Mahakarya Sang Pemenang

Tolong Kembalilah, Tony



Tolong Kembalilah, Tony

0Pers mungkin menggunakan kata 'sakit parah' untuk mendeskripsikan kondisi Sophia saat ini, tapi itu karena mereka selalu ceroboh dalam memilih kata-kata. Rumah sakit tidak pernah memberitahu Wood bahwa ibunya 'sakit parah'. Sampai hari ini.      

Ketika Wood bergegas menuju rumah sakit, ibunya sudah dibawa ke ruang gawat darurat, dan satu-satunya orang yang dilihatnya berdiri diluar adalah Twain, Woox dan si perawat Vivian Miller.      

"Bagaimana ibuku?" hal pertama yang ditanyakan Wood setelah melihat Woox dan Vivian adalah kondisi ibunya.      

Woox menggelengkan kepalanya dan tidak mengatakan apa-apa, sementara Vivian berdiri dengan tenang dan menundukkan kepalanya. Vivian hanyalah perawat yang merawat Sophia, tapi dia terlihat seolah dialah yang bertanggungjawab atas krisis ini.      

Karena tidak satupun diantara keduanya angkat bicara, satu-satunya orang yang bisa menjawab pertanyaan Wood disana adalah Twain. Suara Twain terdengar pelan ketika dia berkata, "Kondisinya tidak bagus, George. Sebaiknya kau menyiapkan mentalmu…"     

Ketiganya menyampaikan satu pesan pada Wood entah itu melalui isyarat maupun kata-kata – bahwa ibunya mungkin akan benar-benar meninggalkan sisinya kali ini.      

Tiba-tiba saja, Wood tidak tahu apa yang harus dipikirkan. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan atau katakan. Dia hanya berdiri terpaku di tempatnya dan terengah-engah.      

Twain terkejut melihat Wood tidak bereaksi. Dia mengira Wood akan meledak marah dan meneriakkan kata-kata seperti, "Aku tidak percaya padamu" atau "Kalian semua pasti bohong padaku."     

Bagi Twain, normal bagi seseorang untuk meledak seperti itu ketika mereka mendengar orang terkasih mereka mungkin akan segera meninggal dunia, dan dia menduga Wood memiliki ledakan emosi yang lebih besar dan lebih agresif dibandingkan dengan orang normal. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kemarahan Wood, tapi ledakan emosi itu tidak pernah datang.      

Keterkejutan Twain berubah menjadi kecemasan ketika Wood masih tetap diam. Dia juga tampak termenung sambil berdiri terpaku di tempatnya. Twain khawatir Wood shock karena tidak bisa menghadapi kenyataan bahwa ibunya akan meninggalkannya. Sebagai seorang manajer yang bagus dalam menangani kondisi psikologis para pemainnya, Twain tahu seberapa rumitnya masalah psikologis itu.      

Beberapa waktu kemudian, Woox pergi untuk menghadapi para reporter yang berkerumun diluar setelah mereka mendengar kondisi ibu Wood sedang kritis. Sama sepertinya, Vivian juga pergi karena dia masih punya pekerjaan yang harus dilakukannya. Satu-satunya orang yang tetap tinggal diluar ruang gawat darurat itu adalah Twain, yang tidak punya apa-apa untuk dilakukan dan Wood. Twain memandang Wood dan mendesah panjang setelah melihat bagaimana Wood masih terus terpaku ditempatnya, sama sekali tidak menyadari kepergian Woox dan Vivian.      

Twain ingin menghampiri Wood dan menghiburnya, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia tahu bahwa Sophia memang tidak punya banyak waktu tersisa meski dia berhasil melewati krisis ini. Kesan Twain terhadap Sophia sejak pertemuan pertama mereka adalah dia adalah wanita lemah yang bisa meninggal dunia dan meninggalkan Wood kapan saja. Tak ada satupun dokter yang mengira dia bisa tetap hidup sampai sekarang. Sulit untuk membayangkan seberapa besar kemauan keras Sophia untuk bisa tetap bertahan selama ini.      

