Mahakarya Sang Pemenang

Satu Menit



Satu Menit

0Michael Bernard belum pernah merasa sejengkel hari ini. Bahkan saat dia harus menghadapi kesulitan dengan klien dan tugas resminya yang diberikan secara mendadak, dia selalu bisa mengatasinya dengan mudah. Bawahannya akan selalu merasa penuh percaya diri saat mereka melihat senyum sopan di wajahnya – tak peduli seberapapun sulitnya, dia pasti akan bisa mengatasinya.      

Tapi semuanya berbeda hari ini.      

Pada siang hari, dia mengunci diri di kantornya dan menginstruksikan sekretarisnya untuk tidak membiarkan siapapun menganggunya. Lalu, dia berencana akan menonton pertandingan secara langsung di Internet. Tapi, sayangnya dia dipanggil oleh atasannya untuk berdiskusi tepat saat dia baru akan melakukannya.      

Itu benar-benar bencana. Parahnya lagi, atasannya mendatanginya dengan penuh semangat untuk berbicara padanya, memberitahunya bahwa perusahaan bermaksud mempromosikan Michael ke level selanjutnya dan dia mungkin akan dipercaya dengan tanggungjawab yang lebih berat. Dia tidak berani menolak diskusi itu dan dia juga tidak berani menunjukkan ketidaksabaran selama melakukan percakapan itu... meski sebenarnya dia benar-benar tidak sabaran.      

Melihat boss yang berada di depannya, tiba-tiba saja dia merasakan dorongan untuk mengambil asbak kaca yang berat dari atas meja, meletakkannya ke atas kepala atasannya dan kemudian berlari ke pintu untuk menonton pertandingan. Soal pekerjaannya... bagaimana mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk memikirkan itu?     

Percakapan yang tak terduga itu membuatnya menyadari satu hal: dia masih belum bisa melepaskan sepakbola dari dalam hatinya. Dia mengira dia sudah lupa, tapi sebenarnya, dia belum lupa. Dia hanya menguburnya ke bagian terdalam di hatinya – begitu dalam sampai dia tak lagi bisa mendeteksinya. Sampai tibalah hari ini, dorongan untuk menonton Kejuaraan Eropa UEFA telah membangunkannya seolah selama ini dia berada dalam mimpi.      

Dia baru bisa pergi setelah bossnya selesai membahas urusan bisnis. Melihat arloji di pergelangan tangannya, saat itu kurang dari lima menit menjelang akhir dari 90-menit pertandingan.      

Dia berlari menuju lift dan lift itu masih sepuluh lantai jauhnya. Kembali memandang arlojinya, dia tidak punya waktu untuk menunggu lift itu tiba, jadi dia hanya bergegas ke tangga di dekat lift. Dia melompati dan menuruni beberapa anak tangga sambil berlari.      

Meski hanya beberapa menit, dia tidak ingin menyerah begitu saja. Perasaannya untuk sepakbola Inggris sudah memudar, dan satu-satunya tim yang bisa membangkitkan semangat dalam hidupnya adalah Nottingham Forest. Dia hanya ingin melihat bagaimana penampilan teman lamanya itu, berdiri di panggung turnamen internasional yang paling mempesona.      

"Aku tidak tahu apa dia masih punya kesombongan itu, ha!"     

Seperti angin puyuh, Michael menerbangkan kertas-kertas dan dokumen-dokumen di meja yang ada di kedua sisi lorong dan bergegas menuju ke kantornya, dibawah tatapan terkejut bawahannya, tidak lupa untuk menutup pintunya.      

Menuju ke mejanya, Michael segera membuka link untuk siaran langsung dan mulai menunggu dengan tidak sabar.      

Kualitas jaringan online di Amerika Serikat sangatlah bagus. Siaran online itu hanya membutuhkan waktu sepuluh detik untuk ditayangkan, dan semuanya berjalan lancar.      

Masih terengah-engah, matanya terpaku ke arah layar komputer dan dia hampir lupa untuk bernafas.      

Di layar komputer, adegan pertama yang dilihatnya adalah ofisial keempat berdiri di pinggir lapanga, membawa papan elektronik untuk perpanjangan waktu: 5.     

"Perpanjangan waktu selama lima menit!" komentator ESPN menginformasikan pada Michael, yang baru saja menonton siaran, dalam bahasa Inggris. "Dan Inggris masih tertinggal 1:2, menyisakan lima menit saja. Aku sama sekali tidak berani membayangkan bagaimana tim Twain bisa membalikkan situasi..."     

Diantara komentar itu, kamera ditujukan pada manajer tim Inggris, Tony Twain, yang berdiri di depan area teknis.      

Michael melihat temannya, yang sudah lama tak dilihatnya, tapi dia tidak melihat wajahnya, karena pemandangan pertama yang dilihatnya adalah punggung Tony Twain. Pria itu berdiri di pinggir lapangan dengan lengan dilipat di dada dan punggung kemeja putihnya basah kuyup karena keringat.      

Siaran langsung itu tidak memberinya tampilan wajahnya dari jarak dekat, karena pertandingan di lapangan telah memasuki tahapan terpanas. Kamera hanya mengambil gambar punggung Twain sekilas dan kemudian kembali ke lapangan.      

※※※     

"Tim Inggris berada dalam kesulitan. Lima menit memasuki perpanjangan waktu, mereka harus memanfaatkannya, atau semuanya akan berakhir! Tapi bisakah mereka memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan oleh lima menit? Atau bisa dikatakan... berapa banyak waktu yang diberikan orang-orang Italia itu untuk mereka? Karena tim Italia-lah yang menguasai bola sekarang!"     

"Apa kita hanya akan membiarkan mereka mengoper bolanya kesana kemari di lini belakang? Itu tidak boleh terjadi!" Vaughan bergegas maju dan ingin merebut bola di lini depan.      

Chiellini langsung mengoper bolanya ke Silvestri di sampingnya.      

Tapi Silvestri baru saja memasuki lapangan. Kedua kakinya masih belum terbiasa digunakan berlari dan tiba-tiba saja dia harus menerima operan rekan setimnya. Dia menghentikan bola dengan gerakan yang sedikit lebih besar. Seperti seekor hiu yang mencium bau darah, Rooney muncul di hadapannya dalam sekejap. Pada titik ini, dia bahkan tidak bisa memikirkan tentang terus menguasai bola di kakinya. Agar tidak membuat kesalahan, Silvestri langsung mengirim bola dengan operan panjang.      

Inggris akhirnya mendapatkan bola. Mereka hanya punya waktu kurang dari lima menit sekarang. Mereka harus bergegas dan menyerang.      

