Mahakarya Sang Pemenang

Sebuah Konfrontasi



Sebuah Konfrontasi

0Tak peduli bagaimana para pemain Nottingham Forest memprotes ataupun memohon, wasit masih tetap mempertahankan keputusan yang baru saja diambilnya: Leighton Baines telah melakukan pelanggaran handball dan Chelsea diberi hadiah tendangan penalti.      

Tidak hanya itu, dia bahkan menarik kartu kuning dari sakunya dan memberikan peringatan kepada Baines.      

"Sial, apa aku harus berterima kasih padanya karena dia tidak langsung memberikan kartu merah pada Baines?" gerutu Twain saat dia melihat adegan yang terjadi di lapangan.      

Disampingnya, Dunn tidak menjawab. Dia masih harus mengurus beberapa hal. Saat semuanya sedang kacau, Dunn memanggil Eastwood, yang berdiri paling dekat dengan area teknis. Dia memberinya sebuah catatan kecil untuk diberikan kepada kiper, Edwin van der Sar.      

Eastwood tampak agak bingung tapi dia tetap menjalankan perintah yang diberikan padanya. Dia berlari di lapangan dan memutari para pemain yang berkerumun mengelilingi wasit untuk menemui Edwin van der Sar.      

"Asisten Manajer Dunn memintaku memberimu ini." Eastwood menyerahkan kertas catatan kecil di tangannya kepada Edwin van der Sar.      

"Apa ini?" Edwin van der Sar tampak bingung.      

"Kenapa tidak kau buka saja?"     

Setelah menyelesaikan tugasnya, Eastwood berdiri disampingnya dan menyaksikan rekan-rekan setimnya masih memohon kepada wasit. Dia tidak ikut bergabung dengan mereka karena dia tahu meski dia memohon hingga mulutnya kering, wasit tidak akan mengubah keputusannya, terutama keputusan yang berhubungan dengan pelanggaran berat. Dia menolak melakukan hal yang tak berguna itu dan lagi dia juga bukan kapten tim. Dia tidak akan memaksakan diri melakukan sesuatu yang sia-sia.      

Disampingnya, van der Sar tiba-tiba saja berseru terkejut, yang menarik perhatiannya. "Ada apa?"     

"Hee hee, bukan apa-apa." Edwin van der Sar tersenyum sambil menyimpan kertas catatan itu ke dalam kaus kakinya.      

Eastwood memandangnya curiga tapi dia tidak bertanya lebih jauh lagi.      

Saat dia melihat rekan setimnya masih memohon kepada wasit, Edwin van der Sar menepuk bahu Eastwood. "Freddy, kelihatannya kau tidak cemas tentang penalti ini, ya?"     

Eastwood memandang ke arah para pria yang berkerumun itu. "Keputusan sudah diambil. Tidak ada gunanya mencemaskan itu. Kalau kau tidak bisa menyelamatkan gawang, aku hanya perlu mencetak gol lagi. Ribery mencetak gol yang menyamakan kedudukan dalam empat puluh lima detik setelah kita kebobolan. Kurasa aku juga bisa melakukannya."     

Edwin van der Sar tersenyum. "Kalau begitu jangan jauh-jauh dariku. Kalau aku berhasil menangkap bola, aku akan melemparnya ke arahmu."     

"Oke."     

※※※     

Karena hukuman yang diberikan oleh wasit tidak bisa diubah, tidak ada gunanya terus memohon. Para pemain Forest mulai bubar satu per satu dan menyingkir dari area penalti.      

Setelah pemain Chelsea melakukan perayaan singkat, Lampard berjalan maju dengan bola di tangannya. Dia adalah pemain utama yang bertugas mengeksekusi tendangan penalti.      

Edwin van der Sar berdiri di depan garis gawang dan sedikit menurunkan pusat gravitasinya sambil merentangkan kedua lengannya.      

