Mahakarya Sang Pemenang

Operan Albertini



Operan Albertini

0"Ini adalah pertama kalinya AC Milan bertanding melawan Nottingham Forest dan ini juga pertama kalinya mereka melawan Nottingham Forest di final Liga Champions. Bagi mereka, tim Forest adalah lawan yang tidak familiar, meski mereka juga berasal dari Inggris seperti Liverpool. AC Milan memakai jersey putih untuk pertandingan ini dan akan menyerang dari sisi kanan lapangan ke arah kiri. Jersey putih tampaknya selalu membawa keberuntungan bagi mereka. AC Milan memakai jersey putih saat mereka memenangkan final Liga Champions di tahun 1963, 1989, 1990 dan 2003. Dan stadion ini juga memberikan memori yang bagus bagi AC Milan dan bahkan bagi kapten tim Forest saat ini, Albertini. Di tahun 1994, AC Milan berhasil menang besar 4:0 atas Barcelona disini dan memberikan pukulan berat bagi tim yang dilatih Cruyff." Setelah pertandingan dimulai, komentator meluangkan sedikit waktu untuk memperkenalkan sedikit latar belakang kepada para pemirsa televisi, menggunakan sudut pandang untuk menganalisa tim mana yang lebih condong memenangkan kejuaraan.      

"Wasit pertandingan ini berasal dari Jerman, Herbert Fandel. Dia belum pernah menjadi wasit pertandingan Nottingham Forest, tapi dia telah menjadi wasit pertandingan AC Milan, dan AC Milan memenangkan kelimanya! Mungkinkah ini artinya peluang AC Milan untuk menang akan lebih tinggi di pertandingan ini?"     

"Aku punya pendapat lain, Steve. Dianalisa dari sudut pandang sejarah, Nottingham Forest telah mencapai final tiga kali dan memenangkan gelar dua kali. Tingkat kesuksesan mereka lebih baik daripada AC Milan. Kurasa data sejarah tidak bisa menjelaskan masalah ini. Pemenang pertandingan ini tidak didasarkan pada data sejarah, melainkan level permainan mereka di pertandingan ini. Kalau AC Milan mengira bahwa mereka pasti akan menang, mereka mungkin akan mengalami kemunduran... Situasi yang sama telah muncul berkali-kali di turnamen Liga Champions. Tentu saja, hal itu tidak terjadi pada AC Milan. Kurasa manajer dari kedua tim memiliki pemahaman yang mendalam tentang ini."     

Maldini menang dalam lemparan koin melawan Albertini, jadi tim Forest mendapatkan hak untuk melakukan kick-off.      

Sebelum pertandingan, semua orang mengira kalau tim Forest akan terus menggunakan serangan balik defensif yang sangat mereka kuasai di pertandingan penting ini. Tapi, di menit-menit awal pertandingan, tim Forest sangatlah proaktif – pendek kata, setelah kick-off, mereka langsung mengepung gawang AC Milan.      

Mereka melakukan dua tembakan dalam kurun waktu lima menit, keduanya berakhir di dekat gawang. Ini menunjukkan kepada banyak orang bahwa tim Forest juga mampu meluncurkan serangan yang mengancam.      

Mungkinkah tim Forest memainkan sepakbola ofensif dalam pertandingan melawan AC Milan kali ini?     

Ini jarang terjadi. Bagaimana mungkin Tony Twain, yang dikenal di kalangan sepakbola Eropa dengan kesukaannya bermain konservatif, melepaskan pertahanan mereka di pertandingan final yang penting seperti ini dan lebih memilih untuk melakukan serangan yang lebih beresiko?     

Ancelotti memutuskan untuk menunggu. Hanya dengan melihat penampilan tim Forest selama lima menit pertama, dia tidak tahu apa yang sesungguhnya ada di benak Twain. Apakah serangan selama lima menit ini mengindikasikan bahwa tim Forest benar-benar berencana untuk menyerang, atau itu hanya serangan biasa karena bola hampir selalu dikuasai oleh pemain Forest?     

Dia perlu mengamati lebih jauh.      

