Mahakarya Sang Pemenang

Kalian Semua Salah



Kalian Semua Salah

0"Franck Ribery – dia mengambil kesempatan untuk menembak diantara kerumunan! Nottingham Forest kembali unggul atas Barcelona untuk yang kedua kalinya! Pertandingan masih menyisakan... tujuh belas menit. Situasi ini benar-benar kabar buruk bagi tim Rijkaard. Kalau mereka ingin menang, mereka hanya punya – termasuk perpanjangan waktu – sekitar sedikit diatas dua puluh menit untuk mencetak dua gol berturut-turut dan memastikan lini pertahanan mereka tidak kembali kebobolan. Ini sangat sulit... Para fans Nottingham Forest bersorak. Ini benar-benar skor yang sangat menyenangkan bagi mereka!"     

Big John dan Bill saling memeluk di tribun penonton. Skor ini tidak hanya membuat mereka merasa senang, tapi ini juga mendebarkan bagi mereka. Para fans fanatik jelas tahu apa artinya menang di Camp Nou. Di sepanjang sejarah, hanya sedikit sekali tim yang bisa menang disini.      

"Guys, ayo kita bernyanyi!" John menghadap ke belakang dan meraung pada ribuan fans Forest di tribun.      

"Kita punya seluruh dunia di tangan kita! Kita mengatasi setiap serangan, kita tak terkalahkan! Karena kita adalah tim terkuat! Oh, oh, oh –"     

Setelah beberapa detik keheningan, para fans Barcelona mencemooh dengan suara keras untuk menenggelamkan suara nyanyian para fans Forest.      

Para fans Forest melihat situasi ini dan menaikkan volume suara mereka. Mereka hanya berjumlah tujuh ribu orang, tapi mereka tidak ingin kalah dengan tujuh puluh ribu orang fans Barcelona.      

Pada akhirnya, fans Barcelona kesulitan mempertahankan cemoohan mereka, dan para fans Forest berusaha keras untuk menaikkan volume mereka. Mereka tidak lagi bernyanyi melainkan meneriakkan lagunya. Mereka berteriak sekuat tenaga sampai tenggorokan mereka serak.      

Saat para fans Forest di tribun memerangi para fans Barcelona, para pemain Forest di lapangan merayakan gol mereka dengan gembira. Mereka merayakanya di hadapan para pemain Barcelona dan sama sekali tak mempedulikan mereka.      

Ribery memimpin rekan-rekan setimnya dan berlari melintasi bidang lapangan yang luas. Mereka bergegas menuju tribun dimana fans Forest berada. Sebagian dari mereka melambaikan lengan dan seolah memimpin nyanyian para fans agar terdengar lebih keras.      

Ini benar-benar sebuah momen yang tepat untuk membangkitkan mood semua orang.      

Bahkan perayaan yang dilakukan Tony Twain sedikit lebih berlebihan daripada biasanya. Dia sama sekali tak berniat menghormati lawannya di stadion ini. Dia merayakannya seolah dia sedang berada di stadion kandangnya sendiri. Dia memeluk semua pelatih dan pemain cadangan, dan berbalik lalu mengacungkan tinjunya ke arah para fans Barcelona yang berada di tribun belakangnya untuk pamer.      

Aksinya itu jelas menuai banyak makian kasar terhadapnya. Kalau saja dia memahami bahasa Catalan, kata-kata makian itu cukup kasar untuk menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Sayang sekali dia tidak memahaminya. Dia hanya tersenyum dan memandang para fans Barcelona yang tampak marah. Dia membungkuk sedikit, dan berbalik untuk membiarkan mereka melihat punggungnya.      

"Sebelum pertandingan ini, kita mengira bahwa saat Tony Twain bersumpah kalau pertandingan ini berada di orbitnya, dia hanya berbohong dan itu hanyalah perang psikologis, atau dia benar-benar memiliki senjata rahasia untuk dimainkan melawan Barcelona. Sekarang kelihatannya memang alasan terakhir inilah yang mendasarinya mengatakan itu. Timnya memang punya cara tertentu dalam melawan Barcelona. Para pemain Nottingham Forest jelas masih mengingat kekalahan mereka musim lalu. Sekarang mereka akhirnya telah menemukan cara terbaik untuk membalas dendam dan melampiaskan semua kekesalan mereka. Bagi tim Twain, Barcelona benar-benar lawan terbaik di babak 16 besar, lawan terbaik dari semua lawan yang baik."     

