Mahakarya Sang Pemenang

Merry Men



Merry Men

Pada tanggal 1 Juli, para pemain dan pelatih sudah kembali dari liburan mereka.      

Dunn telah kembali ke Nottingham bersama Tang Jing kemarin. Dia berkata kalau dia bertemu Tang Jing di bandara Beijing, tapi Twain tidak mempercayainya dan mengolok Dunn dengan lidah tajamnya. Dia baru berhenti menggodanya setelah wajah Dunn memerah seperti pantat babon.      

Liga Utama Inggris dimulai lebih awal daripada liga-liga lainnya dan sudah akan berjalan sepenuhnya di pertengahan Agustus. Oleh karena itu, tim-tim Liga Utama memulai latihan mereka lebih awal daripada tim-tim liga tertinggi di negara lain.      

Hanya program pemulihan stamina yang dijalankan di hari pertama latihan, mengingat semua orang baru saja kembali dari liburan selama satu bulan. Karena kemampuan mereka sedikit berkarat, latihan hari itu tidak terlalu intens. Dunn tidak bertanggungjawab atas latihan kebugaran karena ada pelatih khusus kebugaran yang ditunjuk untuk itu, jadi dia hampir tidak perlu khawatir tentang apapun.      

Tapi, dia masih harus hadir di tempat latihan karena ada urusan lain yang perlu diselesaikannya selain memimpin latihan tim.      

※※※     

Setelah berlibur selama satu bulan, para pemain berperilaku seolah-olah mereka baru saja bangun dari mimpi. Mata mereka berat dan sering menguap. Level energi dan tubuh mereka tidak berada dalam kondisi terbaik.      

Hal yang membuat Twain merasa puas, tidak ada yang absen setelah masa liburan yang menyenangkan. Selain Arteta dan Ashley Young, yang sudah mengumumkan kepergian mereka, bahkan Anelka, yang tak akur dengan Twain, juga hadir untuk berlatih. Dia masih berdiskusi dengan Juventus tentang kontrak personalnya karena kedua belah pihak berselisih paham tentang beberapa hal.      

Masih dalam mode liburan, para pemain dikejutkan oleh media yang menunggu diluar saat mereka mengemudi ke kompleks latihan Wilford.      

Mungkin kata "dikejutkan" adalah kata yang kurang tepat. Para pemain Nottingham Forest belum pernah melihat begitu banyak reporter di kompleks latihan pada hari pertama latihan sebelum musim baru dimulai.      

Tidak hanya media yang ada disana, tapi banyak sekali orang-orang yang sepertinya fans juga sedang menunggu. Mereka semua berada di kedua sisi jalan yang sempit, memegang spanduk dan meneriakkan yel-yel dengan penuh semangat.      

Kalau mereka hanya melihat kedatangan media, mereka takkan tahu kenapa hari ini sangat ramai. Tapi saat mereka melihat fans yang antusias, semuanya menjadi jelas.      

Beberapa fans itu memakai jersey Manchester United dan beberapa lainnya memakai jersey Real Madrid. Semuanya memegang poster seorang pria.      

Setelah Ribery memarkir mobil kesayangannya di tempat parkir di dalam kompleks latihan, dia bersiul memanggil beberapa rekan setim yang tiba bersamaan dengannya. "Bagaimana liburan kalian?"     

"Untungnya, aku pergi ke Hawaii." Eastwood, yang tampak terbakar matahari, menunjuk ke arah kemeja bunga-bunga-nya. Dia juga mengendarai mobil. Sekarang setelah dia terkenal dan sukses, dia tidak lagi tinggal di karavan di kompleks latihan. Dia membeli sebuah rumah pertanian kecil dan tinggal disana bersama istri dan anaknya. Tentu saja, dia masih melakukan pemanasan dengan naik kuda di pagi hari setiap pertandingan kandang. Takkan ada yang menganggapnya mengganggu lalu lintas kendaraan kalau dia naik kuda di lahan pertaniannya sendiri.      

Ribery menunjuk ke arah gerbang kompleks latihan, dimana kerumunan besar media dan fans bisa terlihat dari sana.      

"Ini benar-benar ramai, kan? Sepertinya akan ada pemain besar yang datang hari ini."     

"Apa kau tidak tahu siapa yang datang?" Eastwood tampak sedikit terkejut.      

"Tut, tidak seru kalau aku langsung mengucapkan namanya." Ribery memutar matanya ke arah Eastwood.      

Keduanya tidak segera berjalan ke ruang ganti. Mereka mengobrol sambil memandang ke arah gerbang. Tak lama kemudian, semakin banyak mobil berhenti di dekat mereka dan lebih banyak orang ikut berdiri bersama mereka untuk mengobrol. Ini membentuk sebuah pemandangan yang aneh. Tidak satupun pemain Forest yang pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaian dan menuju ke lapangan latihan. Melainkan, mereka saling menyapa dan mengobrol di tempat parkir.      