Apa yang dinantikannya adalah tim Forest memainkan serangan balik defensif di pertandingan penting ini, seperti yang selalu mereka lakukan. Mereka telah mengandalkan pertahanan yang solid dan serangan balik yang luar biasa untuk mengalahkan lawan mereka. Hal itu membuatnya harus memutar otak.      

AC Milan tidak takut dengan tim yang menekan dan menyerang. Mereka hanya tak berdaya melawan tim yang mempertahankan area penalti mereka hingga titik darah penghabisan.      

Kalau tim Forest benar-benar ingin menekan dan menyerang, itu justru hal yang sangat ingin dilihat Ancelotti. Lawan hanya akan mempercepat kekalahan mereka. Kalau tim Forest masih bersikeras memainkan serangan balik defensif, Ancelotti juga sudah mempersiapkan pengaturan lain. Hal yang dilakukan AC Milan selama seminggu terakhir adalah berlatih bagaimana menembus pertahanan ketat lawan mereka.      

Sebelum pertandingan, Ancelotti telah memperingatkan para pemainnya bahwa tak peduli taktik apapun yang digunakan lawan, mereka hanya perlu mengikuti ritme sepakbola mereka dan bermain dengan sabar hingga menemukan peluang untuk memberikan pukulan fatal dan kemenangan akan berada dalam genggaman mereka.      

Ini sangat mirip dengan apa yang dikatakan Twain kepada timnya. Apa ini artinya orang-orang hebat berpikiran sama?     

Lima menit kemudian, AC Milan menguasai bola. Ancelotti melihat kecepatan mundur tim Forest tidak secepat yang diduganya.      

Seringkali, Nottingham Forest tetap bertahan di lini depan dan menerapkan counter-pressing. Kalau striker mereka tidak berhasil mencegat bola, mereka tidak menunggu rekan yang lain mencegat bola dan mengopernya ke mereka. Melainkan, mereka segera berbalik dan turut berpartisipasi dalam bertahan. Selain berusaha melakukan counter-pressing di lini depan, para gelandang juga sangat agresif dalam melakukan tekel. George Wood berlari-lari menghabiskan tenaganya, dari ujung yang satu ke ujung lapangan yang lain. Pemain nomer 13 itu bisa dilihat di hampir setiap sudut lini tengah. Albertini memberikan dukungan di sisinya.      

"High-pressing?" Ancelotti mengerutkan kening. Dia masih tidak yakin.      

Dinilai dari beberapa pertandingan tim Forest yang telah dipelajari olehnya, tim Forest kelihatannya sudah terbiasa untuk mundur ke zona penalti. Lalu, mereka akan memadatkan diri dalam zona tiga-puluh-meter untuk membiarkan lawan mengoper bola kesana kemari diluar batas pertahanan. Tak heran Twain dikritik oleh media karena bermain konservatif dan tak enak dilihat. Meski pertahanan semacam ini bisa membawa kemenangan, hal itu dibenci banyak orang.      

Ancelotti melihat lini belakang tim Forest. Meski mereka memiliki lini depan dan lini tengah yang sibuk, para pemain di lini belakang tidak berniat bergerak maju untuk membantu. Mereka tetap berdiri sesuai formasi di lini belakang, menunggu serangan AC Milan ke arah gawang mereka.      

Kelihatannya formasi mereka tidak tersambung? pikir Ancelotti. Lini tengah dan depan sangatlah dekat sementara jarak antara lini belakang dan tengah cukup lebar. Apa mereka tidak takut ruang yang besar itu dimanfaatkan oleh lawan?     

Manajer AC Milan mencoba mengingat penampilan setiap lini tim Forest dalam lima menit pertama setelah pertandingan dimulai. Lini depan dan tengah sangatlah aktif dalam menyerang, membuat semua orang mengira mereka akan memainkan sepakbola ofensif. Tapi lini pertahanan belakang tidak pernah menekan ke lini tengah dan dua bek belakang juga tidak menyerang ke depan... Pilihan Twain di posisi bek kiri adalah Leighton Baines yang lebih baik dalam bertahan dan bukan Gareth Bale yang lebih disukainya.      

Kelihatannya bertahan adalah tema utama?     

