Mahakarya Sang Pemenang

Meminta Harga yang Tinggi



Meminta Harga yang Tinggi

0Tanpa harus menebak atau berpikir lagi, orang yang mencari Twain dan ingin berbicara dengannya adalah Allan Adams.      

Hidungnya jauh lebih sensitif daripada anjing pemburu saat berurusan dengan uang.      

Twain juga tahu bahwa cepat atau lambat Allan akan mencarinya. Dia sudah menghancurkan dua kesepakatan yang bisa dianggap sebagai penawaran bagus di musim panas ini. Yang satu berurusan dengan Ribery, dan yang lainnya adalah "kasus cek kosong" van Nistelrooy yang baru saja berakhir. Situasi finansial klub akan jauh lebih baik kalau salah satu dari dua kesepakatan itu berhasil diselesaikan.      

Kali ini, kalau Allan tidak datang mencarinya, maka dia bukan lagi manajer marketing klub.      

"Aku tahu kau akan datang menemuiku. Lihat." Twain menunjuk ke arah dua cangkir kopi yang masih mengepul di atas meja. "Aku sudah menyiapkan dua cangkir kopi belakangan ini."     

Allan merasa tak berdaya dan hanya punya sedikit cara untuk berurusan dengan hooligan seperti Twain.      

"Yah, Tony. Karena kau sudah tahu aku akan datang untuk menemuimu, kau pasti tahu alasannya. Aku tidak akan bicara omong kosong. Maukah kau mendengar pendapatku?"     

Twain memberikan isyarat padanya agar melanjutkan ucapanya sementara dia kembali duduk di kursinya.      

"Jujur saja, aku tidak tahu banyak dengan apa yang terjadi di dalam tim, jadi aku tidak tahu bagaimana pendapatmu tentang Bendtner. Tapi kurasa menjualnya akan menjadi pilihan terbaik kita sekarang."     

Twain mengangguk dan membiarkannya melanjutkan.      

"Di satu sisi, Bendtner benar-benar tidak ingin tinggal di tim. Tidaklah bijak untuk memaksa pemain seperti ini untuk tetap tinggal. Hal ini juga bisa menyebabkan keresahan di ruang ganti pemain." Pada saat ini, Allan menatap Twain dan menemukan kepalanya tertunduk, seolah sedang berpikir keras. Bagaimanapun juga, ini adalah wilayah Twain dan dia takut Twain akan memberikan reaksi yang buruk. Sekarang, dari apa yang dilihatnya, dia bisa menarik nafas lega. Jadi, dia melanjutkan, "Di sisi lain, aku tidak akan menyembunyikan ini darimu, Tony. Klub sedang sangat membutuhkan uang sekarang. Setelah kau berjanji untuk menaikkan gaji Ribery, seluruh tim juga memiliki gagasan yang sama. Kita harus memenuhi permintaan mereka. Selain itu, biaya aktual dari membangun sebuah stadion baru ternyata jauh lebih besar daripada yang kita anggarkan. Beberapa pengeluaran kini sudah benar-benar diluar kendali...."      

Dalam hal ini, Allan harus mengakui bahwa dia memang kurang berpengalaman. Bagaimanapun juga, dia belum pernah mengambil proyek konstruksi sebelum ini, dan tidak tahu banyak tentang tips triknya. Dia hanya tahu bahwa banyak hal belum dipertimbangkan matang-matang sebelum stadion baru ini mulai dikonstruksi. Karenanya, dia hanya bisa menggunakan uang untuk mengisi kekurangannya...      

"Ketiga, ... lingkungan ekonomi global sedang tidak bagus."     

Twain tidak paham dengan apa yang dikatakan Allan. Dia adalah seorang idiot dalam hal ekonomi. Istilah "lingkungan ekonomi global" terdengar asing baginya.      

