Mahakarya Sang Pemenang

Pertempuran Babak Kedua yang Menentukan



Pertempuran Babak Kedua yang Menentukan

0Tony Twain menghentakkan kakinya dengan marah di pinggir lapangan. Dia bukan marah karena tembakan penalti Ronaldo melainkan karena gol yang kedua.      

Setelah Ronaldo mencetak gol, Manchester United kembali mencetak gol lagi dalam kurun waktu empat menit.      

Setelah Nottingham Forest melakukan kicked off, lini pertahanan melakukan kesalahan dan mengoper bola yang terlalu kuat pada jarak yang dekat. Saat van der Vaart berusaha menghentikan bola, bolanya memantul tinggi. Dia ingin kembali mengendalikan bola, tapi bola itu direbut oleh Scholes, yang berlari dari belakang. Van der Vaart ingin melakukan pelanggaran terhadap Scholes, tapi dia terlambat melakukannya.      

Scholes mengoper bolanya ke belakang. Rooney bergerak maju dari belakang dan menerobos ke dalam kotak penalti. Dia mengoper bola dan Ronaldo, yang mengikutinya di belakang, dengan mudah memasukkan bola ke dalam gawang.      

Old Trafford tampak seperti sepanci air mendidih selama beberapa menit setelahnya. Tidak ada suara lain yang terdengar kecuali sorakan dan teriakan para fans Manchester United yang terdengar sangat gembira.      

Bagaimana mungkin Twain tidak merasa marah karenanya?     

Kebobolan dua gol begitu cepat menjadi pukulan besar bagi semangat tim Forest. Selain itu, gol kedua itu adalah kesalahan mereka sendiri. Dia bisa menyalahkan gol pertama karena menganggap wasitnya buta. Tapi, gol kedua? Dia tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya bisa menahan amarahnya, yang membuatnya menarik napas dengan suara berat.      

Dia sama sekali tidak siap mental kalau game ini dimainkan seperti itu. Dia sadar bahwa pertandingan ini akan sulit, dan dia tahu tidak mudah berurusan dengan Ferguson. Dia juga tahu seberapa bagus kondisi Ronaldo musim ini, tapi dia sama sekali tidak menduga kalau timnya akan bermain dengan sangat buruk.      

Dia sangat marah dan konsekuensinya akan serius.      

※※※     

Nottingham Forest seolah tercengang setelah kebobolan dua gol dalam selang waktu empat menit. Setelah kick-off, para pemain tampak lesu dan kacau dalam bertahan dan melakukan serangan balik.      

Mungkin tekanan untuk memperoleh gelar liga mulai mengganggu fokus mereka. Twain, yang menonton pertandingan dari luar lapangan, kadang tidak bisa memahami apa yang sedang dilakukan oleh para pemainnya.      

Saat Gareth Bale menerima operan George Wood, hal paling tepat untuk dilakukan bagi seorang bek belakang adalah mengoper bolanya secepat mungkin dibawah tekanan yang diberikan oleh Manchester United. Tapi, Bale tidak melakukannya. Dia menerima bola dan mengangkat kepalanya untuk mencari seseorang. Saat dia melihat tidak ada rute passing yang bisa digunakannya, dia mencoba melewasi Hargreaves, yang datang untuk merebut bolanya. Seharusnya dia sudah berpikir untuk mengoper bolanya, kan? Tidak, dia masih kembali menyodok bola, lalu berbalik dan berusaha melindungi bola. Rekan setimnya berada tak jauh darinya, menunggu untuk menerima operan. Dia mengangkat kakinya dan berpura-pura akan mengoper tapi dia tidak melakukannya. Setelah berulang kali melakukan ini, bolanya akhirnya berhasil direbut lawan.      

Twain melampiaskan amarahnya pada botol air minum.      

※※※     

George Wood juga merasa gelisah. Dia adalah kapten tim. Saat timnya sedang baik-baik saja, jabatan kapten takkan terlihat penting, tapi saat timnya sedang menghadapi kesulitan, dia harus melakukan sesuatu sebagai seorang kapten.      

Apa yang harus dia lakukan? George Wood tidak tahu apa yang harus dilakukannya.      

Sambil terus bermain, dia mencari di benaknya bagaimana Demetrio mengatasi situasi semacam ini. Sebagai akibatnya, perhatiannya teralihkan.      

Ronaldo melewatinya dengan mudah dua kali berturut-turut. Penjagaan George Wood tampak benar-benar terbuka lebar.      

Suara sorakan fans Manchester United terdengar semakin keras. George Wood adalah seorang gelandang bertahan yang dikenal luas di Liga Utama Inggris. Sangatlah luar biasa kalau bisa melewatinya dengan mudah, tapi Cristiano Ronaldo berhasil melakukannya.      

