yang penting dan tim Forest akan harus bermain dengan sepuluh pemain, yang merupakan situasi yang lebih buruk.     

Berdasarkan analisis sederhana, Twain seharusnya memilih untuk menggantinya karena itu akan meminimalkan kerugian bagi tim. Tapi, berbagai hal di lapangan tidak bisa dianalisa sesederhana dan semudah itu. Pertama, Wood mungkin tidak menerima kartu kuning kedua; Kedua, kalau dia mengganti Wood di awal babak kedua, apakah itu akan berdampak buruk pada Wood? Bagaimanapun, ini sama seperti meniadakan penampilan pemain di depan semua orang.     

Semua itu masih tidak pasti. Membuat penilaian berdasarkan faktor-faktor yang tidak pasti dan mengambil tindakan atas dasar ketidakpastian bisa memberikan konsekuensi yang tidak pasti.     

Banyaknya faktor yang tidak pasti dan kacau ini membuat Twain merasa ragu.     

Dia tidak lagi berbicara dan hanya menatap ke arah lapangan dengan ekspresi serius.     

※※※     

Kemarahan Twain di ruang ganti selama jeda turun minum sangat efektif. Ada perubahan besar dalam penampilan tim Forest di babak kedua jika dibandingkan dengan babak pertama. Para pemain memperkuat upaya mereka untuk merebut bola di lini depan. Mereka melakukan pekerjaan yang sangat baik dengan langsung merebut bola di tempat setelah kehilangan bola. Real Madrid tiba-tiba saja tidak bisa menyesuaikan diri.     

Inilah yang ingin dilihat Twain. Para pemain Real Madrid harus bekerja lebih keras dalam mengatasi serangan gencar tim Forest daripada memikirkan tentang bagaimana berkoordinasi dengan indah dan mencetak gol.     

Real Madrid selalu takut dengan intersepsi paksa semacam ini. Mereka terlalu menekankan penguasaan bola dan serangan yang indah, tapi mereka tidak punya pemain yang mampu bertahan dari bola atas dan bertahan terhadap serangan lawan. Satu-satunya pemain seperti itu, Makalele, telah mereka telantarkan. Dan Real Madrid harus membayarnya dengan kekosongan gelar selama dua musim berturut-turut. Tak diragukan lagi, mereka juga takkan mendapatkan gelar musim ini.     

Bangkitnya Nottingham Forest tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa mereka memiliki gelandang bertahan yang sangat bagus, George Wood. Saat Wood dalam kondisi stabil, pemain Forest lainnya bisa merasa tenang dan menyerang dengan berani. Mereka tidak perlu khawatir terjebak dalam tekanan lawan karena Wood bisa merebut bola lebih baik daripada lawan. Mereka tidak takut kehilangan bola.     

Saat ini, Real Madrid tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu.     

Bagaimana dengan Gravesen?     

Menurut Twain, pria Denmark itu bahkan tidak layak untuk disinggung. Di Everton, Gravesen masih bisa bersinar. Pada dasarnya, dia justru mengalami kemunduran sejak datang ke Real Madrid. Sebenarnya, ini memang sebuah fenomena yang sangat menarik. Banyak pemain, yang memiliki penampilan sangat luar biasa di tim lain, tiba-tiba saja menjadi pemain berkemampuan rata-rata dan tidak tampil menonjol setelah tiba di Real Madrid.     

Misalnya, Gravesen adalah inti lini tengah dan mampu mengatur serangan di Everton. Ada juga gelandang bertahan Uruguay, Pablo Garcia, yang pindah ke Real Madrid musim panas ini. Saat dia masih berada di Osasuna, dia memiliki jumlah kartu kuning paling banyak dan merupakan gelandang bertahan "paling kotor" di La Liga musim lalu. Dikenal sebagai "The Butcher," tiba-tiba saja dia seperti kehilangan arah di Real Madrid. Mirip dengan ini, Baptista, pemain inti Sevilla, adalah salah satu pemain yang paling mencolok di La Liga. Tapi penampilannya di Real Madrid benar-benar hancur.     

Sebagai seorang gelandang bertahan, baik itu pengambilan posisi saat bertahan, pra-penilaian, skill lari ataupun skill bertahan, Makalele jauh melampaui Gravesen. Twain bahkan percaya bahwa Gravesen di Real Madrid tidak sebagus George Wood dari tim Forest.     

Gravesen tiba-tiba saja berubah dari seorang gelandang serba bisa yang mampu mengatur serangan dan mengoper bola dengan akurat menjadi pemain yang hanya tahu bagaimana caranya mentekel bola dan melakukan pelanggaran.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.