Sepertinya, suasana liburan masih belum berakhir.      

Wood tidak mengendarai mobil. Rumahnya terletak sangat dekat dengan kompleks latihan. Biasanya dia berlari ke kompleks pelatihan, yang menjadi latihan pemanasan dasar untuknya. Tidak ada yang merasa kalau itu aneh.      

Albertini sudah pensiun dan sekarang dia adalah kapten tim. Dia memutuskan untuk mulai mencoba menjadi kapten. Saat Albertini masih ada di tim, Wood hanya perlu menjadi kapten di lapangan dan dia tidak perlu mengurusi hal-hal di luar lapangan. Kapten yang sesungguhnya, Albertini, adalah orang yang mengurusi semua hal-hal kecil itu. Kali ini semuanya akan menjadi pengalaman yang baru dan sepenuhnya berbeda dari sebelumnya.      

Wood berdiri diluar kerumunan, merasa sedikit ragu, dan terbatuk beberapa kali.      

Apa yang dilakukannya itu menarik perhatian beberapa orang.      

"Hey, George, apa kau sakit flu?" tanya van Nistelrooy khawatir. Saat dia mengatakan itu, beberapa pria Belanda yang sedang mengobrol dengannya, menolehkan kepala mereka. Yang lain juga mengikuti dan mengalihkan perhatian mereka pada Wood.      

"Ah, eh.. Tidak, aku tidak sakit flu," kata Wood dengan canggung. "Apa yang kalian bicarakan?"     

Ribery menunjuk ke arah gerbang sambil tersenyum lebar. "Membicarakan tentang pemain bintang yang akan datang hari ini."     

Wood tahu siapa yang mereka bicarakan, tapi dia tidak tertarik untuk ikut ambil bagian dalam topik itu. Kalau dia bukan kapten, dia akan membalikkan badan dan pergi untuk mengganti pakaian lalu memulai pemanasannya di lapangan latihan. Tapi sekarang, dia adalah kapten, di dalam dan di luar lapangan. Bagaimana mungkin dia bisa menjadi kapten yang tidak ramah?     

Wood ingat apa yang dikatakan Albertini saat dia memeluknya sebelum berpamitan, "Sekarang kuserahkan padamu."     

Ini bisa dianggap sebagai semacam kepercayaan darinya. Wood tidak bodoh. Dia paham.      

Dia bergerak beberapa langkah tapi bukan melangkah mundur. Sebaliknya, dia masuk ke dalam kerumunan.      

"Apa kalian.. ingin dia datang?" Setelah memikirkannya, dia mengajukan pertanyaan yang membuat semua orang tertawa.      

"George, kalau kau seorang reporter, pasti banyak orang akan menolak menjawabnya kalau kau mengajukan pertanyaan seperti itu." Van Nistelrooy tertawa. "Kami akan mengira kau berusaha untuk memecah belah hubungan para pemain di ruang ganti."     

"Aku tidak bisa mengatakan aku suka atau tidak. Pemahamanku tentang pria itu adalah melalui media, tapi pada dasarnya aku tidak percaya dengan semua yang dikatakan media, entah itu yang baik ataupun yang buruk. Aku tidak percaya sepatah kata pun. Sekarang aku punya peluang untuk berinteraksi secara pribadi dengannya. Aku akan tahu apa aku menyukainya atau tidak setelah kami berinteraksi." Kata-kata Pepe menerima banyak anggukan persetujuan dari sebagian besar orang.      

Ini mungkin merupakan sikap seluruh tim Forest terhadap rekan setim baru mereka. Kalau media mengetahuinya, bagaimana perasaan mereka?     

Semua orang mengobrol dalam kelompok dua atau tiga orang. Beberapa orang membicarakan tentang para pemain yang akan bergabung dengan tim. Sementara yang lainnya membicarakan tentang liburan mereka kemarin. Sejumlah kecil orang membahas tentang Arteta dan Ashley Young, dua rekan yang telah meninggalkan tim.      

Mereka memikirkan tentang bagaimana mereka telah berjuang bersama untuk memenangkan gelar juara sebulan yang lalu dan sekarang mereka akan menjadi lawan di liga. Selain itu, tidak ada yang mengekspresikan kemarahan atas kepergian dua pemain itu. Mereka semua adalah pemain profesional dan telah melihat banyak pemain datang dan pergi. Itu bukan masalah besar. Kalau mereka memang teman, maka mereka masih berteman dimanapun mereka berada. Mereka bisa menentukan tanggal untuk nongkrong dan makan bersama.      

Anelka adalah pemain yang terakhir tiba. Bukannya bergabung bersama rekan-rekan setimnya, dia langsung menuju ke ruang ganti pemain. Tidak ada yang berusaha menahannya. Semua orang tahu bahwa striker Prancis itu pasti akan meninggalkan tim. Karena hatinya tidak ada disini, mereka tidak perlu menahannya agar tidak pergi.      