"... Sebuah tim Inggris berbeda dari tim liga nasional lainnya. Manajer adalah jiwa sebuah tim. Karakter seorang manajer seringkali akan menentukan karakter tim. Dengan mempelajari Tony Twain, kita bisa tahu dia adalah jenis orang yang seperti apa. Meminjam kata-kata yang tidak terlalu baik, dia berpikiran sempit, pendendam dan pecundang yang buruk. Dan timnya cenderung akan sama seperti itu. Barcelona mengalahkan mereka di babak final musim lalu yang membuat mereka merasa tidak senang. Mereka lebih termotivasi dalam pertandingan ini daripada pertandingan lain. Tidak mengherankan kalau mereka bisa memimpin atas Barcelona dua kali..."     

"Tony Twain, meski kau bukan manajer favoritku di Inggris, kau mewakili Inggris di arena Liga Champions, jadi aku hanya akan mengatakan – bagus sekali, Forest!"     

"Barcelona mendominasi tapi pada akhirnya diungguli oleh tim Forest dua kali. Nottingham Forest hampir selalu berada di posisi yang kurang menguntungkan, tapi mereka berhasil unggul dua kali atas Barca. Sepakbola memang benar-benar permainan yang menakjubkan!"     

"Pertandingan masih belum berakhir. Barcelona masih punya peluang! Nottingham Forest belum memenangkan pertandingan meski mereka telah mencetak dua gol tandang. Aku yakin Barcelona tidak ingin lawan mereka meninggalkan Camp Nou dengan tiga poin. Orang-orang disini tidak akan menyetujuinya!"     

Komentator dari beragam negara mengekspresikan pandangan mereka sebagai respon terhadap situasi yang ada. Terdapat beberapa orang yang mengevaluasi dari sudut pandang obyektif dan netral, beberapa lagi menunjukkan kekagumannya pada Tony Twain dan ada pula yang mendorong Barcelona untuk tidak menyerah.      

Dibandingkan dengan penampilan Twain yang flamboyan, Rijkaard terlihat gusar saat dia berdiri di ruang kosong yang ada di depan kursi pelatih.      

Tim Forest jelas pandai dalam memainkan serangan balik defensif. Setelah mereka memancing Barcelona keluar dari posisinya, mereka meluncurkan serangan balik yang sangat mendadak. Mereka sudah sangat familiar dengan taktik ini.      

Tapi sekarang bukan saatnya untuk memikirkan mengapa Nottingham Forest berhasil unggul, melainkan mempertimbangkan dengan serius bagaimana menyamakan kedudukan dan membalikkan keadaan dalam dua puluh menit terakhir ini.      

Rijkaard tidak ingin mengakuinya, tapi hal ini memberikan tantangan tersendiri.      

Sebuah dorongan yang besar berarti akan ada banyak celah di belakang. Celah di lini belakang mereka bisa menjadi peluang bagi Nottingham Forest untuk melakukan serangan balik defensif yang menjadi keahlian mereka.      

Haruskah mereka menyerang mati-matian dan mengimbangi ketertinggalan mereka dengan lebih banyak gol atau mereka sebaiknya mengawasi lini depan dan belakang sambil menunggu peluit akhir pertandingan ditiup?     

Apa ini masih menjadi pilihan yang harus dibuat?     

Rijkaard berjalan kembali ke bangku pemain cadangan dan memanggil pemain sayap asal Prancis, Giuly.      

Saat Rijkaard memasukkan Giuly, Twain juga melakukan pergantian pemain.      

Dia mengeluarkan Mikel Arteta dan memasukkan Petrov ke lapangan. Dengan begini, Ribery tetap berada di lini tengah, dalam sebuah kapasitas yang mirip seperti gelandang serang. Petrov akan menyerang dari sayap kiri.      

