Mahakarya Sang Pemenang

Akhir Sebuah Hubungan



Akhir Sebuah Hubungan

0Twain memang sedang dalam sebuah krisis.      

Babak pertama sudah berakhir dan timnya tertinggal 0:1 di kandang. Pria tua Scolari itu berbeda dari dua pendahulunya, tapi mungkin ini disebabkan karena keinginan pribadi Abramovich yang mulai terwujud. Scolari, setelah mendapatkan wewenang, lebih menekankan pada kontrol bola atau apa yang dinamakan "sepakbola indah". Sebagai manajer tim yang baru, memenuhi tuntutan presiden klub adalah sebuah kewajiban.      

Tapi bagi Twain, semua pengetahuannya tentang Chelsea telah dihancurkan.      

Dari sejak awal pertandingan, Chelsea di kandang lawan sangatlah agresif dalam menyerang dan agresi ini benar-benar diluar ekspektasi para pemain Nottingham Forest.      

Tak peduli berapa kali Chelsea berganti manajer, persaingan mereka dengan Nottingham Forest tidak akan pernah hilang kalau para pemainnya masih sama. Baru 3 bulan berlalu sejak akhir final Liga Champions UEFA, tidak cukup waktu bagi mereka untuk melupakan siapa yang membuat mereka kalah di dalam kejuaraan itu.      

Serangan agresif mereka berbuah gol. Dan hanya dalam waktu tiga belas menit, tim tandang Chelsea sudah unggul. Akan tetapi, kali ini, Nottingham Forest tidak bisa menembakkan bola ke gawang lawan setelah serangan agresif itu.      

"Sebenarnya ini kandang siapa?" tanya John Motson dengan ragu.      

Itu juga menjadi pertanyaan Twain.      

Pertemuan pertama dengan Chelsea setelah mereka berganti manajer benar-benar membuatnya merasa tidak familiar. Scolari sama sombongnya seperti para pendahulunya tapi dia terlihat rendah hati sebelum pertandingan ini dimulai. Twain merasa kalau dia pasti menahan diri dari merencanakan sesuatu yang buruk.      

Sekarang baru babak pertama, tapi keunggulan psikologis yang mereka kumpulkan dari pertemuan dengan Chelsea sebelum hari ini mulai menghilang. Twain merasa bahwa dia seharusnya mengevaluasi ulang lawan, karena Chelsea yang ini bukan lagi Chelsea milik Mourinho melainkan Chelsea milik 'Big Phil'. Chelsea di era Grant masih membawa kepribadian Mourinho, tapi hal itu mulai menghilang sedikit demi sedikit sejak Scolari menjadi manajernya.      

Sebagai contoh, permainan mereka yang berbuah gol lebih enak dilihat daripada permainan tim Mourinho.      

Abramovich ingin melihat sepakbola indah jadi dia memecat Mourinho dan Grant yang membawa tim ke final Liga Champions UEFA untuk mempekerjakan pria Brasil, Scolari. Tapi, dari apa yang diketahui Grant tentang Scolari, berapa lama adegan ini bisa bertahan?     

※※※     

Twain sedang menghadapi dilema. Selama dia melatih Nottingham Forest, peluang mereka untuk menang bisa mencapai 87% selama mereka berhasil mencetak gol pertama. Hal ini sesuai dengan apa yang dikenal dari Nottingham Forest – mencetak gol lebih dulu dan kemudian bertahan terhadap serangan balik. Berhasil mencetak gol setelah itu akan semakin meningkatkan keunggulan mereka, sementara tidak berhasil mencetak gol juga bukan berarti mereka akan kalah. Skor 1:0 adalah hasil bagus yang masih bisa diterima.      

Dalam situasi itu, lawan mereka hanya akan punya dua opsi – baik mereka jadi semakin tidak sabaran atau mereka tidak melakukan apa-apa dan kalah.      

Saat ini, Twain berada dalam posisi lawan di skenarionya. Jalur mana yang akan dipilih olehnya?     

Selama jeda turun minum, dia banyak bicara pada timnya, mengatakan pada mereka bahwa mereka tidak boleh kalah dari Chelsea di stadion kandang dan meminta mereka untuk terus menyerang dari sayap. Selain itu, dia juga meminta Eastwood agar tidak selalu berlari keluar dari kotak penalti untuk menjemput bola. Ada lima gelandang di tim jadi bola pasti akan dioper ke arahnya, tapi kalau dia selalu saja berada jauh dari mulut gawang, bagaimana dia bisa langsung mengancam gawang Chelsea?     