Saat Ancelotti mengamati, komandan lapangan AC Milan, pemimpin dan otak di lini tengah, Pirlo juga mengamati situasi. Dia telah menemukan adanya zona kosong antara lini tengah dan lini belakang Nottingham Forest, yang bisa dimanfaatkan....      

Pirlo menyesuaikan kembali bola di kakinya dan memberikan tatapan penuh arti kepada Kaka yang menoleh ke arahnya.      

Kaka memahami pesannya dan segera bergerak ke depan.      

Sementara itu, bola terbang melayang dari kaki Pirlo dan bergulir dengan cepat di rumput dekat Kaka. Ribery sempat berusaha menyekop bola sebelum ditendang tapi dia tidak berhasil mendapatkannya.      

Kaka berbalik dan melihat bola bergulir ke arahnya, tapi di saat yang bersamaan dia juga melihat sesuatu yang lain – seorang pria.      

Jersey merah Nottingham Forest tampak mencolok di lapangan. George Wood bergegas menuju ke arah Kaka dan bola.      

Bola itu diterimanya dengan mudah, tapi kelihatannya sulit menghindari pria itu. Kaka memutuskan untuk melindungi bola dan menggunakan tubuhnya untuk memblokir lawan.      

Dia menerima bola dan menggunakan skillnya untuk membuat bola terlindungi di depan tubuhnya, dan kemudian... kemudian dia terlempar karena Wood...      

"Priiit!" Peluit wasit terdengar disertai suara cemoohan dari fans AC Milan.      

"George Wood melakukan pelanggaran! Kelihatannya Wood menjaga Kaka di pertandingan ini!"     

Kaka terbaring tak berdaya di lapangan sambil menunggu rekan setimnya, Inzaghi menariknya bangkit. Meski tidak terlihat jelas dari luar, pemain nomer 13 itu lebih kuat daripada dugaannya.      

Pirlo berlari menghampiri untuk melakukan tendangan bebas. Dia tidak menyesali interupsi terhadap serangan barusan. Setidaknya, timnya mendapatkan tendangan bebas di lini depan. Dia juga kelihatannya paham kenapa manajer tim lawan membiarkan adanya ruang kosong yang besar antara lini pertahanan belakang dan lini tengah...      

Karena ada pemain yang kuat itu dan yang terus berlari tak kenal lelah, pemain nomer 13.      

Dengan adanya pemain itu, wilayah yang kosong itu bukanlah celah.      

Setelah dia mengetahui itu, Pirlo bertanya-tanya tentang hal lain: Sebenarnya Tony Twain tidak perlu memberikan tanggungjawab yang besar seperti ini pada Wood. Dia hanya perlu menarik mundur seluruh tim dan itu sudah cukup. Kenapa dia mengatur agar lini depan mereka melakukan pressing tapi tidak membiarkan lini pertahanan belakang bergerak maju?     

Pirlo memutuskan untuk terus mencari jawabannya selama pertandingan.      

Dia harus melakukan tendangan bebas ini dulu dan kemudian baru mencari tahu tentang itu.      

Pelanggaran Wood terjadi tepat waktu. Kalau dia menunggu Kaka menggiring bola ke depan dan kemudian melakukan pelanggaran, itu akan terlalu dekat dengan gawang dan dia mungkin harus menggunakan punggungnya untuk mentekel bola dan menghentikan pria Brasil yang gesit itu. Hukumannya takkan sesederhana tendangan bebas.      

Twain mengatakan padanya untuk melakukan pelanggaran agak jauh dari zona bahaya, yang selalu diingat Wood.      

Layar televisi menampilkan jarak tendangan bebas itu – tiga puluh empat meter dari gawang.      

Kalau dia menembakkan bola secara langsung, tingkat keberhasilannya tidak akan tinggi, jadi Pirlo memutuskan untuk mengoper.      

Maldini muncul di area penalti tim Forest. Saat AC Milan berhadapan dengan Liverpool di final yang lalu, gol pertama yang dicetak di awal pertandingan adalah tendangan Maldini, yang juga berasal dari bola mati.      

Ini adalah penampilan kedelapan Maldini di final Liga Champions dan dia ingin membuat pengalaman ini menjadi lebih legendaris dengan mencetak satu gol lagi.      

