Mahakarya Sang Pemenang

Menunjukkan Tangannya



Menunjukkan Tangannya

0"Apa kita tidak akan turun untuk minum?" tanya Tony Twain pada dua orang di depannya, sambil menunjuk ke arah lift.      

Edward memandang Allan sekilas sebelum kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku yakin disana sedang penuh dengan para pemain kita saat ini, dan takkan pantas kalau kita datang kesana. Ayo kita pergi ke kamarmu, Tony."     

Tony Twain memainkan kunci kartu di tangannya dan menjawab, "Baiklah. Tapi aku tidak bisa menawari kalian apapun kecuali beberapa botol air mineral." Dia berbalik untuk berbicara kepada kedua tamunya sambil berdiri di depan pintu kamarnya.      

Edward tersenyum ke arahnya, tapi Allan masih tetap tidak menunjukkan emosi apa-apa. Edward, yang berdiri disampingnya, terlihat seperti pengawalnya.      

Twain mengundang keduanya untuk masuk setelah membuka pintu kamarnya. Dia melangkah masuk paling akhir dan menutup pintu di belakangnya.      

"Itu tadi benar-benar pertandingan yang menarik, Tony," Edward memberinya ucapan selamat. Di Bernabeu, Tony Twain selalu dikelilingi reporter, diangkat oleh para pemainnya dan diarak keliling stadion, atau menerima medali. Edward Doughty sama sekali tidak punya kesempatan untuk mendekatinya.      

"Kita kehilangan satu orang karena kartu merah dan kita bisa saja kalah." Di mata Twain, meski pertandingan itu memang intens, tapi itu tidak menarik. Dia mengeluarkan tiga botol air mineral dari minibar kamarnya dan memberikan dua diantaranya kepada tamunya, sebelum membuka tutup botolnya sendiri dan mengosongkan setengah isi botolnya dalam waktu singkat.      

"Yang terpenting adalah kau menang!" Edward menjawab dengan gembira. Dia ditakdirkan untuk menjadi ketua klub paling sukses di sepanjang 149 tahun sejarah Nottingham Forest dan dia mungkin akan dikenal sebagai yang "terhebat". "Lalu, bagaimana kau akan menangani masalah kartu merah Pepe?" tanya Edward, tidak buru-buru membahas tentang topik utama mereka. "Apa kau akan mengajukan banding?"     

Twain memandang Edward, yang sepertinya sengaja tidak mengungkapkan motifnya yang sesungguhnya, dan tertawa, "Banding? Kartu merah itu sudah diberikan dan akan sangat normal bagi UEFA untuk memberikan sanksi berupa denda. Klub seharusnya menerima keputusan apapun yang dibuat oleh ofisial mereka. Sementara untuk yang lainnya... kau tidak perlu memikirkannya, Edward. Kau takkan suka berperang kata-kata melawan para reporter media itu," katanya sambil mengisyaratkan bahwa dialah yang akan mengatasi hal-hal itu.      

"Baiklah, aku bisa menebak apa yang akan kaulakukan..." kata Edward sambil menggelengkan kepalanya. "Tapi, aku harus memperingatkanmu agar tidak bertindak terlalu jauh."     

"Aku tahu seberapa jauh aku bisa melakukannya," jawab Twain sambil meneguk air Evian yang dingin.      

"Batasanmu itu..." Edward tertawa getir. Hanya itulah yang bisa dikatakan olehnya; Twain jarang meminta klub untuk membantunya membereskan akibat dari perbuatannya.      

Sebenarnya, kalau dipikirkan lagi, selama bertahun-tahun, klub tidak pernah melibatkan diri dalam pertengkaran Twain dengan media dan tidak pernah repot-repot memikirkannya. Twain sudah berhasil dalam memfokuskan perhatian publik pada temperamen dan karakternya, dan tidak menghubungkan isu permasalahan itu pada klub. Ringkasnya, kesuksesannya akan mengharumkan nama klub, tapi saat reputasinya dicela, itu tidak ada hubungannya dengan klub Nottingham Forest.      