"Kita membutuhkan uang untuk mengatasi beberapa keadaan darurat." Setelah itu, Allan merentangkan kedua tangannya. Dia sudah mengatakan semua yang bisa dikatakan olehnya pada Twain. Setelah bekerja sama dengan Twain selama beberapa tahun, dia sudah familiar dengan karakter pria ini. Karakter Twain sangatlah keras dan kadang-kadang juga bisa sedikit tidak masuk akal, tapi dia bukan orang yang terbuat dari batu. Hanya ada dua cara untuk membuatnya menerima apa yang tidak ingin dilakukannya: pertama adalah membujuknya dengan kata-kata halus dan membahas semua pilihannya dengan jelas. Dia adalah pria cerdas dan tentunya tahu pilihan mana yang paling baik; kedua adalah melangkahinya secara langsung dan membuatnya berada diluar segala urusan yang merupakan langkah sederhana dan kasar. Twain hanya akan diberitahu setelah semuanya sudah diputuskan dan tinggal dijalankan, yang bisa dibilang, 'nasinya sudah matang'.      

Pendekatan kedua itu jelas akan merusak hubungan mereka secara permanen. Allan tidak akan menggunakan langkah ini kecuali kalau dia tidak punya pilihan lain. Sementara untuk pendekatan pertama... satu-satunya resiko adalah dia tidak tahu apakah Twain akan bisa dibujuk setiap kalinya.      

Seperti kali ini.      

Setelah mendengarkan ucapan Allan dengan tenang, Twain tetap diam sejenak sebelum kemudian mengangkat kepalanya. "Ah, benar juga, Allan. Aku harus minta maaf padamu."     

"Hah?" Allan Adams tampak bingung.      

"Soal masalah dengan van Nistelrooy. Aku tidak membahas denganmu tentang apa yang akan kulakukan. Kau pasti marah, kan?" tanya Twain pada Allan dengan serius.      

Allan buru-buru mengibaskan tangannya dan berkata, "Aku bisa menduga apa yang ingin kaulakukan, tapi aku tidak tahu bagaimana kau akan melakukannya. Selain itu, jangan menganggapku lemah. Meski aku ini pebisnis, aku juga bisa marah. Jenis perilaku yang menghina kita dari Manchester City itu juga tidak bisa diterima olehku. Seorang pebisnis menghargai hubungan yang setara saat berbisnis. Semua orang itu sama, tidak ada yang lebih berharga daripada yang lainnya."     

Mendengar penjelasan Allan, Twain tersenyum.      

"Bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk memikirkan masalah Bendtner ini?"     

Allan tahu dia tidak bisa meminta Twain untuk mengambil keputusan sekarang. Twain sudah memberinya muka dengan bersedia mempertimbangkannya, dan tidak langsung menolaknya mentah-mentah. Jadi, dia bangkit berdiri dan mengangguk, "Ingatlah kalau kau tidak punya banyak waktu, Tony."     

※※※     

Memang, waktunya sudah hampir habis. Sekarang sudah tanggal 27 Agustus, kurang dari empat hari sebelum bursa transfer ditutup.      

Twain tidak berbicara lagi dengan Bendtner dan ayah Bendtner juga tidak menghubungi Twain. Manchester City tidak mengajukan penawaran baru lagi. Apa mungkin mereka sudah menyerah? Apa masalah ini akan terselesaikan begitu saja?     

Itu jelas tidak mungkin.      

Twain masih berusaha menenangkan hatinya, dan kemudian baru membereskan segala hal. Meski dia harus berpisah dengan cara yang buruk dari Bendtner tempo hari, Twain masih enggan melepaskan bocah Denmark itu. Itu terutama... dia tidak ingin menjualnya ke Manchester City. Memikirkan wajah orang-orang Arab itu membuatnya mual.      

Saat Twain sedang berdiri sendirian di pinggir lapangan latihan, dia mendengar ada keributan dari lapangan latihan.      

Perkelahian?     

Sejak insiden yang terjadi antara Chimbonda dan Bendtner, Twain merasa sangat sensitif dengan hal-hal semacam ini. Dia segera tersadar dari lamunannya dan memandang ke arah lapangan.      

Sekelompok orang berlari hingga titik tertentu. Melalui sela-sela kerumunan, dia melihat penyerang tengah nomer satu di tim, van Nistelrooy, sedang memijat pahanya sambil duduk tak berdaya di tanah.      

Apa dia terluka?     

Dia berlari menghampiri untuk melihat apa yang terjadi.      

