Mahakarya Sang Pemenang

Mencintai Selama 4.5 Milyar Tahun



Mencintai Selama 4.5 Milyar Tahun

0Twain dan Shania menghabiskan Tahun Baru di bangsal rumah sakit. Twain masih berada dalam kondisi kritis saat itu dan tidak satupun dari mereka merasa ingin merayakannya.      

Dia tetap tinggal di rumah sakit selama sebulan dan akhirnya menerima persetujuan Stanley Meley untuk dipulangkan di akhir bulan Januari.      

Saat berita kepulangannya dari rumah sakit dipublikasikan, pintu masuk Royal College of Physician kembali penuh sesak. Media dari seluruh dunia bergegas datang untuk bisa mengambil foto Tony Twain, karena ini akan menjadi penampilan pertamanya di hadapan publik sejak dia dirawat di rumah sakit. Para reporter memiliki pertanyaan yang sudah mereka pendam selama sebulan. Mudah untuk dibayangkan seperti apa pemandangan yang terlihat di pintu masuk utama rumah sakit.      

Agar tidak menimbulkan kesulitan bagi pihak rumah sakit, tidak mengganggu operasional mereka, dilecehkan oleh reporter saat dia baru dipulangkan dari rumah sakit, dan karena Twain suka menentang media, meski dia mengalami penyakit jantung, dia memilih waktu kepulangan yang tak diduga oleh semua orang: jam 1 dini hari.      

Tak perlu dikatakan lagi, waktu yang dirilis oleh rumah sakit kepada publik adalah dia akan pulang sekitar pukul 9 pagi.      

Semua surat-surat yang harus diselesaikan sebelum kepulangannya sudah diurus sejak lama. Saat tiba waktunya untuk pulang, dia berjalan melewati pintu masuk rumah sakit dengan ditemani Shania.      

Semua tempat di sekitarnya, baik itu di depan maupun di samping rumah sakit ataupun di jalanan, semuanya tampak sepi di pukul 1 dini pagi.      

Suhu udara yang membekukan diluar ruangan adalah dibawah nol derajat Celsius dan bisa mengubah air menjadi es. Tidak ada reporter yang menunggu diluar pintu masuk rumah sakit di cuaca seperti ini hanya untuk mendapatkan gambar Tony Twain.      

Tony dan Shania berhasil menghindari para reporter dengan memilih waktu ini. Mereka berjabat tangan dan berterima kasih pada Stanley Meley dan staf rumah sakit lainnya yang telah merawat Twain selama sebulan terakhir di pintu masuk rumah sakit sebelum kemudian meninggalkan tempat itu dengan tenang.      

Keduanya tidak kembali ke rumah di Branford Garden Lane No. 13. Alih-alih, mereka berkendara langsung ke sebuah lingkungan mewah di dekat Lace Market, dimana Shania telah membeli rumah disana sebelumnya.      

Tidak seperti rumah lama Twain, rumah ini tidak dikenal oleh media. Twain tidak perlu khawatir tentang para reporter yang menunggu untuk menyergapnya diluar pintu rumahnya.      

Perubahan tempat tinggal ini telah diatur sebelumnya oleh dokter. Stanley Meley ingin Tony Twain memulihkan diri dengan tenang setelah dia pulang dari rumah sakit. Twain sebaiknya tidak melakukan atau mempedulikan apapun selain memulihkan diri. Ini artinya dia harus mengambil jarak dari media sejauh mungkin. Kalau media ingin mengetahui kabar terakhir tentang Twain, mereka bisa menghubungi Pierce Brosnan, dimana Brosnan dengan senang hati akan memainkan peranan sebagai 'juru bicara Tony Twain' terkait semua hal yang berkenaan dengan Twain.      

Tidak ada surat kabar olahraga di dalam rumah. Televisi juga tidak akan pernah digunakan untuk menonton saluran olahraga.      

Twain harus berolahraga ringan selama setengah jam setiap hari, berhenti minum alkohol dan merokok, dan mengembangkan sebuah rutinitas harian dengan tidur dan bangun lebih awal.      

Dia harus memulai sebuah hidup baru disini.      

Staf medis yang dipekerjakan khusus oleh Shania mulai bekerja, dan saat itulah Shania akhirnya bisa lepas tangan dari semuanya dan beristirahat.      

Dalam sekejap mata, satu bulan telah berlalu.      

Menjelang akhir Februari, Shania mempublikasikan sebuah posting di situs web resminya dan berterima kasih kepada para fans atas perhatian mereka, dan dia juga mengumumkan tanggal dimana dia akan kembali bekerja, yakni selama Pekan Mode Milan untuk Musim Semi.      