Dua orang pemain yang jangkung, Maldini dan Nesta berada di tengah kerumunan kotak penalti tim Forest, menunggu kesempatan untuk menyundul bola.      

Penyerang tengah tim Forest yang juga jangkung, van Nistelrooy, bergerak mundur ke kotak penalti untuk bertahan dan kelihatannya tim Forest sedang dalam mode bertahan sepenuhnya. Tapi saat fokus perhatian semua orang terarah ke tempat lain, Ribery diam-diam menunggu di dekat garis tengah.      

Twain menoleh untuk tersenyum ke arah Dunn yang duduk disampingnya dan tidak mengatakan apa-apa. Dunn paham dengan apa yang dimaksudkan olehnya dan tidak mengatakan apa-apa.      

Dipimpin oleh Albertini, dirinya, Ashley Young, dan van der Vaart membentuk dinding manusia tiga orang untuk memblokir lintasan bola. Semua orang sudah bergerak ke kotak penalti untuk bertahan, khususnya George Wood yang mengikuti Kaka dari dekat.      

Kaka sering mengalami perlakuan seperti ini, jadi dia tidak menganggapnya serius dan hanya membawa Wood berlari berputar-putar di dalam kotak penalti. Dia bukanlah titik ujung serangan. Area kepala adalah titik kuncinya.      

Setelah Pirlo menempatkan bola, dia melangkah mundur dan menyadari kalau dinding manusia tim Forest terlalu dekat, jadi dia melambaikan tangan ke arah wasit.      

Fandel juga melihatnya. Dia berlari menghampiri untuk memperingatkan Albertini, meminta mereka memindahkan dinding manusia itu beberapa langkah ke belakang.      

Albertini menggunakan saat ini untuk mengikuti perintah wasit, tapi saat Fandel berbalik dan berjalan menjauh, dia dan kedua rekan setimnya perlahan bergerak maju dalam langkah-langkah kecil – ini adalah berkat pengalaman... Aku tidak akan mendengarkanmu dan memberimu jarak yang cukup. Hasil terbaiknya adalah mengakhiri tendangan bebasmu disini!     

Seperti yang pernah dikatakannya sebelum pertandingan, saat pertandingan dimulai, dia akan melupakan kalau dia dulu adalah pemain AC Milan. Dia akan mempertimbangkan setiap detil dan sudut pandang hanya untuk tim Forest.      

Pirlo juga sudah sering melihat permintaan wasit yang hanya dipatuhi sebentar saja. Bagaimanapun, toh dia tidak bermaksud untuk menembak langsung ke gawang. Kalau dinding manusia itu sedikit terlalu maju, maka biarkan saja. Dia akan menendang bola sedikit lebih tinggi dan semuanya akan baik-baik saja. Berdebat tentang ini hanya akan membuang-buang waktu.      

Wasit memberikan isyarat dengan peluit bahwa Pirlo bisa melakukan tendangan bebasnya.      

Pirlo baru akan menendang sambil memutar bola agar bisa melewati dinding manusia, tapi dia jelas meremehkan ketajaman bermain Albertini. Tepat pada saat dia menendang bola, Albertini memimpin Ashley Young dan van der Vaart melakukan lari jarak dekat sebelum kemudian melompat dan menunggu bola melesat. Jarak sepuluh yard telah diperpendek menjadi delapan yard. Tembakan Pirlo masih baru terjadi dan bola belum mencapai titik tertinggi. Bola itu tidak bisa menghindari dorongan mendadak dari dinding manusia, dan bola itu membentur kepala van der Vaart sebelum melesat lurus ke atas. Tadinya bola akan terbang ke dalam kotak penalti, tapi itu berubah menjadi tembakan lurus ke atas dan ke bawah.      

Pirlo mengangkat lengannya untuk memprotes kepada wasit tentang tindakan dinding manusia tim lawan.      

Ini adalah situasi yang cukup sulit bagi wasit. Kecuali gerak lambat diputar ulang di kamera, sulit untuk mengatakan apakah dinding itu bergerak sebelum Pirlo menendang atau setelah dia menendang... Wasit memilih tetap diam, karena dia menganggap itu terjadi setelah Pirlo menendang bolanya.      