Melihat Lampard menempatkan bola, dia memikirkan tentang kertas catatan yang baru dibacanya.      

Sama seperti pertandingan semifinal Liga Champions musim lalu, kertas catatan itu berisi informasi tentang kebiasaan penendang penalti Chelsea, dan Lampard berada di urutan pertama.      

Edwin van der Sar bukanlah kiper yang jago dalam menghadang tendangan penalti, tapi dengan detil informasi yang diberikan padanya, dia merasa yakin kalau dia akan bisa memblokir bola Lampard.      

Selain itu, sejak Piala Dunia, standar tendangan penalti Lampard tampaknya mengalami penurunan. Ada beberapa tendangan penaltinya yang tidak berhasil menjadi gol. Pertandingan ini adalah pertandingan yang menentukan dan tendangan ini juga menentukan apakah Chelsea akhirnya bisa lolos ke final. Bisakah Lampard bertahan dibawah tekanan yang intens ini? Edwin van der Sar bisa memanfaatkan peluang ini.      

Dia berdiri di depan gawang dengan lengan terentang lebar, berusaha untuk memperluas area pertahanannya sekaligus menciptakan tekanan psikologis bagi Lampard.      

Lampard menempatkan bola di titik penalti, dan mengubah posisi bola hingga tiga kali sebelum akhirnya bangkit dan melangkah mundur dengan puas.      

Suara-suara di tribun stadion perlahan mulai memudar. Semua orang menyaksikan area kecil di depan gawang tim Forest dengan napas tertahan.      

Ini adalah momen yang akan menentukan nasib mereka.      

Tidak berlebihan mengatakannya seperti itu. Kalau Chelsea berhasil mencetak gol, dampaknya terhadap situasi pertandingan akan sangat besar. Chelsea bisa mengambil peluang ini untuk menstabilkan pertahanan mereka dan terus bertanding melawan tim Forest. Akan sulit bagi tim Forest untuk menyerang balik karena wilayah kosong di lini belakang yang bisa mereka manfaatkan akan sangat berkurang.      

Dan bagaimana kalau Chelsea tidak berhasil mencetak gol? Itu akan menjadi pukulan yang berat tidak hanya bagi para fans Chelsea, tapi juga bagi para pemain dan staf pelatih Chelsea. Mereka tidak berhasil memanfaatkan kesempatan yang sangat langka ini. Menggunakan kata "menderita" untuk menggambarkannya bukanlah hal yang berlebihan. Lalu yang terjadi setelahnya adalah para pemain Chelsea akan menjadi bingung dan kehilangan semangat juang mereka. Jika sesuatu yang tidak menguntungkan terjadi di periode ini, itu akan sangat normal, dan sebagai akibatnya tim Forest akan semakin bersemangat.      

Ada pula hal lain yang perlu diperhatikan.      

Sekarang adalah menit ketujuh puluh dan banyak pemain Chelsea yang sudah berlari sejak awal pertandingan kini mencapai ambang batas kekuatan fisik mereka. Ini adalah saat-saat terlemah mereka. Kalau mereka ingin mengangkat kaki mereka, itu membutuhkan tekad yang kuat dan tidak semua orang memiliki tekad yang kuat.      

Tentu saja, kalau mereka bisa selamat dari ambang batas ini, dua puluh menit selanjutnya akan bisa diatasi. Mereka bisa terus bertarung dengan Nottingham Forest. Dan kalau mereka tidak bisa mengatasi batas kelelahan ini, hasilnya akan tampak nyata.      

Twain pernah mengatakan kalau dia adalah seorang penjudi. Dan siapa yang berani mengatakan kalau Mourinho juga bukan seorang penjudi?     

Lampard berdiri sekitar tiga langkah dari bola, menunggu wasit meniup peluitnya.      

Stadion City Ground, yang bisa menampung hingga 30,000 orang, mulai hening, baik itu bangku pemain cadangan kedua tim, area teknis ataupun boks VIP, semua orang menatap dua orang pemain yang berada di tengah panggung besar itu.      

