Mahakarya Sang Pemenang

Cemburu



Cemburu

0Selepas tengah malam itu, Twain berusaha menghubungi Shania hampir sepanjang malam. Pada awalnya tidak ada yang menjawab panggilannya, dan kemudian yang terdengar hanyalah "Maaf, nomor yang Anda panggil sedang tidak berada dalam jangkauan layanan."     

Twain yakin dia telah membuat Shania marah, tapi Twain sedikit bingung tentang apa yang membuat Shania marah.      

Apa itu karena dia membawa pulang seorang wanita? Tapi Paman Tony juga punya kehidupannya sendiri...      

Yah, kalau dia tidak suka aku membawa wanita panggilan pulang ke rumah... kurasa aku harus minta maaf.      

Twain menunggu dengan gelisah dan mata merah hingga pagi menjelang.      

Sesuai dengan kebiasaan buruknya, yang telah dikritik berulang kali oleh Shania dan masih tetap tak bisa diubah, Twain membaca koran pagi sambil menghabiskan sarapannya.      

Dia membuka tabloid yang membahas gosip para selebritis. Sedetik kemudian dia menyemburkan kopi yang baru saja diminumnya ke atas koran. Dia tidak hanya tersedak dan terbatuk, tapi juga batuk-batuk sampai berkeringat. Bajunya basah.      

Dia terlihat tidak pantas. Kalau Shania melihatnya, gadis itu akan punya lebih banyak alasan untuk melarang Twain membaca surat kabar saat sarapan.      

Alasan mengapa Twain terlihat tidak pantas seperti itu adalah sebuah berita di halaman depan.      

      

Lalu sebuah gambar besar ditampilkan dibawah headline yang menghabiskan hampir separuh halaman tabloid itu. Itu adalah gabungan dari dua foto. Di sebelah kiri, foto Tony Twain dari sebuah wawancara, dan di sebelah kanan... Shania berpakaian sebagai model di catwalk!     

Bagaimana mungkin Twain tidak menyemburkan kopinya?     

Dia segera mencari tahu siapa bajingan yang menulis berita itu. Dibawah tulisan 'reporter tabloid kami', dia melihat sebuah foto dan sebuah nama.      

Lisa Aria.      

Disamping nama itu terdapat sebuah foto kecil tanpa bingkai: rambut coklat bergelombang, wajah yang cantik, dan bintik-bintik di wajahnya. Entah kenapa, Twain merasa familiar dengan wajah itu.      

Tiba-tiba saja dia ingat apa yang terjadi kemarin saat dia mabuk di bar, seorang wanita datang menghampirinya. Dia membawa wanita itu pulang, membuat Shania marah dan pergi begitu saja. Dialah wanita itu!     

Dia menyumpahinya. Ah, kau pelakunya, orang yang menyebabkan semua kesulitan ini. Aku sudah memberimu muka dengan tidak mencarimu untuk membalas yang terjadi kemarin. Aku tidak mengira kau akan memulai gosip tentangku!      

Mengingat kembali bagaimana wanita itu meninggalkan nomer teleponnya kemarin saat mereka mengobrol dengan gembira, Twain mengeluarkan ponselnya dan menemukan nama baru 'Lisa' di dalam daftar kontaknya. Dia yakin kalau inilah nomer yang ditinggalkan wanita itu kemarin, jadi dia menghubungi nomer itu.      

Panggilan telepon itu langsung diangkat, dan suara seorang wanita terdengar. Kecuali nada suaranya yang sedikit berbeda, itu adalah suara yang didengar Twain semalam.      

"Tn. Tony Twain, aku tahu kau akan menghubungiku." Hilang sudah nada genit yang didengarnya kemarin malam, digantikan dengan nada suara yang dingin.      

"Sial sekali aku pergi keluar untuk menghilangkan kebosanan hanya untuk bertemu dengan seorang reporter," kata Twain dengan gigi terkatup.      

"Sudah kubilang aku bukan wanita panggilan."     

"Itulah sebabnya kenapa aku bilang 'reporter'. Aku benar-benar lega kita tidak tidur bersama. Kalau tidak, aku tidak tahu hal mengejutkan apa lagi yang akan kautuliskan."     

"Kurasa kau salah paham tentang satu hal. Aku bukan jenis reporter yang menggunakan tubuhnya untuk berhubungan dengan selebriti dan mendapatkan berita sensasional. Tn. Tony Twain." Meski nada suara Twain tidak ramah, Lisa Aria tetap tenang dan tidak terdengar marah.      

"Yah, aku tidak peduli apa yang kaulakukan. Aku ingin kau segera menarik berita ini dan menyampaikan permintaan maaf publik padaku dan Nona Judy Shania Jordana di tempat yang sama!"     

"Minta maaf? Kenapa?"     

