Mahakarya Sang Pemenang

Adu Kecerdikan dan Keberanian



Adu Kecerdikan dan Keberanian

0Ancelotti bukanlah seseorang yang bisa berkepala dingin disaat krisis dan bisa mengamati perubahan yang terjadi dengan tenang dari area teknis. Sekarang setelah mereka tertinggal dua gol, orang-orang justru akan menganggapnya agak tidak normal kalau dia masih bisa terlihat tenang.      

Apa artinya tertinggal dua gol di pertandingan final yang sangat penting? Kalau tim lain yang mengalaminya, mereka mungkin sudah berpikir untuk mengangkat tangan tanda menyerah.      

Meski Ancelotti bangkit berdiri dari kursinya dengan wajah muram, dia tidak berniat melakukan penyesuaian karena babak pertama akan segera berakhir. Dia ingin menggunakan metode lain untuk mengatakan kepada para pemain bahwa dia marah.      

Walaupun pertahanan lawan sangat ketat, George Wood adalah pemain berbakat sungguhan dan serangan kita berada dibawah tekanan, itu bukanlah alasan bagi lini pertahanan belakang kita untuk kebobolan dua gol berturut-turut.      

Bertahan adalah bertahan, menyerang adalah menyerang.      

Ancelotti tahu kalau AC Milan punya masalah di lini pertahanan. Belakangan ini, hanya ada sedikit tim kuat yang tidak memiliki masalah di lini pertahanan. Masalah AC Milan adalah lini pertahanan belakang mereka sudah mulai menua dan sering mengalami cedera. Ancelotti menurunkan Maldini sebagai bek tengah karena dia tahu Paulo lebih tua, jadi dia mengatur agar Nesta melindunginya.      

Tapi dia tidak menduga tim Forest akan memanfaatkan serangan balik yang cepat dan bola mati untuk mengoyak lini pertahanan AC Milan dengan begitu mudah. Tim Forest memiliki empat peluang ofensif di babak pertama dan mencetak dua gol. Efisiensi ini... semua orang di Inggris mengatakan kalau Tony Twain adalah seorang manajer yang sangat menekankan sepakbola efisien dan timnya adalah sebuah tim pembunuh yang efisien. Ancelotti tidak terlalu mempercayainya saat itu, tapi sekarang, suka tidak suka dia harus mempercayainya.      

Oleh karena itu, dia hanya berdiri di pinggir lapangan dan memandang ke arah lapangan dengan ekspresi dingin. Di waktu yang sama, otaknya menganalisa situasi saat ini untuk menentukan penyesuaian apa yang harus dilakukannya selama jeda turun minum.      

※※※     

Perayaan gila-gilaan itu diakhiri dengan paksa oleh wasit. Saat dia menarik para pemain Forest yang saling bertumpuk, dia melihat Tony Twain dalam setelan jasnya berada diatas Albertini, setengah menangis dan tertawa.      

"Tn. Twain, Anda seharusnya tidak ada disini," katanya pada Twain dengan ekspresi dingin.      

Setelah dia ditarik hingga berdiri, Twain merapikan jasnya sebelum dia tersenyum lebar dan berkata, "Aku terlalu senang. Kuharap Anda mau mengerti, Tn. Wasit."     

"Kalau Anda tidak segera kembali, aku akan mengirim Anda ke tribun." Fandel membuat gerakan seolah-olah dia akan mengeluarkan kartu, dan Twain buru-buru mengangkat kedua tangannya sambil melangkah keluar lapangan.      

"Aku akan kembali. Aku pergi sekarang..."     

Dia tidak lupa untuk memberikan acungan jempol kepada para pemainnya sambil berjalan keluar dari lapangan. Lalu dia melambaikan kedua lengannya untuk membuat fans Forest di tribun bernyanyi lebih keras.      

Setiap kali dia melambaikan tangannya, volume nyanyian di tribun naik satu tingkat. Dia seperti seorang konduktor orkestra yang mengarahkan fans Forest di Stadion Olympic Athena agar mengikuti isyaratnya dalam menyoraki tim Forest.      

"Hal-hal seperti ini biasanya dilakukan oleh para pemain selama bola mati, tapi di tim Forest, manajer merekalah yang melakukannya. Tony Twain benar-benar seorang manajer yang tidak biasa. Memimpin dengan dua gol, levelnya dalam melatih tim benar-benar tidak biasa!"     