Twain berjalan ke jendela dan membuka kaca jendelanya sebelum mematikan pendingin ruangan di kamarnya. Angin malam berhembus masuk, membuat tirai kamar mengembang. Angin di lantai 11 hotel ini memang cukup kencang.      

Suara jalanan yang ramai terbawa ke dalam kamar bersama angin malam. Gabungan suara klakson mobil dan nyanyian fans yang mabuk terdengar sangat samar setelah terbawa angin dan seolah tidak nyata.      

"Benar-benar sejuk," kata Twain sambil merentangkan tangannya, seolah ingin memeluk malam.      

"Hey, Tony. Apa kau punya rencana liburan? Aku tidak membicarakan tentang pergi ke Brasil untuk menjadi komentator Piala Dunia, kau tahu," Edward masih berbicara bertele-tele, berusaha menghindari topik yang akan mereka bicarakan.      

Tony Twain sendiri tidak terburu-buru dan menjawabnya. "Aku akan tinggal dengan istriku dan pergi kemanapun dia pergi."     

"Kau benar-benar suami yang hebat," puji Edward.      

Twain menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Aku hanya bisa menghabiskan waktu setahun sekali bersamanya. Aku bukan suami yang hebat... justru sebaliknya, aku bahkan tidak tahu apa aku sudah memenuhi tanggungjawabku sebagai seorang suami," Kalau bukan karena fakta bahwa dia harus membuat dirinya tampak sebagai sosok kepala pelatih yang tegas dan berdisiplin di hadapan para pemainnya, dia pasti sudah membawa Shania kembali ke kamarnya untuk menikmati momen-momen intim bersamanya.      

Mereka masih terus mengobrol tanpa arah seperti ini, sementara Allan Adams tetap diam selama percakapan mereka. Dia duduk disamping Edward seperti sosok tak kasat mata, meminum seteguk demi seteguk air mineral.      

Mungkin, setelah merasakan bahwa Twain mulai lelah usai pertandingan yang intens malam ini, Edward akhirnya menyinggung topik utamanya. "Sebenarnya, Allan dan aku ada disini untuk membahas tentang kontrak barumu, Tony."     

Saat mendengar kata "kontrak baru", Allan membuang tameng tak kasat matanya dan mengambil setumpuk kertas dari tas kantornya lalu memberikannya pada Edward Doughty.      

Bibir Twain mengerucut. Apa yang harus terjadi akan terjadi, dan tidak ada basa-basi yang mampu menghentikannya.      

"Kau memberitahuku kalau kau tidak ingin membicarakan tentang perpanjangan kontrak sebelum pertandingan Liga Champions berakhir. Aku senang pertandingan sudah usai, dan lagi kita telah memenangkannya. Sekarang, klub ingin menawarimu kontrak baru – sebuah kontrak yang benar-benar baru dan disusun setelah kejuaraan berakhir, kau tahu... Allan benar-benar berusaha keras dalam menyusun ini." Edward Doughty tahu bahwa Twain dan Allan saling berseteru dan dia berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka.      

Twain tidak memandang ke arah Allan dan dia juga tidak mengatakan apa-apa.      

"Kau akan mendapatkan lebih banyak keuntungan. Kalau kau menandatanganinya, kau akan menjadi manajer dengan gaji terbesar di seluruh Inggris!" kata Edward Doughty dengan senang. Dia tidak dikenal sebagai orang yang murah hati, tapi dia sangat memahami betapa pentingnya Tony Twain bagi Nottingham Forest FC. Kalau mereka bisa mempertahankannya, mereka akan bisa memperoleh kembali uang yang mereka habiskan untuknya – siapa yang pernah mendengar ada juara yang mengkhawatirkan tentang keuangan?     

Twain menjulurkan tangannya ke arah Edward. Edward segera memberikan draft kontrak itu, sambil terus mendeskripsikan masa depan indah yang akan dialami Twain setelah dia memperpanjang kontraknya, "... kita akan pindah ke stadion baru musim depan, dan harga tiket kita pasti akan meningkat. Tapi, Nottingham terlalu kecil dan kita berencana untuk memperluas bisnis ke pasar luar negeri. Kau memenangkan Treble di waktu yang tepat! Sekarang, bursa transfer sudah dibuka dan sumberdaya kita juga meningkat. Kau akan bisa mendapatkan pemain manapun yang kau inginkan!"     

