Mahakarya Sang Pemenang

Ah, Hidup Ini Penuh Pasang Surut



Ah, Hidup Ini Penuh Pasang Surut

0Twain sedang menonton DVD yang dibawakan Dunn dari Cina untuknya.      

Tidak seperti sekotak disk yang dibawa pulang Dunn di kali terakhir, versi yang ini telah diedit sehingga lebih mirip sebuah pertunjukan realitas di televisi dengan protagonis dan pemeran figuran. Terdapat sulih suara dan baris naskah.      

Karena itu, dia menontonnya dengan senang, dan tidak merasa hilang sabar, meski dia sudah menontonnya selama satu setengah jam.      

Kalau tiga bulan training camp yang mengarah ke grand final tampak lebih profesional dan cocok untuk ditonton oleh sejumlah besar fans, maka program grand final itu akan lebih menghibur, yang bisa dibedakan dari jumlah penonton wanita yang berada di studio.      

Sepakbola memang penuh dengan karisma pria, jadi tidak ada alasan olahraga ini tidak disukai oleh wanita. Dengan netralitas yang membanjiri kalangan hiburan saat ini, The Football Kid menyajikan jenis keindahan lain kepada para khalayak umum – keindahan dari kekuatan, kecepatan, tenaga, passion, kemenangan dan kegagalan pria.      

Oleh karena itu, tahap akhir dari program televisi ini akan sangat menghibur.      

Selama siaran langsung acara grand final ini, beberapa penyanyi diundang untuk menghidupkan suasana, dan keempat belas kontestan juga menunjukkan koreografi dan skill mereka di hadapan para penonton.      

Twain tidak tertarik dengan program budaya, jadi dia mempercepatnya untuk menonton segmen selanjutnya.      

※※※     

Bahkan dengan segmen artistik, produser acara itu tidak melupakan tujuan sebenarnya dari pertunjukan ini.     

Video para kontestan mulai dimainkan di layar besar di studio, dari mulai klip masa kecil hingga sorotan audisi, serta klip dari training camp. Ditambah evaluasi mereka dari pelatih Cina dan Inggris, mereka memperkenalkan kembali dua kontestan yang beruntung.      

Kenapa hanya dua kontestan?     

Twain menoleh dan memandang ke arah Dunn, yang duduk disampingnya tanpa mengatakan apa-apa.      

"Kenapa hanya ada dua orang? Bagaimana dengan video perkenalan Chen Jian?"     

Dunn mengangkat bahunya. "Tidak ada."     

"Tidak ada? Apa artinya itu? Ada tiga finalis, tapi mereka hanya memperkenalkan dua orang di dalam video. Orang yang tersisa tidak memiliki apa-apa kecuali gambar foto yang sederhana." Twain menatap tajam dan tampak sedikit marah. "Apa yang dilakukan orang-orang idiot itu?"     

"Aku juga tidak tahu." Jawab Dunn. Dia benar-benar tidak tahu.      

※※※     

Memang, video perkenalan Wang Yang dan Song Hui muncul di layar besar, tapi Chen Jian tidak memiliki video semacam itu. Saat para kontestan muncul bergantian dari latar belakang, presenter acara memperkenalkan Wang Yang dan Song Hui dengan gembira.      

"Ini adalah Fabregas masa depan dari Cina – Wang Yang!!"     

"Song Hui! Dia bisa menjadi Rio Ferdinand masa depan dari Cina!!"     

Lalu tiba giliran Chen Jian.      

"Mari kita sambut Chen Jian dari kota Chengdu di Sichuan!"     

Dan hanya itu saja. Perkenalannya sudah selesai.      

Ditengah suasana penuh kegembiraan di studio, tidak ada yang menyadari hal itu. Semua orang hanya mengikuti si presenter, dan tidak ada yang punya waktu untuk memperhatikan apakah perkenalan itu memiliki makna lain di baliknya. Hasilnya sudah diketahui sebelum final ini, tapi tidak ada yang tahu.      

Chen Jian tidak terlalu memikirkannya. Sebenarnya, sebelum dia naik ke atas panggung, dia menunggu di belakang dan melihat dua rekan sesama kontestan berlari keluar. Saat dia mendengar presenter plus komentator itu berbicara kepada para penonton dengan nada antusias, dia sangat menantikannya. Apa yang akan dikatakan oleh presenter itu saat gilirannya tiba? Pemain masa depan mana dirinya nanti?     

Dia bukan siapa-siapa atau siapapun.      

Dia didorong ke atas panggung.      

Wang Yang adalah yang paling tampan diantara ketiga finalis dan merupakan kontestan yang paling populer secara online. Song Hui adalah pemimpin tim di training camp. Mereka lebih baik daripada Chen Jian dalam segala aspek, jadi walaupun keduanya mendapatkan tiket ke Liga Utama Inggris, itu layak mereka peroleh dan sudah bisa diduga.      