Caranya yang keras kepala dalam menangguhkan beberapa pekerjaan secara mendadak telah membuatnya kehilangan sebagian besar iklan merk ternama dan juga sejumlah popularitas. Tidak ada yang peduli alasan apa yang dimilikinya untuk menolak pekerjaan. Industri modeling sangatlah kompetitif dan brutal, jadi dia harus mulai dari bawah lagi, bahkan meski dulu dia adalah seorang supermodel. Dia harus bekerja keras di catwalk dan memenangkan kembali iklan dan popularitas yang hilang dengan menggunakan kemampuannya.      

Twain sedikit khawatir apakah Shania bisa kembali ke puncak, tapi Shania terlihat penuh percaya diri dan berjuang keras.      

Dia tampak sangat bersemangat sejak hubungannya dengan Twain telah terkonfirmasikan. Tidak ada satupun masalah di tempat kerja yang penting baginya.      

Kalau bukan karena fakta bahwa Twain sedang tidak sehat, dia pasti sudah akan memberikan tubuhnya pada pria itu sejak lama...      

Memasuki bulan Maret, Shania mulai berlatih keras untuk pagelaran busana yang akan datang dan jadi sangat sibuk dengan pekerjaan. Perawatan untuk Twain ditinggalkan di tangan seorang perawat pria bernama Albert Douglas.      

Berbicara tentang Tn. Douglas, dia adalah seseorang yang telah dipilih secara khusus oleh Shania setelah melewati banyak tes. Dia adalah pria yang bersungguh-sungguh dan sangat teliti tentang pekerjaannya. Tadinya, ketegasannya menyiksa Twain, tapi dia segera sadar bahwa satu-satunya pilihan untuknya adalah menyerah saat melawan seorang individu yang bahkan lebih keras kepala dibandingkan dirinya. Karena itu, dia menjadi patuh dan mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh Tn. Douglas.      

Memaksa dirinya berhenti merokok dan minum alkohol adalah sesuatu yang menyiksa Twain secara fisik dan mental. Baru setelah sebulan berusaha melakukannya, dia sadar bahwa dia bisa tidur dengan baik tanpa memikirkan tentang rokok dan alkoholnya.      

Di mata Twain, bagian terbaik tentang Tn. Douglas tidak ada hubungannya dengan sikap profesionalnya terhadap pekerjaan atau prestasinya sebagai seorang perawat, melainkan bagaimana dia bisa memasak masakan Spanyol yang asli!     

Twain merasa sangat senang setelah dia datang.      

Ini memaksa Shania untuk melupakan gagasan memberi makan Twain dengan hasil masakannya setelah dia merasakan masakan Tn. Douglas.      

Hari-hari berlalu dengan tenang. Twain akan pergi check-up ke rumah sakit setiap 10 hari sekali dengan ditemani Douglas. Mereka membuat setiap kunjungannya tidak tampak mencolok, dan dia tidak akan bicara banyak saat ada reporter yang memergokinya. Caranya memakai kacamata hitam dan bertampang muram membuatnya terlihat seperti seorang bintang film yang tampak sombong dan bukannya seorang manajer sepakbola.      

Kabar yang diterimanya di rumah sakit semakin baik di setiap kunjungannya dan jarak waktu check-upnya semakin panjang.      

Kedua operasinya, yang dilakukan untuk meningkatkan kondisi jantungnya dan yang dilakukan untuk menanam alat pacu jantung, juga sukses.      

Di hari terakhir bulan Maret, Twain mengunjungi rumah sakit untuk melakukan check-up lagi.      

Setelah melakukan check-up, Meley bertanya padanya, "Tn. Twain, kenapa aku tidak mendengar kau mengeluh tentang hidupmu kali ini? Kau selalu berbicara tentang bagaimana perawatmu terlalu tegas padamu, dan bagaimana memintamu untuk berhenti merokok dan minum alkohol itu seperti memintamu menyerahkan hidupmu, kan? Kenapa kau tidak mengatakan hal semacam itu kali ini?"     

Twain menyeringai, terlihat sangat bangga pada dirinya sendiri. "Aku sudah berhenti merokok dan minum alkohol sejak lama. Benar-benar berhenti sepenuhnya."     

"Itu jelas sesuatu yang layak untuk diberi ucapan selamat, Tn. Twain. Ah, benar juga, apa ada area yang membuatmu masih tidak terbiasa di dalam hidupmu saat ini?"     

Twain sedikit ragu, tapi kemudian dia menyentuh hidungnya dan berkata, "Aku sudah memaksa diriku untuk menjauh dari sepakbola selama tiga bulan, tapi aku masih belum terbiasa hidup tanpanya."     

Stanley Meley tersenyum sambil mengangguk. "Kurasa kau takkan terbiasa dengan itu. Sebenarnya, kurasa sudah saatnya kau memulai kembali gaya hidupmu sebelum ini."     