Saat Twain berjalan kembali ke area teknis, seluruh stadion diisi suara nyanyian dan teriakan dari fans Nottingham Forest. Fans AC Milan sempat berpikir untuk membalas dan baru akan membuka mulut mereka tapi kembali dikalahkan oleh suara nyanyian orang-orang Inggris itu.      

Momen itu adalah milik fans Nottingham Forest, yang takkan membiarkan orang lain mengganggu kegembiraan perayaan mereka.      

※※※     

Albertini akhirnya bisa bangkit berdiri setelah merasakan perayaan gol yang penuh semangat dari rekan-rekan setimnya. Karena Twain tiba-tiba menjatuhkannya, dia masih berada di depan area penalti lawan.      

Dia berdiri dan melihat Maldini, yang berdiri tak jauh di depannya.      

Senyum gembira itu langsung terhapus dari wajahnya saat kedua pria itu saling menatap selama sesaat, lalu Maldini mengalihkan tatapannya dan Albertini juga berbalik untuk berjalan menjauh.      

Tak peduli seberapa dekat persahabatan mereka diluar lapangan, saat ini mereka bertemu sebagai musuh. Tidak ada yang perlu dikatakan sebagai musuh. Hasil pertandingan akan mengungkapkan semuanya di lapangan.      

Kalau tim Forest menang, dia akan memeluk Maldini di akhir permainan. Tapi untuk saat ini, dia tidak bisa tersenyum pada pria itu.      

Setelah pertandingan dilanjutkan, Ancelotti tidak kembali ke kursinya. Dia berdiri di pinggir lapangan dengan ekspresi dingin layaknya sebuah patung Italia kuno. Dia memberikan tekanan kepada para pemainnya melalui cara ini.      

Pada saat itu Tony Twain sudah kembali tenang dan duduk di kursinya untuk mengamati jalannya pertandingan. Dengan masih sekitar lima puluh menit tersisa, sekarang bukan saatnya untuk meremehkan semuanya.      

Suara nyanyian yang menjadi-jadi di tribun akhirnya berhenti, dan semua orang kembali mendengar suara para fans AC Milan. Tapi fans Nottingham Forest tidak benar-benar berhenti meski hanya sebentar. Mereka hanya sedang memikirkan cara lain untuk menyoraki tim kesayangan mereka, yang sekiranya bisa memberikan pukulan bagi lawan mereka.      

Tak lama kemudian, saat pertandingan memasuki menit ke-43, sebuah lagu terdengar dari tribun para fans Nottingham Forest.      

Kali ini, para Fans menggunakan lagu pseudo-Italia klasik Joe Dolce berjudul Shaddap You Face untuk memprovokasi Ancelotti yang sedang berdiri di pinggir lapangan. Mereka yakin Ancelotti pasti memahami arti lirik lagu itu.      

"Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat begitu sedih?"     

Puluhan ribu fans Forest menyanyikan bagian chorus bersama-sama, yang membuatnya terdengar spektakuler.      

Hanya fans Inggris yang memiliki keahlian untuk memprovokasi orang-orang dengan cara-cara baru yang tak ada habisnya. Sebuah pertandingan tidak hanya dihiasi kata-kata kotor dan acungan jari tengah.      

Lagu itu dinyanyikan hingga babak pertama berakhir dan kemudian berubah menjadi gelak tawa. Fans Forest merasa senang melihat tim mereka mengakhiri babak pertama dengan keunggulan dua gol.      

Para pemain Forest terus melambai untuk membangkitkan semangat para fans Forest di tribun. Sepanjang babak pertama, mereka merasa kalau para fans itu ikut bertarung bersama mereka dan mereka tidak pernah merasa sendirian. Bagi para pemain Forest, mereka sudah terbiasa dengan pertandingan semacam ini. Tak peduli apapun yang terjadi, para fans selalu mendukung mereka dan bersorak untuk mereka serta melakukan apapun yang mereka bisa untuk menyerang lawan.      