Tapi Chen Jian masih punya harapan di hatinya. Ada orang-orang yang mengatakan bahwa kelolosannya ke final disebabkan karena keberuntungan semata. Hanya dia sendiri yang tahu bahwa bukan itu alasannya.      

Pagi ini, ketiga finalis itu diminta untuk merekam video perkenalan untuk dirilis sebelum mereka tampil diatas panggung.      

Sebagai seorang playmaker lini tengah, manifesto Wang Yang cocok dengan posisinya. Dia menyatakan, "Aku yakin sepakbola adalah sebuah permainan yang dimainkan dengan otak dan aku akan bermain dengan bijak seperti Fabregas!"     

Song Hui juga memperkenalkan kelebihan terbaiknya. "Kecepatan, koordinasi dan stabilitas adalah kelebihanku. Aku cocok untuk bermain di Liga Utama Inggris."     

Saat giliran Chen Jian, kalimat pertamanya terdengar frustasi, yang membuat orang-orang merasa kalau dia sudah menyerah sebelum bertanding. "Aku mungkin tidak memiliki kemampuan sepakbola terbaik..." Dia berhenti sejenak sebelum kemudian melanjutkan, "tapi aku jelas yang paling gigih. Namaku Chen Jian, nama margaku Chen, yang berarti Timur dan Jian yang berarti kekuatan. Ayahku memberikan nama ini karena dia ingin aku tetap gigih dan kuat. Aku yakin kalau sikapku akan menentukan segalanya." Itulah alasan yang membuatnya bisa berada di tiga teratas – jelas bukan keberuntungan.      

Tapi saat dia mengatakan itu, banyak orang masih menganggap bahwa itu hanyalah kata-kata indah untuk acara ini.      

Chen Jian berdiri di tengah setelah muncul di atas panggung, dengan Wang Yang di sebelah kiri dan Song Hui di sebelah kanan. Dua presenter berdiri di kiri dan kanan. Mereka mewawancarai Wang Yang dan Song Hui. Salah satu diantara mereka bertanya tentang bagaimana perasaan Song Hui. Presenter lain memuji Wang Yang atas penampilannya dan bagaimana dia sangat populer sehingga bisa merebut banyak penggemar si presenter yang tampan, yang mengundang tawa dari depan panggung.      

Tidak ada yang mewawancarai Chen Jian. Dua presenter kembali memperkenalkan dua orang pelatih di acara ini. mereka adalah mantan pesepakbola nasional Cina dan mantan kapten tim Arsenal, Kenny Sansom.      

Chen Jian berdiri di tengah, kulitnya yang terbakar matahari dan jaket olahraganya yang berwarna gelap hampir menyatu dengan panggung yang gelap. Dia tetap diam dan masih tersenyum.      

Setelah perkenalan para pelatih, sudah saatnya untuk memperkenalkan unit kerja yang berpartisipasi dan mendukung acara pertunjukan bakat ini – Departemen Pemuda dari Asosiasi Sepakbola Cina, Klub Sepakbola Everton dan Klub Sepakbola Bolton Wanderers. Tidak ada yang menyebutkan tentang Nottingham Forest, yang masih menjadi rahasia.      

Allan Adams duduk di sudut auditorium, melihat adegan ini dengan penuh minat. Para penonton sengaja dibawa ke setting yang sengaja diatur oleh para presenter. Saat mereka muncul di menit-menit terakhir, itu akan sensasional dan membuat semua orang terkesan.      

Semuanya berjalan sesuai rencana....      

※※※     

Dunn menunggu di belakang panggung. Dia hanya perlu tampil di menit-menit terakhir, dan dia tidak punya hal lain untuk dilakukan hingga saat itu. Ada televisi di ruang tunggu, jadi dia duduk dan menonton siaran langsung di televisi.      

Mungkin para penonton lain memfokuskan perhatian mereka pada Wang Yang dan Song Hui, yang telah diperkenalkan secara formal oleh para presenter. Tapi Dunn terus memperhatikan Chen Jian.      

Dia tidak terlalu tertarik pada tipe pertunjukan hiburan semacam ini. Dia hanya peduli dengan hal-hal yang relevan dengan misinya. Dia sudah tahu hasilnya. Hanya saja, dengan hadiah yang akan dibawanya kembali, apakah Twain akan menyukainya?      

Ada empat jeda iklan selama siaran langsung berdurasi lima puluh menit ini. Saat para presenter mengatakan, "Kami akan segera kembali setelah jeda iklan berikut ini." Maka lampu akan diredupkan dan semua orang punya jeda lima menit untuk pergi ke kamar kecil atau melakukan apapun itu. Sebagian besar orang akan tetap tinggal di auditorium demi kenyamanan.      

Dunn akhirnya punya peluang untuk mengalihkan pandangan dari televisi dan pergi ke kamar kecil untuk buang air. Program ini hampir mencapai segmen terakhir. Setelah mereka kembali usai jeda iklan, misteri terakhir akan diungkapkan.      