※※※     

Twain dan Dunn berjalan kaki menuju kompleks latihan, jadi mereka tiba sedikit lebih terlambat daripada para pemain.      

Twain dan Dunn juga sedikit terkejut melihat media dan kelompok penggemar yang antusias di sepanjang jalan menuju gerbang.      

"Lihat, lihat. Semuanya jelas berbeda bagi raja popularitas. Sejak kapan jadi seramai ini di hari pertama latihan pra-musim Nottingham Forest?" kata Twain pada Dunn, menunjuk ke arah fans di kedua sisi jalan. Dia juga melambai untuk menyapa para fans yang berisik itu.      

Kalau mereka yang berkumpul disana adalah fans setia Nottingham Forest, lambaian tangan Twain akan menuai respon yang besar, yang jelas akan memperbesar ego Twain. Tapi lambaian tangannya kali ini tidak mendapatkan reaksi apapun.      

Orang-orang disana hanya memegang poster dan mengarahkan pandangan mereka ke ujung jalan kecil ini, arah darimana para pemain mengendarai mobil mereka. Twain dan Dunn sama sekali tak kasat mata bagi mereka.      

"Yah..." Dibawah tatapan diam dari Dunn, Twain merasa sedikit malu. "Setidaknya itu membuktikan satu hal. Mereka bukan fans Nottingham Forest... Tapi tidak apa-apa!" Dia tersenyum lebar dan berbicara lebih keras. "Mereka akan segera menjadi fans Forest."     

Saat Twain dan Dunn berjalan ke gerbang kompleks latihan, mereka melihat gerbang besi itu, yang biasanya terbuka, kini tertutup.      

Penjaga keamanan di dalam pos jaga bergegas keluar untuk membukakan gerbang saat dia melihat kedatangan manajer dan asisten manajer.      

"Apa yang terjadi?' Twain bertanya dengan bingung.      

"Ermmm..." Penjaga keamanan yang masih muda itu merasa sedikit ragu sebelum kemudian menunjuk ke arah kerumunan berisik diluar gerbang dan menjawab, "Para reporter dan fans sangatlah antusias dan aku khawatir mereka akan menerobos masuk, jadi aku menutup pintu gerbangnya."     

Twain menoleh ke arah kerumunan itu. Dia mengenali beberapa reporter olahraga disana. Ada pula beberapa wajah yang benar-benar tak familiar. Para reporter yang dikenal Twain menoleh dan melambai ke arahnya saat mereka melihatnya.      

Tapi Twain menjaga ekspresinya tetap datar dan tidak memberikan respon. Mereka semua memaki.      

Penjaga keamanan yang masih muda itu mengira kalau manajer yang berwajah serius itu akan memarahinya dan dia merasa sangat cemas sampai-sampai dia tidak tahu apakah dia sebaiknya menjauh atau tetap tinggal disana.      

Dia tidak menduga kalau Twain akan menoleh dan tersenyum ke arahnya sambil menepuk bahunya dan berkata, "Kau melakukan pekerjaanmu dengan baik."     

Setelah kedua pria itu melanjutkan perjalanan mereka ke dalam kompleks, Dunn yang diam saja sedari tadi tiba-tiba angkat bicara, "Kelihatannya dia telah memahami prinsipmu tentang latihan tertutup."     

Twain membungkuk dan tertawa terbahak-bahak di bawah tatapan media dari luar kompleks.      

"Tolong.. Tolong, Dunn. Bisakah kau memberiku peringatan lebih dulu saat lain kali kau akan melontarkan lelucon?"     

※※※     

Saat Twain akhirnya berhasil bangkit dan berdiri tegak, keduanya melanjutkan perjalanan mereka dan melihat para pemain yang berkumpul di tempat parkir.      

Twain dan Dunn saling memandang satu sama lain dan melihat ekspresi ragu di mata masing-masing.      

Ini adalah pemandangan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.      

Mungkinkah ada perkelahian?     

Twain segera menghampiri mereka sebelum dia sadar kalau itu hanyalah anggapannya sendiri. Ribery melambai dan menyapanya dari kejauhan. "Boss, lama tidak bertemu!" Bagaimana mungkin ada perkelahian kalau dia bisa tersenyum secerah itu?     

"Hey, kalian tidak ganti pakaian di ruang ganti. Kenapa kalian semua berdiri disini?" tanya Twain sambil berdiri di depan kerumunan pemain itu. Semua orang berhenti mengobrol.      

"Kita semua ingin melihat dengan mata kepala sendiri pemandangan yang menarik diluar sana saat dia tiba." Ribery menunjuk ke arah kerumunan pemain di belakangnya dan kemudian menunjuk ke arah gerbang.      

Menoleh ke samping, Twain melihat George Wood berdiri di tengah kerumunan pemain itu. Dia tersenyum dalam hati.      

"Kalau begitu, sebaiknya kalian pergi ke gerbang untuk menonton. Apa yang bisa kalian lihat dari sini?"     