Orang-orang Italia juga tidak punya kekuatan untuk mengganggu mereka di lini depan. Setelah bertarung sengit selama 90 menit, kekuatan fisik mereka sudah menurun. Untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan, mereka memilih untuk mundur ke sisi lapangan mereka dan bertahan. Lippi tak peduli seberapa menyedihkan timnya di beberapa menit terakhir, selama mereka bisa terus bertahan. Kalau mereka bisa melakukannya maka kemenangan akhir akan menjadi miliknya.      

Inggris tidak tahu apa yang harus mereka lakukan setelah melihat striker tim Italia ikut mundur ke depan kotak penalti untuk bertahan. Setelah mengoper bola secara horisontal beberapa kali berturut-turut, masih tidak ada peluang yang cocok untuk memberikan operan langsung. Bentley yang mulai tidak sabaran melakukan tembakan panjang dari sayap yang akhirnya dibuang keluar oleh lawan...      

Para fans Italia di tribun bertepuk tangan untuknya, berterima kasih padanya karena membantu mereka membuang-buang kesempatan Inggris untuk menyerang.      

Twain tidak lagi gelisah seperti sebelumnya. Dia tampak acuh tak acuh saat melihat tembakan panjang Bentley yang membabi buta dari pinggir lapangan. Dia tidak membuat aksi kasar dan tidak berteriak. Seolah-olah bukan timnya yang sedang tertinggal. Mungkin bisa dikatakan bahwa, saat ini, dia sudah kehabisan ide. Sebagai seorang manajer, dia sudah melakukan semua yang bisa dilakukannya. Dia tidak mungkin melangkah masuk ke dalam lapangan dan membantu timnya bermain.      

Apapun yang terjadi setelahnya akan bergantung pada penampilan para pemain.      

Misalnya saja, James Vaughan yang tidak bisa memberikan kontribusi apapun sejak dia diturunkan.      

Vaughan sendiri merasa tidak senang dengan ini. Dia mengeluh tidak diturunkan sebelum dia dimasukkan, sementara Agbonlahor, yang merupakan penggantinya, justru sudah mencetak gol. Tapi, saat dia mendapatkan peluang untuk bermain bola dan timnya berada dalam kesulitan, dia sama sekali tidak berkontribusi, yang tidak bisa diterima olehnya.      

※※※     

"Kita harus mencetak gol! Rooney! Vaughan! Walcott! Apa yang kalian lakukan?"     

Di berbagai pub di seluruh Inggris, tak terhitung banyaknya mereka yang menatap terpaku pada layar, mengajukan pertanyaan semacam itu. Twain sudah menghabiskan kuota tiga pergantian pemain dan tidak ada lagi yang bisa dilakukannya setelah itu.      

"Apa lagi yang bisa kita lakukan saat ini? Kita tidak bisa pergi kesana dan membantu mereka mencetak gol, tapi kita bisa menginspirasi mereka dengan lagu-lagu kita!" John memohon pada teman-temannya di tribun Bernabeu. "Guys, bernyanyilah bersamaku – Saint George memberkati Inggris! Saint George memberkati Inggris!"     

"Saint George memberkati Inggris!"     

Lagu itu terdengar dari mulut semua orang, seperti sungai yang mengalir ke laut, dan akhirnya membentuk momentum gelombang tinggi yang memecah pantai.      

Pada titik ini, fans Inggris sudah menjadi penguasa absolut di tribun, dan suara orang-orang Italia itu benar-benar teredam oleh mereka. Tapi, kelihatannya nyanyian mereka tidak membantu. Inggris masih gagal mengancam gawang Italia dalam tiga menit pertama perpanjangan waktu.      

"Tim Italia membuktikan dirinya layak, dan sama halnya dengan Lippi. Pertahanan mereka membuat tim Inggris Tony Twain tak tahu harus melakukan apa. Tim Italia sudah semakin dekat dengan Kejuaraan Eropa UEFA kedua mereka, sementara tim Inggris, yang tadinya unggul, kini semakin menjauh dari gelar juara Kejuaraan Eropa UEFA mereka yang pertama. Ini adalah kenyataan yang membuat para fans Inggris merasa patah semangat dan kecewa..."     

Tidak ada yang tahu apakah orang lain memang berpikir seperti itu, tapi Big John dan para fans yang lain di seksi tribunnya tidak menyerah dan terus bernyanyi.      

Bahkan Motson merasa sedikit kesal dan berkata, "Mungkin hanya Tuhan di surga yang bisa menyelamatkan kita. Kenyataan ini memang kejam. Siapa yang mengira kalau kita masih unggul satu gol sekitar dua puluh menit yang lalu?"     

※※※     

Perpanjangan waktu secara resmi memasuki menit keempat.      

Sekarang, dua manajer tidak punya lagi trik di tangan mereka. Yang bisa mereka lakukan adalah menonton pertandingan dari pinggir lapangan. Lippi juga bangkit dari kursinya dan berjalan pelan ke pinggir lapangan. Selama momen penuh ketegangan ini, bahkan dia, yang telah banyak berpengalaman, tidak bisa lagi duduk diam.      

Hasil pertandingan ini hampir terungkap.      

George Wood mendapatkan bola. Dia merasakan tekanan defensif karena dia berada di posisi yang relatif dekat gawang sementara para pemain Italia juga mundur jauh ke belakang. Terdapat jarak yang cukup jauh diantara kedua belah pihak. Orang-orang Italia yang waspada tidak bergegas maju untuk merebut bola. Mereka tidak ingin membuat tim Inggris mendapatkan peluang untuk memanfaatkan ruang di belakang mereka.      

Wood memberikan bolanya kepada Bentley di pinggir lapangan. Kemudian Bentley mengirimkan operan panjang ke Chris Cohen yang berada di sayap yang lain.      

Kelihatannya Inggris hanya bisa memainkan bola secara horisontal dan tidak bisa mengirimkan bolanya ke depan.      

Chris Cohen mengayunkan kakinya untuk mengirim bolanya ke tengah, yang mana Rooney berusaha keras untuk mendapatkannya tapi bola itu keluar dari garis akhir setelah mengenai badan Criscito.      

Tim Inggris segera mengeksekusi tendangan sudut, yang merupakan tendangan taktis. Wood bergerak maju untuk menerimanya dan mengoper bolanya ke bek belakang, Joe Mattock yang berlari ke depan. Mattock menghadapi pertahanan Balotelli. Setelah melakukan gerak tipu untuk mendapatkan bola, dia baru akan menerobos, dan dijatuhkan ke tanah oleh Balotelli.      

Suara peluit wasit terdengar dan tim Inggris mendapatkan tendangan bebas bersudut rendah di sisi kiri gawang Italia. Ini mirip seperti tendangan sudut dengan sudut 30 derajat lebih dekat.      

Pada saat ini, setiap bola mati memiliki kemungkinan untuk menjebol gawang lawan. Terry dan Taylor bergerak maju ke depan. Bahkan Joe Hart tampak gelisah dan ingin ikut maju untuk mencetak gol bagi tim.      