Twain tidak mengatakan apa-apa; dia hanya menggigit bibirnya dengan keras. Dia pernah bilang kalau dia akan memberikan sebuah pertandingan perpisahan yang sempurna bagi Albertini, dia bilang kalau dia ingin George merasakan babak final Liga Champions UEFA, dan setahun yang lalu, dia berjanji pada Ribery kalau saat itu bukanlah satu-satunya kesempatan mereka di babak final Liga Champions...      

Bagaimana mungkin dia bisa membiarkan semua janji yang dibuatnya pada banyak orang menghilang begitu saja?     

Saat Twain masih merasa kacau, wasit meniup peluitnya, deringnya terdengar jelas di stadion yang hening.      

※※※     

Lampard mulai berlari setelah dia mendengar peluit itu. Tiga langkah itu sangat dekat. Dia menyelesaikan lari awalannya dan tubuhnya condong ke kiri saat dia mengayunkan kaki kanannya... dan bola melambung.      

Di waktu yang bersamaan, Edwin van der Sar melompat. Dia mengamati gerak lari Lampard dan ayunan kakinya. Dia berpikir bahwa meski Lampard condong ke kiri, dia tidak mendorong bola ke kiri, dan kemiringan tubuhnya hanyalah gerak tipu untuk memancingnya bergerak ke arah yang sama.      

Oleh karena itu, van der Sar memilih untuk melompat ke sisi kanan Lampard atau sisi kiri tubuhnya.      

Dia baru saja melompat, saat dia sadar bahwa Lampard tidak mendorong bola ke sisi manapun. Bola itu melesat lurus ke tengah!     

Ini benar-benar situasi yang tak terduga!     

Melesat dengan kecepatan tinggi karena ditendang dengan kuat serta ditendang dari tengah, bola itu kelihatannya tak bisa dihentikan!     

Apa aku bisa menghentikannya?     

Gagasan itu segera dibuang dari benak van der Sar begitu gagasan itu muncul.      

Bola itu melesat dengan cepat, bola itu agak-tinggi dan ditendang dari tengah...      

Bolanya melesat dengan cepat?!     

Terima kasih Tuhan!     

Edwin van der Sar bergerak melintang di udara dan meluruskan kakinya, yang terlihat sedikit aneh dan menggelikan, tapi dia tahu kalau itu adalah satu-satunya peluangnya untuk menghentikan bola.      

Kalau tembakan Lampard cukup kuat dan bola melesat cukup cepat, maka saat tubuh van der Sar masih belum bergerak keluar area gawang, kakinya mungkin masih bisa menghadang bola yang terbang ke tengah!     

Saat ini, Edwin van der Sar pasti sangat menginginkan kemampuan Michael Jordan yang bisa melayang di udara selama sesaat, yang akan membuatnya bisa berputar di tempatnya dan menunggu bola datang ke arahnya.      

"Bum!"      

Kakinya terasa sakit akibat benturan, yang membuatnya gembira. Aku berhasil menghadangnya!     

"Sama sekali tak bisa dipercaya! Tendangan penalti Lampard tidak berhasil masuk!" Komentator tidak berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Twain benar-benar keparat yang beruntung!     

Lampard mendongak hanya untuk melihat bola itu terbang kembali melewati bagian atas kepalanya.      

Itu adalah mimpi buruk tendangan penalti yang telah menghantuinya sejak Piala Dunia dan tak mau lepas dari dirinya.      

Mendadak dia seolah kembali ke Piala Dunia 2006 di Jerman. Pria yang memakai jersey merah Nottingham Forest tiba-tiba tampak seperti pemain Portugis yang memakai jersey merah...      

Dia adalah penendang pertama dalam adu penalti di malam yang pahit dan menyakitkan itu. Dia tahu dengan jelas apa arti dari menjadi 'penendang pertama', tapi dia gagal memenuhi harapan semua orang dan mengirimkan bola langsung ke pelukan Ricardo.      

