Mahakarya Sang Pemenang

Tim Inggris Twain



Tim Inggris Twain

0Kapasitas tribun di Camp Nou sudah hampir penuh. Karena dekatnya jarak antara Spanyol dengan Portugal, pertandingan ini menarik kedatangan banyak penggemar Portugal. Mereka hampir mengubah stadion Barcelona menjadi stadion kandang tim Portugal.      

Para reporter yang ada disana mendapatkan daftar pasukan tim Inggris. Daftar itu memuat nama-nama pemain starting lineup dan cadangan. Seseorang melihat nama George Wood disana. Mereka sedikit bingung – bukankah dikatakan bahwa Wood masih belum sembuh dari cederanya dan karenanya tidak bisa bermain di semua pertandingan penyisihan grup? Bukankah seharusnya dia duduk di tribun saat ini dan bukannya di bangku pemain cadangan?     

Mungkinkah ini hanya tipuan yang diciptakan Twain?     

Reporter Inggris bisa memahami apa yang terjadi. Twain pasti ingin agar George Wood, kapten tim, berada di setiap pertandingan bersama tim. Itu akan bisa menenangkan seluruh tim.      

Dugaan mereka memang benar.      

Meski George Wood tidak bisa bermain dalam pertandingan kali ini, dia melakukan apa yang bisa dilakukannya untuk membantu tim.      

Rekan-rekan setimnya sedang melakukan pemanasan di lapangan. Bukannya menonton mereka dari pinggir lapangan, dia membantu para pelatih meletakkan cone segitiga dan dia juga melakukan jogging ringan sebagai pemanasan. Para reporter kembali ribut saat mereka melihatnya melakukan ini.      

"Aku sama sekali tidak bisa melihat dampak cederanya. Lihat saja gerak larinya, semua kelihatan normal!"     

"Tidak, kau masih bisa melihatnya kalau kau mencermatinya. Sepertinya dia masih enggan menggunakan bagian depan kaki kanannya."     

"Itu benar. Jogging ringan dan bermain di lapangan adalah dua hal yang berbeda.... Tadinya, seharusnya tidak jadi masalah untuk lolos dari penyisihan grup. Tapi sekarang aku mulai khawatir tentang Inggris."     

"Apa yang perlu dikhawatirkan? Seolah-olah tanpa George Wood, Inggris hanyalah gerombolan pemain yang sulit diatur. Para pemain terbaik dari Liga Premier Inggris tidak berkumpul disini hanya untuk terlihat keren."     

Seseorang bergumam pada dirinya sendiri, "Ada begitu banyak sensasi di Liga Premier Inggris jadi para pemain itu bisa saja ada disini hanya untuk terlihat keren..."     

Melihat nama-nama pemain dalam daftar tim Inggris, mungkin hanya ada empat diantaranya yang benar-benar telah mencapai level kelas-dunia. Mereka adalah Gerrard, Terry, Rooney dan George Wood. Sementara untuk yang lainnya, apakah mereka bisa bermain sebagai pemain utama di Serie A, La Liga ataupun Bundesliga, itu masih belum diketahui. Sama seperti Lennon, yang dulu pernah dianggap sebagai kandidat top pemain sayap kanan di Inggris, sekarang dia bahkan tidak bisa bermain sebagai pemain cadangan di Inter Milan.      

Oleh karena itu, bagi mereka yang memahami sepakbola, tim Inggris selalu menjadi "tim kuat yang semu". Media Inggris jelas memahami sepakbola. Tapi, dalam rangka memenuhi harga diri dan arogansi para fans Inggris, mereka dengan antusias mempromosikan bahwa ada banyak pemain berbakat di berbagai tempat di dunia sepakbola Inggris, dan diduga ada lebih banyak pemain berbakat daripada anjing terlantar, yang menjadi tujuan mereka. Hanya dengan melakukan ini maka mereka bisa mendapatkan keuntungan secara finansial. Bagaimanapun juga, tidak ada yang suka mendengar hal-hal buruk tentang tim yang mereka dukung.      