"Kenapa? Karena kau sudah merusak reputasiku dan reputasinya, kan!"     

"Aku tidak paham, Tn. Twain. Apakah memalukan untuk mengakui bahwa kalian berdua sedang saling jatuh cinta?"     

"Nona Lisa Aria..." Twain sudah hampir meledak marah.      

Pada saat ini, wanita itu berkata, "Kurasa kata-kata saja tidak bisa diklarifikasi melalui telepon. Hal terbaik bagi kita adalah bertemu langsung."     

"Itu tidak bisa. Aku masih harus bekerja."     

"Jam berapa kau harus berangkat kerja?"     

"Jam sembilan...."     

"Sempurna, sekarang masih jam setengah delapan. Aku janji aku takkan menyita banyak waktumu. Aku tahu dimana kau tinggal. Aku akan segera tiba disana. Sampai jumpa dalam dua puluh lima menit, Tn. Twain." Setelah dia mengatakan itu, dia menutup ponselnya sebelum Twain bisa menolak, dan secara sepihak mengkonfirmasikan pertemuan itu.      

"Hey..." Twain tak berdaya.      

Pada saat ini, dia sudah sedikit tenang dan membaca apa yang tertulis di dalam berita itu.      

Sebenarnya, artikel itu sangat sulit untuk ditulis. Karena reporter itu merupakan salah satu pihak yang terlibat. Dia ikut pulang bersama Twain. Para pembaca juga orang dewasa, dan tidak ada yang cukup bodoh untuk mengira bahwa seorang pria lajang dan wanita lajang akan pulang bersama hanya untuk membahas tentang kehidupan dan cita-cita. Seorang manajer Liga Utama dan seorang reporter wanita dari tabloid gosip bersama untuk cinta-satu malam? Berita itu saja sudah cukup menggemparkan.      

Sebagai akibatnya, Lisa Aria pada dasarnya tidak menyinggung tentang rayuannya di bar. Dia hanya mengatakan bahwa dia bertemu Twain di bar dan mengikutinya pulang ke rumah. Dari sana, dia menemukan "rumah emas untuk menyembunyikan seorang kekasih"– di dalam rumah Tony Twain ada seorang supermodel internasional yang saat ini sedang membangun karir film dan televisinya di Hollywood, Judy Shania Jordana!     

Meski semua orang tahu bahwa Jordana dan Twain memiliki hubungan pribadi, beberapa orang mengira kalau itu adalah berkat keluarga Beckham, atau bahwa mereka hanyalah teman biasa. Tidak ada yang mengira kalau hubungan mereka mengarah pada 'departemen romansa'. Bagaimanapun juga, selisih usia antara keduanya terlalu besar. Selain itu, ada rumor yang mengatakan bahwa Tony Twain sebenarnya 'gay' dan hanya tertarik pada pria. Sebagai contoh, dia sangat dekat dengan asisten manajer Cina-nya, saking dekatnya sampai membuat banyak orang membayangkan bebagai hal. Beberapa majalah gay di Inggris telah berfantasi tentang Tony Twain.      

Siapa yang mengira kalau Twain dan Shania memiliki hubungan romantis!     

Kabar berita ini sangat mengejutkan. Sayangnya, karena reporter yang bersangkutan juga sedang keluar untuk bersenang-senang malam itu, dia tidak membawa kamera dan tidak bisa menyediakan bukti foto untuk membuktikan kata-katanya. Tapi dia bersedia menggunakan integritasnya untuk meyakinkan semua orang bahwa dia memang melihat Shania di rumah Twain dan bahwa keduanya sepertinya bertengkar, dimana Shania kemudian membanting pintu rumah dengan marah dan pergi begitu saja.      

Twain sama sekali tidak tahu harus tertawa atau menangis saat melihat artikel itu. Di lebih dari satu kesempatan, dia sudah melihat sendiri kemampuan tabloid Inggris dalam mengubah kebenaran dengan sengaja, memutar balikkan yang benar dan yang salah, dan mengarang-ngarang cerita. Tapi setiap kalinya hal itu akan membuatnya berpikir bahwa orang-orang ini terlalu kuat. Satu ucapan saja bisa menciptakan begitu banyak gangguan.      

※※※     

Pertemuan kedua dengan Lisa Aria terjadi dua puluh lima menit kemudian seperti yang dikatakan oleh wanita itu.      

Melihat wanita itu lagi, dia tidak lagi mengenakan pakaiannya yang modis dan seksi melainkan memakai pakaian profesional yang tampak membosankan. Dia bahkan memakai kacamata berbingkai-hitam di atas hidungnya, membuatnya terlihat seperti wanita yang cerdas.      

Saat Twain melihat Lisa Aria keluar dari mobilnya, Twain menggelengkan kepalanya, "Wanita memang seperti bunglon."     

