Mahakarya Sang Pemenang

Ambisi Bendtner



Ambisi Bendtner

0Media mendengar berita tentang keinginan Manchester City untuk mendapatkan penyerang tengah nomer dua Nottingham Forest, Nicklas Bendtner, di waktu yang bersamaan dengan Twain melihat lembar penawaran itu di mejanya. Sudah jelas bahwa Manchester City sengaja mengungkapkan ini ke dunia luar.      

Sama seperti Tony Twain yang cukup dekat dengan , klub Manchester City juga pasti cukup dekat dengan satu atau dua media, yang bisa berbicara mewakili mereka di saat-saat penting. Reward yang mereka peroleh adalah mengetahui "kisah orang dalam" lebih dulu daripada media lain.      

Twain termenung saat dia memegang penawaran dari klub Manchester City.      

Memang pernah ada kabar berita tentang beberapa klub yang tertarik pada Bendtner di musim-musim lalu, tapi tidak satupun yang jadi nyata. Di satu sisi, Twain tidak akan menjual penyerang-tengah masa depan timnya; di sisi lain, ayah Bendtner, yang menjadi juru bicara Nicklas, telah mengumumkan lebih dari satu kali bahwa putranya tidak akan meninggalkan tim Forest.      

Kalau begitu, apakah semuanya masih tetap sama kali ini?     

Dia memutuskan untuk menunggu satu hari dan melihat perkembangannya.      

Satu hari seharusnya sudah cukup bagi Thomas Bendtner untuk memberikan respon, kan?     

Karenanya dia menjejalkan faks dari Manchester City itu ke bawah tumpukan folder.      

※※※     

Sehari kemudian, terdapat banyak kabar berita di media tentang keinginan Manchester City untuk merekrut Bendtner, yang dicetak ulang oleh media lokal di Nottingham.      

Ayah Bendtner, Thomas Bendtner, masih tetap tidak responsif.      

Di saat inilah Twain merasakan adanya bahaya.      

Para reporter berkumpul di kompleks pelatihan Wilford, ingin mendengar langsung pendapat Bendtner tentang "rumor" itu.      

Tapi Bendtner tetap diam dan tidak menjawab pertanyaan apapun dari para reporter.      

Bendtner adalah pria muda yang tidak terlalu komunikatif di dalam tim, tidak seperti Eastwood dan Ribery. Meski begitu, popularitasnya cukup bagus. Kediamannya ini berbeda dari Anelka. Anelka adalah seorang penyendiri, sementara pria tampan Denmark ini hanya sedikit introvert.      

Tapi tidak mengatakan apa-apa adalah sebuah masalah.      

Twain merasa bahwa dia seharusnya menghubungi agen Bendtner. Dia sama sekali tidak percaya kalau Manchester City akan mengikuti aturan, yakni menghubungi klub lebih dulu sebelum menghubungi si pemain. Mereka pasti menghubungi agen si pemain sebelum mengajukan penawaran ke tim Forest. Mereka telah belajar dari pengalaman terkait van Nistelrooy. Pada saat itu, Manchester City gagal karena mereka tidak mengetahui keinginan van Nistelrooy.      

Bendter punya dua agen. Yang satu adalah ayahnya, Thomas Bendtner, yang lebih seperti juru bicara. Bendtner menyampaikan ide-ide yang dimilikinya melalui ayahnya. Ayahnya tidak terlibat dalam negosiasi kontrak dengan tim dan hal-hal resmi lainnya. Tapi dia adalah sosok terpenting yang tak bisa diabaikan begitu saja, karena putranya mengandalkan ayahnya sebelum mengambil keputusan.      

Agen lainnya adalah Nicola Juric. Dia adalah broker reguler pemegang lisensi yang dikeluarkan FIFA. Dia adalah pria yang melakukan semua kontak dengan tim.      

Twain memutuskan menghubungi Juric lebih dulu karena Twain lebih sering berurusan dengannya daripada dengan ayah Bendtner.      

