Mahakarya Sang Pemenang

Selamat Tinggal, Gerard



Selamat Tinggal, Gerard

0Sahin menunjukkan kemampuannya dalam sebuah pertemuan dengan para fans dan media, menunjukkan bahwa cederanya tidak mengalahkan tubuhnya. Tapi suara-suara keraguan tentangnya masih melekat. Untungnya, dia datang ke Inggris dan belum memahami bahasa Inggris. Dia tidak terlalu cemas karena dia tidak bisa membaca atau mendengar bagaimana penilaian media terhadapnya. Selain itu, Twain memberitahunya bahwa, sebagai seorang pemain profesional, cara terbaik untuk menangkal keraguan bukanlah dengan bertengkar di hadapan media, melainkan menggunakan penampilannya di lapangan untuk memberi mereka tamparan di wajah.      

Di waktu yang sama, saran Twain ke Edward tentang psikolog sudah mulai dilaksanakan: empat dokter wanita, yang memiliki pengalaman klinis dalam menangani terapi mental di klub-klub sepakbola. Pasien pertama mereka adalah mantan jenius Turki, Nuri Sahin.      

Dunn menggoda Twain, "Kau sebenarnya tidak perlu mempekerjakan mereka. Kau adalah psikiater terbaik bagi para pemain ini."     

Twain meringis. "Aku bukanlah kunci dari segalanya. Aku tidak bisa melakukan semua pekerjaan."     

※※※     

Manajer Barcelona yang baru ditunjuk, Guardiola, berdiri di pinggir lapangan latihan yang berumput dan diwawancara oleh sebuah stasiun televisi. Dia sudah berbicara tentang pandangannya untuk musim baru dan sekarang sedang membicarakan tentang transformasi lini pertahanan belakang. "Gabriel masih beradaptasi dan melakukan pekerjaan yang bagus. Kurasa bukan ide yang bagus bagi Carles Puyol untuk selalu bermain sebagai bek tengah. Aku tahu kelemahan Barcelona ada di lini belakang dan kami membutuhkan seorang bek tengah yang luar biasa dalam menyundul bola, jangkung, kuat, dan bagus dalam melompat untuk menutupi kelemahannya."     

"Ada desas-desus yang menyatakan bahwa Barcelona telah menghubungi Pique dari Nottingham Forest. Apa ini benar?"     

"Aku tidak ingin membohongimu. Memang benar orang-orang kami mengajukan penawaran pada Nottingham Forest, tapi sejauh ini kami belum menerima jawaban." Guardiola menggelengkan kepalanya.      

Mereka belum menerima jawaban dari Nottingham Forest karena Nottingham Forest masih berdebat secara internal terkait penawaran itu.      

Barcelona telah mengajukan penawaran sebesar sepuluh juta pounds untuk Pique. Harga ini tidak kecil untuk seorang bek tengah, tapi Twain tidak ingin melepaskan Pique. Selama tiga musim, kemitraannya dengan Pepe telah menjadi tonggak utama di Nottingham Forest. Keduanya sama-sama jangkung, bagus dalam bertahan terhadap bola atas, dan kuat secara fisik. Mereka bermain dengan ahli di Liga Utama Inggris, yang sangat menghargai kekuatan fisik. Dengan penampilannya yang luar biasa di tim Forest, Pique juga terpilih untuk bermain di timnas Spanyol dan memenangkan Kejuaraan Sepakbola Eropa UEFA bersama timnya. Dia sudah memenangkan gelar liga Liga Utama Inggris, Liga Champions dan Kejuaraan Sepakbola Eropa UEFA di usia dua puluh satu tahun.      

Apa yang dikhawatirkan Twain adalah Pique tidak pernah menuntut berlebihan. Itu artinya alasan yang biasanya bisa digunakannya untuk membujuk seseorang kini kurang memiliki daya persuasi.      

Dia menahan tawaran Barcelona selama dua hari, dan Pique akhirnya menemui dirinya.      