Sebagai akibatnya, semua tim Inggris lama seolah terlihat bertabur bintang dan tampil cemerlang. Tapi sebenarnya, tim itu rentan, seperti botol porselen rapuh yang berkilauan. Selain itu, yang lebih menakutkan lagi adalah para pemain Inggris yang hidup ditengah kebohongan media dan publisitas yang berlebihan ini benar-benar menganggap diri mereka berkelas-dunia. Mereka menjadi pemain yang arogan, sombong dan tidak mau mengembangkan diri mereka. Sebagian besar dari mereka akan menyerah di saat-saat yang paling penting.      

Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua orang di Eropa tahu bahwa Inggris hanya suka membesar-besarkan. Lawan mereka saat ini, tim Portugal, juga sangat menyadari hal itu.      

Setelah kembali ke ruang ganti usai melakukan pemanasan, Queiroz menganalisa situasi para pemain di tim Inggris saat ini. Dia menyimpulkan bahwa Tony Twain hanya menggertak saat mengatakan bahwa mereka tidak bisa sukses tanpa Wood. Dia yakin Twain pasti ingin semua orang menganggap tim Inggris sebagai tim kelas dua tanpa George Wood, yang memang sebenarnya seperti itu. Kalau tim Portugal merasa takut terhadap apa yang disebut sebagai "taktik non-inti" tim Inggris dan berakhir bermain dibawah standar di pertandingan ini, mereka akan kehilangan peluang besar.      

Ini adalah kesempatan yang berharga untuk mendapatkan poin.      

Queiroz teringat penghinaan Twain terhadapnya di konferensi pers kemarin dan itu membuatnya marah. Pria itu hanya beruntung dan memenangkan beberapa gelar Liga Champions. Alasan mengapa dia terkenal bukanlah karena kemampuannya yang hebat, melainkan karena dia berada di Inggris! Di negara dengan media yang sangat aktif itu, masalah-masalah kecil akan dibesar-besarkan menjadi peristiwa yang akan mempengaruhi seluruh dunia.      

Bagaimana mungkin seorang manajer yang tidak konvensional dan bermulut kasar sepertinya, yang bahkan menikahi seorang model berusia dua puluh satu tahun lebih muda darinya, tidak dibuat terkenal oleh media? Twain hanya perlu memaki di hadapan kamera dan itu sudah cukup untuk memicu kehebohan media selama seminggu.      

Ketenaran dan kepercayaan dirinya didasarkan pada pondasi ini, dan pondasi itu sebenarnya hanya ilusi yang rentan.      

Pertandingan ini akan menunjukkan pada semua orang...      

"Langsung serang begitu pertandingan dimulai," kata Queiroz sambil memandang ke arah para pemainnya.      

※※※     

"Kalau kita menguasai bola, mundurlah setelah menyerang untuk memancing mereka keluar. Kalau mereka yang punya kesempatan melakukan kick-off, itu akan bagus. Biarkan mereka datang dan kita akan memainkan serangan balik defensif."     

Twain membuat pengaturan terakhir di ruang ganti.      

"Lima belas menit setelah pertandingan dimulai adalah waktu dimana kalian akan merasakan tekanan yang sangat besar. Tak peduli apa yang terjadi, aku tidak ingin melihat kita kebobolan gol. Meski kita harus mengorbankan serangan, aku tetap ingin kalian mundur dan bertahan. Kalau lawan berhasil mencetak gol lebih dulu, pertandingan ini akan sulit untuk dimainkan.      

Dia berkata muram, "Ini adalah pertandingan grup pertama kita. Hasil pertandingan ini akan menentukan apakah kita akan bisa lolos atau tidak. Guys, aku harus mengakui kalau situasi kita saat ini sedang tidak bagus. Lawan kita ingin memanfaatkan celah itu." Semua orang sadar bahwa dia merujuk pada ketidakhadiran George Wood di babak penyisihan grup ini.      

"Aku sudah mendengar beberapa komentar sebelum ini, tapi aku tidak tahu apa kalian juga mendengarnya." Tiba-tiba saja Twain tertawa, dan di mata para pemainnya, yang sudah mengenalnya, tawanya kali ini terdengar aneh.      