Anggota tim yang lain langsung membuka jalan saat mereka melihat boss datang menghampiri. Dia langsung menuju ke sisi van Nistelrooy dan bertanya pada Fleming, yang sedang sibuk, "Apa yang terjadi?"     

"Otot pahanya kram." Fleming mendengar suara Twain dan mendongak menatapnya. Mungkin dia memahami hal lain di balik kerutan kening Twain, jadi dia menambahkan, "Ini bukan hal besar, tapi dia jelas tidak bisa tampil di pertandingan akhir pekan nanti."     

Mendengarnya mengatakan itu, van Nistelrooy tersenyum dan menghibur Twain, "Aku baik-baik saja, boss."     

Twain mengangguk dan kemudian melangkah mundur. Dunn melihat apa yang terjadi dari pinggir lapangan dan bergegas menghampiri untuk berkata, "Starting list harus disesuaikan. Bendtner..."     

Twain menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kita akan memainkan 4-5-1 untuk pertandingan lusa."     

"Dan siapa yang akan jadi '1'?"     

"Eastwood."     

Dunn memandang Twain dengan tatapan aneh.      

Twain tidak menanggapi keraguannya dan hanya berbalik untuk berjalan menjauh.      

Karenanya, Dunn menoleh ke arah Bendtner di kerumunan. Dia berdiri di sisi luar dan minum air saat rekan-rekannya yang lain membicarakan tentang cedera van Nistelrooy yang muncul mendadak. Lennon kelihatannya sedang berbicara padanya tentang sesuatu, tapi tampak jelas kalau pikiran Bendtner tidak ada disana.      

Sebenarnya dia berharap untuk bermain di pertandingan ini atau tidak?     

※※※     

Di putaran ketiga turnamen liga, Nottingham Forest menghadapi saingan berat – Chelsea, rival bebuyutan yang sudah menjadi lawan mereka selama beberapa musim ini.      

Hanya saja manajer Chelsea saat ini bukanlah Mourinho ataupun Grant, melainkan 'Big Phil' Scolari.      

Meski turnamen baru berjalan dua putaran di musim baru ini, pertandingan ini menjadi pertandingan yang menarik perhatian. Media mulai membesar-besarkan pertandingan ini dan mereka bertanya pada Scolari tentang bagaimana Chelsea belum pernah mengalahkan tim Forest Tony Twain.      

Pria Brasil itu sangat pandai. Dia tidak terpancing dengan media. Dia hanya mengatakan bahwa itu adalah hasil yang diperoleh orang lain dan tidak ada hubungannya dengan dirinya. Lalu dia menolak menjawab pertanyaan semacam itu lagi.      

Twain sangat sibuk bertarung melawan Manchester City selama periode ini dan tidak punya energi untuk bertindak sesuai keinginan media dan memulai perang kata-kata dengan Scolari. Melihat betapa sibuknya Twain saat ini, sangatlah mengkhawatirkan apakah dia sudah siap untuk menghadapi pertandingan melawan Chelsea...      

Sehari sebelum pertandingan, di kompleks pelatihan Wilford, Twain mengumumkan daftar pemain untuk pertandingan esok hari. Nama Nicklas Bendtner tidak ada di dalamnya.      

Tidak ada yang terkejut dengan ini. Para pemain bukanlah orang buta atau tuli, apalagi bodoh. Mereka semua tahu tentang kabar berita bahwa Bendtner dan Twain mengalami bentrokan dan tahu bahwa si pemain sudah bertekad untuk meninggalkan tim. Beberapa orang bisa memahami alasan dibalik keinginannya untuk pergi, sementara yang lainnya mencemoohnya.      

Oleh karena itu, saat nama Bendtner tidak ada di dalam daftar pasukan, semua orang tahu bahwa boss sengaja melakukan ini. Ini hukuman, kan? Ya, ini pasti hukuman dan peringatan bagi si pengkhianat.      

Bendtner tampak buruk saat berdiri diantara tim. Saat Twain mengucapkan kata 'bubar', dia adalah yang pertama untuk membalikkan badan dan berjalan pergi.      

Dia tahu dia harus pergi, tapi dia tidak bisa terima diperlakukan seperti ini sebelum kepergiannya. Tidak ada lagi sedikitpun rasa sayangnya untuk tim ini di dalam hatinya. Dia sudah memutuskan kalau tim ini tetap tidak mau membiarkannya pergi, dia akan kembali ke Denmark dan memboikot latihan!     

