Mahakarya Sang Pemenang

Legendaku Masih Ada Disini Bagian 1



Legendaku Masih Ada Disini Bagian 1

0Hitungan mundur laga Liga Premier musim 2018-2019 resmi dimulai setelah juara Liga Premier, Arsenal, mengalahkan juara FA Cup, Liverpool, dan mengangkat piala FA Community Shield.      

Semua mata terpaku pada tim 'empat besar' tradisional di Inggris musim ini, dimana Manchester United dan Arsenal adalah tim-tim yang menerima perhatian paling banyak dari media dan seluruh dunia. Tidak banyak orang yang membicarakan tentang bagaimana Inggris baru saja memenangkan Piala Dunia atau mengapa Tony Twain memutuskan untuk pensiun.      

Twain seringkali dikelilingi para penggemar, yang meminta foto atau tanda tangannya, saat dia mengajak putrinya jalan-jalan. Selain itu, kehidupannya berjalan cukup damai, dan dia tidak pernah merasa terganggu dengan pers. Twain tidak suka berinteraksi dengan media, tapi dia suka berinteraksi dengan penggemar sepakbola, khususnya para fans Nottingham Forest. Nottingham adalah rumahnya dan setiap fans Forest sudah seperti teman baginya.      

Tentu saja, ada kalanya Twain menemukan dirinya berada dalam situasi canggung saat dia berinteraksi dengan fans Forest. Misalnya saja, seringkali ada fans yang bertanya padanya, "Apa kau akan kembali, Tony?"     

Twain tahu pasti apa yang mereka maksud ketika mereka menanyakan itu. Nottingham Forest sedang berada dalam kekacauan saat itu dan semua orang berharap ada manajer hebat yang datang dan menyelamatkan tim. Mereka berpikir tentang siapa "manajer hebat" ini, dan satu-satunya orang yang muncul di benak mereka adalah Tony Twain.      

Twain tidak ingin membuat sedih atau mengecewakan para fans yang berharap dia kembali ke Nottingham Forest sebagai manajer, tapi di waktu yang bersamaan dia juga tidak bisa menarik kembali kata-katanya sebelum ini. Oleh karena itu, dia akan selalu memberikan tanggapan kepada para fans dengan senyum masam, "Aku tidak tahu. Siapa yang bisa tahu apa yang terjadi di masa depan?"      

Beberapa waktu kemudian, Twain menerima panggilan dari John Motson. "Tony, apa kau tertarik untuk datang ke BBC5?"     

BBC5 adalah sebuah saluran olahraga, sama seperti saluran CCTV5. Setiap pertandingan yang melibatkan tim nasional Inggris akan disiarkan di BBC5. Dulu, Twain sempat bekerja sebagai komentator tamu untuk BBC5, dan dia juga menjadi komentator di Piala Dunia dan Kejuaraan Eropa sebelum ini. Tapi, dia tidak pernah bekerjasama dengan mereka lagi sejak dia mengambil peranan sebagai manajer tim nasional Inggris.      

"Pergi ke BBC5?" awalnya Twain masih merasa bingung, tapi tidak lama setelah itu dia memahami makna dibalik kata-kata Motson. BBC berhasil mengungguli Sky UK dan ITV tahun lalu dan mereka mendapatkan hak untuk menyiarkan sebagian pertandingan Liga Premier. Sekarang, mereka berusaha merekrut banyak orang dari berbagai negeri untuk menjadi komentator pertandingan-pertandingan itu dan satu-satunya jalan mereka bisa merekrut komentator yang populer seperti Twain adalah dengan memanfaatkan hubungan pribadi Motson dengan Twain.      

"Yeah, aku ingin kau datang kemari dan menjadi komentator untuk musim Liga Premier yang baru. Apa kau tertarik untuk melakukannya?"     

"Ah, John. Aku masih ingin beristirahat lebih lama lagi." Twain menggelengkan kepalanya dan menolak tawaran Motson. "Aku baru beristirahat selama dua bulan. Pastinya masa istirahat yang layak kuterima setelah bekerja keras selama 10 tahun seharusnya lebih dari dua bulan?"     