"Boss, bisa aku bicara padamu usai latihan?" Di sela-sela latihan, dia berjalan menghampiri Twain yang berdiri di pinggir lapangan.      

Twain, yang sedang membahas rencana musim baru dengan para pelatih lain, melirik semua orang disana. Lalu dia menoleh ke arah Pique sambil tersenyum. "Ini aneh. Kau tidak pernah minta bicara secara pribadi denganku."     

Pique sedikit malu. Dia menggaruk kepalanya. "Pertama kali itu bagus, nantinya mungkin ada yang kedua."     

Twain tertawa saat dia mendengarnya mengatakan itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya menganggukkan kepalanya.      

※※※     

Di waktu yang bersamaan, di kerumunan orang yang lain....      

"Aku berani bertaruh Gerard ingin pergi." Pria yang berbicara itu adalah bek tengah yang lain – Pepe.      

Semua orang tampak terkejut. Hal yang mengejutkan mereka bukanlah fakta bahwa Pique ingin pergi, melainkan bahwa kalimat itu diucapkan oleh partner bek tengah-nya. Mereka seharusnya memiliki hubungan baik antara satu sama lain. Bukankah seharusnya dia menunjukkan sedikit keengganan atas kepergian partnernya?     

Pepe melihat semua orang memandang ke arahnya dan bisa menebak apa yang mereka pikirkan. Dia tersenyum. "Apa? Aku bukan orang yang akan membiarkannya pergi begitu saja."     

"Kurasa tidak ada alasan untuk pergi. Disini sudah bagus. Kenapa dia harus pergi?" Sebagai anggota lini pertahanan belakang, Bale berharap semua orang masih bersama-sama sampai musim depan. Stabilitas adalah persyaratan yang utama untuk lini pertahanan belakang.      

"Monyet kecil, dia berasal dari Barcelona, dan sekarang Barcelona menginginkannya. Apa menurutmu dia bisa menolak itu?" Pepe sangat jelas tentang ini.      

"Aku masih tidak paham," gumam Bale.      

"Beberapa orang tergila-gila pada uang." Pepe melirik Ribery, yang duduk diluar kerumunan. "Beberapa orang lebih peduli pada ketenaran, beberapa lagi loyal dan beberapa orang bermimpi untuk bisa bermain di tim kota asal mereka. Itu semua cukup normal." Semua orang memandang Pepe dengan tatapan berbeda, seolah-olah dia adalah seorang filsuf yang ahli.      

"Kalau dia harus pergi, tidak ada yang bisa menghentikannya. Kurasa boss juga tahu itu."     

Pepe berhenti bicara karena Pique sudah mengakhiri percakapannya dengan Twain dan sedang berjalan ke arah mereka.      

Duduk diluar kerumunan, Ribery memandang Pique yang berjalan mendekat dan mulai merenung.      

※※※     

Melihat Pique pergi, para pelatih kembali mendekat.      

"Pasti karena Barcelona, kan?" tanya seseorang.      

"Pastinya." Twain mengangkat bahu. "Kita mengalahkan mereka dua kali dan sekarang mereka mendapatkan kesempatan untuk membalas kita."     

Semua orang memandang punggung Pique dan tidak tahu harus mengatakan apa.      

※※※     

Setelah pelatihan, semua orang mandi di ruang ganti dan pulang ke rumah. Pique mengetuk pintu kantor Twain.      

Twain sedang duduk sendirian di depan komputer dan memainkan Minesweeper karena bosan. Saat dia melihat Pique membuka pintu dan melangkah masuk, dia bangkit berdiri dan mematikan game itu.      

"Aku tahu apa yang ingin kaubicarakan denganku." Meski dia juga berdiri, dia tidak melangkah ke depan untuk menyambutnya. Dia hanya menunjuk ke arah sofa dan memberi isyarat agar Pique duduk disana bersamanya.      