"Tony, bisakah kau jelaskan padaku, apa tujuan dari melakukan apa yang kaulakukan?" tanya Dunn dalam perjalanan pulang ke rumah. Dia menyadari perilaku Bendtner barusan dan merasa khawatir.      

"Seseorang menunjukkan jarinya ke arahku dan mempertanyakan pemikiran taktisku. Aku ingin memberitahunya siapa boss di dalam tim." Suara Twain terdengar dingin.      

Dunn menghela nafas panjang. Dia tahu Twain benar-benar marah.      

"Tapi... apa kau sudah memutuskan apa yang akan kaulakukan tentang masalah ini?" Dia merujuk tentang masalah transfer Bendtner.      

Twain menggelengkan kepalanya dan dia terdengar bingung, "Aku tidak tahu..."     

Dia benar-benar tidak tahu. Di satu sisi, dia merasa marah dengan pengkhianatan Bendtner. Di sisi lain, tidaklah mudah untuk membuang begitu saja empat tahun yang dihabiskannya untuk membentuknya. Haruskah dia mengakui kekalahan dan membiarkannya pergi? Atau haruskah dia memaksanya tinggal di tim dan tidak ada kubu yang menang?     

Saat Twain merasa tak berdaya, ponsel di kantongnya berbunyi.      

Dia mengambil ponsel dan melihat siapa yang menghubunginya. Twain tersenyum dan berkata, "Ayah Bendtner menghubungiku. Dia pasti sudah tahu kalau putranya tidak dimasukkan dalam daftar pemain untuk pertandingan besok. Aku sama sekali tidak mengira kalau Bendtner adalah anak yang patuh. Dia benar-benar memberitahukan semuanya pada ayahnya. Ck ck ck..."     

Dia menggelengkan kepalanya lalu menjawab panggilan itu.      

"Halo, Tn. Thomas Bendtner. Aku senang Anda masih ingat untuk menghubungiku. Aku menunggu telepon Anda kemarin dengan sia-sia. Kukira Anda sudah menyerah."     

Twain berbicara dengan sopan dan hangat. Tapi Thomas Bendtner tidak tersenyum sama sekali di ujung telepon yang lain. Ketakutannya yang paling besar adalah putranya menjadi target pembalasan dendam Tony Twain. Kelihatannya ketakutannya sudah menjadi kenyataan.     

"Kurasa sudah saatnya kita meletakkan semua kartu kita diatas meja, Tn. Twain."     

"Apa itu?" Twain berpura-pura terkejut. "Bukankah kita sudah meletakkan kartu kita sejak lama?"     

"..."     

"Putra Anda bersikeras untuk pergi tapi aku tidak ingin melepaskannya. Bukankah begitu?"     

Twain terus berjalan sambil memegang ponsel dan berbicara dengan Thomas Bendtner.      

"Kurasa aku harus mengingatkan Anda, Tn. Twain. Kontrak putraku dengan klub Forest akan berakhir bulan Juli tahun depan. Selain itu, kami sudah berdiskusi dan bersepakat dengan agen putraku, Tn. Juric, bahwa kami tidak akan menegosiasikan pembaruan kontrak apapun dengan tim Forest. Aku menyarankan ini dengan itikad baik. Lepaskan putraku sekarang dan kau masih bisa mendapatkan uang. Kalau kau ingin menunggu setahun lagi..."     

Twain tiba-tiba saja mencengkeram erat ponselnya dan melemparkannya. Kualitas ponsel baru ini lebih baik daripada yang sebelumnya. Ponsel itu hanya memantul sekali di tanah dan salah satu bagiannya ada yang lepas.      

Disampingnya, Dunn menyaksikan dengan takjub adegan yang terjadi tepat di depannya. Dia tidak tahu apa yang dikatakan oleh ayah Bendtner pada Twain di ponsel hingga bisa membuatnya semarah itu. Dia menoleh untuk memandang Twain yang tampak sangat marah.      

"Brengsek, beraninya kau mengancamku!"     