"Sayang sekali..." Motson tahu kepribadian Twain dengan sangat baik. Twain tidak akan melakukan apapun itu yang tidak dia inginkan. Membujuknya melakukannya hanya akan membuang-buang air ludah. Motson merasa ini patut disayangkan karena para fans sepakbola Inggris tidak akan bisa mendengar komentar-komentar menarik dari Twain untuk musim Liga Premier yang akan datang.      

Sehari setelah Motson menghubunginya, Twain mendapatkan panggilan telepon dari Martin Taylor. Sama seperti Motson, Taylor mengundangnya untuk menjadi komentator tamu di Sky UK untuk musim Liga Premier yang baru. Taylor sudah pensiun beberapa tahun yang lalu, tapi dia masih mendapatkan prioritas di perusahaan itu karena dia sudah bekerja disana selama lebih dari 20 tahun. Karenanya, tidak mengherankan kalau dia berusaha merekrut komentator yang bagus seperti Twain untuk perusahaan tempatnya bekerja, meski dia tidak lagi bekerja untuk Sky UK.      

Meski demikian, Twain masih menolak tawaran Taylor. Alasannya masih tetap sama: dia masih ingin terus beristirahat.      

Twain sadar bahwa bekerja untuk stasiun televisi akan menjadi sebuah opsi yang sangat bagus baginya kalau dia ingin terus bekerja setelah meninggalkan karir manajerialnya. Tapi, saat ini dia sangat menyukai gaya kehidupannya yang santai dan bebas, dimana dia juga ingin terus merawat Teresa. Putrinya baru tinggal di Inggris selama setengah bulan. Bagaimana mungkin dia meninggalkannya untuk bekerja? Shania adalah satu-satunya yang bekerja sekarang, dan dia seharusnya lebih fokus untuk menjadi "suami rumah tangga" sekarang.      

※※※     

Musim laga Liga Premier yang baru dilangsungkan pada tanggal 17 Agustus. Pertandingan pembuka akan menampilkan Manchester United yang bertanding melawan tim yang baru dipromosikan, Wolverhampton Wanderers Football Club. MU akhirnya menang mudah di kandang dengan skor 2:0.      

Liga Premier masih berjalan keesokan harinya. Nottingham Forest menyambut lawan pertama mereka musim ini di kandang – Everton.      

Nottingham Forest mungkin tidak tampil bagus belakangan ini, tapi penjualan tiket mereka cukup mengesankan. Mereka menjual total 38,000 tiket musiman untuk musim ini, yang kurang lebihnya sama dengan jumlah tiket musiman yang dijual musim-musim lalu. Jumlah tiket musiman yang terjual ketika Nottingham Forest berada di puncak kejayaannya tidak bisa digunakan sebagai rujukan, karena kapasitas Stadion City Ground jauh lebih kecil daripada Stadion Crimson. 38,000 tiket musiman mungkin sekitar 10,000 tiket lebih sedikit dibandingkan dengan 55,000 tiket musim yang dijual oleh Manchester United musim ini, tapi ketika seseorang turut mempertimbangkan ukuran Nottingham, 38,000 jelas sebuah angka yang luar biasa.      

Dari jumlah tiket yang terjua, seseorang bisa mengatakan bahwa Nottingham Forest tidak menghadapi masalah finansial, dan uang diperoleh dari penjualan tiket ini memberikan modal yang dibutuhkan Edward saat dia harus tawar menawar dengan grup finansial.      

Tidak hanya itu, seseorang juga bisa mengatakan bahwa para fans Nottingham Forest termasuk fans 'fanatik' jika melihat jumlah tiket musiman yang terjual. Para fans Forest mungkin merasa kesal dengan dewan direksi klub, tapi mereka masih terus mendukung klub dengan jalan membeli tiket untuk menonton pertandingan. Tapi, salah satu fans mengatakan ini ketika ditanya kenapa dia bersedia membeli tiket musiman: "Aku hanya menganggap pengeluaran sebesar 35 pounds di setiap pertandingan kandang ini sebagai cara untuk memaki k*parat itu, Edward Doughty."     