"Semalam seharusnya menjadi pertemuan kebetulan yang indah, Tn. Twain." Aria tertawa. Hanya senyumnya yang tetap sama seperti kemarin.      

"Tentu saja, seorang manajer Liga Utama dan seorang reporter wanita, dua orang yang tidur bersama. Berita itu pasti akan sangat panas." Meski dia tidak menyambut kedatangan wanita itu, Twain membiarkannya masuk ke dalam rumah demi kesopanan.      

"Kau terlalu berprasangka terhadap media berita, Tn. Twain. Aku bukan jenis reporter yang suka menjadi tokoh utama dalam berita. Apa kau sudah membaca beritanya? Aku berbohong." Dia merujuk pada tulisannya tentang pertemuan kebetulan dengan Twain.      

"Kau mengatakan lebih dari sekadar kebohongan. Sebaiknya kita bicara yang sebenarnya, Nona Aria. Kurasa artikelmu benar-benar palsu." Twain melemparkan tabloid itu ke hadapan Aria. Tapi dia sedikit malu saat melihat noda kopi diatasnya.      

Aria adalah wanita yang cerdas. Dia memandang surat kabar itu dan melirik ke arah Twain yang tampak sedikit tidak nyaman. Lalu dia tertawa, "Kelihatannya sarapan Tn. Twain ada di atas tabloid ini?"     

Twain berdehem dan berkata, "Kembali ke pokok permasalahannya. Kurasa kau mengarang-ngarang rumor yang mengerikan..."     

Aria melepaskan kacamata berbingkai-hitamnya dan sedikit menyipitkan matanya, "Tn. Twain, hanya ada kita berdua disini, jadi tidak usah berpura-pura."     

"Pura-pura? Aku tidak mengerti."     

"Kurasa apa yang kulihat semalam di ruangan ini bukan ilusi. Kau mungkin mabuk berat, tapi aku jelas tidak."     

Twain menatap wanita itu sejenak dan berkata, "Oke. Aku memberitahu kebenarannya. Tidak ada apa-apa antara Shania dan aku. Kami cuma teman..."     

"Pembohong." Aria tersenyum dan berkata, "Alasan itu terlalu dibuat-buat."     

"Kenapa aku harus berbohong padamu?" Twain menaikkan suaranya.      

"Bagaimana mungkin aku tahu?" Aria mengangkat bahunya dan berkata, "Mungkin kau hanya tidak ingin media mengganggu kehidupan indah kalian berdua... Bagaimanapun juga, kau cukup pandai dalam menutupi semua ini, Tn. Twain."     

"Aku sangat serius, Nona Lisa Aria. Shania dan aku hanyalah teman baik, terlepas dari selisih usia kami. Kau tahu? Hubungan kami jelas tidak seperti yang kau kira!"     

Aria tidak segera menjawab melainkan memandang Twain dengan tatapan aneh selama beberapa waktu. "Media selalu mengatakan bahwa Tony Twain adalah sebuah misteri dan kurasa itu benar. Aku juga serius saat mengatakan akan membahas ini denganmu. Kalau kau masih khawatir, aku janji apapun yang kita bicarakan hari ini tidak akan muncul di media manapun." Dia mengangkat tangannya dan seolah bersumpah dengan sungguh-sungguh. "Apa kau masih akan berbohong padaku?"     

Twain sama sekali tidak bisa marah karena dia merasa bahwa ini bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan kemarahan – dia sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengan lawan bicaranya ini. "Kenapa aku harus membohongimu? Seperti yang kau katakan, apa yang memalukan dari mengakui bahwa kami saling mencintai? Tapi masalahnya adalah benar-benar tidak ada apa-apa antara aku dan dia..."     

"Kenapa dia ada di rumahmu?"     

"Hari ini ulang tahunku, jadi dia datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Normal bagi seorang teman untuk melakukan itu, kan?"     

"Kalau kalian memang berteman, kenapa dia tampak marah saat melihat kita bersama? Dia tidak bisa mengontrol kehidupanmu, kan?"     

"Tidak semua orang bisa menerima kenyataan bahwa teman mereka membawa wanita panggilan ke rumah untuk melakukan itu..."     

Wajah Aria memerah dan menyela kata-kata Twain, "Tn. Twain..."     

Twain juga menyelanya, "Dia mengira kau adalah wanita panggilan. Aku tidak mengatakan kalau kau adalah wanita panggilan."     

Aria merasa frustasi sejenak dan dia tidak bisa menyangkal kata-kata twain, karena apa yang dikatakan Twain memang masuk akal. Jadi, dia berusaha untuk mendorong kacamatanya ke atas karena kebiasaan, tapi jemarinya hanya menemukan ruang kosong. Wajahnya semakin memerah. "Yah, hanya saja... seandainya aku seorang wanita panggilan... Sebagai seorang teman, dia tidak punya hak untuk mencampuri kebebasanmu."     