Bentley adalah pemain berkaki-kanan. Seharusnya, tendangan bebas akan diarahkan ke tengah pada sudut ini dan karenanya akan lebih masuk akal untuk menggunakan pemain berkaki kiri dalam mengeksekusi tendangan ini. Tapi, bagi seorang pemain berkaki-kanan untuk mengeksekusi tendangan bebas di sisi kiri, ada fungsi yang lain.      

Bentley menempatkan bola dan kemudian bangkit untuk melangkah menjauh. Dia menunggu wasit meniup peluitnya     

"Itu bola lengkung dalam! Hati-hati terobosan mereka dari belakang!" Kiper, Amelia, berteriak di depan gawang, mendesak rekan-rekannya untuk meningkatkan pertahanan mereka.      

Pada saat ini, para pemain dari kedua sisi terkonsentrasi di dekat titik penalti dan tidak berkerumun di depan gawang, seperti yang biasanya terjadi saat menghadapi tendangan sudut. Ini jelas dilakukan untuk membuat pemain yang mengeksekusi tendangan bebas mengarahkan bola ke gawang, dan bukannya membuat bolanya melengkung dari luar dan juga agar sekelompok orang di tengah bisa bergerak maju dari belakang dan bergegas menyundul bola untuk menjebol gawang. Dan karena para bek lawan juga harus bergegas menuju gawang bersamaan dengan pemain penyerang, sulit untuk membuat mereka menggerakkan kepala dan memasukkan bola ke arah yang berlawanan. Meski tidak ada seorangpun yang bisa menyundul bola, bola akan terus mengikuti jalur parabola menuju sudut belakang gawang. Selama Amelia dihalangi oleh siapapun di sepanjang proses ini dan kehilangan penilaian serta peluang yang tepat, bolanya bisa saja melesat masuk langsung ke dalam gawang.      

Itulah keuntungan dari membuat seorang pemain berkaki-kanan mengeksekusi tendangan bebas di sisi kiri, dan bagi seorang pemain berkaki-kiri untuk mengeksekusi tendangan bebas di sisi kanan gawang.      

Bagaimana mungkin orang-orang Italia itu tidak bisa melihat taktik sejelas itu? Orang-orang Italia meningkatkan penjagaan mereka pada pemain Inggris. Mereka bahkan bersedia menggunakan tarik dorong jersey untuk menghentikan serangan mereka.      

Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada tembakan Bentley.      

George Wood berdiri di dekat Bentley tanpa menarik perhatian siapapun. Meski Wood menggunakan kombinasi tendangan bebas untuk mencetak gol dalam pertandingan melawan Perancis, posisi tendangan bebas kali ini berada tepat di garis kotak penalti. Sudut tembakan ini sangat bagus. Sekarang setelah bola berada di sekitar sudut tiga puluh derajat dari gawang, Amelia bisa dengan mudah menutup sudut serangan. Tembakan voli tidak akan bisa berhasil kali ini.      

Di dalam kotak penalti, para pemain Inggris dan pemain Italia saling berkutat satu sama lain, dimana yang satu berusaha untuk lepas, sementara yang lain berusaha untuk terus mengikuti mereka. Kedua kubu sama-sama tidak mau menyerah. Tapi para pemain Inggris punya rencana kecil mereka sendiri. Tidak masalah; biarkan saja mereka menarik jersey kami. Saat bola itu ditendang, kami hanya perlu mengikuti momentum dan menjatuhkan diri. Mungkin itu akan menghasilkan tendangan penalti?     

Wasit melangkah mundur dari kotak penalti dan dia meniup peluit yang menandakan tendangan bebas bisa dilakukan.     

Bentley tidak menendang bolanya langsung ke kotak penalti setelah dia berlari, tapi dia mengopernya ke samping!     

Wood, yang berdiri di samping, bergegas maju, menggunakan kaki kirinya dan langsung menembakkan bola dengan tendangan voli!     

Dari mulai Amelia, sampai striker, Foti, sebelas pemain Italia telah menempatkan pusat keseimbangan mereka untuk bertahan di udara. Tidak ada yang menduga bola akan bergulir cepat di atas rumput menuju gawang!     

Mungkinkah itu menjadi tembakan langsung ke gawang?     

Amelia langsung pucat karena takut dan segera menjatuhkan pusat keseimbangannya. Dia berjongkok dan berusaha meninju bola menjauh dengan menjatuhkan tubuhnya ke samping.      

Di waktu yang bersamaan, kotak penalti itu seperti Royal Ascot dengan tembakan peringatannya. Para pemain Italia dan Inggris berjuang keras untuk menjadi yang pertama dan bergegas menuju gawang.      

Sebenarnya, itu bukan tembakan ke gawang, melainkan umpan silang. Itu adalah umpan gaya-Wood. Bolanya menuju ke sudut terjauh gawang. Selama proses ini, asalkan ada seseorang yang menyentuhnya, maka itu akan menjadi...      

Rooney, yang berada di posisi depan, tidak berhasil menendang bolanya dibawah gangguan Criscito. Dia hampir saja mengenai bola. "Tembakan voli" Wood yang kuat memang terlalu cepat. Peluang untuk menembakkan gol berlalu dengan cepat.      

Walcott dan Terry, sama-sama di tengah, juga tidak berhasil menyentuh bola. Sebaliknya, bola itu membentur Chiellini dan Di Natale dan membuat kekacauan.      

Benturan itu juga mengganggu Amelia. Ketika dia berhasil melepaskan diri dari situasi di depannya dan bersiap untuk melakukan penyelamatan setelah bersusah payah, dia sadar bahwa dia sudah terlambat.      

Di kotak penalti yang kacau balau, orang-orang diluar tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi. Hanya ada satu sosok putih yang bisa dilihat tiba-tiba bergerak keluar dari kerumunan itu seperti sebuah belati putih yang berkilau dingin. Lalu, bola itu terlihat berubah arah, hanya selangkah dari gawang dan bergulir melewati garis gawang!     

Ini benar-benar adegan yang tak terduga. Tidak ada yang mengira bahwa tendangan bebas itu akan bisa berubah menjadi gol!     

"Apa?! Itu.. itu GOOOL yang luar biasa!"     

John Motson, yang masih kecewa sampai sekarang, langsung kembali bersemangat.      

"Apa yang terjadi barusan? Sebuah keajaiban telah terjadi! Inggris teelah menyamakan kedudukan dalam waktu empat setengah menit perpanjangan waktu! Siapa yang mencetak gol itu? Atau barusan itu gol bunuh diri?!"     

Saat dia masih bingung, seseorang berlari keluar dari kerumunan di depan gawang Italia – itu adalah James Vaughan yang memakai jersey putih!     

Saat dia berlari ke bendera sudut, dia mengangkat jersey-nya di hadapan banyak lensa kamera, menunjukkan kaos yang sudah dipersiapkannya, yang berbunyi, "Kami bersamamu, Aaron!"     