"Kita tidak boleh melakukan itu. Kalau kita pergi kesana, itu hanya akan membuat media merasa sangat senang. Tidak, itu tidak boleh terjadi." Ribery menggelengkan kepalanya seperti rattle-drum.      

"Media masih bisa melihat kalian semua berdiri disini. Memangnya, kalian pikir para reporter itu tidak bisa melihat? Oke, oke, tidak ada lagi yang perlu dilihat. Pergilah dan ganti pakaian. Aku tidak ingin terlihat seperti inspeksi Ratu saat dia tiba disini." Twain mengusir kelompok pemain itu kembali ke ruang ganti seperti seorang ibu yang menegur anak-anaknya.      

Melihat Wood ikut pergi bersama para pemain, Twain menoleh dan tersenyum ke arah Dunn, "Benar-benar sekelompok pemuda yang lucu. Mereka seperti tidak pernah melihat pemain bintang. Padahal mereka semua adalah pemain bintang."     

"Mereka mungkin berkumpul disini untuk bersenang-senang." Dunn mengangguk.      

Setelah kelompok itu pergi, kini giliran Twain dan Dunn berdiri di dekat tempat parkir dan menunggu.      

Asisten manajer, Kerslake, menunggu lama di lapangan latihan sebelum akhirnya dia melihat Anelka. Dia merasa aneh karena Anelka biasanya tidak terlalu proaktif. Dia melihat arlojinya dan baru sadar bahwa bukan Anelka yang datang terlalu awal, melainkan para pemain lain yang justru masih belum datang!     

Meninggalkan Anelka sendirian, Kerslake berjalan ke ruang ganti. Ruang ganti itu kosong. Saat dia melangkah keluar, dia melihat kerumunan pemain yang berlari kecil ke arahnya.      

"Apa kalian semua naik bis yang sama? Kenapa kalian datang sama-sama?" Kerslake tidak bertanya dengan nada ramah seperti yang digunakan Twain. Dia bertanya dengan alis bertaut.      

"Maaf, maaf, pak. Kami berada diluar dan mengobrol sebentar..." Karena sejak awal itu adalah gagasan Ribery untuk menunggu disana, sekarang dialah yang harus menanggung kemarahan pelatih. Itu baru adil.      

"Hentikan omong kosong kalian, cepat ganti pakaian. Pergilah ke lapangan latihan dan tunggu aku disana, kalian semua tahu hukumannya karena terlambat!" Kerslake melambaikan tangan dengan tidak sabar.      

Setelah mereka mendengar kata "hukuman karena terlambat," kerumunan pemain itu bergegas menuju ruang ganti. Ini bukan lelucon. Meski mereka adalah juara Eropa, sudah menjadi tradisi khusus tim Forest untuk berlari keliling lapangan sebagai hukuman karena terlambat.      

Ribery baru akan berlari di depan kerumunan pemain itu, tapi dia dihentikan Kerslake. "Dimana Tony dan Dunn?"     

"Mereka diluar..." Ribery buru-buru menunjuk ke arah pintu keluar dan dengan gesit melepaskan diri dari Kerslake seperti seekor mudfish yang licin.      

Kerslake tidak punya waktu untuk mengurusi pemuda itu. Dia berjalan menembus arus dan menuju ke pintu keluar.      

Kerslake terus berjalan hingga tiba di tempat parkir dan akhirnya menemukan Twain dan Dunn, yang sedang bersandar ke salah satu mobil dan mengobrol dengan santai.      

"Apa yang kalian lakukan disini?" suara keras Kerslake mengagetkan sekelompok burung yang hinggap di pepohonan.      

"Ah, David, kau disini." Twain menoleh untuk melihatnya dan mengisyaratkan agar dia datang mendekat.      

"Apa yang kau lakukan disini? Apa kau baru saja datang? Kenapa kau tidak pergi ke lapangan latihan? Semua pelatih yang lain sudah datang."     

Twain menepuk keningnya. Kelihatannya bukan hanya para pemain yang merasa kalau sekarang masih liburan. Dia menyenggol Dunn. "Aku lupa. Aku saja yang tetap tinggal disini untuk menyambut pemain baru. Kau duluan saja, Dunn."     

Dunn dengan patuh meninggalkan tempat parkir bersama Kerslake. Twain tidak lagi menunggu di tempat parkir. Dia berjalan menuju kantornya dan mulai bersiap-siap.      

Arshavin dan Akinfeev tidak akan datang hari ini karena mereka tidak harus datang sekarang. Tim Forest akan melakukan perjalanan ke Rusia untuk training pra-musim sekitar empat hari lagi. Mereka akan bergabung dengan tim di Moskow.      

Alasan memilih Rusia sebagai tempat berlatih, saat ditanya, Twain mengatakan sesuatu yang dianggap arogan oleh semua lawannya. "Kami menuju kesana untuk beradaptasi dan melakukan pemanasan di lapangan sebelum babak final Liga Champions musim ini." Babak final Liga Champions UEFA musim 07-08 akan diselenggarakan di Stadion Luzhniki, Moskow.      