"Ada persepsi orang luar yang mengatakan bahwa tim Inggris hanya dibesar-besarkan oleh media Inggris dan bahwa sebenarnya kekuatan tim kita hanyalah tim kelas dua di seluruh Eropa."     

Beberapa pemain menunjukkan keterkejutan mereka, sementara yang lainnya tidak merasa heran.      

"Aku tidak tahu bagaimana pendapat kalian tentang itu, tapi aku tidak senang mendengarnya. Kailan semua dipilih olehku. Tapi, tim kita dilabeli 'kelas-dua Eropa'. Tim kelas-dua Eropa!" Twain tiba-tiba saja meninggikan suaranya. "Aku tidak peduli dengan hasil yang diperoleh tim Inggris sebelum ini dan kesan seperti apa yang mereka tampilkan. Aku hanya tahu satu hal – timku ada disini untuk meraih gelar juara. Mungkinkah tim yang bisa memenangkan Kejuaraan Eropa UEFA dikatakan tim kelas dua di Eropa?"     

"Tidak, tidak, boss," para pemain menjawabnya satu persatu.      

"Jadi, aku berpikir kalau kita butuh peluang untuk membuktikannya pada mereka. Untuk membuktikan bahwa kita juga punya aksi dan bukan hanya selongsong kosong." Twain mengayunkan tangannya dan berkata, "Portugal adalah lawan yang bagus untuk itu." Dia tertawa. "Kita tidak akan dilihat sebagai tim pemula kalau kita bisa mengalahkan mereka. Selama kita bisa menang atas Portugal, para bajingan yang mengatakan kita adalah 'tim kelas-dua di Eropa' akan harus memakan topi mereka! Tapi, kemenangan saja tidak cukup, karena akan selalu ada bajingan keras kepala diluar sana yang mengatakan kalau kita hanya beruntung. Jadi, untuk pertandingan ini, pertandingan yang akan datang dan pertandingan setelahnya... Sampai final, kita akan terus menang!"     

Semangat para pemainnya perlahan mulai terangkat oleh cara bicaranya.      

Waktu ini adalah waktu yang tepat bagi Twain untuk berkata, "Aku tidak peduli kalian berasal dari klub mana, dan filosofi sepakbola seperti apa yang kalian terima. Aku hanya ingin mengatakan bahwa ditempatku berada, disini di tim nasional, lupakan status dan gaya bermain di klub asal kalian. Prinsip sepakbola tim nasional ini sangat sederhana. Aku tidak meminta kalian untuk mencapai hal lain selain kemenangan!"     

※※※     

Wood sudah cukup lama tidak merasakan duduk di bangku pemain cadangan dan menonton rekan-rekan setimnya bermain di lapangan. Di era Eriksson dan McClaren, dia menikmati duduk di bangku yang paling dekat dengan lapangan untuk menonton pertandingan. Lalu setelah itu, dia perlahan tumbuh menjadi kekuatan utama di lini tengah tim. Tapi, dia tidak menduga dirinya akan kembali menjadi penonton setelah beberapa tahun.      

Rasanya tidak enak.      

Pertandingan sudah dimulai dan Terry berhak memilih sisi lapangan, jadi hak untuk melakukan kick-off menjadi milik tim Portugal. Twain merasa senang dengan hasil ini dan bertepuk tangan dari pinggir lapangan bahkan sebelum pertandingannya dimulai.      

Setelah pertandingan dimulai, Portugal mengambil keuntungan dari kick-off mereka untuk meluncurkan serangan di lapangan.      

Sepakbola Portugal dan Spanyol memiliki banyak kesamaan. Keduanya menggunakan gaya Latin Eropa dan menempatkan penekanan pada kontrol atas bola. Mereka memiliki kelincahan kaki yang luar biasa dan mencibir meremehkan pada gaya bola-bola panjang ala Inggris. Setelah mereka berhasil mengendalikan bola, akan sulit bagi lawan untuk merebutnya.      

Sepuluh menit memasuki pertandingan, itulah yang dilakukan tim Portugal.      