※※※     

Chen Jian menoleh kesana kemari di kerumunan yang bising dan memutuskan untuk pergi ke kamar kecil. Sebenarnya dia tidak ingin buang air kecil.      

Dia hanya gugup.      

Siaran langsung itu sudah berjalan selama empat puluh menit. Apa yang perlu dikatakan sudah dikatakan dan apa yang perlu dilakukan sudah dilakukan. Apa lagi yang tersisa? Itu jelas pengumuman tentang siapa dari dua kontestan beruntung yang akan pergi ke Liga Utama Inggris, yang menjadi tema utama acara ini.      

Tak peduli seberapa bahagia bagian awalnya, pukulan tersembunyi itu takkan terelakkan.      

Karena itulah, Chen Jian merasa gugup. Tak peduli bagaimana dia terlihat tenang dan betapa gigihnya dia selama ujian, dia tetap merasa gugup saat harus menghadapi nasibnya.      

Dia pergi ke kamar kecil dan bertabrakan dengan seseorang di pintu masuk.      

Orang itu meminta maaf padanya dan bergegas pergi. Chen Jian menganggapnya sedikit aneh, karena orang yang bertabrakan dengannya terlihat sedikit familiar. Dia tidak ingat dimana dia pernah melihatnya dan tidak bisa mengingat siapa namanya.      

Saat dia masih memikirkan tentang siapa wajah yang familiar itu, renungannya terganggu.      

"Hey, 9527!" suara Wang Yang terdengar di belakangnya. "Kau pergi ke kamar kecil juga. Aku tidak percaya kau akan merasa gugup."     

Chen Jian berbalik dan tersenyum saat melihat pesaingnya. "Tentu saja, ini kan final."     

"Seperti adu penalti! Haha!" Wang Yang tertawa. Mereka yang bisa mencapai tiga besar memiliki kepercayaan diri atas kemampuan mereka. Wang Yang merasa bahwa dia pasti akan menjadi salah satu dari mereka yang beruntung. Skill dan kesadaran teknisnya merupakan yang paling luar biasa dari empat belas kontestan lainnya, dan popularitasnya juga tinggi. Dia tidak merasa kalau dia akan tereliminasi.      

Saat dia tidak melihat Song Hui, Chen Jian bertanya, "Dimana Song Hui?"     

"Ah, dia..." bibir Wang Yang berkedut. "Mengobrol dengan orang tuanya. Dia sama sekali tidak terlihat gugup."     

"Yah, bagaimanapun juga, dia adalah pemimpin tim." Chen Jian terus tersenyum.      

Wang Yang menatap wajah Chen Jian dengan tatapan aneh. "Hey, 9... Chen Jian, kapan kau pernah berhenti tersenyum?"     

Chen Jian merasa kalau pertanyaan itu aneh dan balas bertanya, "Kenapa aku tidak boleh tersenyum?"     

"Biar kukatakan sesuatu dengan jujur... Diantara kita bertiga, kau memiliki kesempatan terkecil, bukan?"     

Chen Jian membeku sesaat dan mengangguk. Dia memang menyadarinya.      

"Jadi, bagaimana kau masih bisa tersenyum? Itu seperti kau menyembunyikan sesuatu." Wang Yang merasa sedikit frustasi. Meski Chen Jian terkejut, dia kembali tersenyum.      

"Bukankah aku tampak tak percaya diri kalau aku tidak tersenyum karena merasa tidak percaya diri?" Chen Jian bertanya. "Setidaknya aku merasa lebih percaya diri saat aku tersenyum."     

"Kau hanya menipu dirimu sendiri!"     

"Ini hanya isyarat psikologis..."      

"Yah, terserahlah." Wang Yang mengangkat bahunya. "Bagaimanapun juga, semangat itu tidak penting. Ini yang penting." Dia menunjuk ke pelipisnya.      

Chen Jian tidak membalas kata-katanya dan terus tersenyum, jadi Wang Yang tidak bisa mengetahui apa yang ada di dalam benak pikirannya. Wang Yang menggumamkan rasa frustasinya dan menuju ke kamar kecil.      

Kebijaksanaan dan pengalaman di lapangan membutuhkan dan mengandalkan waktu dan pertandingan yang kontinyu untuk bisa terakumulasi. Hingga saat itu tiba, satu-satunya senjata yang bisa diandalkan Chen Jian adalah semangatnya.      

Dengan adanya gangguan dari Wang Yang, dia tidak lagi ingin pergi ke kamar kecil. Dia tidak perlu buang air, jadi dia berjalan kembali dan menunggu nasibnya terungkap.      

※※※     

Setelah jeda iklan lima menit, siaran langsung itu kembali ditayangkan dari studio.      

Ketiga kontestan duduk di kursi di sisi kiri panggung dengan meja para pelatih berada di seberang mereka. Salah satu dari dua kursi itu masih kosong. Selain dua presenter yang berdiri di tengah panggung, ada pula Kenny Sansom. Saat para penonton melihat pengaturan ini, semua orang tahu bahwa hasil akhirnya akan segera diumumkan.      