"Masalah dengan Barcelona mungkin," tadinya dia bermaksud mengatakan, "menyusahkanmu," tapi dia merasa itu kedengarannya salah. Masalah ini tidak sesederhana itu karena Twain sama sekali tidak tahu apakah ini memang "menyusahkan" Pique. Jadi dia terbatuk, "Bagaimana pendapatmu?"     

"Aku," Pique terdiam sesaat dan akhirnya mengambil keputusan. Dia mengangkat kepalanya. "Aku tidak ingin berbohong padamu, boss. Undangan Barca sangat menarik bagiku."     

"Lebih menarik dari tetap tinggal di Nottingham Forest untuk terus memenangkan gelar juara?" tanya Twain lagi.      

Pique kembali terdiam. Dia tahu tentang temperamen manajernya. Tidak bagus untuk berbohong. Kalau dia mengatakan yang sebenarnya, dia tidak tahu apakah boss akan lebih marah.      

Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Bagaimanapun juga, boss mungkin akan marah kalau dia mengatakan yang sebenarnya tapi kalau dia bohong, boss sudah pasti akan marah. Dan dia akan tahu itu bohong karena media sudah mengungkapkan kebenarannya. Media sialan!     

"Jujur saja, boss. Sulit bagiku untuk menolak undangan dari Barcelona."     

Twain mengangguk. Itulah yang dikatakan oleh media. Pique masih punya rasa sayang untuk Barcelona. Setelah dia menjadi terkenal di tim Forest, Real Madrid menyebarkan kabar berita bahwa mereka ingin membelinya. Dia mengekspresikan loyalitasnya pada tim. Dia berkata, "Aku tidak akan meninggalkan Nottingham Forest. Aku baik-baik saja disini." Pada akhirnya, saat media terus mengajukan pertanyaan hipotetik padanya, dia berkata, "Kalau aku harus pergi, aku hanya akan pergi ke Barcelona."     

Kata-kata itu menjadi kenyataan hari ini. "Katakan padaku semua pemikiranmu, aku bukan orang yang tidak masuk akal."     

Pique mengutarakan pemikirannya. Gagasan umumnya adalah dia dikembangkan oleh La Masia meski Barcelona tidak memberinya kesempatan bermain. Karenanya, meski dia terpaksa pergi ke Inggris, hatinya akan selalu menjadi milik Catalonia. Selama Barcelona membutuhkannya, dia akan membuang semuanya untuk menghadapi semua cobaan dan godaan dan tidak takut mengambil resiko untuk membantu tim kesayangannya itu. Dia tidak mengatakan itu, tapi Twain merasa itulah yang dimaksud olehnya. Selain itu, dia sudah mendapatkan kehormatan pribadi. Dia masih muda dan ingin mendapatkan tantangan baru di Barcelona. Selain itu, tekanan dari keluarganya juga sangat berat. Kerabatnya adalah fans setia Barcelona. Kakek kandung dari ibunya dulu pernah menjadi wakil presiden klub sepakbola Barcelona. Bagaimana mungkin mereka tidak setia? Seluruh keluarganya ingin Pique kembali ke kota asalnya.      

"Jadi, dengan kata lain. Mimpimu adalah bermain untuk Barcelona dan bermain disana sampai kau pensiun?" tanya Twain.      

"Kalau memang memungkinkan, ya, kelihatannya seperti itu."     

Twain menghela nafas panjang. "Jadi, itu artinya aku telah membantu Barcelona mengembangkan bek tengah yang bagus dan menyelesaikan masalah lini pertahanan belakang mereka di momen penting ini?"     

Pique tidak tahu harus mengatakan apa. Dia merasa bos sedang marah.      

Twain memang marah. Pique adalah pemain yang telah dikembangkannya dengan susah payah. Hanya dengan satu kalimat yang mengandung "perlu memperkuat pertahanan kami" dari mantan klubnya, pemain bintang itu langsung menjawab panggilan mereka. Twain pasti tidak normal kalau dia tidak sedikit marah karenanya. Dia bukan orang murah hati yang bisa berkata, "Pique, saudaraku, kau bebas mengejar mimpimu."     