Kemarahan dan kebencian terhadap Edward Doughty adalah sesuatu yang dirasakan oleh sebagian besar fans Forest. Beberapa diantara mereka bahkan berkumpul bersama dan membentuk sebuah kelompok yang diberi nama "K*parat, Edward" dan para anggotanya adalah mereka yang menciptakan sebagian besar spanduk yang menghina Edward Doughty di tribun Robin Hood.      

Twain duduk di lantai dan menyaksikan putrinya bermain-main dengan boneka kainnya setelah mereka selesai menyantap makan siang yang dibuat Twain. Tidak lama kemudian, dia bertanya pada putrinya, "Teresa, apa kau mau pergi keluar dan bermain dengan Ayah?"     

"Oke," Teresa menghentikan apapun yang sedang dilakukannya dan mengangkat kepalanya untuk memandang Twain. Biasanya dia memang tidak banyak tingkah dan jarang membantah orang tuanya.      

"Oke. Kalau begitu, apa kau mau menonton pertandingan dengan ayah?" Dengan ajaib, Twain mengeluarkan dua tiket pertandingan dari belakang punggungnya dan melambaikannya di depan wajah Teresa.      

Teresa memiringkan kepalanya dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan ayahnya. Butuh waktu beberapa saat untuk memahami apa yang dimaksud ayahnya dengan 'pertandingan'. Setelah itu, dia menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Oke,"     

Twain sangat senang. Dia langsung mengangkat Teresa ke dalam pelukannya dan mencium pipinya yang lembut.      

"Ayo kita pergi!" Dia segera menuju ke mobil bersama Teresa di lengannya dan kemudian berkendara ke Stadion Crimson yang berada di barat daya Nottingham.      

Sebenarnya, Twain tidak berencana untuk membawa putrinya. Tapi, terlalu berbahaya untuk meninggalkan putrinya sendirian di rumah. Karenanya, dia memutuskan untuk membawanya serta dan membiarkan putrinya merasakan suasana di stadion ketika sedang ada pertandingan. Siapa tahu? Mungkin Teresa akan mulai menyukai sepakbola! Ibunya tidak suka sepakbola, tapi kalau Teresa menyukai sepakbola, maka itu akan jadi dua lawan satu dan suara mayoritas akan menang!     

Twain telah menjadi manajer Nottingham Forest selama 11 tahun. Dia mungkin bukan penggemar Forest sebelum dia ditunjuk menjadi manajer klub, tapi sekarang, dia adalah penggemar Forest yang setia. Sama seperti para fans Forest lainnya, dia juga menghabiskan banyak waktu dan emosinya untuk klub setelah bertahun-tahun menjadi manajer disana. Tidak jadi masalah seberapa mengecewakannya Forest saat ini. Twain telah, secara konsisten, membeli tiket musiman Nottingham Forest setiap tahunnya, sejak dia menjadi manajer klub, dan dia juga tidak berhenti membeli tiket selama empat tahun dirinya menjadi manajer tim nasional Inggris.      

Sebenarnya, dia belum pernah menonton pertandingan Forest dari tribun seperti layaknya penggemar sepakbola biasa. Hanya ada dua situasi dimana dia menonton pertandingan dari tribun: yang pertama adalah ketika dia dihukum ke tribun oleh wasit ataupun Football Association Inggris karena telah melecehkan mereka secara lisan, dan yang kedua adalah ketika dia datang untuk menonton penampilan para pemain Forest sebagai manajer timnas Inggris. Bagaimanapun juga, dia belum pernah menonton pertandingan Forest sebagai "penggemar sepakbola biasa".      

Menonton pertandingan sebagai penggemar sepakbola biasa mengandung arti bahwa dia tidak perlu menganalisa taktik yang digunakan oleh kedua tim, dan dia tidak akan berusaha untuk menemukan kelemahan dalam taktik kedua kubu. Dia tidak perlu memikirkan apa yang harus dilakukannya saat jeda turun minum, dan apa yang harus diubah olehnya di pertandingan berikutnya... Pada dasarnya, dia tidak akan menonton pertandingan ini sebagai seorang manajer sepakbola.      