Tadinya, Twain tidak memahami apa yang dikatakan oleh Meley, itulah sebabnya kenapa dia masih tetap duduk disana dan diam tak bergerak selama sesaat. Ketika kata-kata itu akhirnya mulai meresap di benaknya, dia cukup terkejut. "Maksudmu, aku bisa mulai bekerja lagi?"     

Meley menggelengkan kepalanya. "Tidak, bukan itu maksudku, Tn. Twain. Yang ingin kukatakan adalah... Jantungmu sudah cukup baik sekarang, jadi kau bisa mulai membuat dirimu senang, tapi kau masih tidak boleh pergi bekerja dulu. Pada dasarnya, aku ingin kau mempersiapkan jantungmu untuk masa depan saat kau kembali bekerja."     

Twain sedikit kecewa mendengar kata-katanya itu tapi dia segera mendapatkan kembali optimismenya. "Itu juga bagus. Setidaknya sekarang aku bisa tahu berapa peringkat Forest..."     

Meley sedikit terkejut. "Kau masih belum tahu?"     

"Aku tidak melihat atau mendengar apapun terkait sepakbola selama ini. Bagaimana mungkin aku bisa tahu?"     

Meley mendesah panjang setelah mendengar kata-kata Twain. "Kukira mungkin kau masih mengikuti satu atau dua hal tentang situasi terkini di timmu. Aku sama sekali tidak mengira kau akan benar-benar menutup 'sepakbola' dari hidupmu."     

"Aku melakukan apa yang kukatakan – selalu." Twain merasa bahwa sangatlah normal bagi seorang pria untuk selalu memegang kata-katanya.      

"Yah, kurasa ada baiknya kau tidak tahu." Meley tersenyum lagi. "Mencaritahu sendiri akan selalu lebih baik daripada mengetahuinya dari orang lain. Ah, Tn. Twain, kau juga bisa berhenti melakukan check-up begitu sering. Kau hanya perlu kembali untuk check up satu kali setiap setengah tahun, seperti yang diharapkan dari seorang pria 40 tahun yang normal. Kau pulih jauh lebih cepat dari yang kuantisipasi."     

Twain senang mendengar kata-kata ini. Setelah kau sakit barulah kau sadar betapa pentingnya kesehatan itu. Sekarang setelah dia jatuh sakit, harapan terbaik yang paling ingin didengarnya dari orang lain bukan agar dia sukses dalam pekerjaannya atau memiliki tahun yang sukses di depannya, melainkan agar dia selalu sehat.      

Mereka mengucapkan selamat tinggal pada Meley dan meninggalkan rumah sakit tidak lama setelahnya. Douglas pergi ke tempat parkir dan mengambil mobil sementara Twain berdiri didekat jalan raya dan memandang ke arah kios koran di seberang jalan.      

Aneka surat kabar dan majalah yang berwarna warni dipajang di kios koran berwarna hitam itu. Tapi, Twain tidak menyeberang jalan untuk membeli surat kabar selama jeda waktu yang dibutuhkan Douglas untuk menghentikan jip Mercedes putih itu di depannya.      

Tony mungkin terlihat gembira karena dia bisa mengetahui kabar berita tentang Nottingham Forest saat dia berbincang-bincang dengan Meley, tapi sekarang setelah dia punya kesempatan untuk mencari tahu sendiri, dia merasa takut. Dia merasa khawatir dengan kabar berita yang akan didengarnya; karena dia menduga timnya tidak tampil baik bahkan sebelum dia mendengar kabar berita tentang tim.      

Situasinya cukup kacau saat dia masih menjabat sebagai manajer disana dan menurutnya Dunn juga takkan bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik dibandingkan dirinya dan membalikkan situasi. Kalau Dunn bisa melakukannya, maka dia pasti sudah memenangkan setidaknya satu pertandingan saat dulu dia mengambil alih posisinya – saat Twain terkena skorsing tiga pertandingan.      

Mudah untuk membayangkan kesulitan yang dialami Nottingham Forest mengingat mereka tidak punya uang untuk membeli pemain baru dan tiba-tiba saja kehilangan manajer mereka.      

Nottingham Forest adalah tim yang dibangun secara pribadi oleh Twain. Dia sangat akrab dengan setiap bidang, setiap komponen dan setiap orang di dalam tim. Dia bisa mengatakan bahwa timnya tidak tampil baik bahkan dengan mata tertutup.      

Meski demikian, dia masih merasa bahwa jantungnya mungkin belum siap untuk mengetahui apa yang telah terjadi. Dia khawatir berita yang dilihatnya setelah dia membeli sebuah surat kabar adalah berita tentang sebuah tim yang tidak bisa tampil lebih buruk lagi.      

