Mahakarya Sang Pemenang

Piala Dunia St. George



Piala Dunia St. George

0Satu hari telah berlalu usai pertandingan itu, dan mungkin saja para fans Spanyol masih tidak mau menerima kenyataan bahwa favorit juara Spanyol dikalahkan oleh penembak yang paling tidak becus di tim Inggris.      

Pertandingan ini meningkatkan ketenaran George Wood di ajang sepakbola dunia, dan bahkan mereka yang bukan fans sepakbola sejati pun tahu siapa George Wood.      

Usai pertandingan melawan Spanyol, George Wood lolos dari tes urin tanpa masalah. Dia langsung dinobatkan sebagai MVP untuk pertandingan itu. Komentar yang diberikan di situs web resmi FIFA tentang dirinya adalah, "Pertahanan dan sikap dalam pertandingan yang luar biasa, mengeliminasi favorit juara Spanyol di menit-menit terakhir, mewujudkan nilai penuh dari seorang gelandang tengah."     

Nama julukan baru yang diberikan Motson untuk Wood juga tersebar luas bersamaan dengan gol itu dan sekarang fans Inggris memiliki julukan baru untuk George Wood; St. George. Usai pertandingan, di jalanan Inggris, alun-alun kota, menggemakan satu seruan –"St. George melindungi Inggris!"     

Media Inggris mengatakan bahwa gol George Wood yang menakjubkan itu bisa dibandingkan dengan tembakan David Pratt di menit-menit terakhir tim Inggris melawan Belgia di perempat final Piala Dunia 1990 di Italia. Gol yang dibuat Pratt sekitar 20 tahun yang lalu itu menyelamatkan Inggris dan membantu timnya mencapai posisi delapan besar, dan dua dekade berikutnya, George Wood membantu timnya mencapai empat besar.      

Fabregas terlihat frustasi usai pertandingan, tapi dalam wawancaranya dia masih memuji penampilan George Wood, "Aku berusaha merebut bolanya, tapi dia terlalu cepat. Mungkin seharusnya aku melakukan pelanggaran tadi... Tapi itulah sepakbola, satu detik keraguan membuat kami kalah dalam pertandingan. Dia tampil bagus dan layak memenangkan pertandingan, dan semoga dia bisa terus lolos."     

Capello jarang memuji seorang pemain tertentu, tapi 'aturan' ini tidak berlaku untuk George Wood. Dia tampak sangat emosional usai pertandingan dan dia mengambil inisiatif untuk menyinggung tentang Wood kepada media, "Dia pemain yang hebat dan aku senang memiliki pemain sepertinya di dalam timku. Ya, dia bermain bagus tapi apa yang sangat kuhargai adalah penampilannya selama 119 menit sebelum gol itu terjadi --- itu sempurna. Dia benar-benar bisa menahan laju Xavi dan Fabregas, dan tidak kehilangan bola adalah bukti terbaik atas usahanya."     

Bosque tampak tenang setelah kalah di Piala Dunia. Ketika dia ditanya tentang George Wood, dia menjawab, "Taktik tiga bek ala Capello memang sukses, tapi tanpa George Wood, tiga bek itu takkan sekuat yang diduga oleh orang-orang. Dia adalah inti pertahanan lini tengah... Ya, kurasa dia adalah gelandang bertahan terbaik di dunia sepakbola dalam beberapa tahun belakangan ini. Tapi mungkin dalam beberapa tahun lagi aku akan harus menghilangkan aspek 'bertahan' itu. Itu gol yang indah. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi setelah dikalahkan dengan gol seperti itu."     

Twain, yang melatih George Wood, juga menjadi subyek kejaran media usai pertandingan. Dia tidak terkejut melihat kesuksesan Wood. "Karena aku tahu dia akan sukses. Kalau Eriksson sepandai Capello, Inggris mungkin bisa melaju lebih jauh di Jerman. Kalau McClaren bisa berpikir lebih jernih, Inggris tak perlu harus jadi penonton di musim panas tahun 2008. Kalian lihat sendiri, siapapun dia yang memandang rendah Wood akan berakhir menyedihkan. Apa menurut kalian dua kali juara Liga Champions dan satu piala liga Nottingham Forest itu hanya karena keberuntungan? Apa yang tidak bisa kami capai tanpa St. George?" Setelah mengatakan itu, Twain tertawa dengan bangga. Dia suka dengan julukan baru Motson untuk Wood di siaran langsung pertandingan, itu jauh lebih baik daripada "monster", "manusia buatan" dan "prajurit masa depan".      