Kalau kontestan yang sudah tereliminasi saja bisa merasakan ketegangan yang tak bisa dijelaskan dan... penuh penantian, apalagi ketiga kontestan yang duduk diatas kursi.      

Song Hui, yang menurut Wang Yang "sama sekali tidak terlihat gugup", memasang ekspresi serius, sementara Wang Yang sendiri sangat gugup sampai-sampai dia tidak tahu kemana dia harus mengarahkan pandangannya. Chen Jian masih tersenyum, tapi menurut pandangan orang lain, senyum itu tampak sedikit kaku.     

"Momen yang paling menegangkan sudah tiba!" si presenter berteriak. Dia sudah tahu tentang hasilnya, tapi dia harus berpura-pura senang untuk bisa menggerakkan mood para penonton.      

"Ya, akhirnya momen ini tiba juga!" rekannya, presenter muda yang tampan dan sempat menggoda Wang Yang ikut angkat bicara.      

Suara tabuhan drum terdengar, dan suara pukulan drum itu terdengar seperti suara detak jantung ketiga finalis. Siaran langsung di televisi menampilkan gambar jarak dekat tiga orang finalis masing-masing selama sepuluh detik, yang seolah menyatakan: Siapa yang akan menjadi dua kontestan paling beruntung untuk pergi ke Liga Utama? Apakah itu dia? Dia? Atau dia?     

"Aku yakin semua orang sudah tahu bahwa hanya dua dari tiga finalis ini yang bisa pergi ke klub Liga Utama Inggris dan menerima latihan sepakbola profesional level atas di dunia." Presenter itu kembali mengulang aturan yang kejam itu dan memperparah ketegangan yang sudah ada. "Siapa yang akhirnya bisa pergi ke Everton dan Bolton Wanderers?"     

Dia tersenyum singkat. Bagi seseorang yang sudah tahu tentang hasilnya, sangatlah menyenangkan bisa melihat ekspresi gugup ketiga finalis yang duduk di hadapannya.      

"Hasilnya akan diumumkan oleh Kepala Pelatih dari Inggris kita, Kenny..." Dia menyerahkan komando kepada Kenny Sansom.      

Kenny Sansom juga tidak membuang-buang waktu lagi. Dia menunjuk ke arah Wang Yang. "Wang Yang, pergilah ke kotak di kiri."     

Ada tiga kotak yang dipersiapkan di atas panggung, diletakkan dalam satu barisan. Ketiga kotak itu tertutup rapat, dan tidak ada yang tahu apa yang ada di dalamnya – sebuah jersey dari Everton atau Bolton Wanderers, atau tidak ada apa-apa.      

Oleh karena itu, dipanggil untuk berdiri saja belum bisa dianggap menang. Wang Yang berdiri dan mengarah ke boks di kiri lalu berhenti di depannya.      

Suara si presenter kembali terdengar. "Bukalah! Dan lihat apa isinya."     

Wang Yang dengan patuh membuka tutup kotak itu. Sebuah senyum singkat terlintas di wajahnya, tapi segera menghilang. Dia menarik keluar jersey berwarna putih.      

Dia mengira kalau dia akan bisa pergi ke tim Everton yang lebih kuat.      

"Bolton Wanderers! Selamat untuk Wang Yang!" si presenter berteriak dengan penuh semangat. Nada suaranya terdengar seolah dia juga baru mengetahui hasilnya. "Kemarilah, tunjukkan pada semua orang apa yang ada di tanganmu!"     

Wang Yang menunjukkan jersey Bolton Wanderers di tangannya. Kebahagiaannya membuat gerakannya sedikit kikuk. Dia pergi ke meja pelatih untuk memeluk pelatih Cina sebagai tanda terima kasih dan kemudian kembali ke tengah panggung untuk memeluk Kenny.      

Presenter mengundang orang tua Wang Yang untuk berdiri dan memberikan ucapan terima kasih.      

Hanya ada satu peluang tersisa.      

"Sekarang tinggal dua finalis yang tersisa. Mereka sama-sama memiliki kesempatan lima puluh persen untuk pergi ke Inggris. Siapakah orangnya?" si presenter terdiam sejenak.      

"Song Hui." Kenny baru akan memanggil Song Hui untuk berdiri di depan kotaknya.      

Tapi presenter memiliki gagasan yang lebih baik, yang akan bisa mempertahankan ketegangan hingga akhir. "Chen Jian, kau pergi juga. Kalian berdua berdiri di kotak masing-masing. Song Hui, kau bisa berdiri di depan kotak yang ada di tengah dan Chen Jian, kau bisa berdiri di depan kotak sebelah kanan."     

Chen Jian juga bangkit dari kursinya. Dia merapikan pakaiannya dan mencoba mengatur emosinya. Dia berusaha menenangkan dirinya, kalau tidak dia hanya akan mempermalukan diri sendiri.     