Kalau itu yang terjadi, Twain mungkin akan harus dirawat inap lagi di rumah sakit. Bagaimanapun, pingsan di rumah sakit akan membuat semuanya jadi lebih mudah, dan dia mungkin akan mendapat kesempatan untuk menyaksikan kehebatan alat pacu jantung bertenaga nuklir yang ditanamkan padanya, dan melihat sendiri apakah alat itu cukup kuat untuk membuatnya tetap hidup.      

Douglas menepikan mobilnya di tepi jalan dan melangkah keluar dari mobil untuk membukakan pintunya bagi Twain. Dia sadar bahwa tatapan Twain terpaku pada kios koran di seberang jalan.      

"Apa kau mau aku membelikan beberapa salinan surat kabar untukmu, Tn. Twain?"     

Twain menggelengkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil. "Tidak, tidak perlu. Sekarang masih belum waktunya."     

※※※     

Shania kembali membawa dukungan tiga merk terkenal di dunia setelah pekerjaannya di Milan. Kemampuannya, popularitasnya dan kemampuan Tn. Fasal telah membuat perjalanannya ke Milan menjadi perjalanan yang produktif.      

Saat dia tahu bahwa jantung Twain sudah sembuh, dia sangat senang sampai-sampai langsung mengumumkan bahwa dia akan membawa Paman Tony ke Brasil untuk liburan!     

Twain sangat terkejut. Dia tahu bahwa hanya ada satu alasan mereka pergi ke Brasil untuk liburan. Bagaimana mungkin mereka tidak bertemu dengan orang tua Shania kalau mereka berada di Brasil?     

Bagaimana Twain harus bersikap saat menemui orang tua gadis itu? Meski Shania bersikeras takkan membiarkan orang tuanya ikut campur dalam urusan percintaannya, Twain masih merasa canggung...      

Dia masih ingat terakhir kali dia bertemu orang tua gadis itu. Orang tua Shania memperlakukannya seperti seorang teman yang bisa merawat putri mereka di Inggris. Namun, di pertemuan mereka berikutnya, statusnya telah berubah dari 'wali' menjadi 'menantu'....     

Kesenjangan itu bukanlah sesuatu yang bisa diterima dengan mudah oleh semua orang.      

Tapi, dia tidak bisa menolak usulan Shania setelah melihatnya begitu gembira. Yang bisa dia lakukan hanyalah memaksa dirinya untuk membawa beberapa pakaian musim panas, dan perawat prianya Douglas, yang sangat teliti dalam pekerjaannya, bisa memasak, bisa menyetir, bersedia melakukan apapun tanpa mengeluh, tidak pernah bicara omong kosong dan sangat patuh.      

Ketiganya terbang dari Inggris ke Rio de Janeiro keesokan harinya.      

※※※     

Seperti terakhir kalinya mereka pergi ke Brasil, Twain melihat orang tua Shania menunggu diluar bandara segera setelah mereka keluar dari terminal bandara.      

Shania meninggalkan Twain dan bergegas menuju ke arah orang tuanya setelah dia melihat mereka. Tingkahnya saat itu seperti seorang anak kecil.      

Di sisi lain, Twain berdiri dengan canggung di belakang putri mereka, dimana Douglas berdiri disampingnya dengan tatapan serius di wajahnya.      

Bagaimana caranya menyapa ayah Shania?     

Mungkin memanggilnya sebagai 'Bruce Tenorio'? Apa itu kedengaran terlalu dingin? Bagaimanapun juga, aku adalah pacar putri mereka...      

Atau mungkin memanggilnya 'Ayah'?     

Jangan bercanda! Kami seusia. Yang lebih penting lagi, aku masih belum menikah dengan Shania, jadi itu sangatlah tidak pantas!     

Memanggilnya 'Bruce'? Begitulah dia menyapanya sebelum ini.      

Tapi... haruskah aku menyapanya dengan panggilan seakrab itu?     

Saat Twain termenung, Bruce Tenorio sudah mengulurkan tangan ke arahnya. "Senang melihatmu baik-baik saja, Tn. Twain."     

Jadi, dia mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Tenorio. "Terima kasih atas perhatianmu, Tn. Tenorio. Sudah cukup lama..." Ekspresi dan nada suaranya saat bicara terdengar sedikit tidak alami.      

Tapi, Tenorio tampaknya tidak keberatan. Dia mengulurkan tangan kepada Douglas yang ada disamping Twain.      

"Halo, ini pertama kalinya kita bertemu, Tn. Douglas. Aku adalah ayah Shania, Bruce Tenorio."     

Douglas menjabat tangannya dengan setengah hati.      

Dia bukanlah karakter utama di peristiwa ini dan karenanya tidak peduli dengan anggapan Tenorio tentang dirinya.      