Begitu banyak orang memuji George Wood, tapi bagaimana pendapatnya tentang dirinya sendiri?     

"Aku senang kami bisa lolos ke empat besar. Aku hanya bermain seperti biasanya." Dia mengatakan kalau dia senang, tapi tidak tampak ada senyum di wajahnya.      

"Dia bilang dia bermain seperti biasa, dan aku benar-benar ingin melihat bagaimana permainannya yang lebih luar biasa nantinya..." ucap reporter yang mewawancarainya di dalam laporan berita.      

Pendek kata, George Wood telah mengukuhkan dirinya sebagai dewa di dunia sepakbola.      

Dari sejak sebelum Piala Dunia dimulai, di sepanjang babak penyisihan grup, media Inggris masih memperdebatkan apakah lebih baik jika Lampard dan Gerrard atau George Wood dan Gerrard yang diturunkan sejak awal pertandingan. Ada beberapa orang yang mendukung Lampard tapi ada pula beberapa orang yang mendukung George Wood. Kedatangan Capello tidak bisa menyelesaikan masalah 'Jerman ganda' ini; justru sebaliknya, masalah ini jadi semakin parah.      

Sekarang, semua argumen itu menghilang dalam semalam. Beberapa media bahkan mengatakan ini, "Capello seharusnya tidak memikirkan tentang apakah George Wood atau Lampard yang harus diturunkan sejak awal, melainkan siapa yang harus diturunkan bersama George Wood?"     

Kelihatannya, perjalanan 'St. George' di Piala Dunia masih baru dimulai tapi dia masih punya waktu untuk menuliskan legendanya sendiri. Berkat penampilan Wood yang luar biasa, para fans Inggris kini mulai menantikan babak final dan dan melihatnya mengangkat Piala Dunia.      

"... Sejak tahun 1966, kita tidak pernah bisa mendekati piala itu. Di setiap Piala Dunia, kita mengatakan bahwa kita adalah tim Inggris terkuat sepanjang sejarah, tapi bagaimana kenyataannya? Tapi Piala Dunia kali ini mungkin akan memiliki akhir yang berbeda. Capello adalah pelatih yang memprioritaskan pertahanan dan, di kejuaraan Dunia, bertahan artinya menang dan menjadi juara. Sekarang dengan adanya 'St. George', kita punya kekuatan untuk bermimpi besar!"     

※※※     

Tapi perjalanan Piala Dunia St. George berakhir.      

Di babak semifinal, mereka menghadapi tim Italia yang dipimpin oleh 'Silver Fox' Lippi.      

Itu adalah sebuah kontes antara dua pelatih Italia dan sebuah konflik langsung antara seorang konservatif dan seseorang yang bahkan lebih konservatif lagi. Pada akhirnya, pertahanan gerendel beton yang diperkuat milik Italia berhasil mengalahkan Inggris. Dalam menghadapi pertahanan Italia yang padat, Inggris kurang memiliki cara untuk memecahkan kebuntuan. Soal kelemahan mereka terkait gelandang penentu, Gerrard dan Lampard sama-sama beraksi lebih seperti gelandang pencetak gol dan operan mereka kurang begitu bagus.      

Dari sisi Italia, Pirlo memimpin lini tengah dalam cara yang terorganisir. Mereka mengancam gawang Inggris dengan serangan balik defensif dan membuat Inggris tidak bisa menyerang habis-habisan.      

Pada akhirnya, pertandingan harus diselesaikan dengan adu penalti. Sebenarnya, Inggris sudah kelelahan pada saat mereka memasuki babak tambahan. Bermain 120 menit melawan Spanyol telah menghabiskan terlalu banyak energi, dan sekarang mereka harus bermain 120 menit melawan Italia. Memikirkan ini, pola pikir para pemain Inggris mulai runtuh.      