Wood telah merasakan penderitaaan dari kematian Gavin bertahun-tahun yang lalu dan sepertinya kali ini dia akan kembali merasakan tragedi kehilangan orang terkasihnya. Semua orang tahu kematian adalah sesuatu yang tak terelakkan, tapi fakta ini mungkin sulit diterima Wood. Twain merasa sangat khawatir tentang bagaimana Wood akan bereaksi terhadap kematian ibunya ketika itu terjadi. Bagi Sophia, Wood adalah satu-satunya pillar penopangnya. Sama halnya dengan ini, dia juga satu-satunya pillar penopang bagi Wood. Sophia tidak bisa kehilangan Wood, dan sama seperti ini, Wood juga tidak bisa kehilangan Sophia. Wood telah tinggal bersama ibunya sejak dia dilahirkan, dan mereka berdua telah menjadi bagian penting dalam kehidupan satu sama lain. Sayangnya, tidak lama lagi keduanya akan harus menghadapi rasa sakit terbesar di dunia. Mereka harus menanggung rasa sakit yang diakibatkan oleh kematian dan perpisahan. Akankah Wood bisa menghadapi kematian ibunya?     

Twain tidak akan secemas ini kalau orang lain yang akan kehilangan ibu mereka. Wood mungkin satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa seperti ini. Wood itu seperti anak kecil yang belum tumbuh dewasa. Rasa sayangnya kepada ibunya jauh lebih dalam dari yang bisa dibayangkan oleh siapapun, dan dia tidak hanya kehilangan orang terkasih ketika dia kehilangan ibunya.      

Wood akhirnya lelah setelah berdiri begitu lama dan dia melangkah ke samping lalu duduk. Tapi, matanya tidak pernah meninggalkan pintu ruang gawat darurat sepanjang waktu.      

※※※     

Beberapa saat kemudian, Edward Doughty tiba di rumah sakit untuk mengunjungi Wood dan ibunya. Twain bisa tahu bahwa Doughty menyimpan sesuatu di benaknya, dan apapun itu tidak ada hubungannya dengan Wood.      

Wood tampak linglung, dan sama halnya dengan Doughty. Keduanya berinteraksi singkat sambil disibukkan oleh pikiran mereka sendiri. Setelahnya, Wood kembali duduk di kursinya dan menatap ke arah pintu ruang gawat darurat. Edward Doughty, disisi lain, tidak terburu-buru pergi, dan berdiri di lorong lalu memandang sekeliling. Matanya berulang kali tertuju pada Twain dan kelihatannya dia ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak melakukannya.      

Doughty mengalihkan pandangannya ke arah Wood dan sadar bahwa pria itu masih menatap pintu ruang gawat darurat. Karenanya, dia memutuskan untuk melangkah menghampiri Twain.      

"Bisa kita bicara sebentar, Tony?" kata Doughty dengan pelan saat dia berdiri di hadapan Twain.      

Twain mengangkat kepalanya untuk menatap Doughty karena dia masih duduk di kursinya. Doughty datang sendiri dan Allan Adams juga tidak menemaninya kali ini.      

Twain tidak bisa menemukan alasan untuk menolak permintaannya, jadi dia hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.      

Keduanya melangkah melewati Wood dan menuju ke lantai bawah lalu mengarah ke halaman belakang rumah sakit. Mereka bercakap-cakap sambil berjalan di tepi danau.      

"Jujur saja, aku terkejut melihatmu ada di layar besar pertandingan pembuka musim ini, Tony," kata Edward Doughty.      

"Aku adalah penggemar Forest." Twain mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak bisa mendukung tim sepakbola lain, khususnya tim Liga Premier, setelah memimpin Forest selama 11 tahun. Bagaimanapun juga, setiap tim sepakbola lain adalah lawan yang harus dikalahkan olehnya di masa lalu...     

"Apa kau melihat pertandingan Forest belakangan ini?" Topik percakapan beralih ke penampilan Forest baru-baru ini.      

"Tentu saja," Twain sedikit waspada.      

"Bagaimana pendapatmu tentang situasi Forest saat ini, Tony? Sebagai seorang manajer sepakbola profesional..."     