Twain memandang Shania, yang berbincang tanpa henti di pelukan ibunya. Saat itulah mereka bertiga terlihat seperti sebuah keluarga. Shania memang putri mereka dan mereka adalah orang tua Shania.      

Mereka biasanya selalu sibuk dengan hidup mereka masing-masing dan hanya bisa bertemu beberapa kali dalam setahun, yang merupakan alasan mengapa Twain cenderung lupa tentang keberadaan orang tua Shania.      

Mereka yang terlupakan cenderung yang paling merepotkan.      

Kurangnya antusiasme Tn. Tenorio memberitahu Twain bahwa perjalanannya ke Brasil kali ini tidak akan mudah baginya.      

Sinar matahari. Ombak. Pohon palem. Pantai. Wanita cantik dalam balutan bikini... Daripada berlibur di negara seperti ini, aku lebih suka bergelung di rumahku yang dingin dan lembab di Inggris sambil menonton siran ulang pertandingan sepakbola.      

Tenorio tersenyum melihat Shania di pelukan ibunya. "Baiklah, mari kita simpan pembicaraan untuk nanti, Jordie."     

Di saat itulah Shania melepaskan ibunya dan kembail ke sisi Twain. Dia mengaitkan lengannya ke lengan Twain.      

Tubuh Twain masih sedikit kaku saat dia mengikuti Shania ke dalam mobil. Dia tidak lupa mengamati reaksi orang tua Shania dan dia sadar bahwa tidak satupun dari ayah maupun ibu Shania tampak kesal dengan kelakuan Shania.      

Saat itulah Twain menghela nafas lega.      

Shania bersandar padanya saat mereka duduk di bagian belakang mobil. Twain tiba-tiba merasa kalau dia bertindak terlalu pengecut belakangan ini. Kenapa dia tidak bisa bertindak seperti terakhir kali mereka bertemu dan tersenyum serta penuh canda? Kenapa dia bertingkah sangat pendiam kali ini, hampir seperti respon seseorang saat mereka bertemu dengan orang lain yang lebih tua daripada mereka?     

Berkebalikan dengan ini, Shania sama sekali tidak menahan diri dan dia melekat pada Twain seperti gurita. Dia tidak terlalu memperhatikan Douglas, yang duduk disamping mereka dan menjadi orang ketiga.      

Sepertinya Shania bermaksud menunjukkan pada orang tuanya tentang seberapa jauh hubungannya dengan Paman Tony.      

※※※     

Dalam perjalanan pulang ke rumah, baik Tenorio dan istrinya menunjukkan perhatian pada kesehatan Twain. Mereka bertanya padanya tentang hal-hal terkait masalah jantung dan suasana di dalam mobil masih bisa dianggap cukup bersahabat.      

Setelah mereka tiba di rumah Shania, mereka mulai berbenah di kamar masing-masing. Shania tinggal di kamarnya sendiri sementara Twain berbagi kamar tamu dengan Douglas, jadi akan lebih mudah bagi Douglas untuk merawat Twain.      

Setelah mereka semua selesai berbenah, Douglas dengan bijak pergi ke balkon untuk menikmati pemandangan pantai Copacabana, meninggalkan empat orang lainnya di ruang tengah.      

Alarm peringatan Twain berbunyi. Dia tahu apa yang akan segera terjadi.      

Ibu Shania, Giselle Tenorio, memandang putrinya. "Jordie, bukankah ada sesuatu yang perlu kau katakan pada orang tuamu?"     

Shania cemberut dan menjalin lengannya dengan lengan Twain. "Kupikir aku sudah membuat semuanya cukup jelas."     

Twain merasa kalau dia sama sekali tidak bisa berkata apa-apa dalam pembicaraan keluarga seperti ini. Dia hampir seperti latar belakang yang dilihat oleh seseorang di bioskop. Satu-satunya hal yang perlu dilakukannya adalah menunjukkan seberapa dalam cinta mereka terhadap satu sama lain, dan ... tetap diam kecuali kalau dia ditanya.      

Ayah Shania, Bruce Tenorio, membuka mulutnya untuk bicara. "Jujur saja, aku tidak terlalu terkejut dengan perkembangan ini." Dia menoleh untuk berbicara kepada istrinya sambil meletakkan tangannya dengan lembut di atas tangan istrinya. "Jordie kami selalu menjadi anak yang spesial. Dia tidak pernah bereksperimen dengan anak lelaki seusianya. Aku masih ingat pernah bertanya kenapa. Kau tahu apa jawabnya? Dia cemberut dan berkata, 'Mereka semua terlalu kekanak-kanakan!' Haha!"     

Tn. Tenorio tidak bisa menahan tawa saat dia membicarakan tentang Shania kecil.     