Pada kenyataannya, alasan dibalik kepergian mereka ke Rusia adalah karena tim Forest diundang untuk berpartisipasi dalam Russian Railways Cup. Sebagai juara Eropa yang baru, undangan untuk beragam pertandingan persahabatan pra-musim menumpuk di atas meja Twain. Twain akhirnya memilih pertandingan persahabatan yang ini. Alasannya sederhana. Twain lebih mengutamakan kualitas pertandingan persahabatan itu daripada lokasi dimana mereka harus bermain. Meskipun pertandingan persahabatan itu diadakan di Moskow, Rusia yang jauh dari Inggris. Tim yang berpartisipasi untuk Russian Railways Cup ini cukup kuat. Selain tim tuan rumah, FC Locomotiv Moscow, yang lebih lemah dalam hal kekuatan, dua tim lain yang juga diundang adalah pemilik medali emas Real Madrid, yang telah membangkitkan semangatnya dalam mengambil rute pragmatis, dan juga AC Milan, yang baru saja kalah di final saat melawan Nottingham Forest.      

Benar-benar kebetulan!     

※※※      

Twain tidak menunggu terlalu lama di kantornya. Dia menerima panggilan telepon dari penjaga gerbang sekitar sepuluh menit kemudian.      

"Pak, dia sudah tiba!" penjaga keamanan yang masih muda itu terdengar gembira. Twain bahkan bisa mendengar suara ramai yang terjadi diluar gerbang melalui telepon, yang dipenuhi suara teriakan wanita.      

Penjaga itu memang masih muda dan belum bisa bersikap tenang.      

Twain mendengus sebagai jawabannya dan menutup telepon. Dia tidak bangkit dari kursinya dan berjalan ke gerbang untuk menyambutnya. Dia tidak ingin semua orang menganggap pria ini spesial, jadi dia bahkan meminta Edward dan Allan untuk tidak meninggalkan kantor mereka dan ikut menyambut kedatangan pemain itu.      

Twain memutar kursinya dan memandang ke arah lapangan latihan diluar jendela kantornya. Para pemain sedang berlari mengelilingi lapangan sebagai latihan, atau sebenarnya, sebagai hukuman. Mereka semua dihukum lari keliling lapangan karena seluruh tim datang terlambat.      

Tapi, karena program latihan beberapa hari mendatang adalah untuk memulihkan stamina mereka, maka tidaklah salah untuk mengatakan kalau ini termasuk latihan.      

Twain sudah memiliki rencana di dalam benaknya tentang bagaimana dia akan memperkenalkan rekan setim baru yang mencolok ini kepada seluruh tim.      

Lima menit kemudian, terdengar suara ketukan di pintu kantornya.      

Twain bangkit berdiri dan menoleh ke arah pintu. "Masuk."     

Pria itu, yang dipuja oleh banyak orang, melangkah masuk dengan ekspresi meminta maaf. "Maafkan aku, maaf... Aku tidak familiar dengan jalan-jalan di Nottingham dan aku hampir tersesat..." Disampingnya adalah agennya, Simon Fuller, seorang pria paruh baya yang berpakaian rapi dan tampak cerdas.      

"Kau tidak perlu mengemudi sendiri. Kau bisa menghubungi klub dan meminta kami menjemputmu, David," Twain berkata pada Beckham yang berada di depannya, dan kemudian dia berjabat tangan singkat dengan Fuller, si agen. Mereka tidak terlibat dalam percakapan karena dia hanya mengenal si agen saat mereka membahas serangkaian hal selama negosiasi kontrak enam bulan yang lalu. Mereka tidak membutuhkan sapaan atau obrolan basa-basi tentang cuaca. Agen itu bukanlah tokoh utama di kantornya.      

"Ha, setelah tinggal di Spanyol selama empat tahun, kupikir Inggris juga sama.... Bagaimana aku harus memanggilmu mulai sekarang?"     

"Secara pribadi, Tony. Di depan rekan setimmu, lebih baik memanggilku boss. Itu lebih familiar." Twain berjalan memutari meja dan melangkah maju. "Ayo, aku akan membawamu menemui mereka." Dia menunjuk ke arah jendela di belakangnya.      

Beckham melihat sekilas dan mengangguk. Dia mengikuti Twain berjalan keluar kantor. Fuller mengikuti keduanya dalam diam dan dengan sengaja tetap menjaga jarak sehingga bisa membiarkan Beckham bebas berbicara dengan Twain tanpa memikirkan tentang kehadiran pihak ketiga.      

※※※      

"Kompleks ini bukan tandingan kompleks latihan Valdebebas milik Real Madrid, tapi fasilitas disini cukup komplit dan memiliki semua yang kita butuhkan." Di sepanjang jalan, Twain memberitahukan situasi yang ada di kompleks latihan Wilford kepada Beckham.      