Setelah gagal melakukan tendangan penalti itu, mood yang buruk menyebar ke seluruh rekan setimnya dan penendang kedua, Steven Gerrard, mentalnya sudah hampir runtuh setelah melihat tembakan penalti Lampard. Dia berusaha keras untuk tidak menangis dan berjalan maju untuk melakukan tendangan penalti kedua. Hasilnya sudah bisa ditebak.      

Dua pemain Inggris yang paling stabil dalam mengeksekusi tendangan penalti gagal melakukannya. Inggris kembali kalah di hadapan Portugis dan mereka kalah dalam mimpi buruk adu penalti.      

Sorakan keras menyadarkannya ke kenyataan, dan dia berbalik untuk melihat rekan-rekannya berlari dengan putus asa untuk bertahan. Semua orang hanya punya satu target – pemain Nottingham Forest nomer 11, Eastwood yang sedang berlari sambil menggiring bola.      

Bukankah bolanya jadi bola mati?     

"Ayo, Freddy!" raung van der Sar dengan suara keras sambil mengacungkan tinjunya di belakangnya. Dia sama sekali tidak peduli kalau dia tidak dimunculkan di layar televisi sedang merayakan keberhasilannya setelah menyelamatkan gawang barusan. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi tim Forest untuk menyerang balik.      

Chelsea telah bertanding selama tujuh puluh menit dan mendapatkan tendangan penalti. Nottingham Forest bertanding dengan putus asa selama tujuh puluh menit. Bukankah mereka telah menunggu kesempatan seperti ini?     

"Maju terus! Ayo, Romani Rooney!" seruan para fans Forest di tribun menyaingi suara teriakan Edwin van der Sar.      

※※※     

Mourinho melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa pemainnya yang paling dinilai tinggi olehnya telah gagal melakukan tendangan penalti tapi dia tidak punya waktu untuk marah. Sekarang dia mencemaskan gawangnya karena sebagian besar pemainnya telah bergerak maju untuk menyaksikan tendangan penalti itu. Hanya ada dua bek tengah selain kiper, Cech, di lini belakang mereka.      

Dia memaki pelan, tapi tidak ada yang tahu apakah dia mengutuk tendangan penalti yang gagal itu atau mengutuk serangan balik tim Forest yang cepat.      

※※※     

Dunn menepuk bahu Twain. "Sudah kubilang kan kalau situasinya tidak seburuk itu."     

Twain tidak punya waktu untuk memuji prediksinya. Dia hanya bergumam dengan senang, "Ayo! Freddy, berikan mereka pukulan keras!"     

※※※     

"Jose, mungkin situasinya tidak seburuk itu..." penasihat teknis, Grant berdiri di sampingnya. "Kita masih punya Terry dan Carvalho."     

"Justru itulah yang membuatku khawatir!" timpal Mourinho.     

Ekspresi Grant berubah dan dia tidak mengatakan apa-apa lagi.      

Terry punya kartu kuning, dan sekarang dia adalah pemain pertama yang berhadapan dengan lawan.      

"Jaga dia tapi jangan melanggarnya!" Mourinho bergegas menuju pinggir lapangan dan berteriak keras.      

※※※     

Saat itu bising sekali di stadion, dan Terry tidak bisa mendengar teriakan Mourinho dari pinggir lapangan. Dia tidak punya waktu untuk menoleh dan menatap ekspresi cemas manajernya. Hanya ada satu pria di matanya – Eastwod, yang berlari cepat ke arahnya sambil menggiring bola.      

"Situasinya tampak seperti perburuan besar-besaran di dataran Afrika. Segerombolan singa sedang mengejar satu zebra sementara raja singa berada di hadapan mangsanya, mengawasinya dengan tatapan rakus." ucapan komentator itu menggambarkan situasinya dengan sangat jelas.      