"Peluit akhir babak pertama telah ditiup! Babak pertama pertandingan ini sepenuhnya menjadi milik Nottingham Forest! Selama empat puluh lima menit ini, meski AC Milan mendominasi penguasaan bola dan durasi penguasaan bola, Nottingham Forest-lah yang menciptakan peluang untuk mencetak gol. AC Milan tidak memiliki apa-apa kecuali penguasaan bola dan mereka juga tidak menciptakan peluang ofensif yang bisa mengancam Edwin van der Sar. Pirlo dan Kaka dibekukan oleh penjagaan ketat yang dilakukan oleh Albertini dan George Wood, sementara sisa pemain lainnya terjebak di dalam pertahanan tim Forest yang tak tertembus. Taktik Tony Twain memberikan tekanan pada Ancelotti. Untuk saat ini, Twain masih unggul dalam pertarungan antara kedua orang manajer ini."     

※※※      

Dengan ekspresi muram dan kepala tertunduk, Ancelotti berjalan dengan cepat memasuki terowongan pemain. Twain sengaja membiarkan pria itu berjalan lebih dulu dan memutuskan untuk tinggal sejenak diluar, menepuk bahu para pemain Forest yang meninggalkan lapangan satu per satu sebelum kemudian dia mengikuti di belakangnya. Sebelum masuk ke dalam terowongan pemain, dia bertepuk tangan untuk para fans di tribun.      

Pada saat Twain memasuki ruang ganti pemain, semua orang sudah ada disana. Semua orang merasa senang dengan babak pertama pertandingan ini. Siapa yang mengira kalau mereka bisa unggul dua gol dari AC Milan?     

Tim yang mereka kalahkan untuk saat ini bukanlah tim yang biasa-biasa saja melainkan tim papan atas, AC Milan, yang telah memenangkan Liga Champions sebanyak enam kali!     

Twain tidak menghentikan para pemain yang tampak sangat gembira. Dia tidak punya alasan untuk menghentikan kegembiraan mereka.      

Setelah beberapa saat, dia berdehem yang mengisyaratkan kalau dia ingin mengatakan sesuatu, dan seluruh ruang ganti berangsur-angsur mulai tenang.      

"Aku bangga dengan penampilan kalian!" kata-kata pertama Twain membuat semua orang di ruang ganti itu bertepuk tangan dan bersuit-suit.      

"2:0!" Dia mengacungkan dua jarinya, yang mirip seperti tanda v untuk victory. "Aku sama sekali tidak bisa menemukan kesalahan kalian. Aku yakin lawan kita yang menonton di depan televisi dan mereka di tribun yang menonton dengan teropong juga tidak bisa menemukannya! Pertahankan penampilan kalian di babak kedua. Kalau kita memenangkan pertandingan ini, takkan ada yang berani mengatakan bahwa kita memenangkan gelar ini karena beruntung. Mungkin sebelum pertandingan ini, orang-orang mengira AC Milan pantas memenangkan pertandingan ini karena mereka sudah memenangkan enam piala di sepanjang sejarah, dan kita hanya punya dua. Tapi kalian berhasil menampar wajah mereka di babak pertama ini!"     

Saat para pemain selesai bersorak, Twain menekankan tangannya ke bawah dan mengingatkan, "Tapi jangan terlalu senang dulu. Lawan kita bukanlah tim yang mudah dikendalikan. Hati-hatilah. Mereka mungkin akan menggigit balik di babak kedua. Di paruh kedua nanti, kita masih akan menggunakan serangan balik defensif dan taktik high-pressing. Lakukan counter-press kalau kita kehilangan bola dan segera cegat bola untuk menghentikan serangan mereka. Jangan menyia-nyiakan peluang kita. Tim manapun yang menyia-nyiakan kesempatan pasti akan menderita karenanya. Kurasa unggul dua gol saja masih belum cukup. Jangan melepaskan kesempatan untuk mencetak gol di babak kedua dan bermainlah seolah-olah kita memiliki hasil imbang. Cetak beberapa gol lagi sampai lawan kita merasa putus asa!"     

Semua orang mengatakan kalau Tony Twain adalah pria konservatif yang gaya sepakbolanya sangat pasif dan jelek sehingga tidak enak untuk ditonton. Tapi dia selalu mengatakan kepada timnya bahwa "1:0" adalah skor yang paling tidak aman di seluruh dunia. Dia selalu ingin timnya mencetak lebih banyak gol di setiap pertandingan.      