"Aku tidak akan pernah melupakan wajah Jordie yang masih berusia sembilan tahun saat dia mengucapkan kata-kata itu. Dia terlihat serius dan kesal." Bruno Tenoria mengalihkan tatapannya ke Shania. "Kami menyimak wawancara yang kau lakukan di Hollywood, Jordie. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ini adalah urusan yang memang hanya menyangkut tentang dirimu. Tidak satupun dari kami pernah campur tangan dengan apa yang kaulakukan selama kau tumbuh besar. Kami selalu memberimu sebanyak mungkin kebebasan, dan kami bermaksud untuk tetap melakukan itu. Kau punya hak untuk memilih siapa yang kau cintai dan yang tidak. Ibumu dan aku tidak akan pernah menentangmu."     

Twain menghembuskan nafas lega setelah dia mendengar kata-kata ini dan tubuhnya yang tadinya tegang perlahan mulai rileks.      

Shania merasakan perubahan ketegangan di tubuh Twain. Gadis itu memandang ke arahnya dan tersenyum, terlihat sangat senang dengan apa yang barusan didengarnya.      

"Tapi, ibumu masih merasa sangat kesal karena kau tidak memberitahu kami kalau kau jatuh cinta dengan seseorang, Jordie," lanjut Tenorio.      

Shania nyengir. "Tapi aku membawanya kemari agar kalian bisa menemuinya! Sebenarnya, aku masih punya hal lain di benakku. Aku berencana untuk menikah dengan Paman Tony tahun ini!"     

Tatapan bingung terlihat di wajah kedua orangtuanya saat mereka mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Shania.      

Twain hanya perlu melihat satu kali untuk tahu bahwa orang tua gadis itu sama sekali tidak menduga kabar ini.      

Kelihatannya sekarang masih belum waktunya untuk rileks...      

"Kau tidak boleh melakukan itu!" penolakan Giselle keluar dari mulutnya tanpa memikirkanya lebih dulu. Senyum yang kadang terlihat di wajahnya menghilang.      

"Jordie, kuharap kau mempertimbangkan kembali hal itu." Ayahnya, Tn. Tenorio, menunjukkan ekspresi serius di wajahnya.      

"Aku tahu..." Shania mengangkat bahu dan menghela nafas. "Kalian hanya memberiku kebebasan untuk memutuskan hal-hal sepele. Kalian akan selalu melakukan ini kapanpun ada hubungannya dengan sesuatu yang penting."     

"Jordana." Suara ayahnya terdengar dingin. "Kami mungkin setuju kau menjalin hubungan dengan Tn. Twain, tapi itu bukan berarti kami setuju dengan pernikahanmu. Pernikahan adalah urusan serius. Bagaimana mungkin kau memutuskannya semudah itu?"     

"Shania, kalau kau menikah terlalu dini, apa yang akan terjadi dengan karir modelingmu? Atau karirmu di Hollywood? Apa kau paham dengan hal-hal yang harus dikorbankan oleh seorang wanita saat dia menikah?" kata-kata ini berasal dari ibu Shania.      

Twain ingat bahwa ibu Shania juga pernah menjadi model di masa lalu. Tapi, dia meninggalkan dunia modeling setelah menikah dengan ayah Shania dan jarang muncul di hadapan media sejak saat itu.      

Shania pernah berkata bahwa darah Cina mengalir dalam garis keturunan ibunya dan kelihatannya itu memang benar. Sudut pandang tradisional tertentu memang sulit untuk diubah...      

Dengan keras kepala, Shania menolak untuk menyerah. Sisi keras kepalanya muncul lagi. "Kalau aku punya kebebasan untuk jatuh cinta dengan siapapun yang kumau, lalu kenapa aku tidak punya kebebasan untuk menikahi siapapun yang kuinginkan? Aku ingin menikah dengan Paman Tony tahun ini. Aku tahu dengan jelas apa dampaknya pada pekerjaanku. Aku bukan bocah yang tidak tahu apa-apa!"     

Twain tidak bisa menahan diri kecuali berdehem setelah melihat suasana yang menyenangkan hampir menghilang. "Maafkan aku... Apa kalian keberatan kalau aku mengatakan beberapa patah kata? Bagaimanapun juga, aku memainkan peranan dalam hal ini..."     

Ketiganya mengalihkan tatapan mereka padanya.      