"Berjalan perlahan, lalu berhenti di depan kotak. Berhenti sebentar..." Presenter masih berusaha untuk mengaduk-aduk emosi penonton. "Kau bisa menutup matamu dan perlahan memikirkan tentang jalan yang telah kaulalui dalam tiga bulan terakhir. Pikirkan tentang apa yang telah kau berikan untuk bisa berada disini... Sekarang mimpi itu berada di dalam kotak yang ada di depanmu, masih tertutup. Setelah tutupnya dibuka... mimpimu akan terungkap!"     

Song Hui menutup matanya, tapi Chen Jian tidak melakukannya.      

"Baiklah.... buka mata! Lihatlah apa yang ada..."     

Presenter itu masih berbicara saat kedua remaja itu membuka tutup kotak di saat yang bersamaan. Di dalam frame kamera yang sama, Song Hui membeku, dan Chen Jian hanya sedikit membuka tutup kotak itu lalu menutupnya lagi.      

"... di dalam!"     

Chen Jian menutup matanya dan mengangkat kepalanya. Dia tidak ingin membuat orang lain melihat ekspresinya.      

Disampingnya, Song Hui menjulurkan tangan ke dalam dalam kotak dan menarik keluar sebuah jersey biru dari dalamnya. Itu adalah tiket kedua ke Liga Utama Inggris!     

Seluruh auditorium meledak gembira.      

※※※     

"Aku harus bilang kalau adegan yang diatur oleh bajingan ini memang cukup efektif." Twain menoleh dan berkata pada Dunn.      

Dunn hanya tersenyum dan menyuruhnya terus menonton.      

※※※     

"Everton! Selamat untuk Song Hui! Dia telah menerima tiket mimpi yang terakhir!" presenter itu masih mengucapkannya dengan penuh semangat.      

Ditengah suara sorakan itu, Chen Jian terlihat sedikit kesepian. Dia berbalik untuk berjalan kembali ke kursinya.      

Layar kamera menyapu kursi para kontestan yang telah tereliminasi. Zhao Rui terlihat kecewa karena dia menggelengkan kepalanya berulang kali.      

Song Hui menghampiri dan memeluk Chen Jian. Tatapan semua orang langsung terfokus padanya. Tidak banyak orang yang optimis bahwa Chen Jian akan bisa mencapai kemenangan akhir... bukankah dia sendiri yang mengatakannya? "Kemampuan sepakbolaku bukan yang terbaik.."     

Sebenarnya presenter ingin mengatakan hal-hal seperti "the Smiler" akhirnya meneteskan air mata..." Tapi dia mengamati wajah Chen Jian dengan seksama dan tidak menemukan jejak air mata disana.      

Bocah itu tidak menangis meski sudut bibirnya yang biasanya melengkung kini ganti mengkerut. Alisnya bertaut, tapi dia tidak menangis.      

Hal itu membuat si presenter kecewa, karena dia tidak bisa menggunakan kalimat yang sudah direncanakan olehnya.      

Penyelenggara yang merancang aksi ini berharap mereka akan bisa membuat orang-orang ikut menangis dan mendorong suasana program ini untuk mencapai klimaksnya. Lalu, saat kejutan terakhir itu diumumkan, itu akan sangat mengesankan hingga semua orang akan berseru, "Ah, hidup ini benar-benar penuh dengan pasang surut."     

Tanpa kesedihan itu, akankah perubahan suasana nanti bisa memberikan efek yang dramatis?     

Dia sangat ingin membuat Chen Jian menangis, jadi dia berkata, "Chen Jian terhenti di ambang mimpinya. Ini sangat disayangkan! Tapi olahraga memang sekejam ini, akan selalu ada pihak yang menang dan kalah..."     

Chen Jian dan Song Hui telah berjalan kembali ke tengah panggung. Wang Yang juga berjalan menghampiri untuk memeluk Chen Jian. Presenter masih belum melihat air mata di wajah Chen Jian, bahkan tidak ada tanda-tanda kalau bocah itu akan menangis.      

Dia menghela nafas panjang karena gagal membuatnya menangis. Bocah itu lebih gigih daripada dugaannya.      

Program ini harus berjalan terus. Dia hanya bisa mengalihkan targetnya ke Song Hui yang menjadi pemenang dan memberinya banyak pujian, sementara ayah Song Hui diundang untuk melangkah maju dan memberikan beberapa patah kata untuk putranya.      

Itu adalah adegan yang menyentuh hati.      

Tidak ada yang memperhatikan Chen Jian, yang tidak disorot oleh kamera televisi. Orang tuanya juga ada disana, tapi mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk bangkit berdiri dan mengatakan sesuatu serta menunjukkan adegan yang menyentuh hati dengan keluarganya sendiri.      