Sebenarnya, Twain bukan orang yang konservatif. Hanya saja semua orang salah memahami makna dari serangan balik defensif. Twain yakin bahwa basis dari semua serangan adalah pertahanan, ibaratnya seperti memperbaiki sebuah rumah dan membangun gedung bertingkat. Semakin tinggi sebuah bangunan, pondasinya harus semakin kuat. Dia tidak percaya dengan adanya kastil yang melayang di udara. Dia adalah orang yang realistis. Sebuah serangan tanpa pertahanan yang solid tidak akan bisa bertahan saat menghadapi ujian, sama seperti bangunan dengan pondasi yang tidak stabil akan runtuh dengan mudah saat tertiup angin, apalagi kalau terkena bencana seperti gempa bumi.      

Alasan Barcelona gagal di turnamen liga adalah karena serangan mereka sangat indah sampai-sampai mereka lupa kalau mereka masih harus bertahan. Lini tengah Barcelona seringkali tidak memiliki tipe gelandang bertahan. Setelah serangan mereka di lini depan diblokir lawan dan mereka tidak bisa melakukan terobosan untuk waktu yang lama, masalah di lini pertahanan mereka akan mulai terungkap, dan akhirnya sebuah celah akan terbentuk, yang akan meruntuhkan mereka.      

Sepakbola ofensif semacam itu bukanlah gaya sepakbola yang diinginkan Twain.      

Apa yang diinginkannya adalah stabilitas, yang lebih unggul dari semuanya. Selama pertahanan mereka tidak bagus, dia memutuskan untuk tidak menyerang. Dia hanya akan bertarung sekuat tenaga kalau situasinya sangat kritis hingga dia terpaksa melakukannya.     

Sekarang setelah tim Forest berhasil unggul dari AC Milan sebanyak dua gol, dia bisa membayangkan jenis tekanan yang akan dihadapi timnya di babak kedua. AC Milan pasti akan meluncurkan serangan balik dengan gencar. Tekanan yang dihadapi lini pertahanan timnya akan semakin meningkat. Mereka harus menstabilkan pertahanan mereka. Dan kemudian... sesuai aturan yang ada, mereka akan menunggu peluang untuk meluncurkan serangan diam-diam.      

Selama mereka bisa mempertahankan wilayah mereka sejak awal babak kedua, lawan mereka akan semakin gelisah sejalan dengan berlalunya waktu. Dengan selisih dua gol yang membebani pikiran mereka, mereka tidak akan tinggal diam. Saat lawan mereka sibuk bertarung di lini depan, semakin banyak celah akan muncul di belakang dan memanfaatkan celah itu adalah kelebihan tim Forest.      

"Jadi, kunci di babak kedua pertandingan ini adalah tidak kebobolan di lima belas menit pertama. Bahkan satu gol akan bisa membuat mereka jadi gila, seperti ikan hiu yang mencium bau darah. Dengan kata lain, sebuah pertahanan yang solid..." Twain mengangkat jari telunjuknya, "adalah persyaratan yang paling penting dan tujuan utama kita. Selama periode ini, kita bisa mengorbankan serangan. Setelah lima belas menit itu berakhir, kita akan menunggu peluang untuk melakukan serangan balik."     

"Terakhir, ingatlah!" Twain menaikkan volume suaranya. "Kemenangan harus menjadi milik kita!"     

※※※     

Berbeda dengan suasana yang penuh semangat di ruang ganti tim Forest, suasana di ruang ganti tim AC Milan sedikit lebih tenang.      

Sebagian besar orang memilih untuk menghabiskan lima belas menit yang berharga ini dalam keheningan.      

Siapa yang bisa menduga kalau babak pertama final Liga Champions akan jadi seperti ini? Mereka, AC Milan yang termashyur, kebobolan dua gol dari Nottingham Forest dalam kurun waktu empat puluh lima menit. Hal yang lebih memalukan lagi adalah mereka begitu terpana hingga mereka tidak bisa bertanding seperti biasa dan tidak bisa menghasilkan satu serangan yang mengancam. Mereka benar-benar tak berdaya seolah terperangkap di dalam rawa.      

Apa yang terjadi? Hampir semua fans AC Milan di tribun bertanya-tanya tentang ini, yang juga menjadi penyebab mengapa mereka tidak membalas fans Forest.      

Di waktu yang bersamaan, pertanyaan serupa juga berputar-putar di benak para pemain AC Milan.      