Tentunya, Beckham dengan ramah melontarkan beberapa pujian seperti manajer Twain yang pastilah luar biasa dan lain sebagainya karena bisa menciptakan tim juara Eropa di kompleks latihan ini.      

Saat tim Forest selesai berlari mengelilingi lapangan, para pemain sudah kelelahan dan kehabisan nafas. Saat mereka beristirahat di pinggir lapangan, beberapa pemain bermata tajam melihat tiga orang pria berjalan masuk dari luar, yang satu adalah boss yang sudah familiar bagi mereka, Tony Twain, dan yang lainnya adalah pria paruh baya yang tidak familiar bagi mereka, jadi secara otomatis mereka mengabaikannya. Perhatian semua orang langsung terfokus pada satu orang yang sedang berjalan disamping Twain sambil berbicara dan tertawa – David Beckham.      

Dia tidak lagi berpakaian kasual. Twain sudah membawanya ke ruang ganti di kompleks latihan ini dan memberinya sebuah loker. Dia berganti pakaian dan langsung datang ke lapangan latihan.      

Beristirahat di pinggir lapangan, para pemain tidak lantas berdiri dan berbaris. Mereka beristirahat sebagaimana adanya, ada yang duduk dan berbaring. Mereka yang berdiri dan mengobrol hanya menoleh dan berhenti mengobrol saat mereka melihat rekan setim baru mereka.      

Twain merasa senang melihat perilaku para pemain. Kelihatannya para pemainnya bukanlah sekelompok orang-orang bodoh.      

Hanya Wood yang dengan sengaja berjalan keluar dari kerumunan pemain dan berdiri di depan, yang merupakan indikasi dari identitasnya. Dia belajar dari Albertini, yang sudah terbiasa menerima rekan setim baru di tim Forest usai Twain memperkenalkannya.      

Beckham mengenal Wood. Dia ingat dengan pemuda yang berusaha menghiburnya setelah dia digantikan lalu menangis di pinggir lapangan saat ajang Piala Dunia dalam pertandingan Inggris melawan Portugal. Dia tersenyum ramah pada Wood.      

Saat Twain melihat perhatian semua orang sudah terfokus ke arah mereka, dia menunjuk ke arah Beckham yang berdiri disampingnya.      

"Rekan setim kalian dan pesepakbola profesional, David Beckham." Dia sengaja menekankan kata 'pesepakbola profesional'.      

Itulah kata-kata perkenalan yang digunakannya. Dia tidak mengatakan kalau pria itu adalah pemain bintang ataupun bintang iklan terkenal. Dia tidak peduli dengan status dan prestasi pemain diluar lapangan. Setelah mereka memasuki Wilford, mereka berada di wilayahnya, dan itu artinya mereka semua adalah orang-orangnya dan pemain sepakbola profesional.      

Setelah itu, dia menoleh untuk mengamati reaksi Beckham. Beckham tidak menunjukkan ekspresi tidak senang. Dia tersenyum dan menyapa semua orang, "Hai, guys, aku senang kita bisa bermain bersama di masa depan."     

Dia senang Twain memperkenalkannya seperti itu. Kenapa dia datang ke tim Forest? Itu karena dia ingin membuktikan kepada dunia bahwa identitasnya yang sesungguhnya adalah seorang pemain sepakbola dan bukan model iklan atau aktor atau apapun itu.      

Semua orang, termasuk para pemain dan pelatih di lapangan latihan berkumpul di sekitar Beckham.      

Kerslake memperkenalkan para pelatih tim Forest kepada Beckham dan membantunya mengenal tim serta memberitahunya siapa yang harus dicari kalau dia ingin mengajukan pertanyaan spesifik.      

Setelah itu...      

"George," Twain mendorong Wood yang tampak ragu dan berdiri disampingnya.      

Wood akhirnya melangkah maju. Dia berusaha berbicara pada Beckham dengan nada suaranya yang biasa. "Biar kukenalkan pada... pada rekan setimmu." Ucapannya terdengar agak kaku.      

Untungnya, Beckham dan Wood menghabiskan musim panas di timnas Inggris, jadi Beckham sudah tahu tentang karakter dan temperamen pemuda itu. Dia tidak keberatan membiarkan Wood mengenalkannya pada para pemain Forest.      

Semua orang tampak ramah dan tidak menunjukkan ketidaksenangan.      

Setelah urusan saling mengakrabkan diri itu selesai, Twain berbicara. "Istirahat selesai, guys. Kembali ke lapangan latihan."     

Para pemain bangkit satu per satu dan mulai berjalan menuju lapangan latihan.      

Beckham juga harus mengikuti mereka, tapi dia dihentikan oleh Twain. "Tunggu, David."     

"Ya? Ada apa, boss?" Beckham dengan cepat memasuki perannya sebagai salah satu pemain Twain.      