Hanya George Wood dan Gerrard yang tidak seperti rekan mereka yang lain. Keduanya masih berlarian tanpa kenal lelah dan berharap bisa memecahkan kebuntuan bagi tim. Wood ingin mengulang sejarah, dengan mencetak gol dari belakang. Sebenarnya, di menit terakhir pertandingan, para fans dan media Inggris juga menginginkan ini. tapi lawan mereka kali ini bukanlah Spanyol, yang tidak menjaga lini tengahnya, melainkan cikal bakal sepakbola defensif, Italia.      

George Wood terfokus pada bertahan dan para pemain Italia lebih siap untuk melakukan pelanggaran lebih awal dari yang seharusnya dan tidak memberikan peluang bagi Wood untuk masuk ke wilayah mereka. Ada kalanya Wood buru-buru menembak tapi tembakannya melenceng jauh. Meski para fans Inggris berteriak, "Semoga St. George mermberkati Inggris," St. George sudah tidak punya energi lagi dan tidak bisa melindungi Inggris.      

Pertandingan memasuki adu penalti dan Inggris sudah benar-benar kehilangan kepercayaan diri mereka, meski ini bukan pertama kalinya bagi mereka. Selama adu penalti, hampir semua orang memiliki bayang-bayang psikologis yang tak bisa dijelaskan.      

George Wood tidak dimasukkan ke dalam daftar pemain yang melakukan tendangan penalti. Meski kondisi psikologisnya masih bagus, kemampuan menembaknya masih tidak meyakinkan.      

Hasilnya tak terelakkan lagi. Kiper terbaik dunia, Buffon, yang melompat dan berhasil memblokir satu tendangan penalti, "menakuti" penendang penalti yang lain. Kubu tim Italia berhasil memasukkan empat gol dan pemain kelima Inggris bahkan tidak perlu bermain sebelum pertandingan selesai.      

Twain tidak merasa sedih dengan hasil ini. Di satu sisi, dia bukan pria Inggris asli, jadi emosinya tidak akan dipengaruhi oleh nasib tim nasional Inggris. Di sisi lain, setelah pertandingan ini memasuki perpanjangan waktu, dia sudah bisa melihat nasib Inggris. Mereka tidak bisa mengimbangi lawan dalam level fisik. Tidak tereliminasi oleh Italia di babak tambahan itu hanya karena mereka beruntung, tapi keberuntungan mereka habis setelah menjalani dua kali babak tambahan dan keberuntungan mereka juga masih belum kembali disaat harus melakukan adu penalti.      

George Wood berdiri berdampingan dengan rekan setimnya di lingkaran tengah, menonton satu persatu rekannya maju ke area penalti, entah itu merasa senang atau frustasi. Bagaimanapun juga, dia hanya bisa menonton perjalanan Piala Dunia-nya berakhir sampai disini.     

Dia tidak diturunkan satu menit pun di Piala Dunia Jerman dan meski Inggris dikalahkan oleh Portugal, dia tidak merasakan emosi khusus selain melihat kesedihan Beckham. Empat tahun kemudian, Afrika Selatan ini berbeda, dia telah menjadi pemain utama sejak babak penyisihan grup dan dia benar-benar merasa sebagai bagian dari tim. Inggris bisa mencapai empat besar tapi dia masih ingin bisa lolos lebih jauh lagi daripada hanya terhenti di empat besar...      

Dia merasa sedih, tapi dia tidak menangis. Dia tidak ingat pernah menangis di sepanjang hidupnya. Dia hanya berdiri di tempatnya dengan punggung tegak, bahkan tidak goyah sedikitpun untuk melampiaskan rasa frustasinya. Dia tidak bisa bergerak karena ada seseorang yang bersandar di punggungnya.      

Lampard, yang diturunkan sebagai pemain pengganti selama babak tambahan, adalah penendang kelima, tapi pertandingan ini berakhir sebelum gilirannya tiba dan dia menangis di balik punggung Wood. Ini bukan karena dia tidak cukup kuat, melainkan karena dia tahu bahwa ini bisa jadi merupakan Piala Dunia terakhirnya. Dia akan berusia 32 tahun di 2010 dan berusia 36 tahun empat tahun lagi, yang membuatnya mustahil bisa bermain mewakili negaranya lagi.      