Ada yang salah dengan serangan kami dan kami tidak bisa menemukan arah yang jelas. Setelah Pirlo dan Kaka dijaga ketat, serangan tim kami jadi seperti kapal yang tersesat di lautan luas tanpa panduan dari mercusuar. Ini bukan hal yang baru pertama kali terjadi... Tapi, menghadapi pertahanan ketat lawan, apa yang bisa kami lakukan?     

Dengan wajah merengut, Ancelotti akhirnya angkat bicara.      

"Apa ada diantara kalian yang merasa kalau situasi saat ini familiar?" Saat dia bertanya, semua orang mengangkat kepala mereka, berusaha mencari di dalam ingatan mereka. Para pemain profesional itu sudah melalui banyak pertandingan di sepanjang hidup mereka. Bagaimana mungkin mereka tahu situasi pertandingan mana yang mirip dengan pertandingan saat ini?     

Pada akhirnya, Ancelotti memberi mereka jawabannya. "Pertandingan kita melawan Liverpool di final Liga Champions tahun 2005. Apa kalian ingat itu? Kita unggul tiga gol dari mereka di babak pertama dan hasil akhirnya?"     

Dia tidak perlu menyelesaikan kalimatnya. Banyak dari orang-orang AC Milan tahu apa yang terjadi. Di pertandingan itu, dengan gol pembuka dari Maldini, AC Milan mengalami babak pertama yang luar biasa, sama seperti yang dialami Nottingham Forest di pertandingan ini. Selama jeda turun minum, setelah unggul tiga gol, para pemain AC Milan tidak bisa menunggu untuk memulai perayaan kemenangan mereka di ruang ganti pemain. Bunyi suara itu tidak bisa diredam oleh tembok bata dan perayaan gila-gilaan AC Milan itu terdengar oleh orang-orang Liverpool dan semakin mengobarkan semangat juang serta kemarahan mereka.      

Sebagai akibatnya, di dalam pertandingan yang seharusnya bisa mereka menangkan, AC Milan justru kebobolan tiga gol berturut-turut oleh lawannya di babak kedua. Kepercayaan diri dan semangat mereka mengalami pukulan berat dan benar-benar runtuh selama adu penalti. Pada akhirnya, mereka kalah dari Liverpool dan harus melepaskan kemenangan yang ada di genggaman.      

Bagi AC Milan, pertandingan itu sangatlah memalukan dan memberikan reputasi bagi Liverpool sebagai tim pertama yang berhasil membalikkan keadaan di final Liga Champions di sepanjang lima puluh tahun sejarahnya.      

"Sekarang ini, kita hanya kebobolan dua gol. Apa yang perlu dikhawatirkan? Lawan yang dulu ketinggalan tiga gol bisa mengalahkan kita. Jadi, kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama seperti mereka?"     

Saat dia mengatakan itu, mata semua orang kembali menyala.      

Itu benar, kalau dulu kita bisa dikalahkan, kenapa hal itu tidak bisa dilakukan pada tim lain?     

Apa kami kurang memiliki keyakinan dan kekuatan untuk menang? Apa kami sudah kehilangan minat untuk mendapatkan gelar juara? Apa kami sebenarnya tidak menginginkan trofi yang ada di hadapan kami?     

Tidak, bukan itu. Kalau begitu, kenapa kami tidak bisa mengalahkan Nottingham Forest?     

Ancelotti tampak senang melihat para pemainnya mulai kembali percaya diri. Dia percaya pada kekuatan AC Milan. Tak peduli lawan mereka saat ini adalah Nottingham Forest, Manchester United, Real Madrid ataupun Barcelona, dia percaya kalau timnya bisa mengalahkan mereka semua. Kuncinya adalah apakah para pemain itu masih memiliki kepercayaan diri untuk bisa menang. Selama mereka percaya diri untuk menang, maka itu tidak akan jadi masalah.      

Dalam pertandingan melawan Liverpool, lawan yang berhasil menyusul dengan tiga gol berturut-turut dalam kurun waktu singkat telah memberikan pukulan berat terhadap kepercayaan diri para pemain dan setelah itu bahkan pemain bintang di timnya tidak bisa mencetak gol... Bayangkan saja Shevchenko, seorang striker kelas dunia, siapa yang percaya kalau pria itu akan mengalami situasi dimana dia bahkan tidak bisa memasukkan bola ke gawang yang hampir kosong? Tapi itulah yang terjadi.      