"Dia masih punya hak untuk marah."     

"Apa dia marah?" wajah Aria mendadak tidak lagi memerah. Kali ini dia tertawa.      

Twain merasa bingung mendengar tawanya.      

"Bukankah dia marah?"     

"Apakah kau memahami wanita, Tn. Twain?" Bukannya menjawab pertanyaan Twain, Aria justru mengajukan pertanyaan.      

Twain menatapnya kosong. Dia tidak tahu apa maksud dari pertanyaannya itu. "Aku tidak tahu apakah aku memahami wanita, tapi aku yakin aku lebih memahami Shania daripada dirimu."     

"Belum tentu, Tn. Twain. Jangan berasumsi hanya karena kau sudah mengenalnya sejak lama maka kau memahaminya. Apa kau yakin kau memahami semua orang yang ada di sekitarmu?"     

Kata-kata Aria itu seolah menusuk tumit Achilles Twain. Karena dia memikirkan tentang Bendtner yang baru meninggalkan tim. Dia mengira dia cukup mengenal Bendtner dan memahami semua orang di dalam tim, mengetahui apa yang mereka suka, benci, dan inginkan... Tapi kenyataannya? Dia mengabaikan hal yang paling penting dan masih merasa menyesal hingga saat ini.      

Melihat Twain tidak mengatakan apa-apa, Aria merasa kalau dia telah menemukan kekhawatiran Twain – wanita itu memang berbicara dengan akurat, tapi 'khawatir' yang ini bukanlah 'masalah hati'.      

Dia menyatakan kemenangannya dengan angkuh, "Maafkan keterusteranganku, Tn. Twain. Semalam, teman baikmu itu tidak marah, tapi... cemburu."     

Seperti disambar petir, Twain duduk tertegun di kursinya dan tidak bereaksi bahkan hingga Lisa Aria mengucapkan selamat tinggal.      

※※※      

Sambil masih termenung, Twain bergegas ke Wilford dan kemudian menyapa Kerslake, "Selamat pagi, Dunn."     

"..." Kerslake memandang Dunn yang berdiri disamping Twain.      

Dunn hanya merentangkan tangan ke arahnya.      

"Ada apa denganmu, Tony?" Kerslake menepuk punggung Twain dengan keras sehingga membuatnya kembali ke kenyataan.      

"Ah... David, selamat pagi!"     

"Ada apa denganmu?"     

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya, tiba-tiba saja, merasa bahwa ada banyak hal indah di dunia sampai-sampai aku merasa tidak nyata..."     

Kerslake semakin yakin bahwa ada sesuatu yang salah dengan Twain. Dia berkata, "Kalau kau mengetahui semua itu, maka kau bukan Tony Twain. Kau pasti Tuhan." Lalu dia tahu kalau bertanya pada Twain akan sia-sia saja, jadi dia beralih untuk bertanya pada Dunn, yang bersama Twain sejak tadi. "Ada apa dengannya, Dunn?     

"Sebuah batu besar tiba-tiba saja dilemparkan ke sebuah danau yang biasanya tenang. Itulah yang terjadi, David." Dunn menjawab sambil tersenyum.      

Kerslake tampak semakin bingung dengan jawaban itu. Dia menatap Dunn sekilas dan bergumam, "Apa ini mistisisme orang-orang Asia Timur? Kalian berdua sama-sama gila..." Kerslake memutuskan untuk tidak bertanya apa yang terjadi pada mereka. Tidak jadi masalah selama Twain masih ingat bagaimana caranya melatih dan memimpin tim. Dia berbalik dan melangkah menjauh dari duo yang sulit dipahami itu.      

Dunn memandang Twain dan mengikuti Kerslake yang berjalan menjauh.      

"Bukannya kau masih bermain tebak-tebakan dengan Tony?" tanya Kerslake.      

"Danauku selalu sangat tenang," jawab Dunn sambil tersenyum.      

※※※     

Twain yang ditelantarkan berdiri sendirian di luar kantornya saat ponselnya berdering.      

Perhatiannya tidak terlalu teralihkan sampai-sampai dia tidak menjawab ponselnya, apalagi ternyata Shania-lah yang menghubunginya.      

Shania tidak berbasa basi dengannya. Dia membuat panggilan telepon itu tetap pendek setelah berhasil terhubung:     

"Apa kau punya waktu luang siang hari nanti, Paman Tony? Ayo kita makan siang sama-sama." Setelah dia menyebutkan nama dan alamat restorannya, Twain hanya mendengar bunyi 'biiip, biiip, biiiip'.      

Twain ingin mengatakan sesuatu tapi panggilan telepon itu sudah terputus.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.