Selama bola berada di bawah kaki mereka, akan sulit bagi tim Inggris untuk merebut bola kecuali mereka sudah menyelesaikan serangan. Oleh karena itu, kedua bek belakang Portugal bergerak maju untuk mendukung serangan tanpa merasa khawatir.      

Moutinho dan Veloso menghadang gerak Gerrard dan Michael Johnson dari Inggris di lini tengah. Cristiano Ronaldo dan Quaresma terus menggempur lini pertahanan belakang tim Inggris dari kiri dan kanan.      

Satu-satunya kabar bagusnya adalah Portugal tidak punya penyerang tengah yang jangkung seperti Mitchell jadi mereka tidak bisa menggunakan sundulan untuk mengancam gawang yang dijaga Joe Hart.      

Setelah para pemain Portugal akhirnya sadar bahwa mereka tidak bisa menembus pertahanan lawan melalui sayap dengan umpan silang, barulah mereka mengubah gaya permainan mereka.      

Pada awalnya, saat tim Portugal sering mengirimkan umpan-umpan silang dari sayap, tim Inggris sudah hampir melepaskan pertahanan mereka di sayap dan bergerak ke tengah untuk bertahan melawan umpan-umpan silang itu. Sekarang, setelah tim Portugal melakukan penyesuaian, tim Inggris jadi sedikit kacau.      

Pemain sayap Portugal memiliki kemampuan, kecepatan dan kesadaran posisi yang sangat bagus. Mereka bukanlah pemain yang hanya tahu bagaimana caranya mengirimkan umpan silang, mereka juga dikenal sebagai pelopor di sayap.      

Quaresma tiba-tiba saja memotong ke tengah setelah menggunakan tipuan di sayap kanan untuk melewati bek kiri Inggris, Downing. Joe Mattock menjulurkan kakinya untuk mencegat bola tapi dia justru menjatuhkan lawan. Wasit meniup peluitnya dan menyatakan Mattock melakukan pelanggaran. Pelanggaran ini membuat semua pendukung Inggris berkeringat dingin – tempat terjadinya pelanggaran itu hanya satu langkah sebelum memasuki kotak penalti. Quaresma hampir bisa dikatakan menciptakan tendangan penalti!     

Kalau tendangan ini masuk, pengaturan pra-pertandingan Twain akan sia-sia. "Berkat" George Wood, Quaresma mengalami cedera yang serius sebelumnya. Selain itu, kini dia sudah berusia tiga puluh dua tahun dan tidak secepat dulu. Tapi, kemampuannya juga semakin matang. Lebih mirip Luis Figo di masa keemasannya dulu, dia hanya perlu menggunakan kelincahan kakinya untuk membodohi lawannya dan membuat terobosan.      

Veloso adalah pemain yang akan melakukan tendangan bebas ini. Dia memilih untuk tidak mengoper, melainkan langsung menembak ke gawang dari sudut kotak penalti!     

Dia benar-benar menipu kiper Inggris, Joe Hart. Ketika bola itu melayang keluar garis batas lapangan setelah membentur tiang gawang, Joe Hart masih berada di sisi lain gawang dan bersiap untuk menghentikan umpan silang...      

"Wow! Sayang sekali!" raung komentator.      

Suara cemoohan yang keras juga terdengar dari tribun. Para penggemar Portugal menjadi mayoritas di Camp Nou, yang kini seolah menjadi stadion kandang tim nasional Portugal.      

Setelah melewatkan kesempatan mencetak gol sebagus itu, Veloso merasa sedikit terganggu. Dia hanya memandang ke langit dan bergumam entah apa.      

Tembakan itu membuat Twain bangkit dari kursinya di area teknis. Dia merasa sedikit gugup. Tak peduli berapa banyak persiapan yang dilakukannya sebelum pertandingan, dia tidak bisa memprediksikan apa yang akan terjadi di lapangan. Ini bisa dikatakan sebagai pesona yang dimiliki sepakbola, tapi ini juga menjadi siksaan bagi Twain.      

"Kalau kalian akan melakukan pelanggaran, kalian harus ingat untuk melakukannya jauh-jauh dari kotak penalti..." Dia berbicara pada dirinya sendiri di pinggir lapangan.      