"Aku tidak ingin kau pergi, Gerard. Kau sangatlah penting bagi tim kita. Kau bermain bagus dengan Pepe. Apa kau tahu arti pertahanan bagiku?'     

"Gelar juara, boss." Reaksi Pique cukup cepat.      

"Jadi kuharap kau bisa tetap tinggal disini." Twain duduk di kursi boss dengan kedua tangan berada di perut dan menyilangkan kakinya.      

Pique terdiam sesaat dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Boss, ini sulit."     

Twain tidak mencemoohnya. Sebaliknya, Twain hanya menatapnya tanpa kata.      

Twain tahu dia tidak bisa membuat Pique tetap tinggal. Pique dan Ribery sama sekali berbeda. Ribery murni tentang uang. Mudah untuk mencapai tujuan itu. Apa yang dikejar Pique sepuluh juta kali lebih ilusif daripada uang – kesetiaan. Itu bukan loyalitas terhadap Nottingham Forest, melainkan loyalitas terhadap Barcelona.      

Dia lulus dari La Masia, berlatih di La Masia sejak usia muda dan keluarganya adalah fans Barcelona yang paling setia selama beberapa generasi. Dia telah menerima pendidikan itu sebelum dia menyadarinya: Barcelona adalah klub terbaik di dunia. Barcelona adalah satu-satunya tim yang disukai dan diikutinya. Merupakan sebuah kehormatan untuk bisa bermain bagi tim yang hebat semacam ini. Meski dia tidak memenangkan gelar kejuaraan, tidak ada keluhan. Meski Barcelona suatu hari nanti didegradasi dan berada di ambang kebangkrutan, dia tidak akan mengubah rasa cintanya terhadap klub itu.      

Inilah yang membuat Twain merasakan sakit kepala terparah. Dia masih bisa menggunakan metode wortel dan tongkat untuk berurusan dengan Ribery, menaikkan gajinya dan menginspirasinya dengan kehormatan dan loyalitas. Semua itu tak ada gunanya bagi Pique. Loyalitasnya hanya untuk Barcelona, dimana dia bahkan rela menerima gaji tahunan yang lebih rendah. Kalau situasinya berbeda, orang-orang mungkin akan mengatakan bahwa dia sedang melakukan sesuatu yang merendahkan dirinya meski dia sendiri tahu itu. Tapi di dunia sepakbola, ini adalah loyalitas dan sesuatu yang layak untuk dilakukan!     

Twain mengerutkan kening. Dia tidak ingin membiarkan Pique pergi, bukan karena tim harus memiliki Pique – posisi bocah La Masia ini berbeda dari posisi Ribery – melainkan karena manajer mana yang tidak mau memiliki lebih banyak pemain yang bagus dibawah komando mereka?     

Ada satu pemain di dalam tim yang bisa menggantikan Pique, bintang harapan Belgia, Vincent Kompany, tapi Twain merasa kesal kalau dia membiarkan Pique pergi begitu saja.      

Setelah mempertimbangkannya untuk waktu yang lama, Twain memutuskan untuk menyerahkannya pada takdir. Dia sudah memintanya untuk tetap tinggal dan sudah melakukan semua yang dia bisa. Dia hanya bisa menyerah pada takdir. Beberapa hal tidak bisa diselesaikan hanya dengan kerja keras. Dalam kasus Pique, "takdir" jelas melampaui "fakta hidup" dengan keuntungan yang luar biasa.      

Twain akhirnya menganggukkan kepalanya perlahan dan samar. "Yah, aku paham apa yang kaupikirkan. Kurasa takkan pantas untuk memaksamu tetap tinggal, dan aku tidak ingin menghancurkan hubunganku denganmu. Jadi begitulah." Dia membuka lengannya dengan sedikit pasrah.      