"Gol ini untukmu, Aaron!" Dia berteriak ke arah kamera sambil menunjuk ke arah kaos di dadanya.      

"James Vaughan! James Vaughan! Dia menyelamatkan Inggris! Dia menyelamatkan jantung Tony Twain!"     

Motson berteriak begitu keras sampai suaranya serak.      

"Apa yang baru saja terjadi? Bolanya masuk? Tim Inggris menyamakan kedudukan?" Komentator Italia mengajukan tiga pertanyaan berturut-turut. Shock yang melanda benaknya terlihat jelas. "Ya Tuhan, apa yang terjadi disini?!"     

Suara sorakan keras para fans Inggris di tribun menjawabnya. "Hidup Inggris! James Vaughan! Hidup Inggris! Saint George!"     

※※※     

Amelia berbaring di tanah dengan tangan terentang membuat bentuk yang besar. Kali ini, dia tidak punya kekuatan untuk bangkit. Dia merasa energinya habis dan seluruh kekuatan di tubuhnya telah terkuras habis sejalan dengan kebobolan gol barusan.      

Apa yang terjadi? Otaknya masih belum bisa memproses semuanya dengan jelas hingga saat ini.      

Bagaimana ini bisa terjadi?     

Mungkin itu adalah pertanyaan umum yang juga diajukan oleh banyak orang-orang Italia.      

Lippi berdiri di pinggir lapangan dan menonton tanpa daya saat bola itu bergulir masuk ke gawang. Wajahnya masih tanpa ekspresi.      

Di dekatnya, Tony Twain melompat dari tanah dan mengayunkan kepalan tangannya kuat-kuat, seolah dia akan melepaskan lengannya untuk merayakan gol itu.      

Jantungnya yang baru saja berdetak kencang di dadanya perlahan mulai melambat dan suara nafasnya tidak lagi terengah-engah.      

Dia berhasil lolos dari musibah...      

※※※     

Vaughan berteriak ke arah kamera di dekat bendera sudut, diikuti oleh para pemain yang juga sama bersemangat di belakangnya. Skor pertandingan berhasil disamakan di momen yang krusial, jadi mereka ingin merayakan sepuasnya.      

Tapi seseorang mengganggu perayaan mereka.      

George Wood berlari ke gawang Italia dan mengambil bolanya dari Santon dengan gerakan tangan yang cepat. Lalu, dia berteriak ke arah rekan-rekan setimnya, yang masih berada di area bendera sudut, "Pertandingan masih belum berakhir!"     

Melihatnya seperti ini, Lippi, yang masih tetap tak tergerak, tiba-tiba saja merasa dingin di tengah panasnya suasana. "Dia benar-benar pria yang menakutkan..."     

Lippi merasa bahwa, meski kedua tim sama-sama imbang di pertandingan ini, itu bukan hal yang tak bisa diterima. Setidaknya dengan 30 menit waktu tersisa, dia masih bisa membuat penyesuaian dan mengulur pertandingan hingga adu penalti, agar orang-orang Italia tidak menderita. Tapi George Wood tidak berpikir seperti itu. Dia ingin mengakhiri pertandingan dalam 95 menit!     

Meski hanya tersisa satu detik, pertandingan masih belum berakhir baginya.      

※※※     

"Ya!" Michael mengayunkan tinjunya ke arah monitor. Gol Vaughan di menit terakhir benar-benar menegangkan sehingga membuat dirinya, seorang pria yang berada jauh di Amerika Serikat, merasa bersemangat.      

Sementara itu, di dalam pub-pub beraneka ukuran di Inggris:     

Bir berwarna keemasan tumpah ke atas kepala semua orang, dan semakin banyak bir yang dilontarkan ke udara.     

"Salut untuk Inggris!"     

※※※     

Vaughan ingin berbalik dan memeluk Wood, yang sudah membantunya dengan serangan barusan, tapi dia melihat Wood melambai ke arahnya untuk menyuruhnya kembali ke lapangan.      

Dia sedikit terkejut melihat sikap Wood. Apa menyamakan kedudukan masih belum cukup?     

Tidak ada banyak waktu yang tersisa. Apa lagi yang ingin dia lakukan? Apa dia masih ingin mencetak gol?     

Sebelum dia bisa memikirkannya lebih jauh lagi, dia terbawa rekan setimnya untuk kembali ke lapangan dan melanjutkan sisa pertandingan.      

※※※     

Lippi hanya berdiri sebentar di pinggir lapangan sebelum kemudian berbalik dan berjalan kembali ke area teknis. Dia harus berbicara dengan Ferrara tentang strategi taktis untuk babak tambahan.      

Serupa dengan ini, Twain juga memanggil Walker ke sisinya dan mulai mempersiapkan diri untuk babak tambahan, serta adu penalti.      

"Kita harus menghentikan semangat tempur mereka! Kita akan langsung menyerang di paruh pertama babak tambahan!" Lippi sendiri mungkin tidak sadar bahwa volume suaranya meningkat banyak. Dia jelas merasa emosional. Dia berkata, "Ambil kembali kendali ke tangan kita. Katakan mereka. Jangan terburu-buru dan jangan panik. Dengan beberapa lusin detik tersisa di pertandingan, Inggris pasti memikirkan tentang bagaimana mereka harus bermain di babak tambahan!"     

"Jeda lima menit sialan ini..." Twain mengeluhkan pertandingan yang akan segera berakhir sementara semangat tinggi tim Inggris yang sulit diperoleh bisa mengalami penurunan selama jeda singkat lima menit. "Yah, mari kita sisihkan ini... Pertandingan pasti akan dilanjutkan dengan babak tambahan dan kita harus siap. Katakan pada mereka agar jangan terlalu senang. Orang-orang Italia itu masih sangat kuat. Tiga puluh menit babak tambahan itu seperti memberi mereka obat penenang... Keparat!" Dia masih tidak bisa menahan diri untuk memaki.      

※※※     

Dua manajer tim memutar otak mereka, diluar lapangan, untuk babak tambahan 30 menit di dalam pertandingan, berharap bisa mengalahkan satu sama lain dan terus memegang kendali di tangan mereka.      

Sementara itu, di lapangan, Wood menggunakan sedikit waktu terakhir ini untuk memberitahu rekan-rekan setimnya tentang apa yang harus mereka lakukan sekarang.      

"Aku tidak mau bermain di babak tambahan – tidak semenitpun. Mereka akan mengira kita sudah menerima hasilnya..." Dia menunjuk ke sisi lawan dan berkata, "Kita akan mengejutkan mereka."     

"Tapi apa yang akan kita lakukan untuk mencetak gol yang lain? Tidak ada waktu lagi, George..." Terry merasa ragu.      

"Aku juga tidak tahu..." Wood berkata jujur dan menggelengkan kepalanya. Kalau dia tidak familiar dengan temperamennya, Terry pasti mengira dia bercanda barusan...      