Tanpa adanya George Wood yang bertahan di lini tengah, tim Inggris tidak sebagus biasanya. Lini tengah Portugal jelas lebih unggul. Tidak lama setelahnya, mereka sudah mengepung gawang Inggris, berharap bisa mencetak gol lebih awal.      

Para penggemar Portugal di tribun bersorak dan menyemangati tim mereka, mengerahkan seluruh upaya mereka.      

Tapi, dua puluh menit telah berlalu dan gempuran tim Portugal sama sekali tidak memberikan hasil. Pertahanan ketat Inggris membuat Portugal kelimpungan.      

Mereka ingin menggunakan teknik-teknik individu untuk menerobos, tapi tim Inggris lebih suka memberi mereka tendangan bebas daripada membiarkan mereka menerobos masuk. Sebagai akibatnya, Portugal tidak bisa mencetak gol. Dalam pertandingan saat ini, beberapa pemain mereka menunjukkan kondisi yang buruk dalam melakukan tendangan bebas. Selain Veloso yang memanfaatkan pemikiran inersia Joe Hart dalam mengancam gawang, tidak ada tembakan lain yang menyulitkan Hart.      

Melihat timnya tidak bisa menembus pertahanan yang ketat, komentator Portugal menyindir, "Sejak kapan tim Inggris belajar bergerak mundur untuk bertahan? Mereka bermain seperti tim lemah dari Eropa Timur. Ketika Tony Twain melatih tim Forest, gaya bermain tim Forest dianggap sebagai salah satu yang terburuk untuk ditonton dan yang paling tidak menarik. Sekarang dia juga mengubah tim Inggris jadi seperti ini..."     

Motson, komentator BBC yang bertanggungjawab untuk mengomentari pertandingan Inggris, tidak mempedulikan semua itu. Dia bersorak keras menyemangati tim Twain. "Tim Portugal mengira serangan mereka tajam, tapi di depan pertahanan Inggris, mereka baru sadar betapa salahnya mereka!"     

Manajer tim nasional Jerman duduk di tribun dan menulis ke atas buku catatan kecil, "... Kehilangan George Wood, kekuatan tim Inggris jelas berkurang dan mereka menggunakan pertahanan yang lebih ketat untuk mengurangi tekanan di lini pertahanan belakang..."     

Di hari yang sama malam nanti, tim nasional Jerman akan bertanding melawan Wales di Valencia. Mereka tidak lupa untuk terus mengawasi dua rival lain di grup yang sama dalam persaingan untuk lolos dari penyisihan grup. Mereka tidak terlalu peduli dengan tim Wales.      

※※※     

Ze Castro, bek tengah tim nasional Portugal, sedang bosan setengah mati. Rekan setimnya sedang sibuk di depan sana, berusaha menjebol gawang Inggris, sementara dia dan Pepe tetap tinggal di belakang untuk menonton pertandingan. Pertandingan semacam ini sangatlah membosankan.      

Dia memandang sekeliling dan berlari agak jauh di depan. Dia terus bergerak hingga hampir tiba di lingkaran tengah. Di benaknya, dia sedang mempertimbangkan apakah dia akan ikut maju untuk berpartisipasi dalam serangan dan melakukan tembakan panjang untuk bersenang-senang.      

"Jose, kembalilah!" Pepe memanggilnya dari belakang.      

Castro melambaikan tangan di belakangnya. Tim Inggris ini seperti burung unta. Apa yang perlu dia takutkan?     

"Dasar bodoh!" Pepe mengecamnya dengan suara pelan saat dia melihat dia tidak bisa menyuruh Castro kembali.      

Pepe memandang ke area teknis tim Inggris di tepi lapangan.      

Tony Twain sedang berdiri di pinggir lapangan dengan kedua tangan di sakunya. Untung saja dia tidak menyilangkan kakinya.      