Tidak ada seorangpun, tak peduli seberapapun kuatnya mereka, bisa tahan dengan pukulan semacam ini.      

Beckham tadinya dikritik karena dia tidak terlihat setelah dia digantikan dalam pertandingan melawan Portugal melainkan malah duduk di pinggir lapangan dan menangis. Mereka semua hanya berbicara omong kosong, karena tidak ada yang bisa memahami betapa sedihnya Beckham kalau mereka ada di posisinya.      

Saat penendang keempat dari Italia, Grosso, memasukkan bola ke gawang yang dijaga Joe Hart, para pemain Italia didekatnya segera melewatinya dan separuh isi tribun bersorak.      

Wood memandang ekspresi gembira lawannya dan mengepalkan tangannya. Dia menyesal karena dia tidak bisa memberikan kontribusi dalam serangan tim. Kalau saja tembakannya lebih baik, kalau saja dia mengambil satu dari tiga peluang selama babak tambahan, dia takkan melihat ekspresi pemain Italia itu sekarang.      

Dia benci melihat lawannya tertawa, dan dia lebih suka melihat lawannya menangis.      

Tembak lebih baik lagi! Serang lebih baik lagi! Aku tidak akan menjadi seorang gelandang yang hanya bisa bertahan! Aku tidak ingin orang lain mengendalikan arah pertandingan! Aku ingin menentukan takdir dengan tanganku sendiri!     

Aku akan menjadi "St. George" yang sesungguhnya!     

※※※     

Mortensen terdiam untuk waktu yang lama, seolah dia sudah mati. Alan Shearer menggelengkan kepalanya tanpa daya. Twain menghela nafas panjang. Dua orang yang disebut pertama merasa sedih karena Inggris hanya bisa mencapai babak empat besar lagi, tapi Twain hanya merasa kasihan pada George Wood.      

"Bagaimanapun juga... berada di empat besar adalah bagian dari tujuan yang ditetapkan sebelum Piala Dunia ini dimulai. Tapi setelah menonton pertandingan terakhir melawan Spanyol, aku yakin semua orang Inggris menantikan lebih banyak lagi, tapi..." Mortensen akhirnya pulih dan merasa sedikit marah. "Inilah sepakbola. Hasilnya tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Para pemuda Inggris itu sudah tampil bagus... George Wood yang berusia 24 tahun, Alan Lennon yang berusia 23 tahun, Jack Wilshere yang berusia 18 tahun, Jack Rodwell yang berusia 19 tahun, Micah Richards yang berusia 22 tahun, Walcott yang berusia 21 tahun, Joe Hart yang berusia 23 tahun, Wayne Rooney yang berusia 24 tahun, Ashley Young yang berusia 25 tahun, Bentley yang berusia 26 tahun, Stewart Downing yang berusia 26 tahun. Lihatlah semua pemuda itu, kurasa kita bisa menantikan apa yang akan terjadi empat tahun lagi."     

※※※     

Dalam pertandingan untuk memperebutkan tempat ketiga dan keempat sebelum pertandingan final, George Wood masih diturunkan dengan Lampard sebagai partnernya. Dalam pertandingan itu, lawan Inggris adalah Brasil yang juga pernah mereka hadapi di babak penyisihan grup. Kalah di semifinal tidak memberikan pengaruh negatif terhadap Wood. Justru sebaliknya, dia menjadi lebih kompetitif.      

Capello menyerahkan Kaka padanya dan selama berada di lapangan Wood memenuhi pengaturan taktis manajer itu. Dia tidak membiarkan Kaka menerima bola dengan mudah, dan juga tidak memberinya ruang untuk menerobos, tidak membiarkan Kaka mengoper bola dengan mudah, bahkan meski harus mendapatkan kartu kuning. Dia benar-benar membekukan pemain inti tim Brasil itu.      