Sejumlah besar pemain Chelsea berusaha keras untuk mengejar, dan kini mereka mengandalkan Terry untuk memaksa Eastwood agar memperlambat lajunya. Selama Eastwood bisa dipaksa untuk melambat, mereka akan bisa mengepungnya. Dan setelah itu serangan cepat tim Forest akan terhenti.      

"Kelihatannya tidak ada jalan keluar bagi zebra itu..."     

Eastwood bermaksud mengubah arah dan memutar dalam lingkaran besar untuk melewati Terry saat jarak antara mereka berdua masih cukup jauh. Tiba-tiba saja, dia ingat kalau Terry sudah mendapatkan kartu kuning di babak pertama.      

Insiden yang terjadi pada Wood terbayang di depan matanya.      

Romani itu berubah pikiran dan kembali berlari kencang ke arah Terry.      

Di dalam tim Nottingham Forest, Eastwood tidaklah secepat empat pemain sayap, tapi dia jelas tidak bisa dianggap lambat. Dia tidak boleh diremehkan untuk lari jarak pendek.      

Berlari dari lini belakang ke zona tiga puluh meter wilayah lawan di sisi lain lapangan berjarak hampir empat puluh meter jauhnya. Eastwood tahu kalau dia sudah mencapai batas kemampuannya. Dia bahkan bisa merasakan lututnya, yang telah menjalani tiga operasi, terasa sangat sakit. Kalau ini berlanjut, dia pasti akan terkejar, dan serangan balik tim Forest akan berakhir. Bagaimana mungkin hadiah dari van der Sar disia-siakan begitu saja?     

Kalau ini ditakdirkan untuk berakhir, akan lebih baik kalau serangan ini membawa korban bersamanya!     

John Terry melihat Eastwood berlari lurus ke arahnya, dan dia menghadangnya tanpa ragu.      

Dia jelas tahu kalau dia sudah mengantongi kartu kuning.      

Tapi seperti yang dikatakannya pada Mourinho saat jeda turun minum, dia tidak akan ragu untuk melakukan apa yang harus dilakukannya saat menghadapi situasi yang mendesak. Menghentikan pemain lawan adalah hal yang harus dilakukan olehnya.      

Jarak antara kedua pria itu semakin mengecil.      

Sepuluh meter, delapan meter, enam meter, lima meter...      

Tubuh bagian atas Eastwood berayun, dan dia membuat gerak tipuan untuk menerobos, tapi Terry tidak bergerak. Dia menunggu hingga bola menjauh dari kaki Eastwood, waktu yang pas baginya untuk merebut bola.      

Dan tiba-tiba!     

Sebuah sosok gelap melesat dari samping dan menjatuhkan Eastwood di depan mata Terry!     

Semua itu terjadi dengan sangat tiba-tiba hingga membuat Terry terpaku tak bergerak. Dia seolah membeku di tempatnya dan melihat bola bergulir melewatinya. Lalu dia mendengar suara peluit wasit yang melengking.      

Terdengar suara cemoohan yang memekakkan telinga dari tribun. Kemarahan para fans Forest jelas tidak ditujukan pada Terry. Target mereka adalah "pelaku" yang menjatuhkan Eastwood dan ikut jatuh bersamanya – Carvalho!     

Terry sedikit terkejut saat dia melihat dengan jelas siapa pemain yang telah melakukan pelanggaran.      

Wasit berlari ke arah dua orang pria yang terjatuh ke tanah. Dia mengisyaratkan agar Carvalho, yang telah melakukan pelanggaran, untuk berdiri dan kemudian menunjukkan kartu kuning kepadanya dengan tangannya yang lain.      

※※※     

"Sialan!" Twain sama sekali tidak bisa menahan amarahnya. "Hanya kartu kuning?! Wasit keparat itu!"     