"Tn. Twain, aku tahu kenapa Anda menghubungiku." Juric langsung berbicara ke pokok permasalahan karena dia adalah pria yang cerdas. Dia tidak membuang-buang waktu dengan Twain. Dia bahkan tidak menunggu Twain bertanya padanya. Dia mengungkapkan segalanya, "Orang-orang Manchester City menghubungiku, ingin tahu tentang kemungkinan Bendtner untuk melakukan transfer. Aku mengatakan pada mereka kalau itu akan sangat sulit, karena Tn. Twain tentu tidak akan membiarkannya pergi. Tapi mereka bilang tidak jadi masalah. Mereka hanya ingin tahu bagaimana pendapat Bendtner. Selama dia menginginkannya, maka..."     

"Bagus sekali," Twain mengangguk. Masalah ini sederhana. "Bagaimana pendapat Bendtner?"     

Juric tersenyum di telepon, "Anda tidak bisa bertanya tentang ini padaku, Tn. Twain."     

Twain berhenti sejenak sebelum kemudian bereaksi – kalau dia ingin tahu tentang pendapat Bendtner, dia harus bertanya pada ayahnya. Pendapat Bendtner disampaikan melalui mulut ayahnya.      

Menutup teleponnya, Twain tidak terburu-buru menghubungi Thomas. Dia ingin meluruskan beberapa hal lebih dulu.      

Sudah jelas kalau Manchester City kekurangan striker. Mereka kekurangan striker sejak awal musim lalu hingga musim ini. Musim lalu, Manchester City punya banyak sekali striker tapi tidak satupun dari mereka bisa mencetak gol dua digit selama satu musim! Bisa dikatakan bahwa hal ini sangatlah memalukan bagi pemain penyerang sebuah tim. Dengan kata lain, setelah bos baru berkuasa, mereka berusaha merebut striker-striker di seluruh dunia dan mengacaukan kesepakatan transfer tim lain bukan karena mereka ingin mencari musuh dan jelas bukan untuk pertunjukan semata. Itu karena mereka dipaksa oleh situasi... Sebagai akibatnya, Berbatov, Adebayor, Drogba dan van Nistelrooy tidak ada yang mau mengambil tawaran dari Manchester City dan bahkan sama sekali tidak mempertimbangkan klub kaya baru itu.     

Karena para striker top dunia tidak mau "merendahkan diri mereka", maka masuk akal kalau Manchester City tidak punya pilihan lain kecuali...      

Masalahnya adalah, mereka berada di ambang pintu tim Tony Twain untuk yang kedua kalinya!     

Nicklas Bendtner adalah penyerang tengah nomer satu bagi tim Forest masa depan yang sekarang sedang kupersiapkan. Manchester City, kalian benar-benar punya nafsu makan yang besar...      

Setelah memikirkannya, Twain sadar bahwa dia telah bentrok dengan Manchester City di sepanjang musim panas ini.      

Pertama, mereka berselisih karena Richards. Setelah itu, karena van Nistelrooy, Twain memperburuk situasi dan menimbulkan kegemparan, yang menempatkan Manchester City di situasi yang canggung. Sekarang mereka datang khusus untuk Bendtner. Apa artinya ini? Apa mereka ingin membalasku?     

Tidak mungkin!     

Twain mengambil ponselnya untuk mencari nomer telepon ayah Bendtner, Thomas, dan menekannya.      

※※※     

Para pemain Forest mulai berdatangan ke kompleks pelatihan untuk bersiap-siap menjalani latihan rutin hari ini.      

Setiap musim panas, "rumor transfer" akan dibahas di ruang ganti. Diluar, para reporter dan fans memutar otak mereka untuk mencari tahu kisah dibalik setiap rumor dan cerita orang-dalam yang relevan dengan itu. Tapi di dalam sini, semua ini bisa digunakan sebagai lelucon dalam diskusi bersama.      

Van Nistelrooy adalah fokus dari banyak perdebatan dan lelucon beberapa waktu yang lalu. Tindakan boss di konferensi pers juga membuat semua orang merasa senang selama beberapa waktu lamanya. Sekarang giliran Bendtner.      