Twain mengabaikan ucapan Edward yang emosional itu dan menundukkan kepalanya untuk membaca sekilas setiap klausa dalam kontrak. Edward tidak bohong; gaji yang ditawarkan jauh lebih besar daripada semua kontrak terdahulunya. Kalau dia menandatangani kontrak ini, gaji tahunannya akan menjadi 7.5 juta pounds. Meski itu tidak akan membuatnya menjadi manajer dengan bayaran paling besar di dunia, angka itu masih membuatnya berada jauh di atas rekan sesama manajer lainnya di Liga Premier Inggris. Gaji tahunan Wenger sebesar 5 juta pound bahkan sama sekali tidak mendekati.      

Ini belum termasuk berbagai bonus sebagai juara. Bagi Godfather para Juara, memenangkan gelar adalah hal yang mudah, sama halnya dengan mendapatkan uang hadiah.      

Tapi, Tony Twain tidak terlalu memikirkan hal-hal semacam ini. Walaupun dia tidak menganggap uang sebagai hal yang sangat penting, dia punya banyak cara untuk mendapatkannya. Gaji yang diberikan oleh klub hanyalah salah satu dari cara itu...      

Selain gajinya, dia memiliki banyak perjanjian komersil dengan perusahaan-perusahaan seperti Armani, seri video game FM, alat cukur Gillette dan kacamata Ray Ban. Dia bahkan menandatangani kontrak dengan stasiun televisi BBC untuk bekerja sebagai analis tamu khusus selama siaran langsung BBC dalam mengomentari pertandingan tim nasional Inggris dan itu juga menjadi salah satu pendapatannya. Selain itu, penjualan buku otobiografinya "10 Tahun" juga cukup bagus, dan buku itu berada di peringkat tiga teratas buku paling populer di Inggris selama lima minggu berturut-turut. Sebenarnya, buku itu menjadi nomer satu dalam daftar bestseller selama dua minggu. Semua orang sangatlah penasaran dengan manajer Inggris yang paling unik dan misterius ini, dan dibandingkan dengan semua aktivitas ini, fee yang dihasilkannya dari menulis essay untuk beragam media hanyalah uang receh dan tak layak untuk disinggung.      

Dia tidak pernah meminta kenaikan gaji setelah menandatangani kontrak selama 8 tahun dengan klub sebelum ini, dan dia memberikan contoh itu bagi para pemain. Para pendukungnya menganggapnya sebagai satu-satunya pelatih di dunia sepakbola komersil yang tidak materialistis, dan beberapa orang juga menganggap bahwa passion-nya untuk Nottingham Forest FC tidak bisa diukur dengan uang. Sebenarnya, itu karena gaji tahunannya yang senilai 2.7 juta pounds hanyalah sepersepuluh dari total pendapatan tahunannya...      

Twain melirik sekilas klausa yang menyinggung tentang pendapatannya, berharap dia bisa mendapatkan lebih banyak wewenang. Kalau wewenang itu dituliskan hitam diatas putih, dia bisa memberikan bukti yang akan melindungi dirinya sendiri saat terjadi masalah hukum dengan klub.      

Ini adalah kesempatan terakhir yang diberikannya pada klub.      

Tapi dia kecewa. Wewenangnya sebagai manajer tidak dinyatakan dalam klausa manapun di dalam kontrak itu. Mungkin, Edward merasa tidak perlu menyatakan hal yang sudah jelas, karena manajer di Liga Premier memegang pengaruh paling besar di dunia sepakbola, meski sudah sedikit melemah sejak dua dekade lalu. Atau mungkin, dia tidak ingin menuliskannya dengan jelas karena khawatir Twain akan menggunakannya untuk mengancam klub saat terjadi perselisihan. Ada pula kemungkinan bahwa ini semua adalah gagasan Allan Adams; bukankah Edward baru saja mengatakan bahwa Allan adalah orang yang menyusun kontrak ini? Kenapa dia mau memasukkan sesuatu yang bisa mengurangi pengaruh kekuasaannya sendiri?     