Dunn berlari ke depan untuk mengambil ponsel dan menemukan bagian ponsel yang terlepas sebelum menyerahkannya pada Twain. Dia berkata, "Kau harus mengubah kebiasaan burukmu melemparkan ponsel setiap kali kau marah."     

"Aku hanya punya benda itu di tanganku untuk dilempar... Berikan ponsel, punyamu... Jangan khawatir, aku tidak akan melemparnya." Twain tidak mengambil ponselnya, melainkan meminta milik Dunn.      

Dunn memberikan ponselnya pada Twain, yang langsung menekan nomer ponsel Allan Adams.      

"Allan, berikan jawaban pada Manchester City dan katakan pada mereka jangan pernah mimpi untuk membeli Nicklas Bendtner dengan harga dibawah tiga puluh juta pounds!"     

"Tony..." saat dia mendengar Twain mengatakan itu, Dunn tampak sedikit khawatir dan bertanya, "Bukankah harga itu terlalu tinggi?"     

Twain mengakhiri panggilan dan mengembalikan ponsel itu pada Dunn. Dia berkata padanya, "Bukankah Manchester City suka dibilang kaya? Aku akan memberikan mereka kesempatan untuk itu!"     

Dia tampak sangat galak sehingga membuat Dunn sedikit takut... "Apa yang dikatakan Thomas Bendtner padamu?"     

"Dia memberitahuku bahwa kontrak Bendtner hanya tersisa satu tahun dan mereka tidak berencana untuk memperbarui kontraknya." Twain menatap Dunn dan berkata, "Aku benar-benar lupa soal ini."     

Dunn hanya bereaksi, "..."     

※※※     

Pagi hari pertandingan melawan Chelsea, media Nottingham masih berperang kata dengan Manchester City FC. Permintaan harga beli tiga puluh juta pounds membuat Mark Hughes menyerang Tony Twain sebagai pria serakah. Pierce Brosnan membantu Twain menyerang balik melalui Evening Post, mengatakan bahwa Bendtner adalah bintang masa depan Nottingham Forest dan pencetak gol nomer satu untuk dekade mendatang, memiliki masa depan yang cerah dan menjanjikan, serta dipersiapkan untuk menjadi penerus van Nistelrooy. Karena itu, hanya adil kalau Nicklas Bendtner yang tampan itu dilepaskan dengan harga tiga puluh juta...      

Allan Adams mempertahankan sikapnya dan menolak untuk menurunkan permintaan harga sebesar tiga puluh juta. Dia tidak takut menghadapi Manchester City. Karena sekarang semua Inggris tahu bahwa masalah lini depan Manchester City sudah mencapai titik dimana masalah ini harus segera diselesaikan.      

Manchester City tadinya menghubungi Jo, seorang striker Brasil muda yang telah mencetak tiga puluh gol dalam lima puluh tiga pertandingan mewakili CSKA Moskow. Meski Jo ingin bermain di Liga Utama Inggris, transfernya akan sangat rumit. Kepemilikan Jo tidak berada di tangan CSKA Moskow, melainkan di tangan Media Sport Investment Limited (MSI), sama seperti Mascherano dan Tevez saat itu. MSI tidak setuju melepaskan Jo kali ini karena mereka tidak senang dengan transfer Tevez ke Manchester United tahun ini. FA Inggris juga menyatakan bahwa mereka ingin memblokir transfer itu. Selain pemiliknya yang tidak ingin melepaskan si pemain, ada faktor lain yang dihadapi Manchester City – Jo tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan ijin kerja.      

Masalah Jo jadi semakin rumit dan berbelit. MSI tidak ingin menyerah meski bursa pemain sudah hampir ditutup. Tanpa punya pilihan lain, Manchester City harus habis-habisan untuk mendapatkan Bendtner.      

Dengan latar belakang inilah Allan tetap mempertahankan sikapnya dan menuntut jumlah uang yang besar dari Manchester City.      

Disini, Allan menuntut harga tinggi dari Manchester City. Disana, tim Twain sedang menghadapi pertandingan yang sulit.      

Tidak ada untung tanpa rugi. Di ambang kemenangan besar dalam bursa transfer, Nottingham Forest mungkin akan menghadapi berakhirnya sebuah rekor kecil...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.