"Hey, kalian mau menebak bagaimana boss akan menolak Manchester City lagi?" Wes Morgan, yang masih telanjang bulat, melompat-lompat di ruang ganti sambil berusaha memakai pakaiannya.      

Semua orang menoleh ke arahnya.      

"Membakar ceknya?" kata Bale.      

"Kudengar tidak ada cek kosong kali ini." Baines menimpali.      

"Yah..." Eastwood menautkan alisnya dan berkata, "Sebuah penolakan langsung tidak akan seru..."     

Bendtner mendengarkan semua orang membicarakan hal-hal terkait dirinya, tapi dia hanya mengganti pakaiannya dalam diam. Saat Wes Morgan masih memamerkan penisnya di ruang ganti, dia mulai duduk dan mengikat tali sepatunya.      

Akhirnya seseorang ingat bahwa subyek pembicaraan itu ada di sampingnya. Loker Lennon ada di sisi kanan Bendtner, dan keduanya duduk bersebelahan. Dia menepuk bahu Bendtner yang sedang membungkuk untuk mengikat tali sepatunya dan bertanya, "Nick, apa mereka datang mencarimu?"     

Bendtner tidak mendongak dan masih terus mengikat tali sepatunya sambil menjawab, "Tidak."     

※※※     

"Tn. Tony Twain, aku tidak ingin membohongi Anda. Sebenarnya, mereka memang datang menemuiku." Thomas Bendtner menjawab pertanyaan Twain di telepon.      

Ini bukan hal yang tak terduga. Ekspresi Twain bahkan tidak berubah. Dia masih terus bertanya, "Aku tidak akan bertanya apa yang kalian bahas. Aku hanya ingin tahu bagaimana pendapat Bendtner tentang semua ini."     

Untuk melawan Manchester City, dia harus tahu apa yang dipikirkan Bendtner. Dengan begini, dia akan bisa melakukan langkah penangkal untuk mengatasi situasi ini seperti yang dia lakukan saat berurusan dengan kasus van Nistelrooy kemarin dulu.      

Twain mengira dia akan mendengar hal-hal seperti "Dia tidak ingin pergi", seperti yang dikatakan oleh ayahnya dalam menanggapi rumor-rumor sebelum ini. Dia sama sekali tidak menduga bahwa kali ini dia akan mendengar Thomas berkata, "Dia ingin pergi."     

"Itu bagus..." otak Twain masih belum menyadarinya dan dia berbicara dengan refleks sebelum dia sadar ada sesuatu yang salah. Dia segera mengoreksi dirinya, "Tidak, maksudku... Apa? Pergi?"     

"Aku minta maaf, Tn. Twain. Aku tidak ingin bohong padamu, jadi aku harus memberitahumu yang sebenarnya. Putraku, Nicklas Bendtner, ingin meninggalkan Nottingham Forest."     

Twain membeku sejenak dan menemukan bahwa otaknya juga sedikit kacau. "Apa maksudmu?"     

"Putraku mengeluh bahwa dia tidak bisa mendapatkan posisi penting di dalam tim, Tn. Twain. Dia ingin pergi ke tim yang bisa memberinya posisi utama. Beruntung sekali, Manchester City telah menyetujui semua persyaratannya."     

Tiba-tiba saja Twain merasa seperti disiram air dingin. Dia sama sekali tidak pernah mengira semuanya akan jadi seperti ini. Penyerang-tengah yang selalu dinilai tinggi olehnya, yang sangat dia andalkan, yang mana dia telah menghabiskan beberapa tahun untuk mengembangkannya, justru merasa bahwa dirinya tidak diberi posisi penting di tim dan ingin pergi!     

Ini semua bohong, kan?     

Atau, aku masih belum bangun?     

Atau Thomas si pria tua itu yang belum bangun, dan pikirannya masih bingung karena demam kemarin?     