"Tapi, sebagai kapten, dia pasti menggunakan metode ini untuk mendorong semangat tim, kan? Ini bukan berarti dia tidak bisa menerima hasil imbang. Sebenarnya, hasil imbang adalah hasil yang bagus. Setidaknya, kita tidak kalah dalam 90 menit. Sekarang, masih ada tiga puluh menit yang tersisa, jadi kita bisa membangkitkan semangat kita sendiri dan membalikkan keadaan."     

Itulah yang dipikirkan Terry. Wood sebenarnya tidak ingin mencetak gol ketiga. Dia hanya omong besar untuk mempertahankan semangat semua orang.      

Bola diatur ulang oleh Wood di lingkaran tengah untuk kickoff, dimana James Vaughan dan Wayner Rooney berdiri diluar lingkaran tengah, menunggu orang-orang Italia bersiap untuk kickoff.      

Vaughn telah menjadi seorang pahlawan, tapi sekarang dia tidak punya energi untuk memikirkan tentang bagaimana perlakuan terhadap seorang pahlawan; pertandingan masih belum berakhir. Sekarang masih imbang. Kapten memang benar karena pertandingan masih belum berakhir.      

Lippi berdiri di pinggir lapangan, berteriak pada para pemain Italia di dalam lapangan. "Pertahankan bola di bawah kaki kalian, dan jangan mengirimkan bola-bola panjang dengan mudah! Ulur waktu sampai pertandingan berakhir!"     

Kali ini, rambut peraknya yang rapi jadi berantakan karena gerakannya yang kuat. Aura pria terhormat sudah menghilang darinya. Gol Inggris yang menyamakan kedudukan di menit terakhir itu telah memberikan peringatan bahaya kepada rubah perak yang licik. Pengalamannya selama bertahun-tahun memberitahunya bahwa mereka seharusnya tidak memikirkan tentang mencetak gol lagi untuk kembali unggul. Langkah itu hanya akan diambil oleh "pengambil resiko" yang berbahaya. Hanya tersisa kurang dari satu menit di dalam pertandingan. Masih ada harapan memenangkan pertandingan dengan memasuki babak tambahan. Di dalam taktik orisinalnya, sudah ada pengaturan yang ditargetkan untuk babak tambahan.      

Twain tidak bergegas menuju pinggir lapangan untuk berteriak, karena dia merasa konyol untuk berlari dan meneriakkan omong kosong sementara pertandingan pasti akan memasuki babak tambahan.      

Penyerang Italia, Foti dan Balotelli melangkah maju dan bersiap untuk melakukan kickoff. Mereka sudah diberi instruksi terakhir dari manajer bahwa pertandingan akan terus dimainkan hingga babak tambahan.      

Vaughan, Rooney dan Walcott, yang menunggu di depan, tiba-tiba saja mendengar suara dari belakang.      

"Maju dan cobalah merebutnya! Jangan pikirkan tentang pertahanan. Ambil bola mereka!" Itu suara George Wood! Dia mendesak, "Rebut bolanya, dan kita akan punya satu kesempatan lagi untuk menyerang!"     

Setelah terdengar peluit dari wasit, Balotelli menyodok bola ke Foti, yang mengirimkan bolanya ke belakang. Sementara itu, George Wood adalah yang pertama dalam bergerak maju. Vaughan dan Rooney sedikit berada di belakang. Lalu Walcott, Bentley, Cohen, Joe Mattock, Richards dan orang-orang lain bergegas menuju ke sisi lapangan tim Italia. Mereka hanya punya satu misi, yakni merebut bola.      

Seperti permainan "monyet di tengah" yang dilakukan selama latihan, para pemain Italia mengoper bolanya kesana kemari di lini belakang, sementara para pemain Inggris bersikap seolah mereka adalah pemain pemula yang memainkan sepakbola profesional untuk yang pertama kalinya, mengejar bola tanpa memikirkan tentang pertahanan.      

Pemandangan itu terlihat agak lucu.      

Para fans Inggris di tribun mencemooh mereka, karena mereka tidak senang dengan aksi pengecut Italia. Mereka ingin pemain Italia mengirimkan bola langsung ke kaki tim Inggris.      

Dalam situasi seperti ini, Twain hanya bisa memaki diam-diam, karena dia tidak punya gagasan lain.      

Para pemain Inggris-lah yang merasa cemas di lapangan.      

Kalau bola terus dioper kesana kemari di bawah kaki pemain Italia, maka wasit mungkin tidak akan menunggu sampai perpanjangan waktu ini benar-benar habis sebelum dia meniup peluit yang menandangkan akhir pertandingan. Mereka tidak ingin melihatnya.      

Vaughan melakukan tekel luncur yang berbahaya, tapi dia tidak menyekop bola dan tidak pula menyekop siapapun. De Rossi menghindari tekel luncurnya yang dilakukan dengan gegabah dan mengoper bolanya ke Aquilani yang berada di dekatnya. Aquilani, melihat Rooney yang semakin mendekat ke arahnya, mengoper bola ke Chiellini di belakangnya. Chiellini mengoper bolanya ke Santon di sayap kanan.      

Joe Mattock bergegas maju dan Santon mengoper bolanya ke De Rossi di depan. Tak peduli seberapa keras tim Inggris berusaha, bola itu selalu berada di kaki para pemain Italia. Dalam hal kemampuan olah kaki, orang-orang Italia itu memang lebih baik daripada orang Inggris.      

Tapi saat ada hubungannya dengan merebut bola, pria terbaik di Inggris masih belum melakukan aksinya.      

Wood sedang mengecek sikap wasit. Meski dia tidak melihat ke arah arlojinya, hanya ada sedikit waktu yang tersisa untuk Inggris.     

De Rossi mengambil bola dan kali ini mengoper ke Balotelli di tengah. Di waktu yang bersamaan, Wood mengikutinya. Menghadapi kapten klubnya, Balotelli tidak merasa takut. Dia bahkan memutuskan untuk melewati Wood dan kemudian mengoper bolanya lagi. Tapi, detik berikutnya, dia sadar bahwa gagasan itu konyol. Wood segera menerkam ke arahnya dan tidak memberinya kesempatan untuk menunjukkan kemampuan olah kakinya.      

Tak berdaya, Balotelli harus berbalik dengan cepat dan menjaga bola di depannya sambil memblokir Wood dengan punggungnya. Dia mengira aksinya ini akan bisa melindungi bola selama sesaat, tapi dia sama sekali tidak menduga Wood akan menjulurkan kakinya dan menyodok bola!     

Balotelli melihat Wood meninggalkannya untuk mengejar bola. Dia langsung mengulurkan tangannya karena panik. Tadinya, mustahil bagi Wood untuk menyerah mengejar bola meski jerseynya ditarik seperti itu. Tapi saat dia melihat Aquilani berada di depan bola, sementara dia ditarik oleh Balotelli, mungkin dia takkan berhasil mencapai bola, jadi dia memperhitungkan semua ini di benaknya.      