Twain merasa sangat senang saat dia memikirkan tentang bagaimana dia akan bisa menonton pertandingan tanpa ada beban yang diberikan padanya, dan dia mulai menyenandungkan sebuah lagu sambil menyetir.      

Teresa tampak seperti boneka yang duduk di kursi penumpang disamping Twain dengan sabuk pengaman. Dia menoleh untuk memandang ayahnya dan dia tidak mengerti kenapa ayahnya begitu senang. Kenapa ayahnya justru lebih senang daripada dirinya saat mereka akan pergi bermain?     

Twain tidak terburu-buru untuk melangkah keluar dari mobil saat mereka tiba di stadion. Hal pertama yang dilakukannya adalah memakai sepasang kacamata hitam dan topi baseball. Setelahnya, dia menegakkan kerahnya dan memakaikan sepasang kacamata hitam pada Teresa. Kacamata hitam itu begitu besar sehingga menutupi separuh wajah teresa. Twain juga meletakkan sebuah topi diatas kepala putrinya dan memastikan agar keduanya tidak langsung dikenali oleh orang lain. Setelah dia merasa puas, dia membuka pintu mobil dan melangkah turun. Dia menggendong Teresa dan mengikuti kerumunan massa menuju stadion.      

Twain mengangkat kepalanya untuk memandang stadion Crimson raksasa di hadapannya saat dia berjalan di antara kerumunan. Ini adalah pertama kalinya dia bisa mengagumi bagian eksterior stadion baru dengan santai. Dia selalu memasuki stadion ini dari terowongan khusus; manajer tim nasional Inggris jelas tidak memasuki stadion bersama dengan para penonton lainnya.      

Stadion ini membutuhkan waktu enam tahun untuk dibangun, dan ada beberapa kecelakaan yang terjadi selama masa konstruksinya. Tapi, produk akhirnya memang benar-benar luar biasa. Tidak heran Edward terdengar begitu percaya diri saat dia mengatakan: "Stadion ini adalah stadion terbaik di dunia." Stadion ini terlihat sangat mengagumkan dari luar, dan seseorang sudah bisa menduga bagaimana rasanya berada di dalam dengan hanya melihat bagian luarnya. Sayangnya, stadion luar biasa ini hanya bisa menyaksikan penurunan prestasi Nottingham Forest dalam beberapa tahun terakhir.      

Twain mendesah lembut sebelum menolehkan kepalanya untuk memandang para fans di sekelilingnya.      

Tak jadi masalah bagaimana prestasi Forest di musim sebelumnya. Musim yang baru akan segera dimulai, dan para fans dipenuhi harapan. Bagi para fans, dewan direksi klub dan tim Forest adalah entitas yang berbeda. Ada banyak fans di sekelilingnya yang membahas tentang pertandingan ini dengan penuh semangat. Mereka berspekulasi tentang bagaimana George Wood akan tampil di pertandingan ini, dan mereka juga bertanya-tanya apakah Aaron Mitchell akan mencetak gol nanti.      

Sekelompok fans di dekat Twain terus membahas pertandingan selama beberapa waktu sebelum topik percakapan tiba-tiba saja beralih ke manajer Forest yang baru.      

"McAllister bukan pilihan bagus sebagai manajer. Lihatlah manajer seperti apa yang disewa klub ini! Nottingham Forest adalah sebuah klub yang memenangkan lima piala Liga Champions! Bagaimana mungkin mereka membiarkan orang yang tak punya nama menjadi manajer?"     

"Itu benar! Kurasa tidak ada manajer selain Tony Twain yang bisa mengendalikan ruang ganti Forest."     

"Sayang sekali Tony sudah pensiun. Dia bahkan belum berusia 50 tahun..."     

"Pasti hebat kalau dia bisa kembali..."     

"Itu benar!"     

Teresa, yang selama ini berada di pelukan Twain, tiba-tiba saja mencondongkan tubuh ke telinga Twain dan bertanya, "Ayah, apa mereka membicarakan tentangmu?"     