※※※     

Ruang ganti pemain sangat ramai karena boss takkan muncul di lapangan latihan. Masih ada waktu sebelum latihan dimulai. Semua orang tidak keberatan tinggal disini untuk membicarakan tentang topik-topik pribadi. Misalnya, mereka masih terus menduga-duga apa yang akan dilakukan boss mereka pada Manchester City.      

Lennon masih mengobrol dengan Bendtner. Kali ini, dia bertanya dengan setengah bercanda, "Kau tidak akan pergi, kan Nick? Kudengar Manchester City sangat kaya dan bisa memberimu gaji yang sangat besar."     

Bendtner menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak peduli seberapa tinggi gajinya."     

Lennon tersenyum.      

"Aku hanya ingin memainkan posisi utama." Setelah mengatakan itu, dia bangkit berdiri dan pergi keluar dari ruang ganti yang ramai.      

Lennon memandang punggungnya yang menghilang di balik pintu dengan bingung.      

※※※     

"Bagaimana mungkin dia tidak ditempatkan di posisi yang penting? Dia bermain dalam dua puluh tujuh pertandingan musim lalu! Hampir separuh jumlah pertandingan dalam satu musim. Dia adalah penyerang tengah kedua-ku. Bukankah itu menjelaskan semuanya?" Twain merasa sedikit kesal karena dia merasa alasan Thomas hanyalah omong kosong dan tidak bisa diterimanya. Dia punya banyak data yang bisa membalikkan alasan "tidak ditempatkan di sebuah posisi yang penting". "Dia mencetak sepuluh gol dan delapan assist! Dengan data sebagus itu, kalau dia berada di Arsenal, dia mungkin tidak mendapatkan hasil sama sekali!"     

"Tn. Twain, itulah masalahnya. Anda bilang kalau dia adalah penyerang tengah kedua. Putraku, dia ingin menjadi penyerang tengah pertama. Dan kurasa dia memang memiliki kemampuan untuk itu."     

Kelihatannya dia tidak ingin menjadi pengganti untuk van Nistelrooy. "Van Nistelrooy punya lebih banyak pengalaman daripada Nick. Selain itu, menurut rencanaku, dia akan menggantikan pria Belanda itu sebagai penyerang tengah utama, tinggal satu musim lagi!" Dengan begini, Twain merasa percaya diri dia bisa membuat Bendtner tetap tinggal.      

"Tidak. Putraku sudah tidak sabar menunggu. Tn. Twain, apa Anda masih ingat apa yang Anda katakan padanya saat Anda bertemu dengan Nicklas untuk pertama kalinya?"     

Pertanyaannya itu menghentikan Twain. Bagaimana mungkin dia bisa mengingat jelas apa yang terjadi empat tahun yang lalu?     

Melihat Twain tidak menjawab, Thomas tertawa kecil. Suara ini membuat Twain mengerutkan kening, dan tiba-tiba saja dia merasa amarahnya tersulut.      

"Anda lihat kan, Anda tidak ingat, Tn. Twain. Untuk membuat putraku menolak pergi ke Arsenal saat itu dan datang ke tim Anda, Anda berjanji padanya bahwa dia akan menjadi pemain utama dan pemain inti lini depan. Apa aku salah mengatakannya? Atau mungkin Anda hanya mengatakannya sambil lalu. Aku bisa memahaminya. Bagaimanapun juga, untuk bisa menarik hati para pemain agar bermain untuk tim, kalian para manajer akan harus selalu menuliskan cek kosong dan membuat janji-janji yang mustahil untuk ditepati. Tapi putraku selalu mengingat kata-kata itu. Dia datang ke tim Forest dan berlatih keras untuk bersaing, bekerja keras untuk mencapai tujuan itu...      

"Tn. Thomas Bendtner..."     