"Aku bukan lagi manajer, Edward," Twain menolak untuk menjawab.      

Doughty tidak menduga Twain akan memotong ucapannya. Sepertinya Twain tidak berniat untuk patuh sekarang setelah dia tidak lagi bekerja untuknya... Tapi memang, kapan Tony pernah patuh? Doughty terdiam setelah mendengar kata-kata Tony dan tidak tahu bagaimana harus melanjutkan percakapan.      

Keduanya berjalan berdampingan dalam diam selama beberapa waktu. Twain berusaha mengarahkan perhatiannya ke sekelilingnya dan mencoba membuat dirinya tidak merasa canggung. Dia melihat ada sebuah pulau kecil yang tertutup pepohonan di kejauhan, tapi tidak ada jembatan yang mengarah kesana. Dia memandang sekeliling untuk mencoba menemukan perahu atau semacamnya tapi dia juga tidak melihatnya.      

Edward Doughty masih tetap diam, dan matanya terpaku ke jalan di hadapan mereka. Sepertinya dia berusaha untuk memutuskan apakah dia harus mengatakan sesuatu.      

"Er, jujur saja, Tony. Aku datang menemuimu hari ini karena kuharap kau bisa... memimpin Nottingham Forest sekali lagi."     

Firasat buruk Twain menjadi kenyataan!     

Dia tidak bisa berpura-pura tidak mendengar kata-kata Doughty tak peduli sekeras apapun dia berusaha.      

Twain berhenti berjalan dan mengalihkan pandangannya dari pulau kecil di kejauhan. Matanya tertuju pada Edward Doughty, yang ada disampingnya.      

"Aku bukan lagi manajer, Edward." Twain mengulangi kata-kata yang diucapkannya barusan. Dia berharap Edward Doughty akan mundur dan membiarkannya sendiri. Tapi, kelihatannya dia telah meremehkan tekad Doughty.      

"Aku tahu kau sudah pensiun, tapi kau masih berusia lima puluh tahun, Tony... Kau masih dianggap muda untuk ukuran manajer. Tim Forest membutuhkanmu. Wood membutuhkanmu... dan aku juga membutuhkanmu!"     

Twain tersenyum. Ini benar-benar peningkatan bagi Doughty. Dulu, dia jelas takkan mengatakan hal-hal semacam itu padanya.      

Doughty bisa merasakan sarkasme di balik senyum Twain, tapi dia tidak peduli. Atau lebih tepatnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa tentang itu meski dia mau. Twain bukan orang yang meminta pekerjaan padanya sekarang. Justru dirinyalah yang sedang memohon Twain untuk kembali ke klub.      

"Aku tahu kau kesal padaku, Tony. Aku harus mengakui bahwa aku... er... membuat kesalahan saat itu..."     

Twain tetap diam dan hanya melihat Doughty mengakui kesalahan yang dibuatnya empat tahun lalu. Dia masih ingat adegan malam itu di kamar hotel Madrid ketika dia berselisih jalan dengan dewan klub setelah berhasil memimpin timnya mencapai kemenangan treble yang historik. Semua kejayaan yang diraihnya dengan Forest menjadi sebuah kenangan yang jauh hanya dalam satu malam.      

Adegan di depannya saat ini sangat kontras dengan adegan empat tahun lalu...      

Edward Doughty mungkin tidak perlu memohon Twain untuk kembali ke klub kalau perilakunya saat itu sama seperti sekarang.      

Bagaimanapun, Forest adalah tim yang dibangun Twain dari bawah, dan dia tidak rela meninggalkannya begitu saja.      

"... Lihat saja aku sekarang. Aku sudah cukup dihukum atas keputusanku saat itu." Doughty merentangkan tangan di hadapannya dengan sikap tak berdaya.      

"Apa kau sungguh-sungguh dengan apa yang kau katakan, Edward?" tanya Twain sambil memandangnya sekilas. Dia tidak percaya dengan kata-kata Edward Doughty. "Alasan kenapa kau mencariku sekarang adalah karena hasil buruk tim membuatnya sulit bagimu untuk mendapatkan harga jual yang bagus untuk klub dengan Grup Bin Zayed, kan?"     