Pique tidak tersenyum. Dia menegakkan punggungnya. "Boss, aku menyukaimu dan juga menyukai rekan setimku. Aku mencintai tim ini dan para fansnya. Meski aku lulus dari La Masia, aku juga sadar bahwa tanpamu dan tanpa Nottingham Forest, tidak akan ada Gerard Pique seperti saat ini."     

Twain terpana mendengar kata-katanya. Dia membeku dan tidak tahu apa yang telah terjadi. Mungkinkan Pique tiba-tiba saja memiliki secuil nurani dan berubah pikiran tentang keinginannya untuk pergi? Apa yang terjadi?     

"Aku tahu situasi finansial klub saat ini sedang tidak bagus. Aku suka bermain disini dibawah arahanmu, boss. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa sangat rileks. Aku ingin memberimu hadiah perpisahan. Kau takkan menolaknya, kan?"     

Twain membuka mulutnya saat dia jadi semakin bingung.      

"Dengan sedikit kerjasama dariku, Barcelona mungkin perlu menaikkan tawarannya lagi." Pique akhirnya tersenyum, tapi dia tersenyum penuh arti dan agak malu-malu.      

Twain tidak tersenyum. Dia menatap lurus ke mata bek tengah yang sebentar lagi takkan menjadi pemainnya dan tidak lagi memanggilnya "boss".      

※※※     

Sehari kemudian, Nottingham Forest secara resmi memberikan respon terhadap penawaran sepuluh juta dari Barcelona – mereka menolak!     

"Dengan dua gelar Liga Champions, satu kemenangan Liga Utama, dan pilar serta inti pertahanan di timku, bagaimana mungkin dia hanya layak dihargai sepuluh juta?" Twain mengucapkannya dengan marah dalam sebuah wawancara. "Aku tidak percaya Barcelona tidak bisa menunjukkan itikad baik mereka." Semua orang tahu bahwa Twain menggunakan istilah "itikad baik" untuk merujuk pada uang. "Kalian tahu, mereka menghabiskan hampir 100 juta euro musim panas ini." Itu sebenarnya tidak tepat 100 juta, Barcelona telah menghabiskan sekitar 73 juta euro sejauh ini.      

Tidak ada yang tahu bagaimana Pique meminta agennya untuk berbicara pada Barcelona. Makna umumnya sudah bisa ditebak – sudah hampir pasti Pique ingin kembali ke Barcelona! Tapi Nottingham Forest tidak akan pernah melepaskan bek tengah mereka dengan mudah. Selain itu, semua orang tahu jenis pria seperti apa Tony Twain itu. Semua kata-kata negatif yang diciptakan oleh umat manusia masih tidak cukup untuk mendeksripsikan dirinya, dan menganalisanya secara rasional, ini bukan karena dia enggan melepaskan bek tengah utamanya. Sudah jelas Nottingham Forest menganggap jumlah uang yang ditawarkan terlalu kecil. Apa mereka tidak dengar bahwa tim Forst sedang membangun sebuah stadion baru saat ini? Stadion yang memiliki kapasitas 60,000 kursi itu akan membutuhkan banyak uang.      

Penawaran kedua Barcelona akhirnya datang: 16 juta pounds! Sekitar 20 juta euros!     

Untuk menawar setinggi itu hanya untuk bek tengah, salah satu alasan pentingnya adalah Pique orang Catalan selain fakta bahwa dia adalah seorang bek yang sudah membuktikan dirinya. Guardiola adalah produk otentik Barcelona. Dia sangat mempedulikan kemurnian silsilah lebih daripada pendahulunya, Rijkaard. Sebagai akibatnya, dia membersihkan sejumlah besar pemain dari dinasti sebelumnya. Salah satu alasannya adalah karena dia yakin bahwa selama seorang pemain itu bukan orang Catalan asli dan orang Barcelona, dia takkan bisa memberikan 100% upaya dan loyalitasnya kepada tim ini. Kelompok semacam itu takkan bisa diandalkan. Lihat saja apa yang dilakukan Ronaldinho, Deco dan Eto'o dalam dua musim terakhir.      