"Sayang sekali bahwa setelah empat tahun, setelah Viduka akhirnya pergi, datanglah van Nistelrooy. Anda bilang musim depan akan jadi milik Nicklas? Jujur saja, aku ragu. Putraku adalah pria muda yang baik dan selalu mempercayai orang lain dengan mudah. Tapi aku bukan bocah berusia dua puluh satu tahun. Aku lebih tua darimu, Tn. Twain. Aku tahu ini hanyalah alasan bagimu untuk mengulur waktu. Saat pria Belanda itu tidak bisa bermain, kau akan menemukan penyerang tengah lain dari bursa transfer, kan? Dengan begitu banyaknya penyerang tengah yang bagus sekarang ini, aku tidak ingin putraku menjadi pemain pengganti di sepanjang hidupnya. Aku tidak pernah meragukan kemampuan putraku, tapi aku ragu Anda akan bisa memberinya peluang untuk menunjukkan seluruh potensi yang dimilikinya. Nicklas bisa menjadi striker terbaik di dunia, selama dia tidak bermain sebagai pemain pengganti untuk orang lain di Forest. Anda ingin tetap mempertahankannya; aku tidak akan pernah setuju."     

Setelah mendengar pria itu mengatakan banyak hal dalam satu tarikan nafas, otak Twain perlahan mulai tenang. Dia bertanya, "Apa Anda sudah selesai bicara? Tn. Thomas Bendtner?"     

"Aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan, Tn. Twain. Aku tahu Anda tidak suka dibohongi, jadi aku hanya mengatakan yang sejujurnya."     

Twain menghela nafas dalam-dalam dan kemudian perlahan berkata, "Terima kasih atas kejujuran Anda. Kurasa aku harus mempertimbangkan semua yang Anda katakan."      

"Saat Anda sudah memikirkannya, Anda bisa menghubungiku."     

Kali ini Twain tidak melempar ponselnya. Dia mengakhiri panggilan telepon dan duduk sendirian sambil termenung di kursinya.      

Dia tahu bahwa dia kadang-kadang sengaja menekan keinginan Bendtner, tapi itu karena dia cemas kalau bocah itu akan jadi terlalu sombong. Dia tahu jenis orang seperti apa Bendtner itu. Pemuda berbakat itu penuh kebanggaan dan sombong. Kadang-kadang Bendtner juga suka besar kepala. Twain tidak ingin seorang jenius berbakat dengan masa depan cerah sepertinya berakhir menjadi pemain biasa hanya karena masalah psikologis dan karakter. Jadi, dia berusaha untuk menciptakan lingkungan yang kurang-mulus bagi Bendtner dan tidak pernah memberitahunya apa yang dia rencanakan. Dia ingin Bendtner mengalami semuanya sendiri.      

Sikap berhati-hati ala orang Cina dan sikap berhati-hati ala orang Inggris terwujud dalam tubuh Kaukasia palsu Tony Twain.      

Dia tidak ingin membeberkan semuanya karena dia merasa kalau itu akan menghilangkan makna dibalik pengalaman dan pertumbuhan. Kelihatannya dia salah.      

Bendtner bukanlah jenis orang sabar yang bersedia mengalami pertumbuhan bertahap. Pemikirannya khas orang Barat – karena aku punya dasar, lingkungan dan kondisi yang bagus, kenapa aku harus melewati fase pertumbuhan yang menjengkelkan? Kenapa aku tidak bisa langsung menjadi pemain inti? Aku punya kemampuan untuk itu, jadi aku menginginkannya sekarang!     

Twain merasa bahwa ini semua adalah angan-angan yang dipikirkannya sebelum ...      

Aku sudah menghabiskan banyak upaya dan kerja keras untuk memfokuskan pengembangan striker ini hanya untuk membuatnya berpikir bahwa dia tidak dianggap penting.      

Ini adalah ironi yang sangat besar bagi Twain, yang suka mengontrol segalanya dengan kedua tangannya sendiri.      

Dia bersandar di kursinya dan memandang keluar jendela ke arah lapangan latihan yang cerah, dimana Bendtner dan rekan-rekan setimnya mulai bermunculan di lapangan satu persatu.      

Dia benar-benar ingin tahu apa yang sedang dirasakan Bendtner saat ini.      

Kau merasa tertipu?     

Akulah yang merasa ditipu!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.