Dua tahun telah berlalu dan dia masih belum bisa melupakan kebiasaan boss. Gerakan yang berbeda mewakili makna yang berbeda. Hanya para pemain Nottingham Forest yang bisa memahaminya. Kalau dia duduk di area teknis dengan kaki disilangkan, itu artinya dia punya kartu andalan dan pasti ada trik yang sudah dipersiapkannya. Saat ini dia berdiri di pinggir lapangan, jadi itu artinya dia tidak terlalu percaya diri – dia takut timnya akan dihancurkan oleh gempuran serangan tim Portugal.      

Mungkin dia memikirkannya terlalu berlebihan?     

Pepe menggelengkan kepalanya pelan. Dia tidak tahu kenapa dia punya firasat buruk saat dia melihat Inggris bermain dengan buruk. Ini terasa familiar dan sedikit mengingatkannya pada Nottingham Forest.      

Kalau tim Inggris di depannya memakai jersey merah dan bukannya jersey putih, kenangannya akan terasa lebih hidup.     

Saat Pepe sedang termenung, partner bek tengahnya melewati lingkaran tengah. Setelah dia menerima operan balik dari rekan setimnya, dia melakukan gerak tipu sebelum memilih untuk menggiring bolanya sendiri dan berusaha menerobos!     

Sebagai seorang pemain Portugal, bahkan bek tengah juga memiliki skill olah-kaki yang bagus. Dia berhasil melewati lini tengah dan memilih untuk mengoper bolanya saat dia semakin mendekati kotak penalti tim Inggris. Tapi, setelah mengoper bolanya ke rekan setim, Moutinho, dia tidak berlari mundur. Dia justru terus maju dan berusaha untuk memainkan operan satu-dua!     

Tapi, operan Moutinho berhasil direbut Michael Johnson!     

Tim Inggris meluncurkan serangan balik!     

Johnson mengoper bolanya ke Gerrard, yang mengirimkan umpan panjang!     

Mitchell, mercusuar yang ada di depan, mengamankan tempat di hadapan Veloso dan melompat tinggi untuk menyundul bola...      

Bola itu terbang miring ke belakang dimana Walcott bergerak maju dengan kecepatan tinggi!     

Kali ini, seluruh lini belakang tim Portugal hanya terdiri atas dua pemain, Pepe dan kiper, Rui Patricio. Para pemain Portugal bahkan tidak sempat bereaksi selama beberapa saat – lini belakang kami kosong? Kemana perginya semua orang?     

"Keparat!" Pepe hanya bisa menyumpahi partnernya, Castro, yang sedang berlari kembali ke posisinya. Pepe segera meninggalkan bagian tengah dan bergegas ke sayap untuk mencegat dan menghadang Walcott. Bocah itu bisa berlari sangat cepat dalam jarak seratus meter...      

Firasak buruk yang ada di benaknya menjadi kenyataan. Adegan ini begitu familiar baginya – mereka biasa menghadapi lawan yang kuat dengan cara seperti ini saat dia masih bermain di tim Forest. Saat lawan sedang lengah karena mengepung tim Forest, mereka sama sekali tidak tahu bahwa tumit Achilles mereka benar-benar terekspos pada daya serang tim Forest.      

Pepe sudah berencana untuk melakukan pelanggaran ketika dia bergegas maju untuk merebut bola Walcott. Dia melakukan tekel luncur dengan harapan bisa membuang bola keluar lapangan bersama si pemain.      

Tapi, dia salah memperhitungkan. Dia mungkin bisa melakukannya dua tahun yang lalu, tapi pada usia tiga puluh dua tahun, dia tidak punya kemampuan untuk menyaingi usia muda Walcott.      

Walcott menjauhkan bola sebelum jempol Pepe menyentuhnya. Lalu pemain sayap Arsenal itu dengan lincah melompat ke atas dan menghindari tekel luncur Pepe.      

Dia berhasil menerobos!     

Twain mengeluarkan kedua tangannya dari saku kantongnya dan mengepalkannya, bersiap untuk mengayunkannya.      

Peluang tim Inggris akhirnya datang setelah mereka bertahan selama lebih dari dua puluh menit. Peluang ini datang dengan mudah sampai-sampai dia khawatir apakah Walcott akan menyia-nyiakan kesempatan yang bagus ini karena terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tak berguna di benaknya...      