Balotelli memang menarik Wood dengan semua kekuatannya, tapi jatuhnya Wood ke tanah tampak terlalu mulus...      

Peluit wasit segera terdengar.      

"Balotelli melakukan pelanggaran! Inggris mendapatkan tendangan bebas di depan gawang! Ini bisa menjadi peluang terakhir Inggris untuk menyerang!" Sebenarnya, perpanjangan waktu ini sudah melewati lima menit. Tapi tim Inggris sempat mencetak gol sebelum ini. Perayaan gol dan menunggu tim Italia melakukan kickoff telah menunda waktunya lebih lama lagi. Meski ofisial keempat tidak mengangkat papan elektroniknya lagi, sedikit waktu harus ditambahkan.      

Suasana di lapangan tidak tampak tegang, karena benak semua orang saat ini memikirkan tentang babak tambahan, dan bukan pertandingan yang sedang berlangsung saat ini. Bahkan John Motson mulai berspekulasi tentang taktik apa yang akan digunakan oleh kedua manajer tim selama babak tambahan.      

Setelah Gerrard dikeluarkan dari pertandingan dan meski Bentley juga bisa melakukan tendangan bebas, tendangan bebas kali ini cukup spesial – 32 meter dari gawang. Kalau dia ingin menembak langsung ke gawang, kekuatan kaki Bentley tidak bisa mencapai sejauh itu. Dia hanya bisa memilih untuk mengoper bolanya.      

Bentley berencana untuk melakukan itu saat dia membawa bolanya.      

Tapi seseorang menghentikannya.      

"Kalau kau menendang bolanya keluar, pertandingan akan berakhir." Wood menghentikannya separuh jalan.      

Bentley memandang kaptennya dan tidak bisa memahami maksud kata-katanya itu.      

Wood mengambil bola dari tangannya dan berkata, "Aku akan melakukannya."     

Ucapannya itu mengejutkan Bentley. Dia dan Wood telah menjadi rekan setim di Nottingham Forest selama bertahun-tahun tapi dia tidak pernah melihat Wood melakukan tendangan bebas karena tendangan bebasnya sama sekali tidak bagus. Dia sendiri juga menyadarinya, dan karenanya tidak pernah mencoba untuk melakukan tendangan bebas selama sedang bertanding.      

Kenapa tiba-tiba dia ingin mengeksekusi tendangan bebas di momen akhir pertandingan?     

Bentley masih terus menebak-nebak dan hanya bisa menduga bahwa mungkin Wood ingin menendangnya. Bagaimanapun juga, ini adalah serangan terakhir dan peluang untuk mencetak gol terlalu kecil.      

Jadi, dia membiarkan Wood mengambil haknya dalam mengeksekusi tendangan bola mati.      

Melihat Wood menempatkan bolanya di tanah, Twain juga bertanya-tanya, "Mungkinkah dia akan menendang bolanya sendiri? Apa artinya ini?"     

Lippi melihat Wood mempersiapkan tendangan bebas itu, dan dia tidak merasa cemas. Pertandingan ini pasti akan menuju babak tambahan.      

"George Wood? Kelihatannya Inggris akan menyia-nyiakan peluang terakhir ini untuk menyerang, ha!" komentator Italia tidak lagi tampak bingung.      

※※※     

Para pemain Italia membentuk dinding manusia. Bola itu memang sedikit jauh dari gawang. Dinding manusia ini tidak berdiri sejajar dengan lima atau enam orang. Hanya ada empat orang yang berbaris di depan Wood. Wasit melihat arlojinya dan mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi setelah tendangan bebas ini dilaksanakan. Dia akan meniup peluit untuk menandakan akhir pertandingan, tak peduli bagaimana hasilnya nanti.      

Mengira mereka akan segera memasuki babak tambahan, tidak ada banyak pemain Inggris yang bersiap menyerang seperti sebelumnya.      

Tribun mulai tenang. Baik itu fans Inggris maupun fans Italia, mereka memilih untuk diam. Mungkin pertarungan tanpa henti selama 95 menit akhirnya membuat mereka lelah. Mungkin itu karena mereka menganggap saat ini adalah saat yang sangat penting, dan tidak ingin mengganggu mereka dengan suara sekecil apapun.      

Sama tenangnya seperti mereka adalah para fans kedua negara di depan layar televisi mereka masing-masing, dan juga Michael Bernard, yang berada jauh di Amerika Serikat.      

Sophia tidak bisa menonton pertandingan secara langsung di stadion. Dia duduk di rumah, menatap layar televisi dengan kedua tangan disatukan seolah dia sedang berdoa kepada Tuhan.      

Dalam situasi yang tenang seperti ini, rasanya detak jantung semua orang seolah bisa didengar dengan jelas.      

※※※     

Wood menempatkan bola di titik pelanggaran dalam sekejap. Tapi, begitu banyak hal terjadi di sekelilingnya sehingga rasanya 90 menit tambahan telah berlalu.      

Dinding pemain Italia itu tidak melangkah maju. Mereka mengira bolanya terlalu jauh dan lagi itu akan ditendang oleh Wood, jadi itu bukan benar-benar ancaman.      

Wood meletakkan bola dan mulai melangkah menjauh untuk mengambil lari awalan.      

Dia tidak mengambil dua langkah lalu berhenti. Sebaliknya, dia terus melangkah mundur sampai dia hampir berada di lingkaran tengah. Jarak untuk lari awalan itu adalah sekitar sepuluh meter.      

Mungkinkah dia ingin menjadi penerus Roberto Carlos yang sudah lama pensiun, bek kiri Brasil, dan master tendangan bebas yang kuat?     

Wood memandang bola dari jarak sepuluh meter, dan dinding manusia yang lebih jauh lagi, serta gawang di akhir jarak pandangnya. Kali ini, dia mengingat sesuatu yang sudah terjadi lama sekali. Saat itu, Demi masih belum pensiun dan masih bermain untuk tim Forest. Twain meminta Wood mengikuti Demi dan belajar darinya tentang bagaimana menjadi seorang gelandang yang bagus. Jadi, Wood sering menghabiskan waktunya dengan Demi, termasuk ketika Demi melakukan latihan tambahan untuk tendangan bebas. Dia tidak pernah jauh dari sisinya.      

Saat itu dia mengungkapkan gagasan untuk mencoba melakukan tendangan bebas, tapi dia melepaskan gagasan itu karena dia tidak punya bakat. Tapi, Demi mengatakan sesuatu yang benar-benar membuatnya terkesan. Itu adalah saat Demi menasihatinya ketika Wood ingin menguasai tendangan pisang Albertini. Dia berkata, "Aku punya gayaku sendiri, dan Beckham punya gayanya sendiri. Ada banyak gaya tendangan bebas, George. Sebuah tembakan voli yang kuat juga merupakan gaya..."     