Tentang hal ini, Eastwood punya kesulitannya sendiri. Sebelum ini, dia selalu dipasangkan dengan striker-kedua yang kuat, seperti misalnya van Nistelrooy, Bendtner ataupun Viduka. Striker-kedua bertanggungjawab mengalihkan perhatian bek lawan sehingga Eastwood bisa menyerang dengan bebas di dekat kotak penalti. Tentu saja, hal ini meningkatkan level ancaman Eastwood.      

Tapi sekarang? Dia menjadi penyerang tengah, karakter utama dan target utama bagi bek tengah lawan. Dibawah tekanan konstan bek tengah yang kuat seperti Terry, bisa memastikan bola mencapai kakinya tanpa dicuri sudah menghabiskan seluruh energinya, bagaimana mungkin dia bisa mencetak gol setelahnya? Selain itu, postur tubuhnya bukan seperti penyerang tengah yang kuat. Dia seringkali kehilangan bola setelah ditekel lawan.      

Bagaimana mungkin Twain tidak tahu kesulitan yang dihadapinya? Tentu saja Twain tahu, tapi dia tidak punya pilihan. Siapa yang menyuruhnya untuk tidak memasukkan bocah Denmark itu ke dalam daftar tim hanya karena dia ingin menghukum Bendtner?     

Bahkan tanpa persaingannya dengan Chelsea, Twain tidak akan membiarkan timnya kalah dari Chelsea, karena itu sama artinya dengan memberitahu Bendtner bahwa tim Twain tidak mampu bermain tanpa dirinya.      

"Aku tahu kau sedang kesulitan, Freddy. Kami takkan membiarkanmu menjadi titik serang, kau hanya perlu menahan bola, tinggalkan sisanya pada...." Dia menunjuk ke arah Ribery dan van der Vaart. "Kalian berdua bersiaplah untuk menyerang, tembakkan lebih banyak bola."     

Pada dasarnya ini memungkinkan Eastwood untuk menciptakan peluang bagi rekan setimnya yang menyerang dari sayap.      

Pria Romani itu mengangguk, tapi dia tidak tahu apakah dia masih bisa memenuhi 'peranan penyerang tengah'. Jujur saja, dia tidak begitu yakin...      

"Bersabarlah, kita pasti akan menemukan celah di lini pertahanan mereka. Aku merasa kalau Scolari akan terus menyerang di babak kedua, maka pasti akan ada masalah yang muncul di lini pertahanan mereka."     

※※※      

Selama babak kedua, Chelsea memang melanjutkan serangan mereka, dan ada celah di dalam lini pertahanan mereka. Tapi sama dengan ini, Nottingham Forest, yang tidak sabaran untuk menyamakan kedudukan, juga punya masalah di lini pertahanan mereka.      

Selama pertandingan ini, taktik Twain yang menggunakan dua gelandang bertahan tidak berhasil dengan sukses. Rentang serangan aktif George Wood masih seluas biasanya, tapi gaya berlarinya membatasi kemampuan Tiago, dan dengan kebiasaan Wood yang suka melakukan semuanya sendirian, Tiago tidak bisa beradaptasi dengan itu. Ini adalah pertama kalinya mereka bermain bersama, jadi masih bisa dipahami kalau mereka masih belum saling mengerti satu sama lain.      

Karena itu, penampilan dua gelandang bertahan ini tidak lebih baik dari memiliki satu gelandang bertahan. Pada akhirnya, Wood menyadari hubungannya yang buruk dengan Tiago, tapi masalah yang lebih besar akhirnya muncul – beberapa peluang penguasaan bola akan muncul di antara kedua pemain ini dan keduanya, dengan sinkron, akan membiarkan bola itu untuk yang lain! Berpikir bahwa bola itu milik yang lain, mereka justru menyerahkannya pada pemain Chelsea.      

Chelsea hanya perlu melanjutkannya.      

Drogba mengambil keuntungan dari kesalahpahaman antara dua gelandang bertahan ini, memotong langsung di tengah, menembus lini pertahanan yang tipis dan berhasil mencetak gol. Di menit ke enam puluh lima, tim tandang Chelsea berhasil unggul dengan dua gol!      

Para pemain Chelsea merayakan gol di lapangan. Diluar lapangan, bahkan Scolari melompat liar dengan kedua tangan terangkat, mirip seperti monyet yang enerjik. Tapi, Twain hanya menunjukkan wajah keras.      