Nottingham Forest sama sekali tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Guardiola karena mereka merasa senang dengan harga yang ditawarkan dan mengangguk setuju.      

Dengan begitu, Gerard Pique muda, yang direkrut Tony Twain dari La Masia, telah menjalani ujiannya dan akhirnya berhasil. Saat lelah, dia ingin kembali ke akarnya, jadi dia kembali ke kota asalnya, Barcelona. Ini adalah sebuah kisah petualangan inspirasional yang lazim tapi juga menyentuh hati.      

Tidak ada acara perpisahan. Tim Nottingham Forest sedang berlatih di Wilford. Bagi para pemain profesional, itu hanyalah seseorang yang pergi. Pemandangan seperti ini akan terus berulang di setiap musim panas. Pada awalnya, akan ada orang-orang yang merasa sedih, dan sekarang setelah mereka cukup berpengalaman dalam sepakbola profesional, mereka sudah terbiasa dengan ini.     

Pique mengemas barang-barang di lokernya dan membawa tasnya ke lapangan latihan untuk mengucapkan selamat tinggal pada Twain.      

"Aku tidak mengira kau akan datang." Twain sedikit terkejut.      

"Aku hanya ingin melihat semuanya untuk yang terakhir kalinya, boss." Pique berdiri di sampingnya dan melihat lapangan latihan yang berumput. Mantan rekan setimnya sedang berlatih keras. Suara David Kerslake yang selalu terdengar bersemangat mengingatkan mereka semua agar tidak malas.      

"Saat aku datang kemari dari La Masia, aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba. Kukira aku takkan pernah punya perasaan apapun tentang lapangan latihan lain kecuali untuk La Masia dan Barcelona. Terima kasih, boss."     

"Aku bukan pelatihmu lagi. Kita akan jadi musuh saat lain kali kita bertemu dan semua orang disini juga sama." Twain menunjuk ke arah lapangan latihan. "Kau tahu sendiri, bagaimana Nottingham Forest selalu memperlakukan musuhnya..."     

"Tanpa ampun." Pique membantunya menyelesaikan kalimatnya.      

"Bagus kalau kau tahu."     

"Jadi, aku pergi sekarang, boss."     

Baru saat itulah Twain menoleh untuk melihatnya. Dia membuka mulutnya. "Aku bermaksud mengatakan bahwa, kalau, seandainya, mungkin kau tidak bisa tinggal di Barcelona, kau bisa datang kemari."     

"Saat itu aku pasti sudah terlalu tua untuk bermain sepakbola."     

"Apa kau tidak dengar yang dikatakan banyak orang? 'Nottingham Forest adalah panti jompo!'" Twain tertawa.      

"Aku orang Catalan."     

"Fakta itu benar-benar membuatku kesal."     

"Seandainya aku bukan orang Catalan, aku akan berada di tim Forest dan bermain disini sampai pensiun, boss."     

"Tidak ada yang namanya 'seandainya' dalam kenyataan." Fakta ini membuatnya merasa tak berdaya. Demetrio juga mengatakan hal yang sama padanya dengan nada suara yang sama.      

"Selamat tinggal, Gerard. Kudoakan yang terbaik untukmu." Dia kembali menolehkan kepalanya untuk memandang ke arah lapangan.      

"Selamat tinggal, boss." Pique berbalik dan berjalan menjauh dari Wilford yang cerah. Agennya sudah menunggu di tempat parkir, dimana mereka akan langsung pergi ke Heathrow dan kemudian terbang pulang.      

Putra yang mengembara itu akhirnya kembali pulang, seperti daun jatuh yang kembali ke akarnya. Di Hutan Nottingham yang lebat, setelah lebih dari seratus tahun diterpa hujan dan daun yang berjatuhan, tanah di dasar hutan telah tertutup sepenuhnya. Tanah itu ditutupi lapisan tebal dedaunan, tapi tak satupun dari daun itu yang disebut "Gerard Pique".      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.