Sebuah tembakan voli yang kuat juga salah satu gaya tendangan bebas!     

Wasit meniup peluitnya, mengisyaratkan agar Wood melakukan tendangan bebas.      

Wood menarik nafas dalam dan kemudian menghentakkan kakinya keras-keras. Setelah itu, dia mencondongkan tubuh ke depan dan menggunakan pose seolah dia akan berlari sprint 100 meter. Seluruh otot tubuhnya berkontraksi dan menegang, dan dia meluncur seperti cheetah di detik berikutnya!     

Jarak sepuluh meter itu dilaluinya dalam sekejap. Dia bergegas mendekati bola. Kaki kirinya dihentakkan dengan kuat di sisi bola dan tangan kirinya terayun keluar, menggambar lingkaran sementara dia mengangkat kaki kanannya. Kekuatan yang menjalar dari tanah ke kaki kiri dan kaki kanannya, serta kekuatan dari kaki kirinya semakin diperkuat dengan ayunan tangan kirinya. Dia memutar pinggangnya ke kanan, mengkombinasikan kekuatan dari sisi kiri dan kanan tubuhnya, yang akhirnya mempercepat ayunan kaki kanannya.      

Pada akhirnya, kekuatan yang berasal dari tanah mencapai tujuan akhirnya.      

Kaki kanan Wood bergerak seperti cambuk, dan lengkung kaki bagian dalam adalah ujung dari cambuk itu, yang menendang bolanya dengan keras.      

Bola itu melesat ke langit, seolah ditembakkan oleh meriam, dan melaju dengan cepat.      

Orang-orang yang berjarak paling dekat adalah dinding pemain tim Italia. Mereka hanya merasakan hembusan angin di atas kepala mereka dan bola itu terbang melewati mereka.      

Suara berdesing yang ditimbulkan oleh gesekan bola terhadap udara terdengar seperti sebuah alarm peringatan, yang berbunyi di zona pertahanan tim Italia.      

AWAS! AWAS! AWAS!     

Dengan suara berdesing, bola itu sudah melesat memasuki kotak penalti.      

Amelia mulai bergerak, siap untuk melompat, setelah dia melihat bola itu melewati bagian atas dinding manusia. Ketika bola itu memasuki kotak penalti, dia melompat dan melakukan aksi penyelamatan.      

Tapi sebuah pikiran mengerikan tiba-tiba saja muncul di benaknya. "Aku mungkin tidak bisa mencapai bola itu..."     

"Wow!" Bola dalam pandangannya tidak hanya membesar secara bertahap, tapi bola itu seolah tiba-tiba membesar, dua kali lipat, lalu membesar lagi. Sekarang, bolanya sudah dekat, tapi tangannya masih belum tiba disana.      

"Sial..."     

Hanya itulah yang terlintas di benaknya saat bola itu melesat melewati pertahanannya.      

Tidak lama setelah itu, di lapangan yang tenang, dia mendengar bunyi bola yang membentur jaring, serta tarikan nafas panjang para rekan setim Italianya.      

※※※     

Orang-orang diluar lapangan hanya bisa melihat sebuah garis putih yang tajam melewati hampir separuh lapangan, lalu memasuki gawang sampai membuat jaringnya terangkat.      

Orang pertama yang bereaksi adalah para fans Inggris di teribun. Mereka melompat bangkit dari kursi dengan lengan terangkat tinggi. Suara sorakan yang memekakkan telinga dari kerumunan itu memecahkan keheningan di stadion.      

Setelahnya barulah John Motson bereaksi, yang seolah tersadar setelah terhipnotis, dan dia sangat bersemangat saat berteriak, "Saint George! Saint George! Ya Tuhan! Apa yang baru saja terjadi? Kenapa aku merasa aku masih bermimpi? Apa itu benar? Apakah bolanya benar-benar masuk dan tidak hanya membentur jaring di sisi samping gawang? Sebuah gol yang dicetak, di detik terakhir... Ya, bukan di menit terakhir, melainkan sebuah gol yang dicetak di detik terakhir! Ini benar-benar tak bisa dipercaya!"     

Bahkan para pemain Inggris di lapangan tidak bisa mempercayai apa yang mereka lihat. Akan masuk akal untuk mengatakan bahwa, setelah rekan setim mereka mencetak gol, mereka seharusnya mengangkat lengan mereka tinggi-tinggi dan ikut bersorak. Lengan semua orang memang terangkat, tapi mereka memegangi kepala mereka dan menatap bola yang berada di dalam gawang...      

Terry berdiri di belakang. Dia tidak bergerak maju untuk ambil bagian dalam serangan karena dia mengira pertandingan sudah berakhir dan lebih baik dia menghemat tenaga untuk bermain di babak tambahan. Tapi sekarang, saat dia memandang punggung George Wood, saat itulah dia sadar bahwa pria itu tidak omong besar untuk mendorong semangat tim. Dia mengatakan yang sebenarnya!     

"Aku sama sekali tidak percaya George Wood bisa menembakkan bola seperti ini! Kalau dia disuruh melakukannya lagi, dia pasti akan menembakkannya ke langit! Ini pasti tembakan dari Tuhan! Tuhan-lah yang menggunakan kaki kanan Wood untuk mencetak gol seperti ini! Di detik terakhir pertandingan, Inggris mendapatkan kesempatan terakhir mereka dan mereka berhasil membalikkan keadaan! Apa ada yang percaya bahwa pertandingan semacam ini terjadi kalau kita memberitahu mereka?" Komentator Spanyol juga terdengar sangat bersemangat saat dia berkata, "Tapi ini benar-benar terjadi! Kita mendapatkan keistimewaan dalam menyaksikan sebuah pertandingan seperti ini... Tidak, ini sebuah keajaiban!"     

Wood, yang mencetak gol, tidak segembira rekan-rekannya. Dia tidak berlari ke pinggir lapangan atau melepaskan jerseynya. Dia hanya berdiri di tempat yang sama, dengan lengan setengah terangkat dan kepalan tangan terarah ke langit.      

Meski dia tidak tampak gembira, orang-orang lain pasti merasa gembira. Rekan setimnya segera berlari menghampirinya dari segala arah dan mengelilinginya. Pada akhirnya, mereka mengangkatnya dan melemparkannya ke langit! Perayaan semacam ini sangat jarang terjadi. Dulu, tak peduli seberapa gembira mereka, mereka hanya akan menindih si pencetak gol....     

"George Wood, benar-benar gol yang luar biasa! Baik caranya mencetak gol maupun timing gol itu, itu benar-benar luar biasa! Italia kalah di detik terakhir! Mereka tidak berhasil mengulur pertandingan hingga memasuki babak tambahan. Mereka kehilangan piala kejuaraan di detik terakhir!"     