Pirlo menyadari kalau protesnya tidaklah efektif, jadi dia ingin bergegas mendapatkan bola dan meluncurkan serangan.      

Kali ini dia diblokir oleh Albertini. Titik jatuh bola tidak lagi menjadi miliknya. Albertini menghalangi Pirlo dan menoleh untuk mengamati situasi. Lalu dia memandang ke atas pada bola yang mulai turun. Dia bisa tahu dari gerak gerik tubuhnya bahwa Pirlo tidak akan membiarkan bola itu begitu saja. Dia melakukan yang terbaik untuk berusaha merebut titik jatuh bola. Albertini tidak akan membiarkan hal itu terjadi, jadi dia merentangkan lengannya untuk melindungi posisinya.      

Saat dia masih berada di AC Milan, Pirlo sering dianggap sebagai penerusnya karena mereka berdua memiliki peranan yang sama di lini tengah dan karakteristik permainan mereka juga mirip. Selama latihan biasa, Albertini selalu tampak senang setelah mewariskan kemampuannya kepada pria lain. Dia juga merasa bangga dan senang karena merasa bisa membentuk komandan lini tengah lain untuk timnya.      

Dia sama sekali tidak pernah mengira kalau muridnya itu akan menjadi musuh yang ganas di lapangan dan mereka berdua akan saling beradu tanding.      

Dia juga tidak menduga kalau dia akan mengajari orang lain, yang bisa menguasai ritme pertandingan, tentang bagaimana menjadi seorang komandan lini tengah...      

Saat bolanya jatuh, Albertini dan Pirlo melompat di waktu yang bersamaan.      

Pirlo sudah tahu bahwa dia tidak ditakdirkan untuk mendapatkan bola, tapi dia masih bisa berusaha mengganggu Albertini yang akan mendapatkan bola dan tidak membiarkan pria itu menguasai bola dengan mudah sebelum meluncurkan serangan balik yang lain. Orang bodoh manapun bisa melihat bahwa sekarang adalah peluang bagi tim Forest untuk menyerang balik. Kapten tim, Maldini, Nesta dan rekan-rekan setimnya yang lain bergerak mundur unttuk bertahan. Dia akan berusaha mengulur waktu untuk mereka.      

Sebagai mantan rekan setim, Pirlo tahu dengan jelas tentang kelebihan pria yang ada di hadapannya saat ini. Kalau Albertini berada dalam kondisi yang bagus, Pirlo tidak boleh memberinya kesempatan untuk menguasai bola dengan mudah, karena itu artinya Albertini akan bisa mengendalikan ritme permainan.      

Albertini merasakan benturan dari belakang tubuhnya dan berusaha mempertahankan keseimbangannya. Kalau tidak begitu, dia akan kehilangan bola yang akan mendarat ini... Ini agak sulit bagi kondisi fisiknya saat ini, jadi dia hanya bisa menebusnya dengan skillnya.      

Pirlo berusaha memaksa Albertini untuk menyundul bola saat masih berada di udara. Dengan begitu, rekan setimnya akan mendapatkan kesempatan untuk mencegat bola, dan para pemain yang bergerak mundur untuk bertahan juga punya waktu untuk kembali ke posisi.      

Tapi, Albertini memilih menggunakan dadanya untuk menghentikan bola. Dia masih berhasil menghentikan bola dengan dadanya meski Pirlo menjaganya dengan ketat. Skill dan pengalamannya memainkan peranan yang penting disini.      

Sayangnya, tubuh Albertini tidak sebagus sebelumnya. Menghadapi benturan konstan dari Pirlo, dia merasa dia harus mengerahkan semua upaya hanya untuk melindungi bola, belum termasuk menguasai bola dan kemudian mengopernya...     

Dia membutuhkan seseorang untuk berbagi beban ini.      

Saat dia akan menyerah, dia melihat George Wood.      

Tanpa ragu, dia mengoper bola ke murid keduanya.      

Pirlo tiba-tiba merasakan tekanan di depannya menghilang. Albertini sudah berbalik untuk melepaskan diri, dan bola tidak berada di kakinya! Jadi dimana bolanya?     

Nomer 13!     