Tidak lama setelah kebobolan, dia menggantikan Tiago dengan Arshavin, dan kembali menggunakan satu gelandang bertahan, serta dua striker dalam formasi 4-4-2. Setelah kembali ke formasi yang familiar, tim Nottingham Forest mulai mendapatkan kembali tempo permainan mereka.      

Pertama, Eastwood mengoper bola kembali ke van der Vaart. Pria Belanda itu segera melakukan tembakan panjang ke arah Cech, yang menyelamatkan gawang sambil melompat. Setelah itu, dengan tendangan sudut, sundulan Pepe membentur lengan Ashley Cole, yang sedang berdiri di garis penalti. Para pemain Nottingham Forest mengangkat tangan mereka untuk mengisyaratkan pelanggaran handball, tapi wasit tidak melihatnya dan tidak menghiraukan protes para pemain tim Nottingham Forest.      

Diluar lapangan, Twain menunjuk ke arah matanya sendiri sebagai bentuk protes kepada ofisial keempat, tapi itu percuma saja. Mustahil bagi wasit di lapangan untuk menghentikan permainan dan memberikan hadiah penalti bagi Nottingham Forest. Bahkan meski layar televisi berulang kali menunjukkan bahwa Nottingham Forest diperlakukan dengan tidak adil, wasit tidak akan menggunakan layar televisi untuk mengubah penilaian mereka. Hal ini dilarang dalam aturan FIFA. Tanpa penyerang tengah mereka yang jangkung, Twain membuat timnya tidak sering menggunakan bola atas, lebih menguasai bola di lapangan dan lebih banyak mengoper, sehingga bisa memaksimalkan keunggulan kecepatan beberapa pemain di dalam formasi ini.      

Scolari bisa melihat niatan Twain. Pada saat ini, dia mengisyaratkan pada tim untuk kembali ke formasi – mundur ke belakang untuk bertahan dan tidak memberikan peluang apapun bagi Nottingham Forest untuk memanfaatkan operan dan kecepatan mereka.      

Nottingham Forest tidak menghiraukan pertahanan lawan. Itu hampir seperti serangan total, mereka berusaha keras menyamakan kedudukan. Tapi Nottingham Forest baru bisa menggunakan tendangan bebas untuk menyamakan gol di menit ke delapan puluh dua. Pencetak golnya adalah Gareth Bale.      

Setelah itu, serangan balik Nottingham Forest semakin menggila. Scolari tidak punya pilihan kecuali membuat beberapa pergantian pemain, mengganti striker dengan bek, berharap bisa mengamankan keunggulan satu gol mereka.      

Pada saat ini, dia tidak lagi peduli tentang estetika permainan; mendapatkan tiga poin adalah hal yang paling penting. Kali ini, Scolari jelas bukan tipe yang mendengarkan apa kata bosnya dan dengan patuh memainkan "sepakbola indah".      

Twain menurunkan Petrov untuk menggantikan Ribery yang sudah tak bisa berlari. Substitusi ini dilakukan karena dia tak punya pilihan lain... Tadinya dia ingin mengeluarkan bek dan hanya menyisakan tiga orang lalu terus memperkuat serangannya. Tapi, Ribery sudah terlalu lelah untuk berlari – dia terjatuh di lapangan dengan kaki kiri mengalami kram. Di awal musim, fenomena seperti ini tidak pernah terjadi; kelihatannya efek negatif dari jadwal musim panas yang padat itu mulai terlihat.      

Pergantian pemain ini tidak banyak berpengaruh pada serangan tim. Pada akhirnya, Nottingham Forest kalah di pertandingan kandang pertama mereka, kalah dari Chelsea dengan skor 1:2. Rekor mereka yang tak terkalahkan melawan Chelsea sejak mereka dipromosikan ke Liga Utama kini sudah menjadi masa lalu.      

Saat ada kaitannya dengan rekor, Twain tidak terlalu menganggapnya serius. Sebaliknya, dia merasa bahwa memecahkan rekor itu telah menjadi sebuah berkah, kalau tidak begitu maka para pemainnya akan harus menanggung tekanan yang berat di setiap musim saat mereka harus berhadapan dengan Chelsea.      

Tapi, kalah dalam pertandingan juga bukan hal yang bagus. Kekalahan pertama mereka di musim ini juga telah merusak pertandingan pembuka mereka di kandang; selain itu, mereka juga kehilangan muka di hadapan Bendtner. Kalah dalam pertandingan ini sama saja seperti memberitahu Bendtner bahwa tim ini takkan bisa menang tanpa dirinya...     