"Kedua tim telah membuat penyesuaian. Hal yang membuat kita senang adalah Nottingham Forest yang sedang memimpin tidak memasukkan pemain bertahan melainkan terus melakukan penyesuaian dalam serangan mereka. Tony Twain telah menggantikan Mikel Arteta di lini tengah dengan seorang pemain sayap kiri yang cepat, Petrov, yang kecepatannya akan menjadi senjata penting bagi serangan balik defensif tim Forest. Kelihatannya manajer Tony Twain berada disini untuk sepenuhnya menjalankan serangan balik defensif-nya."     

Komentator itu mengatakannya dengan baik. Twain tahu bahwa dibawah situasi ini, Rijkaard tidak punya pilihan lain. Dia tidak akan pernah mau menyerah disini, dan dia pasti akan menggunakan pemain penyerang untuk mempertaruhkan semuanya dalam melawan Nottingham Forest.      

Sementara bagi Twain sendiri, dia akan mengambil peluang ini dan terus meningkatkan laju serangan balik mereka. Di satu sisi, lineup defensif mereka masih tetap sama, yang menstabilkan pertahanan mereka. Di sisi lain, mereka akan terus mempercepat laju serangan balik dan meningkatkan kemampuan mereka dalam pertarungan individu. Dia tahu bahwa sejalan dengan semakin dekatnya akhirnya pertandingan, tidaklah realistis meminta tim mengirimkan lebih banyak orang saat menyerang. Mereka hanya bisa mengandalkan kemampuan individu para pemain saat menyerang balik. Petrov memang cepat dan mampu menggiring bola dengan baik. Dia juga bagus dalam hal mengoper bola dan menembak. Dia adalah kandidat terbaik dalam memainkan serangan balik.      

Rijkaard juga memahami maksud Twain dalam melakukan ini. Dia bukan orang bodoh; dia bisa melihatnya. Twain selalu mengganti pemainnya tidak lama setelah dia melakukannya. Kenapa? Karena Twain ingin membuat penyesuaian terhadap pergantian pemain yang dilakukannya. Dasar rubah licik itu!     

Sekarang manajer Belanda itu hanya bisa mengutuk lawannya di benaknya. Selain melakukan itu, dia tidak punya cara lain... dia tidak punya pilihan. Meski dia tahu bahwa Twain akan melakukan itu, dia hanya bisa membiarkan timnya terus meningkatkan serangan dan mengancam gawang tim Forest, berharap bisa menembus jari jemari van der Sar dalam waktu singkat. Barcelona hanya punya satu arah untuk ditempuh, yakni menggunakan serangan dan bukan pertahanan.      

※※※     

Seiring dengan berjalannya pertandingan, mereka memasuki tahapan dimana Barcelona menyerang balik gila-gilaan dan Nottingham Forest yang babak belur dan kelelahan masih tetap bertahan dengan gigih.      

Pemikiran Rijkaard memang benar. Dorongan dan serangan dari Barcelona bisa mendorong tim Forest, yang masih ingin memainkan serangan balik defensif, ke wilayah lapangan mereka sendiri. Petrov, yang baru dimasukkan ke lapangan, hanya bisa bergerak mundur untuk ikut berpartisipasi dalam bertahan dan sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk menyerang lawan.      

Memasuki menit ke-80, Twain melakukan pergantian pemain sebelum Rijkaard. Ini adalah kuota substitusinya yang terakhir untuk pertandingan ini. Dia menggantikan Gareth Bale dengan Leighton Baines untuk meningkatkan pertahanan di sayap kiri. Saat Baines masuk ke lapangan, dia memberikan pesan kepada Wood:     

Twain ingin agar dia meninggalkan serangan dan mendedikasikan dirinya untuk bertahan. Dia harus menjaga Ronaldinho dengan ketat dan jika memungkinkan juga membantu bertahan melawan Messi.      