Twain menggaruk kepalanya, lalu berkata, "Darimana aku harus memulai? Jujur saja, aku baru menyadari siapa yang kucintai sekitar tiga bulan yang lalu. Aku sedikit bodoh tentang hal-hal semacam ini. Tapi Shania telah mencintaiku selama lima tahun, dari sejak awal kami bertemu. Cinta yang kami miliki sedikit unik. Tadinya, aku memperlakukannya sebagai teman mudaku, dan kadang-kadang aku menyebut diriku sebagai 'wali pengganti' baginya di Inggris. Aku lebih tua 22 tahun darinya. Aku tidak bisa melepaskan diri dari fakta itu. Aku hanya..." Dia memandang Bruno Tenorio, "lebih muda beberapa tahun darimu, Tn. Tenorio. Fakta bahwa kami bisa bersama-sama saat ini adalah sebuah keajaiban, khususnya setelah aku berhasil selamat dari serangan jantung dan mengalami peristiwa yang begitu besar dalam hidupku. Shania terus berada disisiku sepanjang waktu, bahkan meski dia harus mengorbankan iklan merk ternama yang mendukungnya. Aku bukan pria yang religius, tapi aku hanya bisa berterima kasih pada takdir untuk itu."     

"Kurasa aku bisa memahami kekhawatiran dan perhatian kalian semua, tapi di waktu yang sama, aku juga bisa memahami perasaan Shania. Tanggal 9 September tahun ini, aku merayakan ulang tahunku yang ke empat puluh. Separuh hidupku sudah hilang dan aku bukan lagi orang yang sehat tanpa cacat. Aku punya alat pacu jantung bertenaga nuklir yang dipasang disini. Aku tidak tahu kapan aku akan tiba-tiba... pingsan lagi. Bagi Shania, aku adalah seseorang yang hidup dalam bahaya terus menerus. Dia tidak tahu kapan dia akan kehilangan diriku selamanya, dan sama sepertinya, aku juga tidak tahu kapan aku akan kehilangannya. Jadi, bagi kami berdua, setiap menit yang bisa kami habiskan bersama terasa sangat berharga. Kami tidak bisa menyia-nyiakan satu menit atau bahkan satu detik sekalipun. Alasan kenapa Shania sangat putus asa ingin segera menikah pastilah karena dia ingin menghargai masa kini."      

"Shania mencintaiku dan aku juga mencintai Shania. Tidak ada masalah dengan itu. Bagi seseorang seperti yang sudah pernah meninggal dunia satu kali, tidak ada yang membuatku lebih bahagia daripada terbangun dan melihat orang yang kucintai masih ada di sisiku. Kalian berdua tidak bisa membayangkan bagaimana aku menghargai semua yang kumiliki dalam hidupku saat ini... Mungkin kalian merasa skeptis dengan perasaan yang kumiliki pada putri kalian. Sebenarnya, aku tidak tahu berapa tahun lagi yang kumiliki, tapi ada satu hal yang aku yakini... itu adalah sampai saat aku mati, perasaanku untuk Shania takkan pernah berubah."     

Shania tampak terkejut saat Twain mengungkapkan perasaannya yang paling dalam. Bahkan saat mereka berdua saja, Paman Tony selalu bersikap seolah dia adalah orang yang lebih tua dan jarang berterus terang dengan kata-katanya. Dia mengira Paman Tony yang dicintainya adalah seseorang yang tidak pandai bicara, tidak romantis dan tidak tahu bagaimana caranya merayu.      

"Jadi, mempertimbangkan keinginan kami untuk menghargai masa kini, dengan tulus aku ingin meminta kalian berdua agar mengijinkanku menikahi putri kalian." Twain duduk tegak di sofa dan mengucapkan kata-kata itu dengan nada serius.      

"Paman Tony..." Shania sama sekali tidak mengira Tony akan menjadi orang yang menyinggung tentang pernikahan. Tadinya dia mengira kalau Twain tidak ingin menikah terlalu cepat.      

Ibu Shania terlihat seolah dia akan mengatakan sesuatu, tapi suaminya menghentikannya. Bruno Tenorio berkata sambil tersenyum, "Seperti yang bisa diduga dari seorang manajer yang terkenal karena kefasihannya berbicara. Aku tidak meragukan perasaan yang kau miliki untuk putriku, Tn. Twain, sama seperti aku tidak meragukan perasaan yang dimiliki putriku untukmu. Hanya saja apakah kau pernah memikirkan tentang ini, dan aku tidak berusaha mengutukmu, tapi kesehatanmu memang sangat mengkhawatirkan. Kalau suatu hari nanti kau tiba-tiba saja... Apa yang akan terjadi pada putri kami?     

"Ayah!" Shania melompat bangkit. Dia merasa sangat kesal karena ayahnya mengatakan hal semacam itu.      