Inilah yang membuat Twain merasa sangat marah.      

Selama konferensi pers paska pertandingan, seorang reporter yang ingin mencari masalah sengaja bertanya kenapa Bendtner tidak muncul di bangku cadangan pertandingan ini, karena sejauh yang dia tahu, penyerang tengah Denmark itu tidak sedang cedera atau dalam kondisi buruk.      

Twain menatap marah pada reporter wanita itu, "Dia sedang kena wasir, apa kau bisa memahami itu?"     

Setelah pertanyaannya berbalik menyerangnya, wanita itu menatap Twain dengan marah dan kembali duduk di kursinya.      

Setelah meninggalkan stadion City Ground, Twain menghubungi Allan Adams, mencoba mengetahui apakah ada kabar terbaru tentang transfer Bendtner.      

Sebenarnya, seandainya Nottingham Forest memenangkan pertandingan ini, Twain mungkin akan mengubah rencananya untuk menahan Bendtner dengan paksa, dan menunjukkan sikap seorang pemenang di hadapannya. Tapi, sekarang setelah dia kalah dalam pertandingan, Bendtner harus pergi. Dia tidak bisa mentolerir seorang pemain yang sudah mengejek kepribadiannya dan pengetahuannya tentang sepakbola tetap berada di dekatnya, dimana mereka harus terlihat baik-baik saja terhadap satu sama lain setiap hari.      

※※※     

Bendtner tidak datang untuk menonton pertandingan, seolah-olah dia bukan lagi anggota tim Nottingham Forest.      

Dia sedang mengemasi barang-barangnya di kondominiumnya sambil menunggu panggilan telepon dengan gelisah. Seperti seorang gadis yang berencana untuk kawin lari, rasa takutnya tidak bisa menutupi rasa gembira dan antusiasmenya untuk masa depan yang indah. Televisi sedang menyala, menunjukkan Nottingham Forest yang menyambut Chelsea di kandang mereka. Dia hanya menonton sebentar, tapi tidak ingin menonton seluruh pertandingan.      

Setelah Chelsea mencetak gol kedua, Juric menghubunginya. "Mereka janji akan membawamu pergi, Nicklas."     

Setelah mendengar kabar berita ini dari agennya, Bendtner duduk di sofa, merasa tertarik untuk menonton pertandingan. Bagaimanapun juga, dia telah memakai jersey merah selama empat tahun.      

Melihat rekan-rekan setimnya di lapangan yang menyerang dengan ganas sementara beberapa diantara mereka berlarian seperti ayam tanpa kepala, dia benar-benar tidak tahu bagaimana perasaannya tentang ini. Nottingham Forest jarang terlihat tak berdaya seperti ini, seolah-olah tak ada cara lain untuk mencetak gol kecuali dengan tembakan panjang. Ribery dan Lennon sudah menyerang dengan gencar, tapi tidak banyak yang bisa mereka lakukan di hadapan Chelsea yang menarik mundur lini pertahanan mereka. Mereka tidak punya pilihan selain melepaskan bola pada lawan setelah berhasil menerobos...      

Kalau dia berada di lapangan, gelandang mereka akan bisa mengirim bola ke kepala atau ke kakinya. Terlepas dari apakah dia akan mencetak gol atau memberikan assist bagi rekan setimnya, dia akan bisa menghidupkan serangan Nottingham Forest.      

Kamera menyorot pinggir lapangan dimana Twain sedang mengarahkan pertandingan. Dia mengisyaratkan agar tim melakukan lebih banyak tembakan panjang, tapi dia terlihat mengancam, dan itu membuatnya terlihat seperti dia sudah hampir gila.      

Media pernah memberi nama julukan 'badut' pada Twain, tapi julukan ini berbeda dari yang diberikan pada Aimar. 'Badut' yang ini memiliki konotasi yang memalukan dan tampak jelas. Tapi saat Bendtner melihatnya di televisi saat ini, dia sadar bahwa nama julukan itu memang sempurna untuk Twain. Dia memang benar-benar seorang badut...      

Menjelang akhir pertandingan, Nottingham Forest berhasil mencetak gol, tapi hal itu tidak mengubah hasil pertandingan. Dengan wajah muram, Twain segera meninggalkan lapangan. Bendtner mematikan televisi dan kembali mengemasi barang-barangnya.      