Bahkan setelah melihat penampilan Wood, Twain tidak lagi melampiaskan kemarahannya pada botol air minum. Dia hanya duduk di kursinya dan merajuk.      

Melihatnya seperti ini, Ferguson tersenyum di sisi yang lain. Wajahnya yang bersinar tampak "memerah dengan sukses".     

Banyak orang jadi curiga apakah diam-diam dia minum alkohol di area teknis.      

※※※     

Babak pertama berakhir saat Manchester United sedang mengepung Nottingham Forest, sementara Nottingham Forest yang tak berdaya untuk melawan balik, tampak sangat menyedihkan.      

Saat mendengar wasit meniup peluitnya yang menandakan akhir babak pertama, tadinya para pemain Nottingham Forest mengira bahwa itu adalah suara yang indah, tapi saat mereka melihat punggung seseorang yang terburu-buru pergi dari pinggir lapangan, mereka merasa ujian yang lebih besar mungkin telah menunggu mereka di ruang ganti pemain.      

Orang pertama yang memasuki ruang ganti pemain adalah Ribery. Dia melihat Twain duduk di kursi dengan ekspresi muram dan karenanya tidak berani berbicara. Dia berjalan ke lokernya dengan kepala tertunduk dan duduk untuk beristirahat.      

Para pemain lain, yang mengikuti di belakangnya, juga sama. Tidak ada yang bicara, mendengarkan musik atau tertawa. Skor 0:2 dan wajah suram manajer mereka membuat jantung semua orang seolah dihancurkan batu besar.      

Dunn adalah pria terakhir yang masuk ke ruang ganti. Dia menutup pintunya dan suara dari luar sedikit teredam.      

Twain bangkit dari kursinya. Dia sudah menahan amarahnya di sepanjang babak pertama.      

"Aku benar-benar lega kita tidak kebobolan dua gol lagi setelah lawan mencetak gol dua kali berturut-turut," kata Twain dengan wajah muram, sehingga takkan ada yang percaya kalau dia merasa lega – mungkin sebenarnya dia menyesalinya.      

"Beberapa orang mungkin mengira aku mengatakan ini karena marah," Twain merentangkan kedua tangannya. "Jangan bercanda, melihat penampilan kalian di bagian akhir babak pertama tadi... Tidak hanya aku harus bersyukur, kalian semua juga seharusnya bersyukur! Hanya kebobolan dua gol dibawah situasi seperti itu, kita benar-benar beruntung! Benar-benar beruntung!"     

Tiba-tiba saja dia meninggikan suaranya, membuat beberapa pemain yang penakut nyaris terlompat bangkit dari bangku mereka, seperti Gareth Bale.     

"Gareth Bale!" Twain menatap pria muda yang tampak ketakutan itu. "Apa kau tahu tugas dasar seorang bek? Lihat apa yang kau lakukan setelah mendapatkan bola di lini belakang... Kalau kau tidak bisa menemukan seseorang untuk menerima operanmu, kau seharusnya bisa membuang bola dengan umpan panjang ke depan. Kenapa kau justru memamerkan kelincahan kakimu?"     

"Aku..." Bale ingin menjelaskan dirinya sendiri, tapi dia tidak bisa menemukan alasan yang tepat karena benaknya sedang kosong saat dia melakukan kesalahan itu. Dia tidak tahu apa yang sedang dia lakukan. Setelah Hargreaves merebut bola, dia merasa sangat takut dan ingin mengakhiri serangan lawan dengan sekopan dari belakang. Untung saja dia tidak melakukan itu. Kalau tidak, kemarahan yang harus dihadapinya sekarang pasti jauh lebih mengerikan lagi.      

Setelah memarahi monyet kecil yang malang, Twain mengalihkan pandangannya ke arah kapten tim, George Wood.      

"Wood!" Dia tidak menggunakan kata "George" yang berarti dia sangat marah. "Tadinya kau tampil bagus, dan aku selalu mengira kualitas mentalmu tak ada yang menandingi! Tapi penampilanmu sangat berbeda setelah kita kebobolan dua gol. Apa kau juga takut setelah kita kebobolan dua gol dalam empat menit? Kau membiarkan bocah Portugis itu melewatimu dengan mudah tanpa hambatan. Orang-orangan sawah masih lebih kuat daripada dirimu!"     

Wood tidak bermaksud membela diri, tapi dia tidak mau mengakui kalau dia takut, jadi dia bangkit berdiri. "Aku tidak takut, aku hanya sedang berpikir... mencoba mencaritahu bagaimana caranya aku bisa mengeluarkan tim dari kesulitan."     