Wood benar-benar menguasai tugas yang dibebankan padanya. Dia terus menjaga Ronaldinho dan mengikutinya kemanapun pria Brasil itu pergi. Dia sama sekali tidak memberikan ruang bagi Ronaldinho. Dia juga tidak hanya mengikutinya saja. Dia selalu menekan Ronaldinho dengan fisiknya yang lebih kuat dan selalu mengganggu kendali Ronaldinho atas bola jadi pria itu tidak bisa melakukan aksinya. Wood membuat Ronaldinho merasa sangat kesal hingga dia hanya bisa mengoper bola.      

Twain melihat adegan ini di lapangan dan tertawa. Menoleh ke arah dua asisten manajernya, dia berkata, "Sekarang Ronaldinho pasti menyesal karena George Wood tidak tampil di final tahun lalu. Dia telah kehilangan informasi langsung dan paling mendetil. Sebelum pertandingan ini, aku yakin informasinya tentang Wood hanya terbatas pada profil tertulis dan video game. Ah, untuk hal-hal seperti ini, dia masih harus mengalaminya sendiri untuk bisa tahu. Haha! Sebuah pengalaman sungguhan masih lebih bisa dipercaya daripada kata-kata dan materi video."     

Ini bukan pertama kalinya Ronaldinho merasa gelisah. Dia sudah pernah mengalaminya dalam pertandingan tandang saat melawan Chelsea di babak penyisihan grup Liga Champions dan leg pertama El Clasico musim ini. Di kedua pertandingan itu, dia merasakan penjagaan ketat yang selalu membayanginya. Dia memang sangat terampil, tapi dia membutuhkan waktu dan ruang untuk menjalankan aksinya. Dia tidak bisa menunjukkan kemampuan sulapnya dalam situasi apapun. Penjagaan yang dilakukan Wood tidak memberinya waktu dan ruang yang dia butuhkan. Dia selalu berbenturan fisik dengan lawannya. Dia harus mengerahkan lebih banyak energi untuk menjaga tubuhnya tetap seimbang dan tidak kehilangan bola.      

Ronaldinho saat ini adalah inti serangan Barcelona. Kalau dia tidak bisa tampil baik, serangan Barcelona akan jadi kacau.      

Sebenarnya, itulah yang terjadi saat ini. Barcelona menjadi semakin tidak sabaran di menit-menit terakhir. Sebagian besar pemain sudah tidak sabaran dalam berkoordinasi dengan satu sama lain di depan area penalti untuk menembak ke gawang. Mereka berusaha melakukan tembakan jarak jauh, berharap bisa mencetak gol dalam cara yang paling sederhana dan paling nyaman bagi mereka.      

Dalam menghadapi tembakan panjang Barcelona, para pemain Forest menggunakan semua bagian tubuh mereka kecuali tangan untuk memblokirnya. Tidak ada banyak waktu tersisa. Selama mereka berhasil bertahan hingga akhir, mereka akan menjadi pemenang dan meninggalkan Camp Nou dengan tiga poin dan kepala terangkat tinggi. Tak peduli bagaimana mereka babak belur saat ini dan seberapa buruk situasinya jika dilihat dari luar, perasaan itu akan menghilang selama mereka berhasil memenangkan pertandingan.      

※※※     

"Pertahankan posisimu! Bertahanlah!" van der Sar meraung di lapangan. Situasi saat ini sangatlah kritis. Barcelona mulai mengorganisir umpan-umpan pendek yang akurat untuk menembus pertahanan Forest ketika tembakan jarak jauh mereka tidak efektif. Mereka telah berhasil menembus area penalti dua kali dan melakukan tembakan ke gawang.      

Baik Twain dan asisten manajer, Kerslake, berdiri dari kursi mereka di pinggir lapangan. Mereka sama sekali tidak bisa duduk diam saat melihat serangan Barcelona yang membabi buta.      

Sorakan menggemuruh terdengar di seluruh stadion Camp Nou, "Barca! Barca! BAR-CA!!" Para fans bersorak untuk tim mereka. Ini adalah sebuah momen yang kritis, dan tidak ada yang ingin melihat seorang pria sombong berjalan mondar mandir di stadion kandang mereka. Pada saat itu, kebencian mereka terhadap Tony Twain melebihi kebencian mereka terhadap Real Madrid dan RCD Espanyol.      