Twain menarik tangan Shania dan menyuruhnya duduk. Lalu dia memandang Tenorio dan berkata, "Aku tidak bisa menjanjikan apa-apa tentang masa depan. Itulah sebabnya kenapa aku hanya mengatakan bahwa perasaanku untuk Shania tidak akan berubah sampai hari aku mati. Tapi, Tn. Tenorio, apa kau tidak pernah memikirkannya seperti ini? Tak peduli seberapa sehat seseorang terlihat; akan datang hari saat dia akan mati. Mungkin mereka akan menderita penyakit jantung sepertiku atau penyakit lain yang tak tersembuhkan, atau mungkin mereka akan mengalami kecelakaan mobil atau kecelakaan lainnya. Aku tidak berbeda dari mereka. Tidak ada yang tahu kapan mereka akan mati dan tidak ada yang tahu bagaimana caranya mereka akan mati. Daripada mencemaskan tentang kematian, kenapa tidak menjalani hidup dengan semaksimal mungkin? Kalau rasa takut terhadap kematian mencegah orang-orang untuk menikah, maka kurasa takkan ada yang menikah." Dia mengangkat bahu. "Tapi tolong yakinlah bahwa aku tidak akan mati dengan mudah; karena aku masih ingin menikmati semua waktu yang bisa kuhabiskan bersama dengan Shania. Jantungku ini..." dia menunjuk ke dada kirinya, dan tiba-tiba saja terdengar gagah, "Jantungku ini bertenaga nuklir! Umur-paruh radioaktif ini akan menjadi durasi cintaku untuk Shania."     

Shania tiba-tiba saja memeluk Twain dari belakang dan membenamkan wajah ke pundaknya. Tiba-tiba saja dia teringat dengan apa yang dikatakan Tn. Fasal kepadanya sore itu di Amerika.      

"Sebenarnya, setelah kau berhasil masuk ke dalam hati mereka, kau akan menerima sambutan paling hangat yang bisa kau terima. Hanya saja para bajak laut itu cenderung sembrono, jadi mereka tidak terlalu memperhatikan orang lain dan hal-hal lain di sekitar mereka. Tapi setelah mereka memperhatikan... Aku harus mulai memikirkan tentang apa hadiah terbaik untuk pernikahan kalian berdua."     

Mendengar kata-kata ini, Bruno Tenorio merentangkan tangannya dan tersenyum kepada istrinya. "Apalagi yang bisa kami katakan? Bahkan aku tidak pernah mengatakan kata-kata itu padamu saat aku masih muda, Giselle. 'Umur-paruh radioaktif ini akan menjadi durasi cintaku padamu'... Kelihatannya putri kita sudah menemukan pasangan terbaik untuknya."     

Dia menoleh dan memandang Twain sambil tersenyum. "Tapi Tn. Twain, apa kau benar-benar sudah siap memanggilku 'ayah'?"     

Twain memang bersikap seperti seorang pria sejati barusan, tapi kata-kata Bruce membuatnya tertegun.      

Memanggil seorang pria yang beberapa tahun lebih tua darinya dengan panggilan 'ayah'...     

Shania masih terus bersandar di pundaknya. Pikiran gadis itu masih terbenam dalam pernyataan cinta Twain barusan, dan dia sama sekali tidak menyadari kesulitan yang dihadapi Paman Tony-nya.      

Twain tidak bisa mengandalkan Shania untuk membantunya. Dia sedang berada dalam dilema terkait apa yang bisa dilakukannya untuk sementara, tapi pada akhirnya dia membuat keputusan yang tepat di dalam situasi ini.      

Lupakan saja; toh kami tidak akan bertemu setiap hari! Mari kita berpura-pura aku masih berusia 26 tahun sekarang!     

"Ayah!" seru Twain, suaranya terdengar kaku.      

Dia tidak berhenti sampai disana. Dia menoleh ke arah Giselle Tenorio disampingnya dan berteriak dengan nada suara yang sama, "Ibu!"     

Bruce Tenorio tertawa terbahak-bahak, dan dia menepuk tubuh Twain yang kaku. "Kau memang pria yang baik, Tn. Twain. Aku tahu aku bisa meninggalkan Jordie di tanganmu. Nikmatilah waktu yang kalian miliki bersama!"      

Twain tersenyum kaku.      

"Apa kau lapar? Ayo kita makan. Kami akan mentraktirmu sebagai hadiah pertunangan kalian!"     

Setelah mengatakan itu, dia membantu istrinya bangkit berdiri sebelum keduanya melangkah keluar bersama-sama.      

Twain bangkit berdiri untuk menyusul mereka tapi menyadari bahwa Shania masih bersandar pada dirinya. Dia menoleh ke belakang dan melihat Shania menegakkan kepalanya, pipinya tampak kemerahan. Dia terlihat malu-malu, tapi masih tampak sedikit keusilan di selaput pelangi matanya yang berwarna cerah.      

"Bagusnya aku masih belum lupa pelajaran ilmu kimiaku.... Paruh-waktu uranium 238 adalah 4.5 milyar tahun. Paman Tony, kau harus mencintaiku selama 4.5 milyar tahun!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.