Doughty membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar karena Twain menebaknya dengan benar.      

Doughty masih berharap Bin Zayed Group akan memberinya harga yang bagus untuk Forest. Ketika itu terjadi, dia akan terbebas dari semua kekacauan yang dialami Forest. Hasil tim Forest, pensiunnya Wood dan semua masalah lain tidak akan ada lagi hubungannya dengan dirinya mulai saat itu.      

"Edward, biar kuulangi sekali lagi. Aku tidak peduli bagaimana kau memperlakukanku dulu. Yang perlu kau tahu adalah aku sudah pensiun sekarang."     

Twain berbalik dan melangkah kembali ke arah rumah sakit. Percakapan dengan Edward Doughty itu sudah berakhir.      

Edward Doughty tidak mengatakan apa-apa untuk menghentikan kepergian Twain. Yang dia lakukan hanyalah menatap punggung Twain dan mengerutkan kening.      

※※※      

Sophia sudah dibawa kembali ke bangsalnya saat Twain kembali ke rumah sakit. Saat dia pergi ke kamar rawat Sophia, dia melihat Wood melangkah keluar dari kamar dan Vivian merawat Sophia disamping tempat tidurnya.      

Twain mengamati ekspresi di wajah Wood. Sepertinya tidak membaik, tapi juga tidak memburuk. Sulit baginya untuk menebak kondisi Sophia dengan hanya melihat ekspresi Wood saja.      

Tapi, dia tidak perlu menebak lebih lama lagi. Saat Wood melihat Twain, dia berkata, "Ibuku ingin bertemu denganmu."     

Setelah dia mengatakan itu, Wood menuju ke sofa terdekat untuk beristirahat.      

Twain melirik Wood sebelum melangkah memasuki kamar. Hal pertama yang dilakukannya setelah masuk kesana adalah menyapa Vivian, yang sudah semakin dikenalnya. Lalu dia duduk disamping ranjang Sophia.      

Penampilan Sophia sudah berubah dalam sepuluh hari terakhir. Dia terlihat berbeda dari saat pertama kali Twain melihatnya setelah dia kembali Nottingham. Dia semakin kurus dan lemah daripada sebelumnya dan tidak berlebihan untuk mendeskripsikannya sebagai 'tulang berbalut kulit'. Wajahnya yang dulu cantik telah dikikis oleh penyakit. Pipinya cekung dan tulang pipinya tampak menonjol. Matanya juga tampak cekung dan rambutnya yang dulu berkilau menjadi lebih tipis setelah menjalani perawatan dalam waktu lama. Tubuh bagian bawahnya, ditutupi oleh selimut, mirip kerangka.      

Melihat Sophia yang lemah seperti ini membuat Twain sedih. Wanita yang dulunya cantik kini hampir tak bisa dikenali. Twain tidak tega melihatnya dan mengarahkan pandangannya ke tempat lain.      

Sepertinya, Sophia juga beranggapan sama. Dia tidak ingin Twain melihatnya dalam kondisinya saat ini.      

Dia tidak menarik tangan Twain dan mengatakan banyak hal seperti sebelumnya. Yang dikatakannya setelah Twain duduk adalah, "Tn. Twain, aku tahu Anda selalu peduli dengan George. Dia adalah pria berusia 32 tahun, tapi dia masih bertingkah seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Aku benar-benar minta maaf karena Anda harus terbang kembali dari Los Angeles untuk ini..."     

Twain kembali merasakan firasat buruk...      

"... Kuharap Anda akan terus menjaganya di masa depan."     

Jantung Twain berdetak kencang, dan dia segera memegang tangan kurus Sophia. "George punya kau untuk menjaganya. Kau adalah ibunya."     

Sophia tidak mengatakan apa-apa untuk menanggapinya. Dia hanya menutup matanya. Twain paham dari sikapnya bahwa dia ingin beristirahat dan karenanya dia melangkah pergi.      