Mereka boleh saja kalah dari siapapun, tapi mereka sama sekali tidak boleh kalah dari Tony Twain yang busuk dan timnya!     

Bahkan dibawah situasi ini, tim Forest tidak melupakan tugas mereka memanfaatkan peluang untuk menyerang balik. Petrov akhirnya berhasil mendapatkan peluang. Tapi sayangnya, setelah dia berlari sejauh lebih dari enam puluh meter di sayap, dia harus menembak ke gawang yang dijaga Valdes. Bola hanya berhasil membentur tiang dan bergulir keluar dari garis gawang.      

Saat itu, jantung para fans seolah berhenti berdetak secara massal.      

"Petrov... bolanya tidak masuk! Bola itu tidak masuk! Membentur tiang gawang dan bergulir keluar... itu tadi nyaris sekali! Barcelona sangat ingin menyamakan kedudukan, tapi pertahanan mereka sangat timpang. Kalau tim Forest menyerang balik seperti ini beberapa kali lagi... aku sama sekali tidak bisa membayangkan hasilnya. Untungnya, tidak ada banyak waktu yang tersisa. Tim Forest mungkin tidak akan bisa menyerang lagi. Sayang sekali tidak ada lebih banyak waktu karena Barcelona masih tertinggal satu gol."     

Ofisial keempat berjalan ke tepi lapangan dan mengangkat papan perpanjangan waktu: tiga menit.      

Dari tepi lapangan, Rijkaard melambaikan tangannya dengan gelisah ke arah para pemainnya agar mereka terus menekan dan mengabaikan pertahanan.      

Twain juga berdiri di pinggir lapangan, tapi alih-alih berteriak pada timnya untuk bertahan, dia hanya melipat lengannya dan menonton pertandingan.      

Pada dasarnya, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan para pelatih. Semua penyesuaian sudah dijalankan. Semuanya tampak jelas di benak pikiran semua orang. Apa gunanya berdiri di pinggir lapangan dan berteriak, selain hanya untuk pertunjukan? Twain memilih untuk menonton tiga menit terakhir pertandingan dengan tenang.      

Tak peduli bagaimana Barcelona membombardir timnya, dia yakin mereka akan bisa bertahan. Karena dia tahu betapa fanatik dan betapa gilanya timnya tentang mengalahkan Barcelona. Dibandingkan dengan dirinya, mereka sangat tidak rela melepaskan kemenangan yang sudah ada di dalam genggaman.     

Para pemain Barcelona masih menyerang membabi buta dan melakukan segala hal yang bisa mereka lakukan dalam memanfaatkan waktu. Tapi, tiga menit perpanjangan waktu berlalu tanpa terasa. Setiap detiknya menghilangkan harapan dari banyak fans Barcelona.      

Beberapa fans Barcelona sudah meninggalkan tribun di Camp Nou, sementara fans Nottingham Forest bernyanyi dengan suara keras dan gembira di tribun mereka.      

Rijkaard terdiam. Gambar dirinya sedang menggigit bibir dan mengernyitkan alisnya muncul di layar televisi. Dia sama sekali tidak berdaya melawan situasi yang ada di depan matanya.      

Pertarungan dan kepercayaan diri yang ditunjukkan Nottingham Forest dalam pertandingan ini benar-benar berada diluar ekspektasinya.      

Jujur saja, tim lain yang datang ke Camp Nou akan berusaha untuk tidak kalah dan memperlakukan hasil imbang sebagai kemenangan. Dia tidak menduga bahwa tujuan Twain dan timnya yang tak kenal takut adalah memenangkan pertandingan ini.      

Dia melihat ke arah para pemain Barcelona yang berlari dengan putus asa di lapangan seperti ayam tanpa kepala. Mereka ingin mencetak gol dan menyamakan kedudukan – tujuan Barcelona kali ini bukan untuk membalikkan keadaan melainkan untuk menyamakan kedudukan – tapi kenyataan memang brutal.      