Setelah dia mendengarnya mengatakan itu, Twain tersenyum, "Setidaknya kau masih berusaha untuk menjadi kapten. Tapi kau terlalu lama berpikir – kau tidak menemukan solusinya sampai akhir babak pertama, kan?"     

Kali ini Wood hanya bisa setuju dalam diam.      

Twain menghadapi seluruh pemainnya. "Kita dihancurkan oleh Manchester United di wilayah kita sendiri sepanjang babak pertama dan tidak bisa lepas. Serangan balik yang kadang bisa kita lakukan berakhir dengan cepat dan sama sekali tidak membuahkan hasil. Situasi ini masih bisa dianggap normal. Bagian yang abnormal adalah kita kebobolan dua gol, dan dalam kurun waktu empat menit... Kita kebobolan dua gol berturut-turut! Bagaimana kita bisa memperbaikinya? Kita harus membalas dengan beberapa serangan yang mengancam untuk memberitahu Manchester United bahwa Nottingham Forest bukanlah pengecut yang hanya bisa dikalahkan dan tak bisa melawan balik!"     

Twain menarik napas dalam-dalam dan berhenti sejenak. Aksinya itu terlihat seolah dia sedang berusaha mengontrol amarahnya.      

"Aku tidak ingin terlalu memikirkan tentang apa yang terjadi di babak pertama. Tidak ada gunanya membicarakan tentang babak pertama. Aku bisa memarahi kalian berkali-kali tapi skornya takkan berubah!" Dia menunjuk keluar. "Jadi kita harus berbicara tentang apa yang akan kita lakukan di babak kedua. Kita akan menyerang di babak kedua. Kita harus menyerang. Perhatikan apa yang kukatakan. Ini bukan serangan balik defensif, ini offense! Serangan habis-habisan!"     

"Kita mengira Manchester United akan sedikit berhati-hati bermain di kandang dan kita tidak menduga mereka akan menyerang dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka di babak pertama, yang membuat kita tidak siap menghadapinya. Setelah separuh pertandingan, Manchester United pasti mengira kita telah dihajar hingga babak belur oleh mereka dan irama pertandingan sepenuhnya berada dalam kendali mereka. Kalau mereka masih bermain seperti ini di babak kedua nanti, maka kita akan tunjukkan apa yang bisa kita lakukan!"     

Twain mengepalkan tangannya dan memotivasi para pemain yang tadi sempat terpana saat kebobolan dua gol.      

Sekarang ini dia ingin melihat Manchester United melanjutkan serangan mereka di babak kedua, dan justru takut kalau Ferguson tidak melakukan seperti yang diduganya. Bagaimanapun juga, Manchester United sudah unggul dua gol. Biasanya, semua orang akan memilih untuk bermain lebih konservatif setelah berhasil unggul. Unggul dua gol di stadion kandang sudah cukup untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan.      

Kalau Manchester United bergerak mundur untuk bertahan dan bermain konservatif di babak kedua, akan sulit bagi Twain untuk bisa mengatakan bahwa timnya akan mengalahkan Manchester United. Bagaimanapun juga, ini adalah pertandingan tandang, dan lawan mereka bukan tim yang lemah. Tidak ada yang berani memprediksikan tim mana yang akan menang.      

Seandainya Manchester United masih terus menekan tim Forest di wilayah mereka, maka semuanya akan berbeda. Kalau Nottingham Forest bertarung habis-habisan melawan Manchester United, mereka mungkin akan bisa mengejutkan lawan dan membuat lawan kehilangan keunggulan dua gol itu. Pertandingan akan kembali mengarah ke irama yang familiar bagi tim Forest.      

Kalau ini terjadi, apa yang akan dipikirkan Ferguson?     

※※※     

Dibandingkan dengan ruang ganti tim Forest, suasana di ruang ganti Manchester United tampak jauh lebih santai. Sebagian besar orang melakukan hal yang mereka sukai. Beberapa akan mendengarkan musik, beberapa lagi saling mengobrol dan yang lainnya menutup mata mereka untuk beristirahat sejenak. Bahkan Ferguson juga mengobrol dengan para asistennya.      

Manchester United sudah sangat siap sebelum pertandingan ini dimulai, dan Ferguson berhasil meyakinkan para pemainnya bahwa pertandingan melawan Nottingham Forest ini adalah pertandingan final terpenting dalam hidup mereka. Oleh karena itu, semua orang mengira pertandingan ini tidak akan mudah. Bagaimanapun juga, mereka semua sudah tahu tim seperti apa Nottingham Forest itu.      