Twain tiba-tiba saja merasa sangat malu setelah mendengar kata-kata putrinya. Sudah dua bulan, tapi dia masih belum memberitahu Teresa tentang pekerjaan lamanya. Di satu sisi, dia menganggap Teresa masih terlalu muda untuk tahu tentang seorang manajer sepakbola dan di sisi lain, dia merasa tidak perlu membicarakan seperti apa dia dulu setelah sekarang dia sudah pensiun.      

Dia terus membawa Teresa ke bar Kenny dimana Big John dan gengnya akan memanggilnya sebagai "Tony" setiap kali mereka bertemu. Itu membuat Teresa mengingat nama "Tony". Dia masih muda, jadi dia tidak tahu bahwa ada orang lain yang juga bernama "Tony" di dunia ini. Dia mungkin mengira hanya ayahnyalah yang dipanggil "Tony".      

"Err... Tidak, mereka membicarakan tentang 'Tony' yang lain." Twain masih tidak mau menjelaskan situasinya kepada Teresa karena dia khawatir para fans di sekeliling mereka akan mengenalinya. Dia menjadi lebih waspada dan menarik topinya untuk menyembunyikan pandangannya sebelum kemudian berkata, "Ayo kita masuk, Teresa."     

※※※     

Twain menggendong putrinya sambil perlahan menaiki tangga menuju tribun. Tapi, dia tidak buru-buru menemukan kursinya setelah dia berhasil mencapai puncak tangga. Sebaliknya, dia berdiri di dekat pintu masuk selama sesaat. Dia bisa melihat semua yang ada di depan dan di bawahnya dari tempat dia berdiri saat ini. Tribun di seberang sana sudah penuh sesak, dan ada pemain yang melakukan pemanasan di lapangan hijau di bawah. Fans kedua tim mengalir masuk menuju kursi mereka masing-masing di stadion dan mulai menyanyikan lagu.      

Twain tidak asing dengan pemandangan di depannya. Tapi, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa bersemangat setelah melihat semua ini dari tribun. "Inilah sepakbola!"     

Teresa, yang digendong di lengan Twain, tiba-tiba saja menutupi telinga dengan kedua tangannya. Dia menganggap stadion ini terlalu berisik. Suara yang dihasilkan oleh para fans di setiap pertandingan bisa cukup mencengangkan. Fans Schalke 04 pernah mencatatkan rekor atas teriakan mereka selama periode tertentu dalam sebuah pertandingan kandang. Suara teriakan mereka dianggap sama kerasnya seperti suara yang dihasilkan pesawat terbang saat lepas landas dan kemungkinan besar suara teriakan dan seruan di stadion Crimson saat ini juga sama kerasnya.      

Untungnya, Twain sudah siap. Dia mengeluarkan sepasang tutup telinga berbulu dan memasangkannya di telinga Teresa. Suara-suara berisik di stadion langsung sedikit berkurang.      

"Ayo kita pergi, sayang." Twain menepuk wajah Teresa dengan lembut sebelum melangkah menjauh dari pintu masuk sambil menggendongnya.      

Sebuah siaran langsung sedang diputar di stadion, dan itu meminta para fans untuk menyambut para fans Everton. Banyak fans yang memberikan respon terhadap siaran itu dengan jalan bangkit berdiri dan menyanyikan lagu untuk fans Everton dengan sekuat tenaga. Tentu saja, mereka tidak menyambut kedatangan lawan dengan damai. Twain mencari kursinya sambil menggendong Teresa di punggungnya. Teresa terus memandang orang-orang di sekelilingnya, dan dia merasa penasaran pada apa yang sedang mereka lakukan. Dia tidak lagi merasa takut seperti saat pertama kali memasuki tribun.      

Twain segera menemukan kursinya dan duduk dengan dengan tenang. Dia tidak ikut berdiri dan meneriakkan seruan "Mati saja, Everton" seperti orang-orang lain di sekelilingnya.      