Twain menggeleng ringan dan mengembalikan kontrak itu pada Edward.      

Edward tidak menyangka Twain akan mengembalikan kontrak yang tak tersentuh itu padanya. Tadinya, dia mengira Twain akan langsung menandatangani kontrak tanpa ragu setelah melihat angka gaji yang akan diperolehnya.      

"Er, Tony?" Edward bertanya dengan bingung, tidak segera mengambil kembali kontrak itu.      

Twain menundukkan kepalanya, seolah sedang membuat keputusan yang sangat besar. Dia mengangkat kepalanya dengan perlahan dan tersenyum pada Edward, "Aku tidak berencana untuk menandatangani kontrak ini, Edward."     

Edward Doughty mengira dia salah dengar dan menatapnya dengan mata terbelalak, berusaha menebak seberapa besar kemungkinannya dia bercanda jika dilihat dari senyumannya.      

Twain bisa menduga apa yang dilakukan Edward Doughty dan menjawab, "Berhentilah menebak, aku tidak bercanda." Dia menyilangkan satu kakinya diatas kaki yang lain, memandang ketua klub yang tampak sangat terkejut. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Allan Adams yang tampak tenang di belakang Doughty dan merasa kasihan padanya...      

Allan tidak berniat untuk mengatakan apa-apa dan Twain juga masih tetap diam setelah mengatakan bagiannya. Edward masih dalam kondisi shock, sehingga seluruh ruangan menjadi hening. Itu bukan keheningan yang canggung, karena ketiganya memikirkan hal-hal yang berbeda. Suara-suara dari jalanan telah sedikit mereda. Mungkin, polisi, yang seharusnya menegakkan hukum dan ketertiban, akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan.      

Waktu berlalu dan Edward sudah kembali pulih dari shock-nya. Dia mulai bertanya-tanya kenapa Twain menolak tawaran itu, ekspresinya terus berubah. Tentu saja, dia mungkin sudah punya jawabannya, seperti bagaimana Allan memaksa untuk menjual Lennon setahun yang lalu, sehingga membuat mereka saling bermusuhan... tapi bagaimana mungkin Twain masih memikirkan hal yang sudah terjadi setahun yang lalu/ Bukankah itu terlalu remeh? Semua orang seharusnya memandang ke depan dan membiarkan masa lalu menjadi masa lalu. Kalau dia tetap tinggal bersama kami, gelar atau pemain bintang mana yang takkan bisa diperolehnya? Apalah artinya satu orang Lennon dibandingkan dengan semua itu?     

Tapi, dia tidak tahu bahwa Twain tidak peduli tentang Lennon atau Messi, melainkan dia merasa bahwa wewenangnya telah diancam dan ditantang secara langsung. Dia adalah pria yang idealistik seperti ini dan kalau insiden semacam itu terjadi satu kali, maka insiden itu bisa terus terjadi, dan pada akhirnya akan membuatnya jadi sangat marah.      

Kalau orang-orang Arab gila yang memiliki Manchester City menawarkan 100 juta pounds untuk membeli George, Twain tidak yakin dia bisa membuat pemain bintangnya tetap tinggal. Ini karena Allan pasti akan melibatkan diri; dari sebuah sudut pandang komersil, 100 juta pounds bisa digunakan untuk membeli tiga gelandang papan atas yang kemampuannya hanya sedikit dibawah George. Bagaimana mungkin itu bukan kesepakatan yang bagus?     

Pengusaha tidak akan bisa memahaminya; sepakbola bukanlah permainan angka. Beberapa hal tidak bisa dibeli dengan uang dan apakah Manchester City bisa memenangkan piala dengan semua kekayaan dan pengeluaran mereka? Mereka adalah pecundang yang bahkan tidak bisa memenangkan Piala Liga!     

Edward merenung dan berpikir keras untuk waktu yang cukup lama. Dia tahu bahwa Allan dan Tony tidak berniat untuk berbaikan, dan dia mulai berbicara. "Kurasa pasti ada kesalahpahaman tentang ini, Tony..."     