George Wood menggiring bola dan bergerak maju. Tak ada waktu lagi untuk berpikir panjang dan Pirlo bereaksi berdasarkan insting – langsung menyerbu ke arah Wood.      

Saat Wood melihat Pirlo bergegas ke arahnya, dia mengoper bola. Targetnya adalah Albertini, yang berhasil melepaskan diri dari penjagaan.      

Tim Forest harus menyerang dengan cepat. Menggiring dan menyesuaikan bola tidak boleh dilakukan, karena hal itu hanya akan memberikan waktu yang dibutuhkan bagi lawan untuk menyusun pertahanan.      

Setelah operan yang bersih, bola kembali ke kaki Albertini. Baru saat itu Pirlo menyadari adanya masalah – dia sadar kalau ada sesuatu yang salah.      

Tidak ada yang menjaga Albertini!     

"Jaga dia!" Dia berseru ke belakang. Saat dia melihat Gattuso bergerak ke arah target, dia merasa lega.      

Tim Forest punya George Wood, kami punya Gattuso!     

Albertini sudah familiar dengan semua orang di AC Milan, baik itu Pirlo maupun Gattuso. Saat dia melihat Gattuso bergegas ke arahnya, dia segera mengayunkan kakinya untuk memberikan umpan panjang!     

Bola melesat di atas kepala Gattuso dan terbang ke arah sayap.      

Franck Ribery, yang sudah menunggu dengan sabar, menerima bola itu.      

Seolah-olah semuanya sudah direncanakan sejak lama. Tim Forest hanya membutuhkan waktu singkat untuk mengubah fase bertahan menjadi fase menyerang dengan tiga operan bola. Hal ini mencerminkan keinginan Twain untuk menggunakan gaya sepakbola yang sangat efektif. Bek AC Milan baru saja melewati lingkaran tengah – Maldini maupun Nesta bukanlah bek dengan kemampuan berlari yang cepat.      

Ribery menerima bola tapi dia tidak bertarung dengan bek belakang lawan, Oddo, di sayap atau menunggu rekan-rekannya bergerak ke depan untuk mendukungnya. Dia segera mempercepat larinya untuk menerobos setelah menghentikan bola dan melepaskan diri dari Oddo.      

"Benar-benar terobosan tajam dari Franck Ribery!" Tidak perlu lagi membesar-besarkan aksi Ribery yang berhasil melewati Oddo. Pria Prancis itu telah membuktikan sejak lama bahwa dia adalah seorang pemain kelas dunia di beberapa musim terakhirnya, serta melalui penampilannya di Piala Dunia.      

Menerobos melewati Oddo? Bukankah itu hal yang normal?     

Ribery tidak menggiring bola di sepanjang sayap. Setelah dia berlari cepat, dia bergerak menyilang ke tengah. Hal ini membuat Oddo semakin sulit menyusulnya. Kalau Ribery berlari di sepanjang sayap, Oddo bisa memaksa Ribery mendekati garis batas lapangan, dan ruang yang bisa digunakan oleh Ribery akan menyempit. Tapi sekarang setelah dia berada di tengah, bukan lagi hak Oddo untuk menghentikan Ribery.      

Karena mereka terburu-buru bergerak mundur untuk bertahan, tidak ada banyak pemain AC Milan yang saat ini berada di posisi bertahan. Karenanya, ada banyak ruang untuk berlari, dan area itu terbuka lebar di hadapan Ribery.      

Nesta dan Maldini telah kembali ke depan kotak penalti. Mereka melihat Ribery adalah pemain tunggal dan tidak takut dengan offside. Salah satu dari mereka tinggal di belakang untuk bertahan sementara yang lainnya berada sedikit di depan untuk melakukan tekel. Ini adalah cara yang paling sesuai untuk membentuk kedalaman pertahanan strategis dalam menghadapi striker yang mengandalkan kecepatan untuk menerobos.      

Saat dia memasuki zona tiga puluh meter, sebuah alarm terdengar di zona pertahanan AC Milan.      

Maldini berada di belakang, dan Nesta berada di depan.      

Bagaimana mungkin Ribery tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan? Nottingham Forest sendiri ibaratnya adalah orang luar di Liga Utama, dimana manajer mereka suka sekali mempelajari beragam jenis taktik pertahanan yang berbeda. Jadi, sebagai seorang pemain di tim semacam itu, bagaimana mungkin mereka tidak memahami pertahanan?     