"Kalau kau melewatkan peluang ini, aku akan mencadangkanmu di pertandingan berikutnya!" Twain berteriak dengan ganas.      

Walcott berhasil melewati Pepe dan para pemain Inggris yang lain tidak tinggal diam di belakang untuk menonton pertunjukan. Para striker, Mitchell, Rooney dan Downing semuanya meningkatkan kecepatan mereka dan berlari menuju kotak penalti lawan, bersiap menerima operan yang bisa muncul kapan saja.      

Ini benar-benar menakutkan bagi orang-orang Portugal itu – Ini jelas bukan sebuah kebetulan. Ini adalah serangan balik yang sudah direncanakan dan plot terang-terangan!     

Sekarang, meski Walcott sudah melambatkan larinya, tim Inggris memiliki peluang yang bagus untuk menjebol gawang lawan. Bek tengah tim Portugal, Ze Castro, masih berada di dekat lingkaran tengah dan berusaha kembali ke posisinya. Dia berlari sangat kencang, tapi, pada dasarnya, dia bukanlah pemain yang cepat. Sebaliknya, dua bek belakang timnya bisa menyusulnya dengan cepat.      

Rooney bergegas menuju ke lini depan. Dia mengangkat tangannya untuk meminta bola pada Walcott.      

Walcott, yang sudah menggiring bola ke dalam kotak penalti, memandang ke arah Patricio, yang sudah siap menerkam dan Rooney. Lalu dia memindahkan bola.      

Bola itu sedikit berada di depan... Rooney menggertakkan giginya dan bergegas maju. Lalu dia menendang bola dengan bagian paku sepatunya!     

"Serangan balik Inggris... Walcott berlari cepat! Patricio menerkam! Dia sudah meninggalkan gawang untuk maju ke depan! Rooney juga bergegas maju. Apakah Walcott mengoperkan bolanya? Dia mengopernya! Dia mengoper bolanya! Itu sedikit lebar, sedikit lebih lebar, terlalu jauh... tembakan luncur!!" komentator Spanyol yang netral berbicara cepat seperti senapan mesin, dan jantung para penonton sama-sama berdetak lebih cepat.      

Rooney menendang bola dan bola itu berubah arah lalu memantul langsung ke arah gawang.      

Motson sudah meraung dalam antisipasi perayaan gol, "GOOOO ---"     

Bola itu terbang melesat membentuk lengkung parabola dan turun ke dalam gawang yang kosong.      

"-----OOOOL!!"     

Pepe, terbaring di luar lapangan, melihat semua ini dan memukul rumput lapangan dengan marah.      

Twain mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi dan mengayunkannya ke langit. Kerumunan orang di area teknis dan bangku pemain cadangan di belakangnya bergegas maju ke depan. Mereka ikut mengayunkan kepalan tangan mereka dan bersorak keras.      

Setelah Rooney bangkit dari tanah, dia berlari dengan lengan terbuka ke arah Walcott, yang memberinya bola. Mitchell dan Downing, yang baru saja berlari cepat, tidak melambatkan kecepatan mereka. Mereka hanya mengubah arah untuk mengejar Rooney. Para pemain Inggris yang lain juga bergegas menuju ke lini depan. Itu adalah pemandangan yang spektakuler.      

Hanya membutuhkan waktu kurang dari lima belas detik bagi tim Inggris dari sejak mereka menyerang balik sampai merayakan gol itu. Sebagian besar pemain Portugal masih berada di lini depan, tidak bisa bereaksi.      

Queiroz menendang botol air di dekat kakinya dengan marah. Tim Inggris ini terlalu menjijikkan dan licik!     

"Inggris mencetak gol pertamanya di turnamen ini. Di menit ke-23, mereka berhasil unggul 1:0 melawan Portugal! Ini baru usaha tembakan kedua mereka di sepanjang pertandingan ini! Benar-benar efisiensi yang mengerikan!"     

Para pemain Inggris saling berpelukan setelah mencetak gol. Twain melihat solidaritas yang paling ingin dilihatnya. Dia melirik ke arah Queiroz yang tampak marah dan dia tahu bahwa tim Portugal sudah jatuh ke dalam genggamannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.