Duel antara George Wood dan Kaka ini sangat luar biasa dan menjadi tontonan yang indah di dalam pertandingan. Tidak ada yang jauh lebih unggul, keduanya kadang menang dan kadang kalah.      

Pada akhirnya, Inggris, yang tidak sebagus Brasil, dan setelah mengalami dua pertandingan berdurasi 120 menit berturut-turut yang menguras stamina mereka, kalah dari Brasil dengan skor 1:2 untuk duduk di peringkat empat dalam Piala Dunia.      

Pertandingan final antara Italia dan Argentina berlangsung sengit selama 90 menit. Argentina mengalahkan Italia dengan skor 2-0 melalui permainan luar biasa Messi dan Aguero, dan berhasil memenangkan Piala Dunia untuk yang ketiga kalinya dalam sejarah. Setelah pertandingan ini, Messi diberi label "Tuhan" dan media serta fans memanggilnya raja generasi sepakbola yang baru. Untuk sesaat, "Mesidona" diserukan di seluruh dunia.      

"Tahun 2010 adalah tahun Messi!" Di dalam klub, dia memakai jersey no. 10 dan memimpin Barcelona di liga serta Liga Champions! Di tim nasional, memakai no.10, dia akhirnya menjadi raja dunia! Kita seharusnya merasa terhormat karena menyaksikan lahirnya seorang raja generasi sepakbola baru di Afrika Selatan ini!"     

Di tengah semua hujan pujian itu, hanya ada satu orang yang berpikiran sebaliknya.      

Tony, yang memiliki pola pikir aku-melawan-dunia dan membenci mereka yang mengikuti suara mayoritas, menulis di dalam kolom tulisannya setelah pertandingan final, "Aku harus mengakui bahwa Messi telah memenangkan tiga kejuaraan, tapi masih terlalu dini untuk menyebutnya Raja Sepakbola baru. Argentina hanya memenangkan Piala Dunia karena mereka tidak berhadapan dengan Inggris. Barcelona hanya memenangkan Liga Champions karena Nottingham Forest tidak ada disana!"     

Beberapa orang menyebut Twain pecundang.      

Twain membalas, mengatakan bahwa timnya akan kembali ke Eropa untuk bermain di Liga Champions musim depan dan dia akan memberitahu semua orang siapa yang benar dan siapa yang salah.      

"Aku tidak keberatan UEFA memasukkan timku melawan Barcelona, aku justru akan berharap seperti itu. Ayolah, gunakan 'aturan tersembunyi' itu padaku!"     

Dia kemudian didenda sebanyak 20,000 euro dan diberi peringatan keras atas ucapannya yang meyakinkan orang-orang bahwa ada operasi rahasia yang terjadi di dalam UEFA. Ketegangan antara dirinya dan Barcelona semakin memburuk. Kehilangan uang dan ketenaran, dan menciptakan perseteruan dengan lawannya. Di mata orang luar, Tony Twain adalah seorang idiot yang berperilaku tidak pantas. Tapi Twain menganggap dirinya hanya mengutarakan yang sebenarnya.      

Kalau George Wood berhadapan melawan Messi, yang harus dilakukan Messi hanyalah berdoa agar dia tidak cedera dan dikeluarkan dalam 90 menit. Selama Twain masih menjadi manajer Nottingham Forest, dia akan terus melakukan itu. Kenapa Italia kalah? Mereka kalah karena mereka terlalu meremehkan dalam menjaga Messi. Lagipula, sejalan dengan usia, standar Gattuso juga semakin menurun. Kalau Gattuso berada di masa puncaknya, akan sulit untuk menebak bagaimana hasil akhir pertandingan final ini. Di dalam pertandingan itu, Gattuso jelas tidak bisa mengimbangi kecepatan Messi dan selalu ditinggalkan dengan mudah oleh Messi yang berlari cepat. Dia bahkan tidak bisa melakukan pelanggaran dengan cukup cepat.      

Raja sepakbola baru? Messi masih jauh dari mendominasi semua orang. Perjalanannya masih jauh sebelum dia bisa menjadi raja. Setidaknya, biarkan St. George menguji keberaniannya lebih dulu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.