Twain menggelengkan kepalanya. "Aku lelah, Edward. Aku hanya ingin beristirahat dan tinggal di rumah bersama istriku. Aku ingin mengurus kebutuhannya, seperti seorang suami yang tinggal di rumah." Dia ingin mengungkapkan alasannya dan menambahkan, "Aku merasa tidak sejalan dengan Allan, dan kami tidak perlu memaksakan diri bekerja sama kalau kami punya pandangan yang berbeda. Sebaiknya kami mengambil jalan masing-masing mulai sekarang," tapi dia mengurungkannya sebelum kata-kata itu keluar dari mulutnya.      

"Kau akan punya waktu untuk berlibur."     

"Waktu liburan kurang dari sebulan tidak bisa membayar hutangku selama 11 tahun terakhir pada Shania," kata Twain dengan serius dan terlihat bersungguh-sungguh. Ini karena apa yang dikatakannya itu memang benar.      

Tapi, Edward tidak percaya dengan alasan yang baru saja diberikan Twain padanya. Dia mengerutkan kening dan terus menggelengkan kepalanya, "Oh, tolong, jangan seperti ini, Tony... tidak ada manajer yang pernah meninggalkan jabatannya di usia 45 tahun untuk alasan semacam ini. Kau masih muda, oke? Kau masih bisa mencapai hal-hal yang lebih besar, selama kita tetap sebagai tim, apa kau tidak setuju? Dari semua klub di Liga Premier... tidak, di seluruh dunia, Nottingham Forest adalah yang paling cocok bagimu untuk menunjukkan bakatmu. Kami membutuhkanmu sama seperti kau membutuhkan kami,"     

"Aku harus mengakui itu," Twain mengangguk, tersenyum lebar. Dia memang mengatakan yang sebenarnya.      

Ada sekelompok pemain yang dikembangkannya secara pribadi disini dan para pendukungnya yang paling setia juga berasal dari klub ini. Ada orang-orang media yang memujinya dan beradu pikiran dengannya, dan seorang ketua klub yang tidak punya banyak pengaruh dan tidak peduli dengan apa yang direncanakan olehnya... mungkin, dia hanya akan menemukan dua dari semua hal itu di klub sepakbola yang lain. Hanya ada satu Nottingham Forest di seluruh dunia dan itu memang benar-benar unik.      

Allan Adams mungkin satu-satunya hal buruk di klub ini bagi Twain, tapi dia adalah duri yang mematikan di sisinya. Twain tidak akan pernah berteriak pada Edward dan memaksanya untuk memilih antara dirinya atau Allan, seperti seorang wanita cemburu dalam opera sabun pukul delapan malam yang ditayangkan di televisi.      

Dia tahu seberapa penting Allan bagi Edward, karena dia adalah rekan pendiri dan teman Edward selama beberapa dekade. Kalaupun Edward harus memilih diantara keduanya, Twain yakin bahwa dirinya yang hanya orang asing tidak akan pernah punya kesempatan.      

"Aku hanya ingin beristirahat. Jadi, meski Nottingham Forest adalah satu-satunya klub yang cocok bagiku di seluruh dunia, aku tidak keberatan dengan itu, Edward."     

Edward yakin Twain akan membantahnya dan dia sudah siap untuk bertanya apakah memang lebih baik bagi Twain kalau dia pergi ke klub yang lebih besar daripada Nottingham Forest. Setelah bertahun-tahun, dia sudah membuang rencana awalnya untuk mencapai status G14 bagi klub. Tentu saja, ini juga ada hubungannya dengan pembubaran G14 oleh UEFA.      

"Aku tidak akan pergi ke Manchester United, Edward. Aku tidak akan pergi kemana-mana... hmmm, mungkin aku akan pergi ke Amerika; karir Shania berbasis disana. Tapi, aku tidak akan melatih disana. Apa mereka memainkan sepakbola disana? Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang sepakbola Amerika," kata Twain, membuka telapak tangannya, menunjukkan pose 'santai'.      

Edward menatap Twain yang masih tersenyum, seolah-olah dia ingin melihat menembusnya.      

Twain berhenti bicara.      