Twain melihat Wood duduk di sofa setelah dia meninggalkan kamar. Wood mengangkat kepalanya saat dia mendengar Twain melangkah keluar dari dalam kamar dan mata mereka bertemu. Tapi, Twain tidak bisa menatap Wood dan dia mengalihkan tatapannya dengan cepat.      

Twain bertanya-tanya apa yang dikatakan Sophia pada putranya sebelum ini. Apa dia memberitahu Wood hal yang sama seperti yang dikatakannya pada dirinya? Bagaimana pendapat Wood tentang itu kalau Sophia mengatakan hal yang sama?     

Bisakah Wood menerima kenyataan bahwa hari dimana ibunya akan meninggalkan sisinya mungkin akan segera tiba?     

※※※     

Twain menerima panggilan telepon dari Pierce Brosnan tidak lama setelah dia tiba di lobi rumah sakit. Pria yang sudah lama sekali tidak pernah menghubunginya terdengar panik ketika dia bertanya, "Tony, kudengar kau mungkin kembali untuk memimpin Fores?"     

"Siapa yang memberitahumu itu?" Twain bertanya balik.      

"Ada rumor yang beredar bahwa kau akan kembali dan melakukannya! Aku bertemu dengan banyak fans Forest baru-baru ini dan mereka semua memberitahuku bahwa kau akan kembali untuk menyelamatkan tim! Apa itu benar, Tony?"     

Twain sedang tidak mood untuk membahas rumor itu dengannya. Dia memotong ucapan Brosnan dengan ketus. "Maaf, Pierce. Aku sedang tidak mood untuk memberimu wawancara."     

"Aku tidak berusaha mewawancaraimu, Tony. Aku hanya mencoba mendapatkan konfirmasi darimu sebagai penggemar biasa..."     

"Itu semua hanya rumor, Tn. Reporter." Twain memanggil Brosnan dengan sebutan 'Tn. Reporter' adalah pertanda bahwa dia sedang dalam mood yang buruk.      

Panggilan telepon itu berakhir tidak lama kemudian. Dia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi tentang masalah ini. Dia sama sekali tidak mood untuk bicara.      

Twain memutuskan untuk pergi dari pintu depan dan bukan dari pintu samping hari itu. Sebelum dia bisa mencapai pintu masuk, dia mendengar suara-suara gaduh berasal dari luar. Reporter yang tak terhitung banyaknya berkerumun di depan pintu masuk utama rumah sakit, dan mereka semua berusaha mendapatkan konfirmasi dari staf rumah sakit tentang apakah ibu Wood benar-benar dalam kondisi kritis. Woox, yang sudah pergi lebih dulu untuk menangani para reporter itu, tidak terlihat dimanapun. Para penjaga keamanan melihat kemunculan Twain dan mereka langsung tahu bahwa situasinya akan jadi lebih buruk.      

Benar saja, para reporter di belakang mereka bersikap seolah mereka sudah kalap saat mereka melihat Twain. Mereka mulai saling dorong dengan liar dalam upaya mereka untuk bisa berada di depan dan melemparkan semua mikrofon dan pertanyaan mereka ke arah Twain. Mereka berharap mereka bisa mendapatkan informasi yang berharga dari Twain.      

Tentu saja, ada beberapa reporter di dalam kerumunan itu yang tidak peduli tentang Wood dan kondisi ibunya. Mereka berteriak sekuat tenaga, "Tony! Hey, Tony! Apa benar kau akan kembali dari masa pensiun?"     

"Tn. Twain, ada rumor yang mengatakan bahwa Anda akan kembali memimpin Nottingham Forest. Apa itu benar?"     

Twain bersikap seolah-olah dia tidak melihat kerumunan reporter di hadapannya, dan dia juga berpura-pura tidak mendengar pertanyaan yang diajukan pada mereka. Dia berhenti melangkah di pintu masuk dan mengambil kacamata hitam dari sakunya sebelum kemudian memakainya. Lalu dia menuruni tangga dan melewati kerumunan reporter itu dibawah perlindungan petugas polisi dan penjaga keamanan yang ada disana.      

Dia segera meninggalkan semua keributan itu di belakangnya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.