Ribery tidak memberikan waktu bagi Nesta untuk menekannya. Dia tiba-tiba saja mengayunkan kaki untuk menembak dengan jarak dua puluh lima meter dari gawang!     

Dia tidak mempersiapkan diri untuk menembak sebelum ini. Momentum dari menggiring bola dengan kecepatan tinggi menjadi lari awalannya, dan bola itu melesat melewati Nesta seperti sebuah peluru.      

Wusss!     

Bola itu melewati Nesta dan Maldini, yang telah membangun kedalaman strategis di lini belakang. Bola itu membentuk lintasan melengkung yang terlihat jelas di udara, lalu menghindari ujung jari kiper Brasil, Dida, membentur tiang dan kemudian...      

Semua orang melihat bola itu memantul ke dalam jaring gawang.      

"Bang!" Stadion Olympic Athena seolah menjadi gunung berapi yang diisi dinamit TNT dan meledak seketika itu juga.      

"Delapan menit setelah dimulai! Baru delapan menit! Dan Nottingham Forest berhasil unggul! Siapa yang mengira kalau lini pertahanan AC Milan begitu rentan? Sebuah tembakan sejauh dua puluh enam meter dari gawang bisa benar-benar menembus penjagaan Dida... Ya Tuhan! Nottingham Forest menunjukkan kepercayaan diri mereka untuk menang dengan tindakan mereka! Franck Ribery adalah seorang pahlawan di benak para fans Nottingham Forest!"     

Saat dia melihat bola masuk ke dalam gawang, Ancelotti berbalik dan memukul atap plastik yang menaungi kursi pelatih. Di waktu yang bersamaan, Tony Twain melakukan hal yang sama di sisi lain.      

Ancelotti melakukannya karena marah dan frustasi setelah kebobolan gol, sementara Twain melakukannya karena senang dan gembira.      

"1:0! Pertandingan baru berjalan delapan menit dan kita unggul!" komentator dari Inggris telah menjadi seorang pendukung Nottingham Forest. "Franck Ribery yang hebat adalah Zidane kedua!"     

"0:1, baru delapan menit dan AC Milan sudah tertinggal. Benar-benar sial... Meski tembakan panjang Ribery memang luar biasa, aku harus mengatakan kalau operan Demetrio adalah highlight dari serangan ini!" komentator Italia terdengar kesal, tapi masih memuji penampilan Albertini, yang berasal dari negara mereka. Mungkin ini akan membuatnya merasa sedikit lebih baik?     

Maldini tak punya waktu untuk merasa kesal karena kebobolan gol. Dia sudah sering mengalami situasi seperti ini. Dia hanya menatap ke arah Demetrio Albertini, yang merayakan gol itu bersama para pemain Forest.      

Dia sangat familiar dengan umpan Demetrio pada Ribery barusan. Selama mereka bersama-sama di AC Milan, dia telah melihat operan semacam itu di setiap musim. Beberapa diantaranya menjadi gol dan beberapa lagi, sayangnya, tidak. Diantara para pria yang menerima operan semacam itu adalah Basten, Marcelo, Bierhoff, Shevchenko, Roberto Baggio dan lain sebagainya. Sekarang, pria yang menerimanya adalah Ribery.      

Pemain yang dulu hanya memberikan operan semacam ini kepada pemain dengan jersey AC Milan dan Italia, kini memberikan umpan kepada pemain yang menjadi lawan AC Milan.      

Aku serius ingin mengalahkan AC Milan dan mengerahkan semua upaya demi mengalahkanmu untuk membantu tim Forest menjadi juara. Itulah pertandingan perpisahan yang kuinginkan. Apa kau paham, Paulo?     

Tentu saja, aku paham, Demetrio...      

Baiklah, aku akan memberimu pertandingan perpisahan yang kau inginkan!     

Paulo Maldini mengambil ban kaptennya yang jatuh dan berbalik untuk melangkah ke arah gawang. Dia harus mempersiapkan diri untuk melakukan kick-off di lingkaran tengah.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.