"Yah..." Twain menggaruk kepalanya. Dia sudah memikirkan tentang hal yang harus dikatakannya saat Beckham diperkenalkan kepada para pelatih. Dia sedikit cemas, tapi dia tetap harus mengatakannya, karena ini adalah bagian dari disiplin tim. Disiplin adalah hal yang penting bagi Twain. Dia tidak bisa mengabaikannya hanya karena orang yang melanggar aturan itu adalah Beckham. Kalau tidak, dia takkan mendapatkan rasa hormat dan otoritas dari tim.      

Dia melihat kalau sebagian besar pemain masih belum melangkah jauh dari sana. Kelihatannya mereka tahu dan mereka sengaja menunggu untuk menonton pertunjukan. Dasar anak-anak licik itu!     

"Jadi begini, David. Tim Forest memiliki tradisi yang dimulai sejak aku menjadi manajer di tim ini. Pemain manapun yang terlambat untuk berlatih harus dihukum dengan berlari mengelilingi lapangan." Twain menatap Beckham langsung di mata untuk menunjukkan bahwa dia tidak mengada-ada. "Apa kau lihat barusan mereka beristirahat karena lelah dan terengah-engah/" Dia menunjuk ke arah para pemain. "Mereka baru saja menyelesaikan hukuman lari mengelilingi lapangan dan sedang beristirahat disini. Mereka semua terlambat karena mereka menunggumu di tempat parkir."     

Dia mengatakan hal yang sebenarnya. Anelka adalah satu-satunya orang yang tidak termasuk di dalamnya karena dia tidak peduli dengan Beckham dan sudah bertekad untuk pergi dari sini.      

Beckham menoleh untuk melihat ke arah para pemain dan kemudian kembali menatap Twain.      

"Kau juga terlambat, jadi... kau juga harus berlari mengelilingi lapangan. Delapan kali." Setelah Twain selesai mengatakan itu, dia menatap Beckham dalam diam.      

Si agen, Fuller, tampaknya merasa kurang senang dengan kata-katanya ini. Pemainnya adalah pemain terkenal, David Beckham. Selain itu, keterlambatannya bukan hal yang disengaja. Mereka tidak tahu apa-apa tentang ini. Dia menganggap Twain sudah keterlaluan. Apa-apaan ini? Dia sengaja ingin menunjukkan kekuasaannya di depan pemainku?     

Segera setelah dia melangkah maju, dia melihat Beckham menatapnya penuh arti.      

"Tidak masalah, boss." Beckham mengangkat bahunya. "Aku juga mematuhi aturan seperti ini saat aku bermain di Real Madrid, tapi kami tidak berlari mengelilingi lapangan."     

"Apa hukumannya?" Kerslake, yang selalu tertarik dengan apa yang terjadi di balik operasional klub papan atas, bertanya duluan.      

"Melakukan tendangan bebas." Beckham mengedipkan mata dan tersenyum usil.      

Semua orang tertawa keras, dan suasana yang tadinya canggung akhirnya menghilang.      

Di tengah suara tawa, Beckham berbalik untuk mulai berlari mengelilingi lapangan. Agennya menunggu hingga Beckham berlari agak jauh sebelum dia mendekati Twain untuk mempertanyakan tindakannya barusan.      

Twain berbicara lebih dulu. "Aku tahu apa yang akan kautanyakan padaku, Tn. Fuller. Tapi kuharap kau paham bahwa David masih seorang pesepakbola profesional dan dia ingin orang-orang juga menganggapnya seperti itu. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manajer kepada seorang pemain profesional. Apa kau mau muncul berita negatif bahwa 'David Beckham tampil sok sebagai pemain bintang dan menerima perlakuan istimewa' muncul di media besok?"     

"Err.."     

"Tentu saja, aku tidak akan mengoceh pada pers, tapi kau tidak bisa menjamin bahwa tak ada seorangpun diantara semua orang ini yang akan diam saja melihat perlakuan istimewa yang diterima David Beckham..." Dia mengerucutkan bibirnya. "Kau harus tahu, Tn. Fuller, bahwa aku membantu David Beckham. Kalau David cerdas, dia akan mengerti... Dan jelasnya dia adalah pria yang cerdas. Dia tidak membiarkan orang lain menemukan kesalahannya dan memenangkan dukungan dan kepercayaan dari rekan setimnya. Apa lagi yang perlu kau cemaskan, Tn. Fuller?"     

Ucapannya itu membuat Simon Fuller tak bisa berkata-kata. Dia harus mengakui bahwa tindakan Twain tadi memang masuk akal.      

※※※     

Beckham berlari di sepanjang tepi lapangan latihan. Eastwood mengikutinya, berpura-pura berlari bersamanya dan kemudian mendekatinya.      

"David?"     

"Ah, kau adalah... Freddy Eastwood?" ingatan Beckham memang cukup bagus. Wood hanya menyebutkan nama semua orang satu kali dan dia bisa mengingat nama dan wajah mereka dengan cepat.      