Sekarang, dia tidak lagi peduli dengan apa yang terjadi pada Nottingham Forest dan Tony Twain.      

※※※     

"Allan, bagaimana tanggapan Manchester City?" Twain tidak tahu kabar terakhir transfer ini.      

"Masih belum ada jawaban dari mereka."     

"Kurasa... Allan, apa menurutmu harga yang kita minta terlalu tinggi?"     

"Tidak, Tony. Seperti yang dikatakan teman reportermu, tiga puluh juta adalah harga yang pantas untuk membeli penyerang tengah masa depan Nottingham Forest. Jangan cemaskan tentang berbagai hal disini, serahkan semuanya padaku. Sayang sekali, kau kalah dalam pertandingan."     

Twain cemberut. Apa Allan bermaksud mengatakan padanya agar lebih fokus dalam pelatihan dan pertandingan tim daripada mengurusi bursa transfer dan klub lain, agen si pemain, dan juga ayah dari pemain bintang tertentu?     

"Baik kita dan Chelsea adalah tim sepakbola kelas atas, siapa yang menang atau kalah tidak jadi masalah. Selama kejuaraan ini menjadi milik kita, itulah yang penting."     

Allan tertawa. "Ha ha! Tentu saja, kita akan menunggu gelar juara itu, Tony."     

Setelah menutup ponselnya, Twain meninggalkan ruang ganti yang kosong dan menaiki bus tim.      

"Pulanglah dan istirahat, guys. Pertandingan ini menjadi sebuah pengingat bagi semua orang – ini adalah musim baru, Juara Ganda dari musim lalu sama sekali tidak ada artinya." Di dalam bus, Twain merentangkan tangannya dan berkata, "Lupakan tentang Juara Ganda, sekarang kita harus mulai lagi dari nol!"     

※※※     

Pada hari kedua setelah pertandingan, Manchester City dan Nottingham Forest merilis kabar berita secara bersamaan.      

Penyerang tengah muda dari Nottingham Forest, Nicklas Bendtner, secara resmi ditransfer ke Manchester City, dengan kontrak selama empat tahun dan gaji mingguan 120,000 pounds, dan biaya transfer 30 juta pounds.      

Opera sabun ini akhirnya selesai. Beberapa orang mendapatkan keuntungan, beberapa lagi mendapatkan kerugian. Mereka yang mendapatkan untung juga merugi di waktu yang bersamaan, dan mereka yang rugi... tidak mendapatkan untung sama sekali.      

Tony Twain menolak berkomentar tentang kabar transfer ini, dan tetap diam di kolomnya. Para penonton drama ini tidak tahu bagaimana perasaan Twain setelah kehilangan penerus Ruud van Nistelrooy.      

Haruskah dia merayakan kepergian bocah badung yang tak patuh itu, atau haruskah dia merasa sedih karena empat tahun darah, keringat dan air mata yang dikeluarkannya terbuang sia-sia?     

Beberapa orang mengira bahwa kediamannya adalah bukti kesedihannya. Setelah dikhianati oleh pemain yang paling dihargainya, bagaimana mungkin dia tidak sedih?     

Sebenarnya mereka semua salah. Twain saat ini merasa cemas tentang dua hal penting yang membuatnya selalu mengerutkan kening, bagaimana mungkin dia punya energi untuk mempedulikan bagaimana kondisi bocah Denmark itu? Memangnya kenapa kalau Bendtner pergi? Apa Bumi ini akan berhenti berputar? Apakah Nottingham Forest takkan berhasil memenangkan kejuaraan lain? Apakah Tony Twain akan berhenti minum atau merokok?     

Super Cup di tengah minggu dan biaya transfer 30 juta pounds muncul disertai kekhawatiran yang tak ternilai – Sialan, bursa transfer akan segera ditutup!     

Tapi jujur saja, dalam ketenangan yang kadang muncul, musim panas ini terasa seperti mimpi. Seseorang yang tadinya berada di timnya dan mendengarkan arahannya kini memakai jersey klub yang berbeda, dan lain kali mereka bertemu, mereka akan bertemu sebagai lawan.      

Pique, Bendtner... dan mereka yang sudah pergi lebih dulu. Anelka, Ashley Young, Arteta. Apa yang mereka pikirkan tentang tahun-tahun mereka berada di Nottingham Forest? Bagaimana mereka akan menilainya sebagai manajer tim?     

Sebagian besar dari mereka mungkin takkan mengatakan hal-hal yang baik...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.