Allan Adams memandang penuh minat ke arah Chen Jian. Pemuda itu jelas merasa kecewa, sedih dan terpukul. Cara terbaik untuk melampiaskan semuanya adalah dengan menangis, tapi remaja Cina itu memilih cara yang paling tidak nyaman. Dia membuat dirinya menahan air mata di hadapan semua orang karena tidak ingin membiarkan orang lain melihat sisi lemahnya.      

Dikelilingi suasana penuh kegembiraan, Chen Jian tiba-tiba saja memikirkan tentang Zhao Rui, pemuda dari Timur Laut, yang berdiri dan bersulang untuknya semalam. Dia memikirkan tentang bagaimana dia bersembunyi di kamar kecil dan menangis setelah dia tereliminasi di ujian terakhir karena kondisi fisiknya yang buruk akibat flu dan demam sehingga dia bahkan tidak sempat melakukan adu penalti.      

Bagaimana mungkin dia tidak ingin melampiaskan semuanya? Dadanya terasa remuk seperti dihantam batu besar. Dia merasa sangat tidak nyaman sampai-sampai rasanya dia hampir tercekik. Dia hanya bisa berharap agar program ini berakhir dengan cepat dan dia bisa menemukan tempat yang tenang untuk menangis. Lalu dia akan mengeringkan air matanya dan kembali ke sekolah. Dia akan menulis surat penyesalan karena membolos kelas. Dia akan meyakinkan kedua orang tuanya bahwa dia akan belajar keras dan menyelesaikan masa studinya. Dia hanya akan memperlakukan setengah tahun ini seolah-olah semua ini tidak pernah terjadi.      

Dia punya mimpi yang indah, dan sekarang dia sudah terbangun darinya.      

Saat ayah Song Hui mengatakan beberapa patah kata kepada putranya, presenter itu terus melirik ke arah Chen Jian. Dia ingin melihatnya saat tidak ada orang yang memperhatikannya. Dia kecewa. Remaja itu masih memiliki raut wajah tegang dan tidak menitikkan setetespun air mata, tapi kesedihan di wajahnya tidak bisa ditutup-tutupi.      

Dasar bocah bodoh, kau bahkan tidak tahu betapa beruntungnya kau. Kalau kedua kontestan lain sudah tahu tentang hasil yang akan kauperoleh, aku jamin mereka akan jadi gila karena iri.      

Ayah Song Hui akhirnya menyelesaikan ucapannya. Presenter mengambil alih komando lagi. Dia kembali memberi selamat kepada Song Hui dan Wang Yang dan kemudian memandang ke arah Chen Jian.      

"Untuk pertama kalinya, senyum telah hilang dari wajah 'Smiler' kita," katanya dan semua orang ganti memandang Chen Jian yang tampak muram.     

"Mungkin inilah saatnya dimana aku seharusnya menghibur Chen Jian dan mengatakan padanya agar tidak merasa sedih. Tapi itu tidak ada gunanya, karena hasil ini sudah diumumkan, dan mustahil untuk diubah.... Kita semua sudah melihat betapa tekunnya Chen Jian selama audisi seleksinya. Dia adalah salah satu kontestan yang bekerja paling keras dibandingkan dengan empat belas kontestan lainnya!" Perlakuan yang tadi tidak diberikan kepadanya kini diarahkan padanya. Baru di saat itulah presenter memberinya perkenalan yang semestinya kepada para penonton. "Apa yang dilihat oleh semua orang di TV hanyalah bagian kecil dari semua kerja kerasnya, dan ada banyak hal yang tidak kita lihat, saat tidak ada kamera dan diluar program pertunjukan... Seperti yang diucapkan sendiri olehnya saat memperkenalkan dirinya, sikap menentukan segalanya, dan sikapnya... membuat Kenny Sansom yang paling pilih-pilih sekalipun jadi tak bisa berkata-kata!"     

Gambar Sansom muncul di layar televisi yang besar dan dia berkata ke arah kamera, "Anak ini adalah pekerja keras paling giat yang pernah kulihat." Subtitel tidak diperlukan untuk mengindikasikan siapa "anak ini" yang dimaksud, karena semua orang tahu siapa yang dia bicarakan.      

"Dia menyadari kekurangannya, jadi dia meningkatkan latihannya di area-area itu dan dia sangat cerdas. Dia menebus kekurangannya dengan ketekunan, dan itulah yang sebenarnya. Dia tidak lolos sampai akhir hanya karena dia beruntung."     

Chen Jian menolehkan kepalanya untuk melihat apa yang dikatakan oleh kedua pelatih itu padanya di layar besar, sedikit terkejut. Dia tidak pernah mendengar kata-kata itu dari kedua pelatih. Dia selalu mengira kalau dia tidak disukai oleh para pelatih karena kemampuan sepakbolanya yang buruk.      

Reaksi para penonton di studio juga berubah, dan dengung ramai mulai terdengar di depan panggung.      