Rijkaard menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin melihat pemandangan di lapangan saat wasit meniup peluit akhir pertandingan.      

Twain menoleh dan memandang Dunn di belakangnya. Dunn tahu apa yang dia inginkan, jadi dia berkata, "masih ada setengah menit lagi."     

Twain mengangguk, mengeluarkan tangannya dari saku, perlahan mengangkat keduanya dan mengepalkannya menjadi tinju. Aksinya itu terlihat seolah dia sedang meregangkan punggung, menyebabkan fans Barcelona di tribun yang ada di belakangnya memandangnya dengan gigi terkatup rapat.      

※※※     

"Pertandingan berakhir!" Saat Eto'o gagal melakukan tembakan jarak jauh, wasit meniup peluit yang menandakan akhir pertandingan. Camp Nou meledak dalam suara cemoohan yang memekakkan telinga, yang jelas ditujukan pada Tony Twain dan tim Forest-nya.      

Setelah mereka memenangkan pertandingan, Twain tidak segembira para asisten dan pemainnya. Dia berdiri diam di tempat dengan tinju terangkat tinggi. Para pelatih dan pemain lain bergegas melewatinya untuk merayakan kemenangan dengan rekan setim mereka yang kelelahan di lapangan.      

Saat dia mendengar suara peluit akhir dibunyikan, Kompany langsung terjatuh dan berbaring di tanah. Dia terlalu lelah. Tidak hanya lelah secara fisik, tapi selain itu, dia juga lelah secara mental. Sarafnya mengalami ketegangan hingga menit terakhir karena dia takut melakukan kesalahan yang bisa membuat bola masuk ke gawang.      

Sekarang semuanya baik-baik saja. Dia bisa berbaring di atas rumput dan menarik napas dalam.      

Edwin van der Sar berlari melewatinya dengan lengan terbuka dan tampak sangat senang seolah mereka telah memenangkan gelar Liga Champions. Sebagai seorang pemain yang baru bergabung musim panas tahun ini, dia kadang tidak paham kenapa mereka sangat menilai tinggi dan bertekad untuk menang atas Barcelona. Bukankah menang atau kalah adalah hal yang biasa? Siapa yang bisa menjamin kemenangan yang konstan dan semua gelar juara akan menjadi milik kita?     

Tapi sekarang, apapun itu, rasanya menyenangkan bisa menang.      

Dia menutup matanya dan mendengarkan suara sorakan rekan setim di sekelilingnya. Bahkan suara cemoohan dari fans tim lawan juga terdengar sangat merdu.      

Twain tidak tergesa-gesa merayakan kemenangan ini dengan para pemainnya. Dia segera menurunkan tangannya, meluruskan pakaiannya dan berjalan menuju Rijkaard yang tampak kecewa dengan tangan terulur.      

"Tn. Rijkaard, masih ada putaran pertandingan yang lain. Aku akan menunggu Anda dan tim Anda di Nottingham."     

Rijkaard menerima uluran tangan itu demi kesopanan tapi tidak mengatakan apa-apa.      

Keduanya segera berpisah. Pria pertama yang berjalan ke zona umum dekat terowongan untuk diwawancara adalah Twain, yang dihentikan oleh sejumlah reporter.      

"Tn. Twain, kenapa Anda tidak tersenyum? Tim Anda baru saja menang di Camp Nou." tanya seorang reporter dengan bingung.      

Twain mengangkat bahu. "Apa aku harus merasa senang? Ini bukan berarti kami mendapatkan gelar Liga Champions. Aku sudah menduga hasil ini. Aku sudah pernah bilang kalau pertandingan ini berada di orbitku. Tak satupun dari kalian yang mempercayainya, bukan? Pada akhirnya, aku benar dan kalian semua salah."     

Sambil mengatakan itu, dia berbalik dan meninggalkan zona umum. Tak peduli berapa banyak reporter yang memanggil namanya, dia tidak berhenti untuk menoleh ke belakang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.