Dari pelajaran yang dipetiknya saat itu, Ancelotti percaya bahwa hal yang penting saat jeda turun minum bukanlah menjabarkan taktik yang akan mereka mainkan di babak kedua. Sembilan dari sepuluh pemain takkan mendengarkan. Hal yang paling penting saat ini adalah memulihkan kepercayaan diri para pemain dan membiarkan mereka tahu bahwa bahkan ketinggalan dua gol bukanlah akhir dunia.      

"Kita akan terus meningkatkan serangan kita di babak kedua." Saat para pemain sudah mulai yakin dengan adanya harapan di babak kedua maka Ancelotti baru mulai membeberkan taktik spesifiknya. "Kita tidak punya cara lain kecuali menyerang, tapi kita juga harus mengawasi lini belakang kita. Jangan berikan peluang bagi tim Forest untuk melakukan serangan balik. Kalau kalian kehilangan bola di lini depan, lakukan counter-press dengan segera. Lakukan pelanggaran kalau tidak ada pilihan lain! Pirlo."     

Pirlo mendongak dan menatap manajer.      

"Albertini sudah lebih tua, dan staminanya tidak akan bisa menyamaimu. Kau harus tetap berlari dan tidak tinggal di satu tempat. Berlarilah dengan cepat untuk melepaskan diri darinya! Selain itu, karena lawan bisa menggunakan bola mati untuk menyerang gawang kita, kenapa kita juga tidak bisa menggunakan bola mati? Kita mendapatkan empat tendangan bebas di babak pertama yang semuanya berada di lini depan dan kalian sama sekali tidak berhasil memanfaatkan satu diantaranya."     

Pirlo terdiam saat menerima kritik dari Ancelotti.      

"Kita akan meningkatkan serangan kita di babak kedua dan memberikan tekanan pada pertahanan mereka. Kita juga akan mendapatkan lebih banyak bola mati di lini depan. Jangan menyia-nyiakan mereka. Raih kesempatan dan cetak gol!"     

Selain high pressing, kecepatan transisi tim Forest juga sangat cepat. Saat berhadapan dengan zona tiga puluh meter yang sangat padat dengan pemain, terobosan dan kecepatan Kaka tidak akan bisa dimanfaatkan. Mereka hanya bisa mengandalkan operan dan tendangan bola mati Pirlo.      

Ancelotti sudah memutuskan akan menggunakan taktik ini untuk sementara dan membuat penyesuaian berdasarkan situasi yang muncul di babak kedua.      

Apalagi yang bisa mereka lakukan karena merekalah pihak yang tertinggal dan bukan pihak yang unggul?     

Tapi, semuanya tidak seburuk dugaan beberapa orang.      

Dalam sebuah perlombaan lari maraton, pelari dengan tekanan terbesar seringkali adalah pelari terdepan yang memimpin lomba. Pelari jarak jauh yang berpengalaman akan memilih untuk mengikuti pelari terdepan sepanjang waktu dan hanya akan menyalipnya di menit-menit terakhir. Dia akan meninggalkan si pelari terdepan yang kelelahan dan mengangkat tangannya sambil berlari kencang menuju garis akhir.      

Untuk sebuah pertandingan sepakbola, waktu permainan selama sembilan puluh menit adalah sebuah maraton. Nottingham Forest mirip seperti pelari terdepan yang tampil mengesankan tapi kurang berpengalaman. Bisakah mereka bertahan sampai akhir? Siapa yang bisa menjamin kalau mereka tidak akan hancur karena tekanan yang dirasakan sebagai pelari terdepan? Ancelotti memutuskan untuk menjadi bayangan yang mengintai di belakang si pelari terdepan, menunggu peluang, selalu menyenggol tumit si pelari terdepan, tidak membiarkannya rileks sedikitpun, dan membuat tekanan yang dirasakan si pelari terdepan semakin besar dan besar hingga dia tak tahan lagi...      

Saat itu adalah waktu yang tepat bagi AC Milan untuk menjadi juara.      

Aku tahu Tony Twain sering mengatakan: keunggulan satu gol adalah hal yang paling tidak aman.      

Tn. Twain, apa kau yakin semuanya aman setelah kau unggul dua gol?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.