"Panggil saja aku Freddy." Eastwood mengedipkan mata. "Mereka masih memanggilku bocah Romani, tapi aku tidak pernah marah!"     

Beckham tersenyum.      

"Apa kau tidak ada acara malam ini, David?"     

"Ya... kurasa begitu." Beckham memikirkannya. Memang, tidak ada yang benar-benar harus dilakukannya malam ini, dan kalaupun dia sibuk, dia akan harus menjadwal ulang kegiatannya. Dia cerdas dan tahu apa yang tersirat dari kata-kata Freddy.      

"Itu bagus." Eastwood menjentikkan jari-jarinya. "Anak-anak yang lain mempersiapkan pesta penyambutan untukmu. Kita akan minum-minum, nongkrong dan bersenang-senang."     

"Untukku?"     

"Sama seperti berlari keliling lapangan sebagai hukuman, ini juga tradisi kami." Eastwood tertawa senang. "Pemain baru manapun yang bergabung akan mendapatkan pesta seperti ini. Tentu saja, pemain baru ini harus diakui oleh kami semua."     

Ini memang benar. Pesta penyambutan semacam ini harus dipersiapkan sebelumnya. Tapi tim Forest biasanya tidak akan membawa pemain baru selama latihan pra-musim sebelum bursa transfer musim panas ditutup. Setelah berinteraksi dan familiarisasi selama beberapa waktu terhadap satu sama lain, mereka akan mempertimbangkan untuk menyelenggarakan sebuah pesta penyambutan. Kalau pendatang baru itu tidak disambut baik, mereka tidak akan diundang. Untungnya, selama beberapa tahun terakhir, hanya Anelka yang tidak diundang. Dia benar-benar tidak disukai saat pertama kali bergabung dengan tim.      

"Apa boss dan yang lainnya juga ikut?" Beckham melihat sekilas ke arah Twain, yang sedang berbicara dengan agennya di sisi lapangan yang lain.      

"Tidak, tidak satupun dari manajer ataupun staf yang akan ikut. Kalau kami tidak mengundang mereka, mereka takkan diijinkan untuk ikut. Ini pesta khusus untuk para pemain. Kenapa kami harus meminta chief untuk datang dan merusak suasana?"     

Beckham mengangguk. "Baiklah! Aku senang sudah diundang untuk hadir. Apa itu artinya aku... diterima? Seperti dalam Merry Men?"     

"Ya! Sekarang kita satu geng!"     

Keduanya tertawa.      

Suara lantang Kerslake terdengar dari kejauhan. "Freddy Eastwood! Apa yang kau lakukan? Latihannya ada disini, cepat kemari!" Dia melambaikan tangannya dan terlihat agresif.      

Eastwood tidak takut padanya dan menjawab dengan suara melengking tinggi, "Ah! Aku baru ingat kalau aku tadi malas dan masih kurang satu putaran! Aku sedang menebusnya! David bukan satu-satunya. Aku juga pemain profesional!"     

Semua orang di dalam dan di luar lapangan latihan itu tertawa. Bahkan Kerslake yang berwajah garang pun tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum sambil bergumam, "bajingan kecil itu!"     

Melihat para pemain yang tertawa, Beckham teringat bahwa dalam perjalanannya ke kompleks latihan tim Forest, agennya Simon Fuller bertanya padanya apakah dia tahu bagaimana situasi di dalam tim Forest. Dia hanya bisa mengatakan kalau dia tidak tahu. Sebenarnya, dia tidak tahu banyak tentang apa yang terjadi di dalam tim ini. Kesannya tentang tim ini hanya berasal dari teman baiknya, Tony Twain. Dan sebelum dia resmi menjadi anggota tim Forest, Twain tidak pernah mengatakan apa-apa padanya. Dia hanya bisa membayangkan kehidupannya di Nottingham selama dua tahun berikutnya menggunakan empat tahun pengalamannya di Real Madrid, yang bagaimanapun juga, adalah pengalaman terakhirnya sebelum dia tiba disini.      

Sekarang dia merasa bahwa interaksi ini jelas terasa sangat berbeda jika dibandingkan dengan Real Madrid.      

※※※     

Twain masih berbicara dengan Fuller. Dia ingin agen itu memahami pemikirannya dan memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman. Bagaimanapun juga, agen itu tidak hanya bisa mempengaruhi David Beckham, melainkan juga istri dan faktor yang paling tidak stabil, Victoria Beckham. Simon memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Victoria karena dia dulu adalah agen untuk Spice Girls.      

"Tn. Fuller, aku tahu kalian baru saja kembali dari Spanyol. Tapi ini bukan Real Madrid, yang penuh dengan aura kebangsawanan. Ini adalah Nottingham, Hutan Sherwood Robin Hood dan Merry Men." Twain tersenyum lebar kepada si agen. "Kalau kau mampu dan bisa berurusan dengan orang-orang, kau akan mendapatkan dukungan sejati. Kekuatan dan kemurahan hati akan sangat membantu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.