Keduanya saling pandang selama beberapa waktu sebelum akhirnya Edward bangkit dari sofa. "Kuharap kau mau mempertimbangkannya kembali, Tony. Masih ada satu bulan sebelum kontrakmu habis, dan kontrak ini..." dia menepuk kertas itu sebelum kemudian melanjutkan, "... kau bisa menyimpannya."     

Dia akan pergi.      

Twain bangkit untuk mengantarkan tamunya pergi. "Jangan buang-buang tenaga, Edward. Gunakan tenagamu untuk mencari penggantiku. Aku berhenti, aku serius," katanya dengan nada suara serius.      

Edward tidak menjawab dan pergi bersama Allan.      

Dia masih tetap diam sampai keduanya memasuki lift yang kosong. Dia baru meledak marah setelah pintu lift tertutup rapat, "Fuck! Bagaimana dia bisa melakukan hal seperti ini!!"     

Allan tetap diam disisinya dan mendengarkan teman lama dan boss-nya melampiaskan kekesalannya.      

"Memangnya dia pikir dia siapa?! Apa dia pikir dia begitu hebat setelah memenangkan tiga gelar? Bagaimana mungkin dia menolak gaji tahunan 7.5 juta pounds?!! Katakan padaku, Allan!"     

Edward Doughty menoleh dengan cepat dan menatap Allan Adams.      

"Katakan padaku, apa aku punya salah padanya? Aku membereskan semua kekacauan yang ditimbulkannya sementara dia berbicara dengan arogan! Aku memenuhi semua permintaannya dan dia telah menjadi Kaisar Tertinggi Nottingham Forest di mata media. Siapa yang masih ingat bahwa akulah ketua klubnya? Tapi aku tidak peduli... Aku sama sekali tidak peduli dengan hal-hal seperti itu! Aku hanya ingin dia terus memimpin klub sepakbola ini dan memenangkan piala untuk kita! Tapi, dia masih merasa tidak puas, dia... keparat!"     

Edward memukul dinding lift yang berlapis emas, membuatnya bergetar. Seluruh lift seolah ikut bergetar.      

"Baiklah, aku tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan. Omong kosong apa tentang menemani istrinya? Dia hanya berusaha memprotes kalau dia tidak punya cukup wewenang. Berapa banyak yang dia inginkan? Apa dia ingin menggantikanku sebagai ketua klub? Kalau itu terjadi, tidak akan ada orang yang bisa mengendalikannya." Tiba-tiba saja, Edward tertawa dingin lalu melanjutkan, "Media sudah menciptakan citra dirinya sebagai 'Raja Nottingham Forest', dan dia benar-benar mempercayainya... menggelikan!"     

Lift itu berhenti bergerak dengan suara 'ding!' dan pintunya perlahan terbuka. Saat ini mereka berada di lantai pertama.      

Edward tidak menoleh untuk memandang temannya, kemarahan sudah lama hilang dari wajahnya. Tidak ada yang tahu bahwa dia baru saja melepaskan serangkaian lontaran makian di dalam lift. "Allan, persiapkan daftar pendek manajer pengganti yang potensial. Aku ingin melihatnya paling lambat besok sore. Setelah itu, kita akan mulai mencari manajer berikutnya," katanya dengan tenang.      

Allan mengangguk, sebelum kemudian sadar bahwa akan lebih bijaksana untuk tidak menunjukkan pada Edward bahwa dia tahu segalanya. Karenanya, dia bertanya, "Apa kita tidak akan menunggu sampai 30 Juni?"     

"Seorang pelatih baru, rencana baru dan formasi baru akan membutuhkan waktu untuk bisa dibentuk. Akan terlambat kalau kita menunggu sampai saat itu. Kita pasti akan kalah dari lawan-lawan kita."     

Edward melangkah keluar dari lift sambil terus berbicara, dengan Allan berjalan di belakangnya. Keduanya melangkah melewati lobi utama dan keluar dari pintu masuk hotel, sebelum kemudian menaiki sedan hitam yang sudah menunggu mereka. Sedan itu melaju pergi dan menghilang ke dalam malam.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.