Jujur saja, sebuah stadion bukanlah tempat dimana seseorang bisa membawa anak-anak mereka, karena kata-kata makian selalu dilontarkan oleh para fans, dan seorang anak bisa mendapatkan pengaruh negatif kalau mereka tinggal di lingkungan seperti itu terlalu lama. Twain masih ingat gambar yang dilihatnya di internet saat dia masih menjadi seorang penggemar sepakbola biasa dari Cina. Gambar itu menunjukkan seorang anak yang mengacungkan jari tengahnya ke arah kamera, sambil berdiri di tribun, memakai jersey salah satu klub sepakbola di Inggris. Bentuk bibirnya jelas menunjukkan bahwa kata yang dia ucapkan adalah 'f*ck'.      

Yah, bukan berarti Teresa bisa memahami apapun yang sedang diucapkan fans Forest sekarang. Mereka berbicara dengan aksen Nottingham yang sulit dipahami, dan menggunakan kata-kata slang yang hanya dipahami oleh mereka yang tinggal di Nottingham.      

※※※     

Para fans bersorak untuk setiap pemain Nottingham Forest yang akan bermain di pertandingan saat mereka berlari memasuki lapangan. Tadinya, Twain tetap duduk tenang, tapi akhirnya dia bangkit berdiri dan bergabung dengan para fans yang lain saat mereka meneriakkan "St. George!". Dia merasa terdorong untuk berteriak, sebagian karena dipengaruhi oleh suasana, dan sebagian juga karena dia merasa dia hanya akan menarik perhatian bagi dirinya sendiri kalau dia tetap duduk diam sementara semua orang lain berteriak dan bersorak.      

Twain merasa senang dan bangga saat dia melihat Wood muncul di lapangan. Bocah itu telah menjadi pemimpin tim, dan saat ini juga dia terlihat agak mendominasi.      

Teresa menunjuk ke arah Wood, yang memunggunginya, dan berteriak senang, "Kakak! Kakak!" Twain sama sekali tidak menduga Teresa akan mengenali Wood. Dia memang pernah membawa Teresa untuk mengunjungi Sophia dan Wood di rumah mereka.      

Untungnya, para fans di sekeliling mereka jauh lebih bersemangat daripada Teresa dan tidak ada yang memperhatikan seorang gadis kecil. Twain terkejut karena putrinya bisa mengenali Wood bahkan tanpa melihat wajahnya. Dia hanya melihatnya satu kali, tapi Teresa bahkan bisa mengenalinya dari belakang. Teresa punya ingatan yang luar biasa!     

Ketika Twain mengarahkan perhatian kembali ke lapangan, dia melihat para pemain kedua tim sudah memasuki lapangan. Mereka membentuk dua garis terpisah di sisi kiri dan kanan wasit dan berpose untuk foto bersama. Twain mengamati para pemain Forest, yang berdiri di lapangan, dan dia sadar bahwa sebagian besar pemain di tim tampak asing baginya.      

Bukan berarti dia tidak tahu apa-apa tentang mereka. Dia tahu nama-nama mereka dan posisi yang mereka mainkan.      

Tapi hanya itu saja. Pengetahuannya tentang mereka semua terbatas pada nama dan posisi mereka. Dia tidak tahu apa-apa lagi tentang mereka dan itulah sebabnya mengapa mereka terasa seperti orang asing baginya.      

Dia mengenang masa-masa saat dia masih menjadi manajer Nottingham Forest sepuluh tahun yang lalu. Dulu, dia menganggap setiap pemain, bahkan pemain cadangan, sebagai bagian dari keluarganya dan dia mengenal mereka luar dalam. Ketika mereka berdiri bersama-sama, mereka membentuk satu kesatuan. Mereka adalah lautan merah dan nama mereka adalah "Nottingham Forest".      

Tapi, bagaimana dengan sekarang?     

Para pemain itu terlihat seperti 11 entitas terpisah saat mereka berdiri di lapangan. George Wood, Mario Balotelli, Gareth Bale, Nkoulou, Joe Mattock, dan Chris Cohen... Mereka semua berdiri bersama-sama, tapi mereka bukan sebuah tim.      

Fans di sekeliling Twain terus berteriak sekuat tenaga, "Forest! Forest! Nottingham Forest!"     

Tapi, tidak ada yang tahu seberapa banyak dari sorakan mereka yang benar-benar didengar oleh para pemain...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.