Mereka sudah siap dan fokus selama pertandingan, dan menemukan lawan mereka lengah sehingga mereka bisa unggul dengan dua gol. Ini benar-benar hal yang tak terduga bagi mereka.      

Ada pula yang membicarakan penampilan buruk Nottingham Forest di babak pertama, yang kemudian diikuti suara gelak tawa.      

Sangatlah memuaskan rasanya bisa lolos dengan mudah dari penjagaan George Wood, yang selalu tampak menyebalkan, seperti sepotong kayu.      

Faktor utama yang membuat tim ini berada dalam mood yang bagus adalah setelah musim yang sibuk, akhirnya mereka bisa menuai satu gelar juara. Meski patut disayangkan mereka tereliminasi dari Liga Champions, pemain profesional tahu bahwa mereka pasti akan menghadapi setidaknya satu kegagalan. Kalau mereka hanya bisa terus memikirkan kegagalan itu, mereka takkan bisa memenangkan gelar juara.      

Saat Ferguson melihat semua orang sudah cukup beristirahat dan jeda turun minum hampir berakhir, jadi dia memutuskan untuk mengatakan sesuatu.      

"Kalian semua sudah tampil bagus di babak pertama. Hasil semacam ini... jujur saja, aku sama sekali tidak menduganya. Kita bisa memimpin dengan dua gol, yang sangat bagus! Ini sangat bagus! Kita akan terus bermain seperti ini di babak kedua dan terus menekan gawang Nottingham Forest! Jangan berikan kesempatan bagi mereka untuk menyerang balik. Kita akan terus menekan mereka!"     

※※※     

"Ingat, kalau mereka terus menekan kita seperti yang mereka lakukan di babak pertama, itu adalah hasil terbaik! Kalau mereka berani menekan, kita akan menyerang! Jangan cemaskan tentang pertahanan di belakang kalian. Kalau kita tidak melakukan sesuatu yang bisa mengubah situasi ini, meski kalian bergerak mundur, pertahanan kita tetap akan kebobolan gol!" Twain memanfaatkan momen terakhir ini untuk menginstruksikan kepada para pemainnya bagaimana seharusnya mereka bermain di babak kedua.      

Para pemain Nottingham Forest tidak sesantai para pemain Manchester United. Sebagai tim yang tertinggal, mereka tidak punya hak untuk mendengarkan musik atau bercanda di ruang ganti. Setelah memarahi timnya, Twain juga membeberkan strategi untuk babak kedua nanti. Mulutnya berbicara tanpa henti, seperti senapan mesin. Dia bahkan tidak berhenti untuk meminum air.      

Melirik sekilas ke arah jam tangannya, sudah saatnya mereka tampil di lapangan. Dia memutuskan untuk mengakhiri pertemuan taktis ini dan meletakkan spidol. Dia berkata dengan nada serius, "Ingat, masih ada empat puluh lima menit yang tersisa. Setelah empat puluh lima menit, akan tampak jelas siapa pemenang dan siapa pecundangnya. Apa kalian merasa kita sudah memiliki terlalu banyak gelar juara? Apa ada yang tidak mau memenangkan gelar Ganda? Ada yang mau jadi pecundang? Aku tak peduli seberapa sulitnya ini, gertakkan gigi kalian dan berjuanglah selama empat puluh lima menit ini! Kalau ada yang tidak tahan dengan tekanan semacam ini dan memberi isyarat padaku untuk menggantinya, aku takkan ragu untuk mengeluarkan kalian dari lapangan!"     

※※※     

"Kalian tahu betapa marahnya aku saat kita tereliminasi dari Liga Champions dan betapa kecewanya para fans Manchester United, tapi kalian beruntung karena masih ada peluang untuk menebusnya di musim yang buruk ini. Kita tidak punya alasan untuk melepaskan piala liga yang sudah ada di depan ambang pintu kita, apalagi kita sudah unggul dua gol! Jangan biarkan diri kalian lengah di babak kedua ini dan cetaklah satu gol lagi untuk benar-benar menghancurkan Nottingham Forest! Gelar liga adalah milik kita, dan ini adalah satu-satunya kesempatan kalian untuk menebusnya!" Ferguson juga melakukan upaya terakhir untuk memotivasi para pemainnya.      

Kedua manajer itu sama-sama menyadari hasil terakhir musim ini. Entah mereka menjadi pemenang atau pecundang, semua itu akan bergantung pada empat puluh lima menit terakhir.      

Tidak ada yang mau menjadi pecundang; semua orang ingin menjadi raja. Karena itu, babak kedua ini ditakdirkan untuk berjalan dengan sangat, sangat intens. Mungkin sedikit pahit?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.