Telinga ofisial keempat berkedut dan dia berjalan menuju ke arahnya. Twain melihat gerakan pria itu sekilas dan segera menutup mulutnya.      

Kerslake menghentikan ofisial keempat dan menunjuk ke arah lapangan untuk mengeluh padanya. "Pak, bagaimana mungkin itu tadi pelanggaran yang dihukum dengan kartu kuning? Bukankah dia seharusnya diusir dengan kartu merah? Carvalho menghentikan serangan balik kami yang cepat dengan cara yang sangat kejam!"     

Dia berhasil mengalihkan perhatian ofisial keempat dan Twain berhasil lolos dari bahaya.      

※※※     

Di sisi lain, Mourinho melihat Terry tak terluka dan menghembuskan nafas lega. Dia merasa sangat takut. Dari luar lapangan, dia bisa tahu kalau Eastwood sengaja ingin memancing Terry untuk melakukan pelanggaran. Ada banyak area kosong di lini belakang, kenapa dia harus mengambil inisiatif untuk mendatangi Terry?     

Untungnya, Carvalho melangkah maju di saat-saat penting untuk membantu Terry melewati krisis itu.      

Harga yang harus dibayar agar Terry tetap berada di lapangan adalah kartu kuning bagi Carvalho.      

Para pemain Forest bergegas maju untuk mengganggu Carvalho, dan Terry segera melangkah maju untuk memisahkan kedua pihak.      

"Ini memang pelanggaran, tapi rekan setim kalian tampaknya baik-baik saja." katanya ke arah para pemain Forest yang marah, sambil menunjuk ke arah Eastwood, yang perlahan mulai bangkit berdiri.      

Saat semua orang mendengarnya mengatakan itu, mereka melihat bahwa Eastwood memang sudah bangun sendiri. Dia menggerakkan tubuhnya dan menemukan kalau tidak ada yang cedera kecuali lengannya yang sedikit sakit karena terkena benturan.      

"Hey, Freddy! Kau baik-baik saja?" para pemain Forest segera mengalihkan perhatian mereka dan Carvalho berhasil melepaskan diri dari sana.      

Terry memandang ke arah partner bek tengah-nya itu. "Terima kasih."     

"Untuk apa?" Carvalho menyeringai. "Ini adalah pertandingan yang membutuhkan perjuangan keras untuk menang dan aku hanya berusaha yang terbaik."     

Mendengarnya mengatakan itu, Terry tertawa. "Tapi sekarang kita berdua sama-sama punya kartu kuning."     

"Apa yang harus kita takutkan? Aku masih belum punya kartu," kata Makalele yang tiba-tiba berada di dekat mereka.      

Dua pria itu saling memandang dengan tatapan kosong selama sesaat, lalu ketiga orang itu tersenyum.      

※※※     

Rekan setim di sekeliling Eastwood memeriksanya dengan seksama karena takut lututnya yang rapuh kembali cedera akibat benturan keras barusan. Tapi Eastwood malah merasa kesal dan memaki, "Sialan! Carvalho sialan! Kalau bukan gara-gara dia, Terry pasti sudah dikeluarkan dengan kartu merah sekarang!"     

Ribery hanya mengangkat bahu. "Yah, kelihatannya Freddy baik-baik saja. Ayo bubar, guys!"     

Rekan lini depan Eastwood, van Nistelrooy, menepuk bahunya. "Jangan pikirkan tentang kartu kuning. Cobalah untuk mencetak gol. Itulah yang perlu kita lakukan."     

George Wood perlahan berjalan menjauh setelah dia melihat Eastwood baik-baik saja dari luar kerumunan.      

Dia mendongak menatap layar besar, yang skornya masih tetap tak berubah di 1:1.      

Tendangan penalti Chelsea tidak berhasil masuk dan serangan balik kami juga tidak berhasil.      

Tidak ada pihak yang berhasil memanfaatkan peluang yang luar biasa ini...      

Sayang sekali.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.