Amelia berlutut di tanah, sementara rekan-rekan setim disampingnya hanya memandang para pria Inggris yang tampak gembira itu dengan linglung. Tidak ada yang bisa menerima kenyataan ini. Baru semenit yang lalu, mereka mengira mereka akan menjadi juara. Baru sedetik yang lalu, mereka mengira pertandingan akan memasuki babak tambahan. Dan dengan pertahanan mereka yang tak tertembus, mereka masih akan menjadi juara.      

Tendangan kelas-dunia Wood telah menghancurkan impian mereka. Pesta pora usai pertandingan kini telah hancur berkeping-keping dan dihembus angin malam di Madrid.      

Lippi hanya bisa berdiri diam di pinggir lapangan. Kali ini dia tidak tampak tenang, melainkan benar-benar tak bernyawa... Dia sama sekali tidak mengira timnya akan kalah dengan cara seperti ini. Dalam momen yang paling tidak mungkin, pemain yang paling tidak mungkin telah menjadi pria yang mengakhiri pertandingan.      

Mereka hampir saja menang...      

Ketika Lippi masih berdiri terpaku, Twain tidak melompat-lompat seperti orang-orang di sekelilingnya. Dia hanya berdiri diam di tempatnya tapi meletakkan tangan kanannya dan menekan jantungnya.      

Dia mencoba merasakan detak jantungnya, yang berdetak sangat cepat dan kuat.      

"Hey, Tony! Kita adalah juara! Juara Eropa!" Walker tidak memberinya kesempatan untuk merasa emosional disini. Dia berlari dari belakang dan memeluk Twain. "Kita melakukannya, kita benar-benar melakukannya!"     

Twain tidak mencoba melepaskan diri dan membiarkan dirinya dipeluk sementara dia melolong panjang seperti sudah gila.      

Dia merasa seolah beban berat telah terangkat dari pundaknya. Bagus juga ada seseorang yang memeluknya. Karena dia benar-benar ragu apakah dia masih bisa terus berdiri lebih lama lagi.      

Pada titik ini, dia tidak peduli lagi jenis serangan balik seperti apa yang akan dilakukan Italia, karena dia yakin pertandingan sudah berakhir. Kali ini, pertandingan sudah benar-benar berakhir!     

Tidak ada yang perlu mengambil bola dari dalam gawang dan meletakkannya di lingkaran tengah. Tim Inggris yang sudah memimpin tidak akan melakukan itu. Dan tim Italia yang tertinggal juga tidak akan melakukannya.      

Wasit meniup peluitnya tiga kali untuk mengakhiri pertandingan setelah dia meniup peluitnya untuk menyatakan validitas gol barusan.      

Pertandingan sudah berakhir!     

Para pemain cadangan di tim Inggris bergegas berlari ke lapangan bersama para pelatih mereka untuk merayakan kemenangan dan gelar Juara Kejuaraan Eropa UEFA pertama mereka sepanjang sejarah.      

Twain tidak ikut bersama kerumunan itu ke tengah lapangan. Dia masih berdiri di pinggir lapangan dan bersiap untuk menjabat tangan Lippi.      

Itu adalah etiket paska pertandingan.      

Lippi sudah kembali normal setelah pertandingan berakhir. Setelah memenangkan banyak kejuaraan di sepanjang hidupnya, dia juga telah memenangkan banyak gelar runner-up. Dia sudah mengalami banyak kekalahan semacam ini.      

"Selamat, Tn. Twain."     

Dia mengucapkan selamat dengan sopan sambil menjabat tangan Twain.      

"Terima kasih, Tn. Lippi."     

Kedua pria itu tidak berbicara lagi. Lippi akan sibuk menghibur para pemainnya. Mereka sudah menangis seolah-olah mereka larut dalam air mata. Sementara untuk Twain sendiri... dia sudah dikelilingi sekelompok besar reporter, menunggunya dan Lippi selesai berjabat tangan sebelum mereka bergegas maju untuk mewawancarainya.      

Lippi baru saja berbalik untuk berjalan menjauh ketika para reporter berkerumun mengepung Twain karena takut dia akan melarikan diri.      

"Tn. Twain! Pertama-tama, selamat karena Anda telah memenangkan Kejuaraan Eropa UEFA pertama dalam sejarah sepakbola Inggris..."     

"Tn. Twain, bisakah Anda mengatakan tentang apa yang Anda pikirkan sekarang?"     

"Apakah ini diluar ekspektasi Anda bahwa Anda akan memenangkan pertandingan di menit terakhir, Tn. Twain?"     

"Apa ada yang ingin Anda katakan tentang gol George Wood?"     

"Tn. Twain..."     

"Tony..."     

"Tn. Twain.."     

"Tn. Tony Twain..."     

Pertanyaan, mikrofon, pena perekam, dan ponsel yang tak terhitung banyaknya disodorkan di depan bibir Twain. Saat ini, kalaupun dia buang angin, itu akan dianggap harum. Komentar apapun yang dibuatnya akan jadi terkenal. Tidak ada satu orang pun di dunia sepakbola yang berani mempertanyakan kemampuannya dalam melatih tim nasional lagi.      

Tony Twain dulunya juara. Hukum yang sudah berlaku takkan berlaku lagi di tim nasional.      

Di akhir bagian pertama sebuah film klasik, "The Godfather", Michael Corleone akhirnya menjadi godfather baru dari keluarga Corleone. Saat istrinya mengintip di pintu, dia menerima ciuman di tangan oleh anak buahnya sebagai janji kesetiaan dan pengabdian, menyelesaikan transformasi dari seoarng perwira muda yang penuh cita-cita menjadi seorang don mafia yang kejam.      

Sekarang, di Bernabeu, godfather tua dari dunia sepakbola Italia melangkah turun dari panggung, selangkah demi selangkah. Dia menghibur para pemainnya. Tidak ada media yang mengekspresikan kepedulian mereka terhadapnya dan tidak ada yang peduli bagaimana perasaannya sebagai "pecundang".      

Dan Twain telah menerima sambutan dan popularitas yang belum pernah diperolehnya sebelum ini.      

Malam ini, seluruh Eropa berlutut di bawah kakinya dan mencium tangan yang diulurkannya untuk mengakui kesetiaan mereka.      

Saat godfather lama pergi sendirian dengan kecewa dibawah matahari sore Sisilia, godfather yang baru duduk di tahta yang tinggi, menikmati sumpah setia para anggota baru. Memandang dunia, dia tampak penuh semangat – seolah-olah tidak ada sesuatu atau seseorang di dunia ini yang bisa menghentikan kuda besinya untuk menaklukkan dunia.      

Malam ini hanya Eropa. Dua tahun lagi, dia ingin seluruh dunia menyerah di bawah kakinya!     

Dia tidak ragu tentang itu, karena jantung sang juara di dadanya berdetak kencang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.