Presenter itu tersenyum. Kartu as terakhirnya sudah dikeluarkan dan suasana yang ramai ini mulai berkembang ke arah yang dia inginkan.      

Dia berdehem dan berusaha menarik perhatian semua orang. "Kalau begitu, ijinkan aku mengumumkan hasil terakhir."     

Semua orang terdiam.      

Satu hasil terakhir?     

Chen Jian tampak bingung.      

"Tapi sebelum aku mengumumkannya, aku akan menunjukkan sebuah klip pendek pada semua orang!"     

Layar besar itu menjadi gelap. Setelah terdengar suara peluit, sebuah suara penuh semangat terdengar. Itu adalah suara dari presenter itu sendiri.      

"Pertandingan sudah berakhir! Selamat kepada tim Nottingham Forest dari Inggris, mereka memenangkan Liga Champions UEFA musim 2006-2007!!"     

Layar itu kembali menyala dan kali ini menampilkan para pemain Nottingham Forest dalam jersey merah yang berlarian ke sekeliling stadion untuk bersorak dan merayakan kemenangan mereka. Melalui layar yang besar itu dan peralatan sound di studio, keriuhan di Stadion Olympic Yunani mengguncang gendang telinga dan benak pikiran semua orang yang hadir disana.      

Albertini berlari di depan sambil membawa piala Liga Champions, diikuti wajah-wajah yang familiar bagi para kontestan – George Wood, Franck Ribery, Rafael van der Vaart, Ruud van Nistelrooy, Edwin van der Sar, Pepe, dan lain sebagainya.      

Tentunya, Tony Twain, yang sangat populer diantara para fans karena karakternya, juga ada disana.      

Dia diangkat tinggi-tinggi oleh para pemain dan dilemparkan ke atas.      

Suara sorakan yang keras dan helaan napas tertahan karena terkejut terdengar jelas di studio siaran langsung. Ini adalah syarat yang diajukan oleh Allan Adams karena klubnya hanya mendapatkan pemenang ketiga. Menjelang akhir acara, penyelenggara harus memberikan promosi besar-besaran untuk Nottingham Forest. Perlakuan semacam ini tidak diterima oleh klub sepakbola Everton dan Bolton Wanderers ataupun yang lainnya.      

Duduk diantara para penonton, Allan Adams merasa sangat senang.      

Song Hui dan Wang Yang memandang Chen Jian.      

Apa itu Bolton Wanderers? Apa itu Everton? Bagaimana mereka bisa dibandingkan dengan juara Liga Champions UEFA yang baru, Nottingham Forest?     

Saat semua orang masih terpana, Dunn muncul di atas panggung. Dia berdiri disamping Chen Jian. Chen Jian menoleh dan memandangnya, lalu akhirnya bereaksi: orang yang ditabraknya di kamar kecil dan terlihat familiar itu adalah asisten manajer Nottingham Forest, Dunn!     

Dunn tersenyum ramah ke arah Chen Jian tapi tidak mengatakan apa-apa.      

Chen Jian melihat apa yang dibawa Dunn di tangannya: seikat jersey berwarna merah menyala...      

Mantan komentator yang kini menjadi presenter mengumumkan dengan nada suara penuh semangat, "dan sekarang, mari kita beri ucapan selamat pada Chen Jian. Hadiah untuknya adalah – satu tahun berlatih di Nottingham Forest!!"     

"Keren!" Zhao Rui adalah yang pertama bangkit berdiri diantara para kontestan dan mengangkat tangannya untuk menyoraki Chen Jian. "Chen Jian, itu fantastis!!"     

Tercengang selama sesaat, senyum itu akhirnya kembali ke wajah Chen Jian. Ini memang... fantastis.      

Meski dia hanya mendapat peringkat ketiga, hadiah untuk pemenang ketiga justru lebih baik daripada hadiah untuk tempat pertama dan kedua dijadikan satu. Ini jauh lebih baik!     

"Sekarang, asisten manajer Nottingham Forest, Dunn, akan memberikan hadiah jersey kepada Chen Jian!"     

Dunn menyerahkan jersey Nottingham Forest kepada Chen Jian ditengah suara sorakan. "Nottingham Forest menyambut kedatanganmu, Chen Jian." Dia berbicara dalam bahasa Mandarin.      

"Terima kasih, terima kasih, terima kasih" Chen Jian hanya bisa mengulangi ucapan terima kasihnya.      

Pasang surut antara suka dan duka membuatnya tak bisa berkata-kata selama sesaat. Benak pikirannya benar-benar kosong, dan dia seolah kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Ah, hidup ini memang penuh pasang surut...      

Presenter memberikan mikrofon kepada Dunn agar dia bisa mengatakan beberapa patah kata kepada Chen Jian, yang bisa didengar oleh para pemirsa televisi.      

"Kami menonton acara ini. Manajer Tony Twain punya harapan yang tinggi dari ini."     

※※※     

Twain melirik Dunn. "Apa mereka menyuruhmu mengatakan itu?"     

Dunn tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu memang ada di naskah aslinya. Aku menambahkannya sendiri di saat terakhir."     

"Hey!" Twain memutar matanya dan kembali menekan tombol mulai untuk melanjutkan rekaman itu.      

※※※      

"Kami senang melihat penampilannya." Dunn menoleh dan berbicara kepada Chen Jian. "Kau melakukan pekerjaan yang luar biasa. Kau memiliki sifat yang sangat menonjol yang telah kami amati dari sejak awal audisi hingga grand final. Kau mengerahkan seluruh jiwa dan raga untuk acara ini. Jadi kami memutuskan untuk bergabung dengan pertunjukan ini dan memberimu peluang untuk berlatih selama satu-tahun di Inggris. Semoga kau bisa menjadi bagian dari kami di masa depan. Selamat datang di Nottingham Forest, Chen Jian," ulangnya.      

Suara sorakan keras dan tepuk tangan kembali terdengar di lokasi siaran langsung itu diadakan. Semua orang menyukai akhir yang bahagia.      

※※※     

Twain mematikan video itu dan menoleh untuk memandang Dunn.      

"Ini benar-benar kisah yang bagus dengan Chen Jian sebagai tokoh utamanya. Ini cukup inspiratif dengan lika liku yang memadai."     

Dunn tersenyum.      

Twain enggan mengakui bahwa pertunjukan bakat sepakbola itu diproduksi lebih baik daripada dugaannya, jadi dia memuji semua itu melalui ucapan yang berbelit-belit.      

Dunn memaksanya untuk terus memperhatikan pertunjukan bakat itu. Dia menemukan bahwa standar yang digunakan disana lebih tinggi daripada dugaannya. Tidak ada kontestan yang terlihat mengesankan tapi tak berguna. Semua empat belas kontestan yang terpilih sama-sama mampu dan cakap untuk lolos ke training camp dan tiga finalis utama memiliki kemampuan yang menonjol. Misalnya, Wang Yang memiliki kemampuan untuk memimpin pertandingan di lapangan, dan kecepatan serta ketenangan Song Hui juga cukup bagus. Sementara untuk Chen Jian, kebugaran fisiknya tak tertandingi, dan keuletannya membawakan hasil yang manis baginya.     

Itu adalah hasil yang adil.      

Senyuman Dunn membuat Twain merasa sedikit malu.      

"Baiklah, baiklah... aku mengakui kalau penilaianku memang sedikit bias tentang pertunjukan bakat ini. Tapi kita tidak perlu membahas hal kecil ini lebih jauh lagi. Aku akan mengajukan pertanyaan profesional padamu sekarang." Wajahnya berubah serius saat dia bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang kemampuan pemuda ini?"     

"Ada nilai yang bisa diperoleh dari melatihnya selama satu tahun," jawab Dunn serius.      

"Kemampuan bermain bolanya adalah yang terburuk diantara ketiga finalis..."     

"Tapi kurasa dasar-dasarnya lebih baik daripada Wood."     

"Sekarang setelah kau mengatakan itu, aku jadi ingat bahwa saat pertama kali melihat penampilannya di dalam audisi, itu mengingatkanku pada seseorang..."     

"George Wood, kan?"     

Twain mengangguk.      

"Kepribadian dan karakteristik mereka cukup mirip dalam beberapa hal. Itulah sebabnya kenapa aku juga tertarik padanya."     

"Tapi kita sudah punya George Wood. Dan kurasa dia tidak akan bisa mencapai level Wood saat ini," sela Twain.      

"Aku setuju kalau bakatnya mungkin takkan bisa sebagus George Wood, tapi tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan, jadi aku hanya bisa bilang kalau ada nilai yang bisa diperoleh dari melatihnya selama setahun." Nada suara Dunn terdengar dingin dan tanpa emosi, seolah-olah dia tidak membahas tentang masa depan seseorang dari negara yang sama dengannya.      

Twain terdiam sesaat sebelum kemudian berkata, "Apa yang kaukatakan memang masuk akal. Bagaimanapun juga, meski itu hanya untuk memenuhi kontrak awal, kita akan melatihnya selama setahun, jadi sebaiknya kita memanfaatkan itu. Dua klub lainnya mungkin menganggapnya sebagai acara komersil. Kita akan memberikan pelatihan pemuda yang paling formal. Bukankah dia yang terbaik dalam hal keuletan? Aku ingin tahu berapa lama dia bisa bertahan di Wilford." Twain berbicara sambil menyeringai, menunjukkan senyum iblis-nya.      

"'The Smiler'? Jangan kira hidupmu akan sempurna setelah mengalami grand final yang menegangkan. Untuk bisa mencapai mimpimu, mengalami sedikit kesulitan semacam itu tidak ada apa-apanya..."     

"Apa kau akan memainkan peranan sebagai bos besar lagi?" tanya Dunn.      

"Kalau bukan aku, siapa lagi?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.